Usia pernikahannya sudah hampir 4 bulan. Padahal dia tidak memakai KB apapun, tetapi sampai sekarang dia belum juga ada tanda-tanda hamil atau ngidam.Laura mendengus, tapi tidak merasa khawatir tentang hal ini karena Rehan sendiri sama sekali tidak menuntutnya agar cepat hamil. Katanya anak itu rezeki, harus bisa menerima kapanpun Allah akan memberi. Ditambah Bu Marni yang selalu mengatakan, tak perlu buru-buru. Penting jangan ber-KB saja. Hamil kapanpun tak apa. Kecuali kalau sudah menikah selama bertahun-tahun tapi belum hamil juga, baru boleh khawatir. Baru boleh pergi ke dokter untuk cek kesuburan. Baru tak masalah ikut program hamil.Laura tersenyum, meski dalam hati dia tidak bisa memungkiri jika ingin sekali cepat bisa hamil. Kasihan suaminya, sudah sangat dewasa usianya. Seharusnya sudah memiliki anak dua atau tiga.Sekitar jam satu siang, Rehan terlihat sudah pulang. Sampai dirumah dia langsung mencari istrinya."Laura masih di toko. Bandel istrimu tuh, ibu suruh tutup aja
Setelah menyampaikan keluhannya pada seorang resepsionis, mereka dianjurkan untuk berkonsultasi langsung pada dokter spesialis kandungan.Rehan mengangguk begitu juga dengan Laura.Tak butuh waktu lama, mereka sudah dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan khusus dokter spesialis kandungan.Namun setelah mendapatkan pemeriksaan dari sang dokter, dokter itu justru memberi surat rujukan yang mengharuskan mereka untuk mendatangi Dokter Onkologi Ginekologi. (Onkologi ginekologi adalah bidang spesialisasi kedokteran yang berfokus pada kanker saluran genital wanita. Kanker ovarium, kanker rahim, kanker vag*na, kanker serviks, dan kanker vulva adalah jenis-jenis kanker yang ditangani oleh spesialis onkologi ginekologi.)Jantung Rehan sudah mulai berdebar kala itu. Perasaannya seketika tidak enak. Tetapi dia harus kuat dan Laura memang harus mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.Rangkaian pemeriksaan kemudian dijalani oleh Laura. Dari USG sampai Inspeksi Visual Asam Asetat ( IVA ), laluPap Sme
Rehan menunduk, meremas kuat jari jemari Laura. Mendadak dunia mereka terasa gelap gulita. Kebahagiaan yang selalu menyertai kebersamaan mereka selama ini seperti terhempas badai begitu saja.Rehan memejamkan matanya. Berpikir dan terus berpikir. Kemudian dia membuka matanya dan mendongak untuk menatap Sang dokter."Aku tidak peduli dengan kehamilannya. Bagiku, Istriku yang paling penting. Anak bukan prioritas utama dalam pernikahan."Dengan wajah yang kembali pucat dan tubuh bergetar menahan kesedihan yang memuncak, Rehan menoleh pada Laura.Tetapi tiba-tiba Laura bangun dari kursi."Jangan katakan jika kamu mau aku mengangkat rahimku, Rehan!""Laura, tidak ada cara lain yang lebih baik.""Tidak! Aku tidak mau dioperasi. Aku tidak mau mengangkat rahimku. Aku ingin bisa hamil, aku ingin punya anak!""Aku tau itu. Tapi Laura, tolong dengarkan aku. Penyakit ini berbahaya dan bisa menyebar!'"Tidak Rehan! Aku tidak peduli! Bagaimana nasibku jika tanpa keturunan? Bagaimana rumah tangga ki
