"Ya, aku serius. Kau tidurlah di kasur, aku akan beri pembatas dengan guling. Kau tak boleh melewati pembatas itu," balas Kenny. Austin pun tersenyum, ia berusaha berdiri sambil menahan rasa nyeri pada lukanya. Kenny pun merasa kasihan dan membantu Austin dengan memegangi tangannya. Austin berjalan perlahan dengan bantuan Kenny. Ini adalah kali pertamanya mereka bersentuhan fisik semenjak menikah. Hati yang dulu beku pun sedikit demi sedikit mulai mencair seiring berjalannya waktu. Austin terus saja memandangi wajah Kenny yang sedang fokus membantunya. Bibirnya mengulas senyum bahagia, wanita cantik yang biasanya bersikap dingin mulai menunjukkan perhatiannya. "Terima kasih," ucap Austin saat sudah membaringkan tubuh di tempat tidur. Kenny menganggukkan kepala dengan membalas senyuman Austin. Dengan ragu Kenny merebahkan tubuh di samping suaminya, ia juga tak lupa meletakkan guling di antara mereka. Keduanya berbaring dengan kaku sambil melihat langit-langit kamar. 'Kenapa rasan
"Maaf," balas Kenny. Kenny menghentikan pergerakannya begitu sadar dengan apa yang ia lakukan. Kenny pun berbalik memunggungi Austin, ia merasa malu dengan apa yang akan ia lakukan. Sedangkan Austin membuka celana panjangnya dengan sedikit kesulitan, lalu ia membenamkan sebagian tubuh di dalam Bathhup. Kenny pun membantu Austin untuk membersihkan punggungnya. Kegugupan itu hadir saat tangan menyentuh kulit punggung Austin. Tak berbeda dengan Austin, ia juga merasakan kegugupan yang luar biasa karena sentuhan yang diberikan Kenny. "Selesai, aku ambilkan handuknya dulu," ucap Kenny. Ia sengaja mempercepat bantuan yang diberikan agar lekas keluar dari kamar mandi. Kenny pun mengambilkan handuk untuk Austin. Langkah yang terburu-buru membuat kakinya goyah, dan ia terjatuh tepat di atas pangkuan Austin yang maasih berada di dalam bathup. Kenny dan Austin terkejut saat pandangan mereka berdua bertemu, waktu seakan terhenti saat mereka saling menatap tanpa berkedip sedikitpun. Kenny ters
"Apakah dia anakmu?" tanya Tuan Arthur.Pandangannya tak lepas menatap wajah mungil Aurel yang sedang bergelayut manja di kaki Austin. Austin pun dengan antusias mengangkat tubuh mungil itu dan memangkunya. "Bukan, Tuan. Gadis kecil ini adalah anak Lea, temanku. Dia telah kehilangan seorang Ayah dan menganggapku sebagai ayahnya sendiri," balas Austin sambil menjawil hidung Aurel.Gadis kecil yang ada di pangkuannya itupun terkekeh dengan apa yang dilakukan Austin padanya. Tuan Arthur bernapas lega karena mengetahui Austin tak memiliki anak dari wanita lain. Kehadiran Lea pun disambut oleh mereka semua, tak terkecuali Kenny. Tapi wanita berstatus istri sah Austin itu mengepalkan tangannya di bawah meja, meski begitu ia terus memaksakan senyumnya pada sang sahabat.Entah rasa cemburu atau bukan, hanya Kenny sendiri yang mengetahuinya. Matanya terus memandang Austin yang tengah bergurau dengan Aurel. Mereka nampak seperti Ayah dan anak pada umumnya. "Hai, aku tak menyangka kau masih h
"Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau terlihat takut?" tanya Lois."Tidak, hanya saja kekuatan yang dimiliki Tuan Arthur sangat luar biasa. Sepertinya akan sulit untuk membunuh Austin," balas Robert.Robert nampak gelisah, ia sedang memikirkan cara menguasai semua kekayaan Jacob untuk dirinya sendiri. Penghalang terbesarnya adalah Austin, Robert telah mengetahui jika Tuan tua Jacob telah membagi sebagian hartanya untuk Austin.Ia tak ingin pria tua yang tak lain adalah ayahnya sendiri itu mengetahui jika Austin masih hidup. Rencana yang telah ia susun semua sudah berantakan. Robert pun tak ingin kehancuran menghampirinya."Apakah kakekmu sudah melihat berita hari ini?" tanya Robert pada putranya, Wilson."Sepertinya belum, Dad. Akan aku alihkan perhatiannya, agar Kakek tak melihat berita itu," balas Wilson.Wilson hendak pergi menemui sang Kakek, tapi langkahnya terhenti saat Robert memanggilnya."Ada apa, Dad?" tanya Wilson."Kau campurkan ini ke dalam minumannya, obat ini yang akan mem
