Home / Romansa / Menaklukkan Duda Dingin / 40. Apakah Aku Terlalu Keras Padanya?

Share

40. Apakah Aku Terlalu Keras Padanya?

Author: Pixie
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Selamat ulang tahun, Amber!” seru tiga orang wanita yang baru muncul pada layar.

Mendapat sambutan semacam itu, si penerima panggilan sontak tertawa. “Terima kasih, Teman-Teman. Aku tidak menduga kalian ingat tanggal lahirku.”

“Kami tidak mungkin lupa. Ada Nona Sekretaris yang mencatat segalanya di sini,” celetuk Katniss.

“Kau tahu? Dia sudah mengirim reminder sejak dua hari yang lalu,” sambung wanita yang mendekap seorang bayi laki-laki di pangkuannya.

“Wah, terima kasih banyak, Mia,” desah Amber penuh haru.

“Katniss dan Gaby berlebihan. Jangan kau percaya. Justru merekalah yang mengingatkanku untuk mengatur jadwal panggilan ini.”

Sambil tertawa samar, Amber memiringkan kepala. “Kalau begitu, terima kasih untuk kalian semua. Aku sungguh terkesan dengan perhatian kalian.”

“Jadi, bagaimana kabarmu, Amber? Kenapa kau tampak lebih kurus?” timpal Gabriella sambil menggenggam tangan putranya agar tidak meraih ponsel.

“Benar. Kau juga terlihat pucat,” sambung Katniss seraya memerik
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menaklukkan Duda Dingin   41. Berhentilah Membuatku Cemas

    Adam heran melihat buku-buku yang berserakan tanpa sang murid. Sambil menaikkan sebelah alis, ia membawa kue yang dibelinya ke dapur. Namun ternyata, Amber juga tidak berada di sana. “Ke mana perginya perempuan bodoh itu?” gumamnya sembari menaruh kotak merah berhiaskan pita itu di atas meja makan. “Apakah dia mengobrak-abrik ruang kerjaku lagi?” Tanpa membuang waktu, pria itu pergi memeriksa. Ia sudah bersiap marah. Itulah cara terampuh untuk menetralkan perasaannya. Namun, begitu mendapati ruangan yang kosong, ia mengernyitkan dahi. “Di mana dia?” Tak juga menemukan sang wanita di kamar ataupun kamar mandi, Adam pun mulai memanggil. “Amber?” Selang beberapa detik, tidak ada sahutan yang terdeteksi. Sang pria kini tidak dapat memungkiri. Dirinya memang khawatir. Dengan wajah gusar, ia memeriksa setiap jendela. Namun, tidak ada satu pun cahaya di luar sana. Bahkan, matahari sudah bersembunyi dengan sempurna di balik bumi, meninggalkan semburat biru yang tak lama lagi menghitam. “

  • Menaklukkan Duda Dingin   42. Diagnosis yang Mustahil

    Seorang pria berjas putih mengangguk-angguk mengamati laporan yang baru saja ia tulis. Setelah menambahkan satu keterangan lagi, ia kembali menatap wanita berwajah pucat yang terkulai di atas kasur darurat. “Selain itu, apakah ada keluhan lagi, Nona Lim?” Masih dengan alis berkerut, Amber menggeleng lemah. “Tidak, Dok.” Mendengar jawaban tersebut, pria yang berdiri di dekat tirai sontak berbalik. Ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak peduli. Akan tetapi, kondisi belum memungkinkan. Sang wanita terlalu lemah untuk dibiarkan sendiri. “Ada, Dok. Dia mengeluh mual saat dalam perjalanan ke sini. Dan akhir-akhir ini, dia juga sering ke kamar kecil,” tutur Adam melengkapi keterangan. Tiba-tiba, alis sang dokter berkerut lebih dalam. Selang perenungan singkat, matanya menyipit ke arah pasien. “Maaf, Nona Lim. Bisakah Anda menyebutkan kapan Anda haid terakhir?” Adam dan Amber sontak bertukar pandang. Mereka berdua heran. Bukankah pertanyaan itu biasa ditujukan kepada ibu hamil?