"Bener mbak. Coba deh tanya sama nenek. Biar lebih jelas."Nita langsung berdiri. "Ayo ke rumah kamu, Gita. Nenek ada kan?""Ada Mbak. Ayo.""Kami orang zaman dulu, mbak Nita. Mana ada yang sanggup melakukan operasi. Bukan cuma kendala di biaya, karena dulu belum ada yang namanya BPJS. Tapi juga karena kampung terpencil, jauh dari rumah sakit besar yang bisa melakukan tindakan operasi. Kami harus keluar kota, bahkan ke ibu kota negara ini jika akan Operasi. Jadi nenek Moyang kami, hanya menggunakan ramuan, atau daun yang dianggap bisa menyembuhkan segala penyakit." Jelas Bu Mila.Saat Nita sudah datang dan bertanya sesuai dengan apa yang didengarnya dari Gita tadi.Nita duduk bersimpuh diatas tikar berhadapan dengan Bu Mila. Sementara Gemilang dibawa main oleh Gita dipelataran."Bu Mila, jika kami atau lebih tepatnya kakakku meminta tolong pada Bu Mila, apa Bu Mila bersedia?"Bu Mila langsung mengangguk tanpa ingin memikirkan dulu. "Tentu saja. Saya pasti bersedia. Dengan senang hati,
"Apa Dokter pernah mendengar itu?"Dokter itu sejenak berpikir sebelum akhirnya menjawab."Meskipun saya belum pernah tau khasiat dari benalu itu sendiri, tapi saya pernah mendengarnya jika Di Eropa, benalu jenis Viscum album sudah sejak lama digunakan sebagai obat karena banyak mengandung senyawa aktif, seperti lectin viscotoxin, flavonoid-flavonoid, terpenoid dan alkaloid-alkaloid tertentu. Kandungan senyawa itu dapat digunakan untuk pengobatan penyakit kanker. Tapi selebihnya saya sebagai Dokter malah tidak mengetahuinya karena itu bukan di bidang saya." jawab Sang Dokter, membuat kelegaan sendiri di hati Rehan.Tiba-tiba Rehan meraih kedua tangan Bu Mila dan menggenggamnya erat."Bu, ku mohon bantu aku. Bantu Laura, bantu istriku. Obati Laura dengan kemampuan obat obatan herbal yang ibu ketahui.""Nak Rehan tidak perlu meminta, jika memang sudah setuju, mari kita pulang dan mulai pengobatan itu di rumah.""Terima kasih Bu. Terima kasih..!" Rehan melepaskan tangan Bi Sumi dan kemba
"Nggak usah, Mama. Kalian nggak usah kemari. Nanti saja kalau Laura sudah membaik. Bukannya apa, Laura ingin fokus pada kesembuhan Laura dulu."Bu Santoso tentu paham, Laura bukan keberatan mereka berkunjung, tapi waktu Laura memang perlu banyak dan Fokus untuk pengobatan. Ibu Laura mengerti dan mengiyakan."Langsung kabari kami jika ada apa-apa. Jangan ada yang disembunyikan dari kami ya, Nak?"Mereka mengakhiri panggilan.***Minggu demi minggu berlalu. Laura kini sudah rutin mengonsumsi ramuan benalu yang dibuat oleh Bu Mila. Dokter yang memeriksa Laura pun menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda sel kanker di rahimnya berkembang. "Bagaimana keadaan Mbak Laura, Mas? Apa sudah ada perubahan?" tanya Nita dengan nada khawatir saat ia menelepon Rehan. "Menurut dokter yang menanganinya, tidak ada perkembangan berarti pada sel kankernya. Sel kanker itu seperti terpotong. Hanya ada di tempatnya saja. Mungkin ini pengaruh dari ramuan buatan Bu Mila," jawab Rehan sambil tersenyum lega. "Semo
Gita kemudian menggeleng. "Nggak usah lah mbak, mas Heru. Males ribet aku tuh. Biar Anisa saja yang lanjut. Aku mau kerja di sama mbak Nita saja."Mereka hanya bisa menghela nafas saja. Biarlah, pikir Nita. Dia sudah mempunyai pikiran sendiri, saat mereka sudah pulang nanti akan sekali lagi merayu Gita agar mau melanjutkan pendidikan."Baiklah. Kita pikirkan nanti lagi setelah di rumah."Beberapa hari Mereka berada disana, sampai sudah beberapa kali juga Teh Ainun menelpon dan menanyakan kapan pulang. Ak Rudi juga menelpon Heru, menyuruh cepat pulang karena dia dan Adi sedang memanen buah raya. Heru harus ada dan melihat hasilnya.Akhirnya, mereka sepakat akan pulang besok pagi.Hari ini mereka menghabiskan waktu bersama."Mbak Laura benar-benar sudah sehat kan ya?" Nita bertanya lagi. Lagi karena ini sudah pertanyaan yang kesekian kalinya."Iya, Nita. Sudah. Kata dokter juga sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi.""Alhamdulillah kalau gitu. Jadi besok kami pulang ya. Cepat hamil ya? K