"Nanti juga kau tahu, sekarang kita masuk dan lumpuhkan para penjaga tanpa mengeluarkan suara sedikit pun," balas Austin.Tanpa banyak bertanya Peter mengikuti langkah Austin dengan mengendap-endap. Mereka melumpuhkan satu per satu pengawal tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Peter dengan keahlian beladirinya mampu melumpuhkan musuh tanpa menimbulkan kegaduhan.Tak berbeda dengan Austin, pria muda itu juga tak kalah hebat dalam mengintai. Austin terus menuntun jalan di depan, sedangkan Peter membuntutinya dari belakang. Langkahnya tiba di kamar yang sedari tadi dituju. Kamar itu memiliki pengawalan yang sangat ketat. Terdapat empat pengawal dengan senapan laras panjang di tangannya. Kali ini Austin menempelkan salah satu jari telunjuknya di bibir, memberi kode pada Peter untuk diam. Austin mencari cara, bagaimana para pengawal itu dapat dilumpuhkan tanpa menimbulkan kecurigaan sang pemilik mansion?Matanya mengintai setempat, ia melihat pot bunga dengan kerikil-kerikil kecil di da
"Kau tenang saja, nanti aku akan menyusulmu. Yang terpenting bawa kakekmu keluar lebih dulu," balas Peter.Meski ragu Austin mendorong kursi roda Tuan Jacob dengan seluruh kekuatannya. Peter menembaki pengawal yang menghalangi jalan Austin. peluru di dalam pistolnya habis, ia segera melumpuhkan lawan dan merebut senjata di tangan mereka. Kegaduhan yang terjadi di kediaman Jacob terdengar di telinga Robert. Kemarahan nampak di wajahnya saat tahu Tuan Jacob dibawa oleh Austin. Ia tak akan membiarkan Tuan tua Jacob dibawa begitu saja sebelum dia menguasai seluruh kerajaan bisnis Jacob."Berengsek! Melawan dua orang saja kalian tidak bisa!" maki Robert. "Cepat kirim banyak pengawal ke mansion, dan tangkap mereka semua hidup-hidup," sambung Robert.Austin berhasil keluar dari kediaman Jacob bersama dengan sang Kakek. Tapi matanya membola begitu melihat Peter dikepung oleh pengawal Robert. Otaknya pun memberikan perintah untuk menelpon Tuan Arthur, meminta bantuan sang Kakek untuk menyel
"Sadarlah, Tuan. Anda harus cepat membawa teman anda ke rumah sakit." salah satu pengawal Arthur memberanikan diri menepuk pundak Austin dari belakang, untuk menyadarkannya. Tepukan itupun menyadarkan Austin dari kemarahannya. Kekuatannya masuk begitu saja ke dalam telapak tangannya. Ia pun menoleh, melihat keadaan Peter yang sedang terbaring di lantai. "Kalian urus mereka!" perintah Austin.Tanpa membuang waktu, Austin membawa Peter. Para pengawal Arthur memberikan akses jalan untuknya. Tak membutuhkan banyak tenaga, semua pengawal Robert menyingkir dengan sendirinya saat pemuda pemilik kekuatan besar itu melintas."Aku tak boleh tertangkap." Lois kabur begitu pengawal Arthur lengah.Ia berlari tunggang langgang, merasa dirinya terancam jika masih berada di tempat. Para bawahannya pun mengikuti langkahnya, hanya beberapa anak buah Robert saja yang mampu di tangkap oleh pengawal Arthur."Bertahanlah, aku akan segera membawamu ke rumah sakit," ucap Austin sambil menahan luka tembak P
"Nanti akan aku ceritakan begitu aku sampai di sana, kakek ikutlah dengan mereka. Tuan Arthur akan menyambut kakek di sana," balas Austin.Tak ada balasan lagi dari Tuan Jacob, beliau menutup sambungan telpon dan mengikuti pengawal Arthur dengan patuh. Kakinya telah lumpuh, ia tak bisa ke manapun tanpa bantuan kursi roda dan orang lain.Sedangkan Austin, pria itu merebahkan tubuh berharap semua akan baik-baik saja begitu kakek sudah berada di tangannya. Pandangannya menoleh, menatap Peter yang masih tak sadarkan diri. "Sampai kapan pun aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu," gumam Austin. Lambat laun mata semakin memberat, ia pun menjemput alam mimpi dengan damai. Malam berlalu begitu saja, Peter terbangun lebih dulu. Pria berhati baik itu merasa bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup. Ia pun teringat dengan keluarganya di Madripoor City. "Pasti mereka cemas karena aku tak memberi kabar," gumamnya. Dengan menahan sakit di dada, tangannya turulur mengambil ponsel
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.