  • Menaklukkan Duda Dingin   43. Keputusasaan Adam

    Dengan gerak canggung, Adam mendekat ke kasur. Matanya bergerak ke sana kemari. Ia tidak berani menatap langsung si mantan kekasih. "Hmm, soal itu ...." "Kenapa dokter menanyakan tentang haid terakhirku?" tanya Amber dengan nada tak sabar. Tak tahu harus menjawab apa, Adam menelan ludah. Perlahan-lahan, ia tertunduk dan mulai menggaruk pelipis. "Dokter bilang ...." Sambil meringis, ia mencari penjelasan yang tepat. "Apakah aku mengalami gangguan hormon?" Pria itu spontan mengintip lewat sudut atas matanya. Selang keheningan sesaat, ia menjawab dengan nada datar. "Benar. Dokter bilang, kau kelelahan dan kekurangan nutrisi. Karena itulah, hormonmu terganggu." Selang satu helaan napas samar, Amber menyingkap selimut dan menurunkan kaki ke lantai. Khawatir perempuan itu terjatuh, Adam refleks meraih sikunya. "Pelan-pelan." Sontak saja, Amber bergeming dan mengerutkan sebelah alis. Setelah meruncingkan tatapan, ia menyentak lengannya lalu berdiri sendiri. "Tolong jangan berlebiha

  • Menaklukkan Duda Dingin   44. Test Pack

    Amber sontak terbangun dan mendorong pundak Adam. Dengan mata yang didominasi kebingungan, ia mencari-cari penjelasan. Sesaat kemudian, helaan napas berembus cepat. "Inikah alasanmu bersikap baik kepadaku? Kau sedang menginginkan tubuhku?" "Bukan begitu. Aku baru sadar kalau ternyata, aku sungguh-sungguh mencintaimu." Adam berusaha meraih pundak Amber. Namun, secepat kilat, wanita itu menepisnya. "Pembual!" Lagi-lagi, Amber memasang tampang itu—ekspresi kecewa seperti saat ia terpaksa memutuskan hubungan mereka. "Tidak, Amber. Aku sungguh menyimpan rasa itu. Aku sangat bodoh sempat mencampurinya dengan kebingungan akibat masa lalu." Tak ingin percaya, Amber menggeleng dan membuka sabuk pengaman. "Simpan sandiwara itu untuk perempuan lain. Aku tidak akan tertipu lagi oleh bujuk rayumu." Diiringi decak kesal, ia membuka pintu. "Tunggu, dengarkan dulu penjelasanku!" Adam bergegas turun dan menghentikan langkah sang wanita. "Aku tidak berbohong. Aku memang mencintaimu." "Lepas

  • Menaklukkan Duda Dingin   45. Kau Membohongiku

    Sudah beberapa kali Adam menelan ludah, tapi pintu kamar mandi belum juga terbuka. Ia sudah tidak sabar. Sebelum Amber menyatakan hasil negatif, hatinya tak akan tenteram. Debarnya tetap tak karuan meski bibir terus membisikkan mantra penenang. “Dugaan dokter itu pasti salah. Amber tidak mungkin hamil. Aku ini mandul. Mustahil aku bisa menanamkan janin dalam rahimnya.” Tiba-tiba, pintu terbuka dan Amber keluar dengan raut penuh kebencian. Sebelum Adam sempat menyapa, test pack dalam genggaman wanita itu meluncur menghantam pundaknya. “Kau mengaku mandul, tapi kenapa hasilnya seperti ini?” pekik Amber sembari menjatuhkan air mata. Kemarahannya sudah tidak teredam. Seketika, pundak Adam turun mengikuti arah pandang. Setelah menemukan bukti, mulutnya meloloskan tekanan dalam dada. “Kau sungguh hamil?” Dengan tangannya yang gemetar, Amber mencengkeram kerah baju sang pria. “Apa kau senang? Kau puas? Kalau begitu, tertawalah! Hidupku sudah hancur, Tuan Smith. Rencana dan impianku ....