Warga disini, bukan tidak tahu tentang Bu Mila ini. Mereka mendengar secara langsung cerita tentang kesembuhan Laura dari Bu Marni tentunya. Mereka mengagumi Bu Mila dan menganggap jika Bu Mila ini adalah seorang tabib tradisional.Bu Mila belum bisa menjawab, menoleh dulu pada Nita dan Gita."Mbak Nita, bagaimana ini?" Bu Mila bertanya dulu pada Nita untuk meminta pendapat."Kalau menurutku, Bu Mila bisa mencobanya dahulu. Tinggal beberapa hari lagi di sini. Anak-anak, biar sama kami. Nanti kalau masalah Bu Mila mau pulang, gampang. Ada mas Rehan juga kan?"Setelah berunding sejenak, pada akhirnya Bu Mila pun bersedia untuk tinggal lagi disini dalam beberapa hari ke depan.Tas ransel milik Bu Mila yang sudah masuk bagasi dikeluarkan lagi."Anisa jangan nakal ya, Nak? Yang pinter. Kan sudah gede. Jangan ngrepotin Mbak Nita dan Mbak Gita ya?" Pesan Bu Mila pada Anisa."Iya Nek, Anisa gak nakal kok."Mobil mereka akhirnya meninggalkan halaman rumah Bu Marni.Bu Mila kemudian kembali mas
Tidak ada tetangga yang datang karena mereka sengaja, lamaran malam ini dengan sederhana saja. Tidak ada yang dibawa oleh Dodi karena memang mereka sudah berunding untuk tidak memaksakan diri dan tidak membawa apapun. Ini adalah pesan Gita, jadi Dodi datang hanya membawa ucapan niat dan cincin seberat 2 gram saja sebagai tanda pengikat antara mereka. Acara lamaran berlangsung sederhana namun penuh keseriusan dari kedua belah pihak. Pakde Gita tak banyak bicara, sebab di sini ia hanya menjadi saksi, bukan untuk dimintai pendapat. Sebelumnya, Bu Mila sudah berpesan demikian. Sebelum lamaran ini, Pakde sempat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernikahan Gita dengan Dodi. Alasannya, masa depan Dodi kurang cerah dan hanya akan membebani Gita, terlebih Gita kini sudah sukses. Pakde khawatir banyak orang berbiat buruk, lalu menjadikan alasan ingin menikahi Gita. Bu Mila menegaskan untuk tidak perlu ikut campur urusan mereka . Dodi memandang Heru dengan mata terbelalak, seperti kura
Sebagai orang tua, mereka hanya perlu menyetujui, memberi restu, dan dukungan. Meski tak suka, Pakde tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan.Mungkin ia sadar bahwa selama ini ia tak pernah membantu atau ikut memberi makan Gita dan Anisa sejak mereka lahir, lalu mereka ditinggal orang tua mereka, dan kini telah tumbuh dewasa.Acara lamaran selesai, disambung dengan obrolan ringan, basa-basi sebelum waktunya pulang.Tidak ada yang istimewa di acara malam ini, tetapi bagi Gita dan Dodi, acara ini sangat spesial dan membekas di hati. Karena malam ini, mereka resmi menjadi sepasang tunangan dan berencana menikah bulan depan. Awalnya, ketika ditanya oleh Pak De kapan mereka akan menikah, Dodi masih ragu untuk menjawab. Bukan karena ragu, tetapi dia ingin benar-benar siap. Namun, Gita yang langsung menjawab, "Rencana kami adalah bulan depan, Pak De. Setelah bulan ini habis, kami akan berunding lagi untuk menentukan hari yang tepat."Dodi tidak bisa berkomentar karena takut Gita tersinggu
