Di pagi hari, Gara terbangun terlebih dahulu.Sebelum turun dari tempat tidur dia menatap istrinya yang masih terlelap di sampingnya. Semalam saat mereka berangkat tidur, Mia memang langsung lelap begitu saja, sampai Gara terlantar. Mungkin terlalu lelah, atau karena merasa nyaman dengan tempat tidurnya. Gara tidak inginkan mengganggu. Dia memandangi wajah manis Mia. Bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis, wajah itu dipenuhi dengan tekanan. Sebenarnya Mia memiliki wajah yang cukup cantik hanya saja mungkin karena hidupnya kurang beruntung itu sebabnya dia kurang merawat diri.Gara sudah berjanji akan membahagiakan istrinya tanpa terkecuali.Selama menikahinya dia bisa menilai ketulusan hati Mia. Mau menerima adanya tanpa tahu dengan harta atau kekayaan yang ia punya.Gara menunduk memberi kecupan kecil pada keningnya kemudian dia meninggalkan tempat tidur.Mia mengerjapkan matanya beberapa kali, barulah setelah itu dia membuka matanya secara sempurna. Dia tiba-tiba terkejut dan
Sementara di rumah keluarga Mia, orang-orang sudah terlihat sibuk. Tapi pagi ini mereka bukan sibuk membuat kue pesanan. Melainkan sibuk menyiapkan hari pernikahan Dinda yang akan terjadi beberapa hari lagi.Rita mengoceh sepanjang pagi tadi. “Gara dan Mia itu benar-benar kurang ajar! Mereka sudah tahu, kalau kita akan banyak kesibukan. Malah pergi dari rumah! Dasar pasangan yang sama-sama tidak berguna!""Biarkan saja, Bu. Mereka tidak akan lama bertahan di luaran sana, sebentar lagi pasti akan kembali lagi. Memangnya mereka mau tinggal dimana, hah?" Silvia menyahut."Bisa jadi mereka menyewa rumah.” Dinda juga ikut berbicara.Ibu melirik sinis, " Gara itu sangat miskin hidupnya. Apa kamu tidak bisa melihat, baju saja dia tidak terbeli. Motornya butut, bagaimana cara mereka membayar sewa rumah?”Wibowo menggelengkan kepalanya mendengar mereka bicara merendahkan suami Mia."Sebaiknya mulai saat ini, kalian jangan sembarangan bicara. Agar kita tidak malu di kemudian hari."Rita menoleh
Silvia terbengong. "Masa tidak bisa sih?""Tidak bisa! Tidak ada yang mau menggadai atau menyewa barang kreditan!""Astaga! Terus bagaimana?"Saat ini, kebetulan Rita datang, dia sudah berdiri di pintu kamar mereka. Dia terkejut mendengar ucapan mereka."Ya Ampun, Farhan! Jadi mobil kamu itu kreditan?" Dia terlihat Syok mendengarnya.Silvia dan Farhan terkejut melihat ibu sudah berdiri disana."Iya Bu. Mobil mas Farhan memang kreditan." Jelas Silvia."Kok bisa kreditan sih? Ya Ampun, Silvia!""Nggak usah keras-keras, Bu. Kalau tetangga dengar, malu kan!" Silvia menarik lengan ibu agar masuk ke dalam kamarnya.Ibu langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Sambil berdoa, semoga tidak ada yang mendengar teriakannya tadi."Tapi kenapa bisa kreditan? Bukannya waktu itu kalian bilang mau membeli mobil baru? Sampai uang arisan ibu kalian pakai juga?" Protes Rita."Iya Bu, tapi uang itu tidak cukup. Makanya Silvia yang memberi usul pada mas Farhan untuk kredit saja. Jadi uang dari Ib