  • Menaklukkan Duda Dingin   46. Menikahlah Denganku

    Berapa kali Adam menjatuhkannya, sebanyak itu pula Amber bangkit dan memupuk harapan baru. Sekalipun ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk beralih, mengutuk si mantan kekasih atas segala penderitaan yang terjadi, ia tetap berlari menghampiri. "Adam," gumamnya sembari membekukan air mata. "Aku tahu, kau pasti tidak tega meninggalkanku sendirian di sini." Dengan senyum kecil di wajahnya, Amber membuka pintu, bersiap menyambut. "Surprise!" seru laki-laki yang merentangkan tangan di luar pintu. Dalam sekejap, sudut bibir Amber bergerak turun. Harapan kembali layu dan keceriaan pun luntur. "Bas?" desahnya tak percaya. "Tak perlu terkejut begitu. Kau seharusnya curiga kenapa aku belum mengucapkan selamat ulang tahun padamu." Dengan senyum lebar, Sebastian maju satu langkah dan meletakkan sebelah tangan di pundaknya sendiri. "Sahabat terbaikmu ini terbang sejauh 7.599 km untuk mengucapkannya langsung. Selamat ulang tahun, Nona Kasar." Seketika, Amber menggigit bibir dan menghiru

  • Menaklukkan Duda Dingin   47. Kue Ulang Tahun dari Adam

    "Lihat? Bukankah ini mudah?" Sebastian berkacak pinggang seraya menaikkan sebelah alis. Dengan lengkung miring di bibir, Amber mengangkat bahu. "Karena kau tahu caranya." Setelah menutup pintu perapian, laki-laki itu berputar menghadap sahabatnya. "Sekarang, apa kau lapar? Aku membeli tar buah untuk dijadikan kue ulang tahunmu. Semoga saja dia masih berbentuk." "Kau membelinya untukku?" desah Amber dengan nada tak percaya. "Itu memang tidak mahal, tapi sepertinya enak," celetuk Sebastian, tak melihat kesedihan pada mata bulat yang terkunci padanya. Sambil tersenyum kecut, perempuan itu ikut berjalan menghampiri koper. Sebuah kotak terikat rapi di tongkat pemegangnya. "Akhirnya, aku memiliki calon suami yang perhatian," gumamnya. Sebastian spontan mendengus. "Bukankah Julian dulu sangat perhatian? Kau saja yang menyia-nyiakannya." Dalam sekejap, raut Amber berubah masam. Ia tidak menyangka sahabatnya tega mengupas luka lama. "Kau tidak pernah bosan menyindirku, hm?" Sambil mem

  • Menaklukkan Duda Dingin   48. Adam vs. Sebastian

    “Apakah Anda masih menyimpan hasil pemeriksaan tersebut?” tanya sang dokter dengan nada serius. Sambil menarik napas berat, Adam menggeleng. “Tidak, Dok.” “Apakah Anda ingat apa penyebabnya?” Seketika, alis sang duda merapat. “Saya tidak ingat apa istilahnya, tapi itu berkaitan dengan jumlah sperma yang sedikit. Saya juga tidak ingat angkanya.” “Oligospermia?” celetuk sang dokter dengan sebelah alis bergerak naik. Mata Adam sontak melebar. “Apa itu?” “Suatu kondisi yang menyebabkan ketidaksuburan pria di mana jumlah sperma kurang dari standar. Apa Anda ingat derajat keparahannya?” Sekali lagi, sang duda menggeleng. Pria di sampingnya pun bersandar pada jok dan melipat tangan di depan dada. “Sebetulnya, bukan tidak mungkin seseorang yang didiagnosis mandul bisa mendapatkan keturunan.” “Maksud Anda?” “Begini .... Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan oligospermia,” terang sang dokter sebelum menautkan telunjuk pada tiga jari. “Faktor medis, lingkungan, dan gaya hidup.” Al