Dodi menarik nafas resah. Tadinya, dia sudah cukup senang, khayalannya melambung tinggi, menikahi Gita dan hidup bahagia penuh cinta. Namun, setelah obrolan dengan ibunya, perasaannya berubah menjadi kacau.Jika nanti dia menikah, bagaimana mungkin dia bisa tinggal bersama Gita? Bagaimana dengan ibu dan dik-adiknya? Tapi jika dia mengajak Gita untuk tinggal bersamanya, tentu saja itu juga tidak mungkin. Dia tidak bisa membawa Gita untuk tinggal di pondok mereka dan mengurus keluarganya.Tiba-tiba, sebuah pesan singkat dari Gita masuk. "Dodi, sedang apa? Apa kamu sudah pulang kerja?""Iya, Gita. Aku sudah pulang dari tadi." Mulai hari ini dan seterusnya, Dodi memang sudah mau belajar untuk memanggil Gita dengan nama saja. Mereka sudah sepakat."Bisa gak nanti malam ke rumah? Ada hal yang ingin aku bicarakan."Karena Dodi juga ingin membicarakan suatu hal dengan Gita, dia pun setuju. "Iya, aku akan ke sana nanti malam."Gita tersenyum, selain memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan se
Yang di sana menutup mulutnya dengan satu tangan menahan agar tidak tertawa keras karena saking senangnya.Ya ampun… Ternyata Dodi romantis juga ya?Akhirnya sepanjang malam ini mereka sama-sama begadang, melanjutkan chat mesra dan rencana untuk kedepannya nanti. Sampai terlupa, ketiduran tanpa sengaja. Ponsel masing-masing terjatuh dari tangan dan paginya ponsel mereka sama-sama ngedrop!Dodi merasa sangat kesal karena tidak bisa mengirimi pesan atau melihat pesan chat dari Gita. Akhirnya berangkat kerja tanpa membawa ponsel.Gita juga demikian, terpaksa pergi mengajar meninggalkan ponselnya di rumah untuk dicas.Di tempat kerja, mereka tidak konsen.Saling memikirkan satu sama lain. Andai saja tadi ponsel bisa dibawa, setidaknya bisa berkirim chat, menanyakan kabar. Lagi ngapain? Udah makan belum?Duh, kasmaran!Sayangnya semalam lupa , seharusnya sambil di cas saja. Kan tidak sampai ngedrop?Saat Dodi pulang dari kerja, di jalan melihat kecelakaan. Sebuah mobil sedan menabrak seora
Anisa mengusir mereka dengan bercanda, "Sudah, jalan sana, nanti keburu magrib."Gita dan Dodi akhirnya berangkat menggunakan motor Anisa. Mereka berboncengan, menarik perhatian orang-orang di jalan karena penampilan mereka yang berbeda dari biasanya. Beberapa mencibir, tapi banyak juga yang memuji kecocokan mereka.Sesampainya di acara, suara musik orgen tunggal menyambut. Mereka disambut oleh tim penyambut tamu, dan beberapa orang langsung mengenali mereka, "Mbak Gita sama Mas Dodi? Wah, cocok banget!”Gita dan Dodi hanya tersenyum malu mendengar godaan-godaan itu. Setelah mengambil makanan, mereka duduk bersama dan menikmati hidangan. Sesekali mereka melirik satu sama lain dan tersenyum, tapi tidak bisa fokus karena hati mereka sama-sama berdebar.Setelah makan, Dodi mengajak Gita untuk memberikan amplop kepada pasangan pengantin. "Cepat menyusul kami ya!" ucap mempelai wanita, membuat Gita semakin tersipu."Kenapa semua orang berpikir kita pacaran?" tanya Gita saat mereka kembali
Penjelasan Gita diterima, dan beberapa siswa bahkan membuka platform novel online untuk memeriksa kebenarannya. Mereka akhirnya paham bahwa kehidupan Gita dan Anisa telah berubah berkat kerja keras Gita.Sejak saat itu, tak ada lagi yang menuduh atau membicarakan Anisa dan keluarganya. Kabar tentang Gita yang menjadi penulis menyebar, dan kehidupan mereka menjadi lebih damai. Tidak ada lagi tuduhan atau hinaan dari Cindy dan teman-temannya.Hari itu, Gita merasa sangat lelah setelah seharian membersihkan rumah bersama Anisa. Malam harinya, ia mengalami sakit kepala yang parah. Anisa khawatir melihat suhu tubuh kakaknya yang sangat panas."Mbak Gita sakit, ya? Badannya panas sekali!" seru Anisa.Gita mengeluh, "Kepala Mbak sakit, tubuh juga rasanya ngilu-ngilu."Anisa segera memberi tahu Bu Mila, yang panik. "Tunggu sebentar, Anisa. Biar nenek menemui Mbak Nita.""Biar Anisa saja, Nek. Nenek tungguin Mbak Gita," ujar Anisa, langsung berlari ke rumah Nita. Mendengar kabar itu, Nita dan