Gara belum menjawab sapaan Mia. Dia cukup tercengang saat melihatmu Mia. Dia menatap Mia dari ujung kaki hingga rambutnya. Ada yang berbeda. Mia memakai gaun tidur tipis berwarna pink di atas lutut. Memperlihatkan betis jenjang milik Mia yang selama ini tersembunyi sepanjang hari dalam balutan Celana panjang.Lalu bagian lengan dan dada yang sedikit terbuka. Rambut hitam lurus panjang itu tergerai dengan begitu indah. Ada lipstik merah tipis menghiasi bibirnya. Dan aroma parfum segar langsung tercium oleh Gara."Kamu, Mia?""Bukan! Tapi aku hantu!" Mia cemberut, dia memukul dada suaminya.Gara tertawa kecil menangkap pergelangan tangannya. “Maafkan aku, hampir tidak dapat mengenali istriku sendiri.”Mia memanyunkan bibirnya, itu terlihat seksi dimata Gara. Gara menarik tengkuk istrinya dan memberi ciuman di keningnya."Kamu sangat cantik sekali, aku ingin setiap hari melihat kamu seperti ini." Gara berkata, lalu menarik tangannya untuk masuk ke kamar."Jadi kemarin-kemarin tidak ca
“Justru karena harganya sangat mahal, aku takut kalung ini rusak kalau memakainya. Sebaiknya disimpan saja untuk tabungan masa depan kita.” Mia segera menyimpan kotak dengan baik-baik di dalam lemari.Gara menggelengkan kepalanya, wanita lain akan sangat mendambakan bisa memakai kalung berlian seperti itu, sedangkan istrinya malah menyimpannya untuk tabungan."Aku sudah mengatakan padamu, masalah menabung adalah urusanku, kamu jangan khawatir. Pakailah kalung itu.”Mia menoleh lagi dan tersenyum, “Baiklah, aku akan memakainya saat acara pernikahan Dinda nanti.”Gara mengangguk saja. Semau istrinya saja, dia hanya ingin Mia merasa nyaman.Hening sejenak, kemudian Mia kembali menoleh pada Gara dan bertanya, tetapi pertanyaannya kali ini seperti mengandung kecurigaan. “Gara, bagaimana caranya kamu mendapatkan uang sebanyak itu untuk membeli kalung berlian? Apa bisnis properti milikmu itu bisa menghasilkan banyak uang?”“Kamu tidak menjual obat-obatan terlarang kan?” Mia merasa khawatir,
Pagi ini Farhan sudah bersiap mengantar Istri dan Ibu mertuanya untuk pergi ke rumah bibi Wati yang dikatakan mereka.Melihat mereka berpakaian rapi dan sudah bersiap pergi, beberapa tetangga mereka penasaran dan bertanya, “Bu Rita mau pergi kemana? Tumben sekali rapi begini?”Rita menoleh, tersenyum ramah pada tetangganya itu dan menjawab,”Kami akan pergi ke rumah saudara, untuk mengundang secara langsung mereka ke acara pernikahan Dinda.”“Oh, iya. Kalian akan mengadakan pesta besar, perlu mengumpulkan sanak famili. Baiklah, hati-hati di jalan ya, Bu Rita.”Rita mengangguk masuk ke dalam mobil bersama Silvia. Farhan kemudian melajukan mobilnya meninggalkan sekumpulan orang-orang itu. Selepas mobil mereka pergi, orang itu membicarakan mereka. “Nasib Bu Rita memang sangat mujur. Dia punya menantu mapan seperti Farhan, bisa membeli mobil bagus dan kerja di kantoran. Calon suaminya Dinda juga seorang pengusaha. Ya ampun, semoga anakku juga bisa mendapatkan jodoh seorang pengusaha. Jad
Beberapa orang mengatakan jika hidup tanpa hutang itu tidak akan semangat. Itu sebabnya kata mereka hutang bisa membuat seseorang bersemangat dalam bekerja. Padahal yang sebenarnya, orang bersemangat bekerja karena untuk membayar hutang itu sendiri. Jika dia tidak bersemangat, lalu apa yang untuk membayar hutangnya?Hutang sebenarnya juga bisa membuat orang menjadi gelisah, makan tidak enak, tidur juga tidak nyenyak. Apalagi jika sudah jatuh pada temponya, itu sungguh sangat memusingkan.Hutang juga membuat bisa membuat hidup jadi ribet. Yang memberi hutang tidak berpikir jauh jika uang sudah di tangan orang, semanis apapun janji belum tentu ditepati. Yang berhutang juga demikian, saat sudah mendapatkan uang dia sangat senang luar biasa. Tidak lagi memikirkan bagaimana cara untuk membayarnya nanti .Apakah sudah sesuai kemampuannya?Yang terjadi pada Rita dan Silvia, mereka tidak pernah memikirkan jika apa yang mereka lakukan ini nantinya hanya akan merenggangkan persaudaraan mereka