Latest chapter

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 52. Jangan Makan Aku, Tuan Smith (TAMAT)

    Amber diam-diam membuka pintu ruang kerja. Melihat suaminya sedang melamun, ia pun menarik sebelah sudut bibir. "Apa yang sedang kau lakukan, Jewel?" Adam spontan menoleh ke arah datangnya suara. Melihat kehadiran sang istri, senyumnya pun mengembang. "Hei .... Apakah Ashley sudah tidur?" "Sudah dari tadi," sahut Amber seraya menghampiri. Kemudian, dengan santai, ia duduk di pangkuan sang suami. "Kenapa kau masih di sini? Apakah pekerjaanmu belum selesai?" Selagi sang suami menggosok tengkuk, ia mulai menyoroti meja. Ternyata, komputer sudah dimatikan. Berkas-berkas pun sudah tertata rapi dalam map. Yang tersisa di sana hanyalah ponsel yang memajang sebuah gambar. "Kau sangat menyukai foto itu, hmm?" simpul Amber seraya melirik dengan tatapan manis. Disoroti oleh mata sehangat itu, Adam pun mendesahkan senyum. Setelah mengecup pundak sang istri, ia mengangguk. "Terima kasih, Precious. Semua ini berkat dirimu. Aku tidak mungkin bisa memperbaiki hubunganku dengan Ibu kalau kau ti

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 51. Bagian dari Sejarah

    "Aku tahu, kau pasti meragukan ucapanku," ringis Nyonya Smith memecah keheningan. "Apa ada sesuatu yang harus kulakukan untuk membuktikan ucapanku? Ibumu ini sungguh-sungguh ingin berubah, Adam." Masih dengan alis berkerut, sang pria mendengus. "Kenapa baru sekarang? Apakah karena Ed menelantarkan Ibu?" Nyonya Smith menggeleng sigap. "Tidak, kau jangan salah paham. Ketegangan di antara kita tidak ada sangkut pautnya dengan Ed. Akulah yang terlalu bodoh memanfaatkannya untuk merebut semua milikmu." "Omong kosong ...." "Apa kau tahu kalau Ed memarahiku? Dia sudah jenuh terseret oleh keegoisanku. Kakakmu itu bilang kalau dia tidak mau membantuku untuk menindasmu lagi." Sebelum Adam sempat membantah, Nyonya Smith lanjut bicara. "Sejak itu, aku mulai sadar. Tapi, aku masih meyakinkan diri kalau kau tidak layak bahagia. Ibumu ini sangat bodoh, hmm?" Adam mendadak bungkam. Dari bawah kernyit dahinya, ia menatap sang ibu dengan saksama. "Karena itu juga, aku belum menggunakan sepeser

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 50. Ketulusan

    Usai sang ibu membanting pintu, Adam mengusap-usap lengan Amber. Sambil memperhatikan wajah kusut istrinya itu, ia berbisik, "Kau baik-baik saja?" Sang wanita mengangguk. "Kau?" Adam menarik napas panjang. Setelah menaikkan alis, ia melengkungkan bibir. "Ya. Aku lega tidak terjadi apa-apa. Aku sempat takut kalau ibuku melakukan sesuatu yang nekat. Maaf telah membiarkannya menggendong Ashley." "Tidak apa-apa, Jewel. Kurasa, Ashley justru senang telah bertemu dengan neneknya," tutur Amber seraya mengeus kepala sang putri. Bayi mungil itu sudah kembali merapatkan mata. "Lihatlah, dia tersenyum lagi." "Dia pasti ingin menghiburmu," bisik Adam sebelum mendaratkan kecupan lembut di kening Ashley. "Bukan hanya aku, tapi kau juga. Kita beruntung dikaruniai anak yang berbakti. Ini pasti karma baikmu. Kau tetap sabar menghadapi ibumu, meskipun sudah berkali-kali disakiti." Adam spontan menggeleng. "Karma baikmu juga, Precious. Kau jauh lebih ber