"Udah, jangan dilihat terus. Besok langsung dicoba aja," goda Nita, sambil tersenyum melihat Anisa yang terus memandangi motor barunya.Anisa tertawa kecil, benar-benar tidak menyangka dirinya bisa mendapatkan motor sebagus itu. Dia menoleh pada Gita, "Mbak Gita, terima kasih ya. Pasti mahal banget."Gita tersenyum dan menepuk tangan Anisa lembut, "Yang penting kamu senang, Anisa. Harga motor ini nggak ada apa-apanya dibanding kebahagiaan kamu.""Ya ampun, Mbak Gita! I love you deh!" Anisa memeluk kakaknya dengan rasa terima kasih."Makanya, jangan bandel. Kamu nggak kerja tapi dibeliin motor sama HP baru. Semangat belajar dan bantu-bantu di rumah, ya," Bu Mila mengingatkan."Siap, Nek! Anisa makin semangat," jawab Anisa riang, disambut tawa seluruh keluarga.Heru lalu berdiri, "Maaf, aku harus pulang. Toko nggak ada yang jaga lama-lama.""Aku juga pulang, nih," kata Nita sambil mengeluarkan kado kecil dari sakunya.Heru melihat kado itu dan tertawa, "Ya ampun, kado kamu kecil banget,
Karena Anisa memang adik yang pengertian, meskipun hatinya sedikit terluka oleh ucapan kakaknya, dia tidak berani menjawab. Anisa mencoba mengerti, mungkin kakaknya sedang banyak pikiran atau lelah, jadi dia memilih untuk diam saja.Kemudian, Anisa beranjak dari kamar Gita untuk mencari neneknya, tetapi tidak menemukannya. Dia lalu pergi ke dapur dan membuka tudung saji. Ternyata tidak ada makanan apapun di meja. Bahkan di magic com pun tidak ada nasi. Anisa mendengus kesal, lalu kembali ke kamar Gita."Mbak, nenek nggak masak ya? Nenek pergi kemana?" tanya Anisa lagi.Kakaknya terlihat kesal, lalu melemparkan guling ke arah Anisa."Kamu itu manja banget sih! Kamu kan bisa masak sendiri, masak mie, ceplok telor, atau apa gitu. Nggak usah terus ngandelin nenek. Nenek lagi pergi ke rumah Bude dari tadi pagi, jadi nggak sempat masak. Kamu aja yang masak nasi, sana!” ujar kakaknya.Anisa merasa sedih melihat perubahan kakaknya yang tiba-tiba menjadi pemarah. Namun, dia tidak berani memban
“Ya Allah, ternyata ini pekerjaan Mbak Gita yang jarang diketahui orang. Pantas saja Mbak bisa membeli ini itu dan mengubah ekonomi keluarga. Aku benar-benar tidak menyangka kalau Mbak bisa sehebat ini.”Gita mengangguk kemudian tersenyum kecil sambil melanjutkan untuk memberitahu Dodi tentang aplikasi-aplikasi novel miliknya.“Mungkin beberapa orang di kampung banyak yang membicarakan aku, tapi aku tidak mau peduli. Karena mereka juga tidak tahu apa yang aku lakukan sebenarnya. Yang terpenting bagiku adalah aku mencari pekerjaan secara halal dan ini merupakan anugerah serta rezeki dari Allah yang diberikan padaku. Aku telah diberi jalan untuk bisa mengubah ekonomi keluargaku.”Dodi mendongak, "Mungkin sebagian orang membicarakan keluarga Mbak karena mereka tidak tahu yang sebenarnya. Tapi benar kata Mbak, tidak usah dipedulikan. Bukankah Mbak tidak merugikan siapa-siapa? Mbak menulis dengan ide sendiri tanpa mengganggu orang lain.""Itulah yang sering dikatakan oleh Mbak Nita. Makany