"Kenapa kau ingin statusmu dirahasiakan? Harusnya kau berbangga diri bisa menjadi ahli waris Arthur Grup," tanya Tuan Arthur pada cucunya."Bukannya aku tak bersyukur dengan apa yang akan aku dapatkan, aku tak bisa menjelaskan tujuanku padamu, aku mohon, Kek," mohon Austin.Ada satu tujuan yang ingin ia capai meski tanpa memiliki harta, ia ingin mengenal arti hidup dan kasih sayang yang seutuhnya tanpa memandang kasta dan harta yang ia miliki.Tuan tua Arthur mengerutkan kening, hingga terpampang nyata kerutan tua yang menghiasi keningnya. Matanya pun terus menyorot ke arah Austin dengan pandangan penuh pertanyaan. Tapi begitu lama ini berpikir, akhirnya Tuan Arthur paham apa yang diinginkan cucunya."Baiklah jika begitu, kau gunakanlah kartu ini. Kartu ini dapat kau gunakan di bank manapun dan memiliki limit yang tak terbatas. Datanglah jika kau sudah siap menerima kenyataan ini," ucap Tuan Arthur sambil memberikan kartu hitam dengan hiasan emas di pinggirnya.Kartu yang menunjukkan
"Cepat panggil dokter Edo ke sini!" teriak Tuan Arthur panik.Wajah Austin sudah memucat, busa keluar dari mulutnya. Napas terasa mencekik, hingga wajah memerah menahan sesak. Kepanikan yang dirasakan Tuan Arthur begitu menyiksa dirinya, ia tak ingin keluarga yang baru saja ia temukan pergi begitu saja meninggalkannya.Para pengawal membantu Tuan Arhur membawa tubuh Austin ke dalam kamar. "Kau harus bertahan, demi aku, aku mohon," pinta Tuan Arthur begitu Austin sudah direbahkan di kasur.Tak ada waktu jika membawa Austin ke rumah sakit. Beruntung Tuan Arthur memiliki dokter pribadi yang siap tinggal di rumahnya, Dokter Edo tinggal di paviliun belakang. Edo adalah dokter yang diperkerjakan oleh Tuan Arthur untuk mengobati dirinya dan juga semua yang bekerja dengannya.Tak hanya Edo, Tuan Arthur pun menyediakan perlengkapan medis tak kalah lengkap dengan peralatan yang ada di rumah sakit. Lima perawat pun ia sediakan untuk membantu Edo.Tak berselang lama dokter datang dan memeriksa Au
"Tak ada hal buruk, hanya saja temanku mengalami sedikit masalah dan aku tak tega meninggalkannya begitu saja," balas Austin berbohong.Perhatian kecil yang diberikan Kenny sangat menyentuh hati, Austin pikir tak ada yang menantikan kepulangannya. Sebenarnya tubuh masih terasa lemah, tapi Austin memaksakan diri pulang ke rumah meski sudah mendapat penolakan dari Tuan Arthur.Wajah pucat itu disadari oleh Kenny, hingga ia menanyakan kondisi suaminya meski tak mendapatkan jawaban pasti dari Austin."Sungguh tak ada hal buruk yang terjadi padamu? Tapi wajahmu pucat sekali," tanya Kenny lagi masih menaruh curiga dengan kesehatan Austin.Austin tersenyum sambil menggelengkan kepala pelan. "Tak ada, mungkin karena aku hanya kelelahan saja," balas Austin.Setelah mendengar jawaban Austin, Kenny meninggalkannya begitu saja tanpa berucap lagi. Sedangkan Austin melihat punggung yang menjauh dengan penuh tanya di benaknya. Pertanyaan itu tak akan bisa ia suarakan saat ini, hanya mampu berdiam di
"A-aku sebenarnya, sebenarnya...."Austin masih menggantung ucapannya, ia tak berani mengatakan pada Kenny bahwa ia memiliki kekuatan di dalam tubuh. Rasa takut kehilangan begitu mendominan di hati, hingga lidah keluh untuk melanjutkan ucapannya."Sebenarnya apa? Siapa kau?" tanya Kenny lagi dengan perasaan takut yang luar biasa.Kenny pun menangkap kegugupan Austin hingga ia berdiri dan siap pergi dari hadapan Austin. Pergerakan Kenny membuat Austin merasa bingung, ia bimbang dengan apa yang ingin ia lakukan. Austin mendekati Kenny, tapi Kenny mendorong tubuh Austin agar menjauh darinya. Kenny keluar dari kamar dengan berlari, tangannya pun setia memegangi lengan yang baru saja Austin obati. Austin melihat ketakutan itu, ia mengembuskan napas melihat kepergian Kenny. "Sepertinya aku harus bersiap pergi dari rumah ini," gumamnya putus asa.Austin pun keluar kamar mencari keberadaan Kenny. Deru mesin mobil mengema di telingan hingga ia berlari hendak menahan kepergian Kenny. Austin a