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 49. Bayi Mungil

    Beberapa detik berlalu, orang-orang masih bertukar pandang. Tidak ada yang berani bicara sampai Ruby memecah keheningan. "Apakah aku boleh menggendongnya?" "Tentu saja," sahut Amber seraya menepuk-nepuk lengan Adam. Memahami kode yang diberikan, Adam pun mengeluarkan Ashley dari tempat tidur mungilnya. Begitu bayi itu tiba dalam dekapan Ruby, semua mata mulai berkaca-kaca. "Astaga .... Dia menggemaskan sekali," bisik Ruby dengan suara bergetar. Keharuan nyaris mendesak air mata keluar dari batasnya. "Lihatlah hidung mungil ini ... sangat mirip dengan milik Amber, sedangkan bibir tipis ini ... seratus persen salinan ayahnya." "Apakah kau mau berfoto dengan Ashley?" tanya Amber ringan. Dalam sekejap, mata sendu Ruby diwarnai keterkejutan. "Apakah boleh? Bukankah kalian sepakat untuk tidak mempublikasikan wajah putri kalian?" "Berfotolah untuk kenang-kenangan. Kau bisa mencetak lalu menyimpannya dalam dompet atau buku harian," ujar Amber sembari melirik ke arah Nick. Menyad

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 48. Tak Tahan Lagi

    “Cepatlah! Aku sudah tidak tahan!” pekik Amber seraya meremas baju suaminya. Adam pun berputar-putar memeriksa pekarangan. Barangkali, ia menjatuhkan kuncinya di sekitar sana. Sementara itu, Nick malah sibuk meraba tubuhnya sendiri. Ketika tangannya menekan saku celana, matanya membulat sempurna. "Bagaimana kalau kita naik mobilku saja?" usul pria berbadan gempal itu seraya memperlihatkan kunci mobilnya. Masih dengan napas tersengal-sengal, Amber menoleh ke arah kendaraan yang terparkir di samping mobil Adam. "Kalian kira beratku mencapai satu ton? Orang-orang pasti tertawa melihat kalian membawaku dengan truk itu!" omelnya dengan suara melengking. Nick spontan meringis mendengarnya. "Maaf, Nyonya. Itu bukan truk, tapi mini box van untuk kargo kering. Aku biasa menggunakannya untuk mengantar perhiasan." "Kau tidak perlu malu, Precious," sambung Adam ditemani anggukan meyakinkan. "Mobil itu terbiasa membawa baran

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 47. Waktunya Sudah Dekat

    "Halo, Nyonya Smith. Bagaimana kondisimu dan si Kecil?" sapa Nick ketika menyambut kedatangan Amber dan Adam. Diam-diam, ia merasa bangga melihat peluitnya tergantung di leher sang wanita. "Sangat baik. Maaf kalau harus merepotkan dirimu. Sebetulnya, ini satu minggu lebih awal dari prediksi dokter. Tapi, Adam terus mendesak agar kami menginap di rumahmu." Melihat raut bersalah Amber, Nick pun terkekeh. "Sama sekali bukan masalah, Nyonya. Apa yang dipikirkan oleh Bos memang benar. Ada baiknya jika kita berjaga-jaga. Rumah sakit terlalu jauh dari pondok kalian." "Kau memang bijak, Nick," ujar Adam seraya menenteng tiga tas besar yang diambilnya dari bagasi. "Tidak salah jika aku menaruh kepercayaan padamu." Sekali lagi, pria bertubuh gempal itu terkekeh. Setelah mengambil salah satu tas dari tangan Adam, ia melambai. "Ayo kutunjukkan kamar kalian! Aku sudah meminta Tina untuk membersihkannya tadi pagi." Selagi Nick memimpin jalan, Amber mencondo