"Kalau begini masih kurang dong, Bu! Ini hanya bisa untuk membeli baju dan perhiasanku saja.” Silvia berkata pada ibunya. Ibu langsung menyambar uang itu dari tangan Silvia.“Tidak bisa seperti itu. Urusan baju dan perhiasanmu kamu harus bisa usaha cara lain lagi. Uang ini untuk tambahan ibu.”Silvia melotot,”Jangan seperti itu, Bu! Memangnya maukemana lagi mencari uang?”“Usaha, Silvia! Kamu ini, belum usaha tapi sudah menyerah seperti itu!”balas ibu.Silvia kesal bukan main,lalu dia menoleh pada Dinda. Dia melihat adiknya itu sedang bersantai dengan ponselnya. Tertawa-tawa tidak jelas, membuat Silvia menyadari sesuatu. Dia baru sadar kalau dia dan suaminya yang sangat sibuk dengan urusan Dinda, Tapi orang yang akan menikah justru bersantai ria.“Dinda, ini adalah pesta kamu! Bukannya kamu ikut berpikir tapi kamu malah santai seperti itu!”Dinda langsung menoleh. "Mbak. Sudah seharusnya mbak Silvia itu sibuk seperti ini. Apa tidak ingat, waktu pernikahan kalian dulu, siapa yang sib
Tidak ada tetangga yang datang karena mereka sengaja, lamaran malam ini dengan sederhana saja. Tidak ada yang dibawa oleh Dodi karena memang mereka sudah berunding untuk tidak memaksakan diri dan tidak membawa apapun. Ini adalah pesan Gita, jadi Dodi datang hanya membawa ucapan niat dan cincin seberat 2 gram saja sebagai tanda pengikat antara mereka. Acara lamaran berlangsung sederhana namun penuh keseriusan dari kedua belah pihak. Pakde Gita tak banyak bicara, sebab di sini ia hanya menjadi saksi, bukan untuk dimintai pendapat. Sebelumnya, Bu Mila sudah berpesan demikian. Sebelum lamaran ini, Pakde sempat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernikahan Gita dengan Dodi. Alasannya, masa depan Dodi kurang cerah dan hanya akan membebani Gita, terlebih Gita kini sudah sukses. Pakde khawatir banyak orang berbiat buruk, lalu menjadikan alasan ingin menikahi Gita. Bu Mila menegaskan untuk tidak perlu ikut campur urusan mereka . Dodi memandang Heru dengan mata terbelalak, seperti kura
Sebagai orang tua, mereka hanya perlu menyetujui, memberi restu, dan dukungan. Meski tak suka, Pakde tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan.Mungkin ia sadar bahwa selama ini ia tak pernah membantu atau ikut memberi makan Gita dan Anisa sejak mereka lahir, lalu mereka ditinggal orang tua mereka, dan kini telah tumbuh dewasa.Acara lamaran selesai, disambung dengan obrolan ringan, basa-basi sebelum waktunya pulang.Tidak ada yang istimewa di acara malam ini, tetapi bagi Gita dan Dodi, acara ini sangat spesial dan membekas di hati. Karena malam ini, mereka resmi menjadi sepasang tunangan dan berencana menikah bulan depan. Awalnya, ketika ditanya oleh Pak De kapan mereka akan menikah, Dodi masih ragu untuk menjawab. Bukan karena ragu, tetapi dia ingin benar-benar siap. Namun, Gita yang langsung menjawab, "Rencana kami adalah bulan depan, Pak De. Setelah bulan ini habis, kami akan berunding lagi untuk menentukan hari yang tepat."Dodi tidak bisa berkomentar karena takut Gita tersinggu