"Ya, aku masih hiduP! Kau gagal membunuhku," balas Austin.Austin masuk ke dalam gedung terbengkalai, ia melihat Kenny terikat di kursi dengan mata yang sudah ditutup, juga mulut yang sudah disumpal dengan kain agar tak bersuara. Tatapanya tajam menghunus lawan bak pedang. Tangan mengepal menahan amarah karena perlakuannya pada Kenny."Monster sepetimu ternyata sulit sekali dihabisi," ucap Robert.Ya, yang menculik Kenny adalah Robert, pamannya sendiri. Tak ada kasih di hati sang paman, yang ada hanyalah kebencian dan dendam yang tak akan pernah habis."Lepaskan dia, atau kau tahu sendiri apa yang mampu aku lakukan pada kalian!" pinta Austin.Robert tertawa terbahak-bahak mendengar ancaman yang dikeluarkan bibir Austin. "Lakukan saja, kita mati bersama di sini bersama dengan istrimu."Tak ada pergerakan di tubuh Kenny hingga Austin menaruh curiga pada Robert. "Kau apakan istriku?""Tenang saja, ia sudah aku berikan obat tidur, aku pun tak ingin wanita sialan ini tahu kalau kau keturun
"Kalian bawa wanita itu ke rumah sakit," ucap Tuan Arthur.Tuan Arthur sengaja datang ke kediaman Thomson karena ada hal yang ingin ia bahas dengan Tuan Thomson. Tapi ia mendapatkan kabar buruk dan bergegas menyelematkan Kenny Juga Austin.Ledakan yang barusan terjadi adalah ulah Tuan Arthur, ia melindungi Austin dari ledakan itu dengan pusaran angin yang mengelilinginya hingga api tak mengenai mereka.Austin mendapat dua tembakan di bagian lengan dan dadanya. Kesadarannya telah hilang, dan membuat Tuan Arthur merasa cemas. Beruntung Tuan Arthur datang sebelum kekuatan Austin keluar, jika kekuatannya keluar maka Austin tak akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri.Robert sengaja menjebak Austin ke gedung penyimpanan minyak, ia paham dengan kekuatan Austin. Kenny yang berada di luar berteriak histeris saat mengetahui Austin berada dalam bahaya. Kesadarannya pun hilang dan tubuh tergeletak di samping mobil Austin."Baik, Tuan," balas salah satu pengawal Arthur.Mereka membawa Austin dan
"Bagaimana dengan keadaan Austin?" tanya Kenny begitu ia sadarkan diri. "Dia masih di ruang operasi, kau sebaiknya tak usah memikirkan dia, pria pembawa sial sepertinya tak perlu kau khawatirkan," balas Julie yang masih tak menyukai Austin. Kenny tak mendengarkan perkataan ibunya, ia melepas jarum infus di tangan dan berjalan keluar mencari keberadaan Austin. Rasa cemas melingkupi hati, ia tak memperdulikan tubuh lemahnya, ia sangat mengkhawatiran keadaan Austin. "Mengapa kau berlari seperti itu?" Tanya Tuan Thomson saat melihat sang cucu berlari medekatinya. "Bagaimana keadaannya, Kek?" tanya Kenny cemas. "Masih belum ada kabar, ia masih di dalam. Lebih baik kau kembali ke kamarmu, biar kami yang menunggunya di sini," balas Tuan Thomson. Kenny menggelengkan kepala tak ingin menuruti perintah sang Kakek, ia ingin menunggu Austin dan mendengar sendiri bagaimana keadaannya. Austin terluka karena menolongnya, hatinya tersentuh dengan apa yang Austin lakukan padanya. Tak ada yang
"Maaf, aku tak sengaja," ucap Kenny sambil menarik tangannya.Austin tersenyum dan memunim air yang ada di tangannya, Kenny pun merasa salah tingkah berhadapan dengan Austin. Tanpa mereka sadari Tuan Thomson dan Tuan Arthur melihat interaksi mereka dari luar jendela, mereka terkekeh melihat tingkah lucu para cucunya."Mereka mengingatkanku saat muda dulu," ucap Tuan Arthur.Tuan Thomson terkekeh. "Baru kali ini aku melihat mereka bersikap aneh, semoga sudah ada cinta di hati mereka dan memberikan cucu untukku," ucap Tuan Thomson."Aku perhatikan wajahmu terlihat lelah sekali, apakah ada hal buruk yang terjadi?" tanya Tuan Arthur."Hanya masalah perusahaan biasa, bukan masalah besar," balas Tuan Thomson."Jika kau mengalami kesulitan kabari aku, aku akan dengan senang hati membantumu." Tuan Arthur merangkul pundak Tuan Thomson.Belum ada seminggu Austin sudah dua kali masuk rumah sakit, dan itu membuat Tuan Arthur memutuskan tinggal di Racoon City untuk sementara waktu. Ia menginap di
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.