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 46. Tak Sesuai Harapan

    "Ikhlas," angguk Amber sigap. "Hanya saja, aku menyayangkan sikap mereka yang tidak pernah berubah. Entah sampai kapan mereka betah membuatmu menderita." Sembari tersenyum kecil, Adam mengelus pipi istrinya. "Tenang saja! Setelah ini, aku yakin mereka tidak akan meminta yang macam-macam lagi. Aku sudah tidak punya apa-apa untuk mereka rebut." "Bagaimana dengan rumah kita? Haruskah kita mengajukan pengalihan aset? Kurasa akan lebih aman kalau sertifikatnya tercatat atas namaku." Sembari menahan tawa, Adam mengangguk. Ia tahu, sebagian hati Amber sesungguhnya tidak rela melihatnya berkorban sedemikian besar. "Karena itulah, aku bersikeras untuk menyerahkan perusahaan kepadamu. Tapi kau menolak terus." "Aku tidak mau orang-orang menganggapmu budak cintaku, Jewel. Laki-laki mana yang menyerahkan seluruh hartanya kepada sang istri? Hanya laki-laki bodoh. Aku tidak mau kau dicap seperti itu." Gemas dengan sang istri, Adam pun mengecup

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 45. Ikhlas

    "Sekarang giliran aku yang memberikan hadiah," tutur Ruby canggung. "Hadiah? Kapan kau menyiapkannya?" tanya Amber terbelalak. "Belanja online bukanlah sesuatu yang sulit," tutur Ruby sebelum tersenyum simpul. Tanpa basa-basi lagi, ia menyodorkan kotak. "Bukalah! Anggap ini sebagai permintaan maaf sekaligus terima kasihku." Setelah menyerahkan peluitnya kepada Adam, si wanita hamil mengangkat penutup kotak. Begitu menemukan kain rajut merah yang terlipat rapi, ia mendesah samar. "Apakah ini bentuk protes karena kami membuang sweater putih pemberianmu dulu?" "Justru aku ingin mengubur kenangan buruk tentang itu. Kuharap, ini bisa membantu kalian mengingat Ruby yang baru." "Kalau begitu, mulai detik ini, aku dan Adam akan membuat banyak kenangan manis bersama sweater ini," tutur Amber seraya mengeluarkan hadiah dari dalam kotak. Namun, sedetik kemudian, lengkung bibirnya membeku. Ternyata, masih ada sweater lain di dalam kotak. "Kau memberi kami sweater pasangan?" desahnya tak pe

  • Menaklukkan Duda Dingin   S2| 44. Babak Baru

    "Maaf," ucap Amber, enggan menyebut nama kakak iparnya, "Ruby ingin bicara denganmu." Dalam sekejap, mata Ed melebar. Tanpa basa-basi, ia masuk melalui celah antara pintu dan Amber. "Apakah Ruby berubah pikiran?" selidik Adam seraya bangkit dari kursi. Setelah menutup pintu, ia memandu sang istri untuk duduk dengan hati-hati. "Tidak." Alis sang pria pun melengkung sempurna. "Lalu?" "Ruby ingin mengakhiri hubungan mereka secepatnya. Dengan begitu, dia bisa tinggal di kediaman Tuan Berg tanpa kekhawatiran," terang Amber sebelum menyentak alis. "Lalu, bagaimana denganmu? Apakah terjadi sesuatu selama aku masih di dalam?" Sambil meninggikan sudut bibir, Adam mengecup tangan sang istri. "Percaya atau tidak, aku merasa biasa-biasa saja. Ya, aku kesal melihat wajah Ed. Tapi, mengetahui dia sudah mendapat balasan yang setimpal, aku tidak juga merasa lega. Hanya ... biasa-biasa saja, seperti tidak ada yang berubah."

DMCA.com Protection Status