Dodi menarik nafas resah. Tadinya, dia sudah cukup senang, khayalannya melambung tinggi, menikahi Gita dan hidup bahagia penuh cinta. Namun, setelah obrolan dengan ibunya, perasaannya berubah menjadi kacau.Jika nanti dia menikah, bagaimana mungkin dia bisa tinggal bersama Gita? Bagaimana dengan ibu dan dik-adiknya? Tapi jika dia mengajak Gita untuk tinggal bersamanya, tentu saja itu juga tidak mungkin. Dia tidak bisa membawa Gita untuk tinggal di pondok mereka dan mengurus keluarganya.Tiba-tiba, sebuah pesan singkat dari Gita masuk. "Dodi, sedang apa? Apa kamu sudah pulang kerja?""Iya, Gita. Aku sudah pulang dari tadi." Mulai hari ini dan seterusnya, Dodi memang sudah mau belajar untuk memanggil Gita dengan nama saja. Mereka sudah sepakat."Bisa gak nanti malam ke rumah? Ada hal yang ingin aku bicarakan."Karena Dodi juga ingin membicarakan suatu hal dengan Gita, dia pun setuju. "Iya, aku akan ke sana nanti malam."Gita tersenyum, selain memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan se
Yang di sana menutup mulutnya dengan satu tangan menahan agar tidak tertawa keras karena saking senangnya.Ya ampun… Ternyata Dodi romantis juga ya?Akhirnya sepanjang malam ini mereka sama-sama begadang, melanjutkan chat mesra dan rencana untuk kedepannya nanti. Sampai terlupa, ketiduran tanpa sengaja. Ponsel masing-masing terjatuh dari tangan dan paginya ponsel mereka sama-sama ngedrop!Dodi merasa sangat kesal karena tidak bisa mengirimi pesan atau melihat pesan chat dari Gita. Akhirnya berangkat kerja tanpa membawa ponsel.Gita juga demikian, terpaksa pergi mengajar meninggalkan ponselnya di rumah untuk dicas.Di tempat kerja, mereka tidak konsen.Saling memikirkan satu sama lain. Andai saja tadi ponsel bisa dibawa, setidaknya bisa berkirim chat, menanyakan kabar. Lagi ngapain? Udah makan belum?Duh, kasmaran!Sayangnya semalam lupa , seharusnya sambil di cas saja. Kan tidak sampai ngedrop?Saat Dodi pulang dari kerja, di jalan melihat kecelakaan. Sebuah mobil sedan menabrak seora
Anisa mengusir mereka dengan bercanda, "Sudah, jalan sana, nanti keburu magrib."Gita dan Dodi akhirnya berangkat menggunakan motor Anisa. Mereka berboncengan, menarik perhatian orang-orang di jalan karena penampilan mereka yang berbeda dari biasanya. Beberapa mencibir, tapi banyak juga yang memuji kecocokan mereka.Sesampainya di acara, suara musik orgen tunggal menyambut. Mereka disambut oleh tim penyambut tamu, dan beberapa orang langsung mengenali mereka, "Mbak Gita sama Mas Dodi? Wah, cocok banget!”Gita dan Dodi hanya tersenyum malu mendengar godaan-godaan itu. Setelah mengambil makanan, mereka duduk bersama dan menikmati hidangan. Sesekali mereka melirik satu sama lain dan tersenyum, tapi tidak bisa fokus karena hati mereka sama-sama berdebar.Setelah makan, Dodi mengajak Gita untuk memberikan amplop kepada pasangan pengantin. "Cepat menyusul kami ya!" ucap mempelai wanita, membuat Gita semakin tersipu."Kenapa semua orang berpikir kita pacaran?" tanya Gita saat mereka kembali
Penjelasan Gita diterima, dan beberapa siswa bahkan membuka platform novel online untuk memeriksa kebenarannya. Mereka akhirnya paham bahwa kehidupan Gita dan Anisa telah berubah berkat kerja keras Gita.Sejak saat itu, tak ada lagi yang menuduh atau membicarakan Anisa dan keluarganya. Kabar tentang Gita yang menjadi penulis menyebar, dan kehidupan mereka menjadi lebih damai. Tidak ada lagi tuduhan atau hinaan dari Cindy dan teman-temannya.Hari itu, Gita merasa sangat lelah setelah seharian membersihkan rumah bersama Anisa. Malam harinya, ia mengalami sakit kepala yang parah. Anisa khawatir melihat suhu tubuh kakaknya yang sangat panas."Mbak Gita sakit, ya? Badannya panas sekali!" seru Anisa.Gita mengeluh, "Kepala Mbak sakit, tubuh juga rasanya ngilu-ngilu."Anisa segera memberi tahu Bu Mila, yang panik. "Tunggu sebentar, Anisa. Biar nenek menemui Mbak Nita.""Biar Anisa saja, Nek. Nenek tungguin Mbak Gita," ujar Anisa, langsung berlari ke rumah Nita. Mendengar kabar itu, Nita dan
"Udah, jangan dilihat terus. Besok langsung dicoba aja," goda Nita, sambil tersenyum melihat Anisa yang terus memandangi motor barunya.Anisa tertawa kecil, benar-benar tidak menyangka dirinya bisa mendapatkan motor sebagus itu. Dia menoleh pada Gita, "Mbak Gita, terima kasih ya. Pasti mahal banget."Gita tersenyum dan menepuk tangan Anisa lembut, "Yang penting kamu senang, Anisa. Harga motor ini nggak ada apa-apanya dibanding kebahagiaan kamu.""Ya ampun, Mbak Gita! I love you deh!" Anisa memeluk kakaknya dengan rasa terima kasih."Makanya, jangan bandel. Kamu nggak kerja tapi dibeliin motor sama HP baru. Semangat belajar dan bantu-bantu di rumah, ya," Bu Mila mengingatkan."Siap, Nek! Anisa makin semangat," jawab Anisa riang, disambut tawa seluruh keluarga.Heru lalu berdiri, "Maaf, aku harus pulang. Toko nggak ada yang jaga lama-lama.""Aku juga pulang, nih," kata Nita sambil mengeluarkan kado kecil dari sakunya.Heru melihat kado itu dan tertawa, "Ya ampun, kado kamu kecil banget,
Karena Anisa memang adik yang pengertian, meskipun hatinya sedikit terluka oleh ucapan kakaknya, dia tidak berani menjawab. Anisa mencoba mengerti, mungkin kakaknya sedang banyak pikiran atau lelah, jadi dia memilih untuk diam saja.Kemudian, Anisa beranjak dari kamar Gita untuk mencari neneknya, tetapi tidak menemukannya. Dia lalu pergi ke dapur dan membuka tudung saji. Ternyata tidak ada makanan apapun di meja. Bahkan di magic com pun tidak ada nasi. Anisa mendengus kesal, lalu kembali ke kamar Gita."Mbak, nenek nggak masak ya? Nenek pergi kemana?" tanya Anisa lagi.Kakaknya terlihat kesal, lalu melemparkan guling ke arah Anisa."Kamu itu manja banget sih! Kamu kan bisa masak sendiri, masak mie, ceplok telor, atau apa gitu. Nggak usah terus ngandelin nenek. Nenek lagi pergi ke rumah Bude dari tadi pagi, jadi nggak sempat masak. Kamu aja yang masak nasi, sana!” ujar kakaknya.Anisa merasa sedih melihat perubahan kakaknya yang tiba-tiba menjadi pemarah. Namun, dia tidak berani memban
“Ya Allah, ternyata ini pekerjaan Mbak Gita yang jarang diketahui orang. Pantas saja Mbak bisa membeli ini itu dan mengubah ekonomi keluarga. Aku benar-benar tidak menyangka kalau Mbak bisa sehebat ini.”Gita mengangguk kemudian tersenyum kecil sambil melanjutkan untuk memberitahu Dodi tentang aplikasi-aplikasi novel miliknya.“Mungkin beberapa orang di kampung banyak yang membicarakan aku, tapi aku tidak mau peduli. Karena mereka juga tidak tahu apa yang aku lakukan sebenarnya. Yang terpenting bagiku adalah aku mencari pekerjaan secara halal dan ini merupakan anugerah serta rezeki dari Allah yang diberikan padaku. Aku telah diberi jalan untuk bisa mengubah ekonomi keluargaku.”Dodi mendongak, "Mungkin sebagian orang membicarakan keluarga Mbak karena mereka tidak tahu yang sebenarnya. Tapi benar kata Mbak, tidak usah dipedulikan. Bukankah Mbak tidak merugikan siapa-siapa? Mbak menulis dengan ide sendiri tanpa mengganggu orang lain.""Itulah yang sering dikatakan oleh Mbak Nita. Makany