Celeste segera merapikan gaun yang dikenakannya dan menegakkan tubuhnya, aku menjauhkan diri darinya begitu melihat dia tidak lagi membutuhkan bantuanku. Aku melihat ke arah Bunda dan mendesah lega dia yang datang, bukan yang lain.
“Ma-maafkan aku, Tante. Aku tadi memanggil-manggil orang untuk meminta tolong, tetapi tidak ada yang menyahut. Jadi, Jonah yang mendengar seruanku datang. Aku yang mengizinkannya masuk ke sini untuk membantuku melepas ritsleting gaun yang macet.” Celeste segera menjelaskan apa yang terjadi kepada Bunda. Dia tidak perlu melakukannya. Bunda bukan tipe orang yang mudah curiga.
“Untung saja aku yang datang. Kalau sampai Jason melihat ini, aku tidak mau membayangkan berapa lama kalian akan meributkan hal ini.” Bunda mendekati Celeste. “Pergilah. Mereka mencarimu untuk mengukur tubuhmu.” Aku menurut.
Setelah urusan di butik selesai, kami makan malam bersama. Aku merasa seperti orang yang tidak seharusnya berada di tempat ini. Ayah memili
~Celeste~ Aku tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan, tetapi aku tidak bisa berhenti memikirkannya dan kesulitan tidur pada malam hari sejak ciuman pertama kami. Itu bukanlah ciuman penuh perasaan seperti yang aku saksikan pada film-film. Hanya sebuah kecelakaan. Tetapi kepalaku tidak berhenti mengulang adegan itu sampai aku mulai mempertanyakan apakah aku jatuh cinta kepada Jonah? Tidak mungkin. Aku tidak pernah punya perasaan apa pun kepada laki-laki mana pun. Aku terpaksa menikah demi menyelamatkan restoran Papa dan semua pegawai yang bekerja di sini. Aku tidak boleh jatuh cinta kepada laki-laki lain. Seharusnya aku belajar untuk mencintai Jason, tunanganku. Aaarrghh …! Aku membenci laki-laki itu. Ini tidak mungkin cinta. Aku, Celeste Renjana, tidak akan jatuh cinta semudah itu kepada laki-laki mana pun. Tetapi jika ini bukan cinta, apa yang membuat bayangan wajahnya saat menciumku tidak bisa keluar dari kepalaku? Dan setelah berhari-hari tidak
~Jonah~ Apa yang sudah kamu lakukan, Jonah?! Pertanyaan itu terus bergema di kepalaku. Aku tidak tahu. Mungkin aku merindukannya. Mungkin aku hanya ingin membungkam mulutnya yang berkata kasar. Bisa jadi aku hanya mencari alasan untuk bisa mencium bibirnya lagi. Tetapi aku kehilangan kendali bukan karena semua itu. Dia membalas ciumanku. Mengapa? Aku ingat bahwa dia sangat membenciku pada saat ini. Kami sering bertengkar, dia selalu melawanku, lalu apa yang membuat dia membalas ciumanku ketika kami bahkan tidak ada hubungan apa pun? Menenggelamkan diri dalam pekerjaan, tidak banyak membantuku. Fabian, asistenku, sampai heran melihat tingkahku yang gelisah. Tetapi aku tidak menjawab pertanyaannya. Saat dia memberitahuku bahwa Ayah dan Jason menunggu kehadiranku, aku mendesah keras. Kami kedatangan investor yang ingin tahu perkembangan penjualan unit apartemen baru kami. Pertemuan yang sebenarnya cukup dihadiri oleh mereka berdua. Divisiku beke
Pada hari yang ditunggu-tunggu, rumah kami sudah dipenuhi dengan pekerja yang mondar-mandir dari pagi untuk menyiapkan acara besar. Makan malam bersama seluruh keluarga sebelum hari pernikahan Jason dan Celeste. Kakakku berdiri dengan bangganya memamerkan tunangannya kepada seluruh keluarga kami. Gadis itu terlihat tidak bahagia dan memaksakan dirinya untuk tersenyum. Aku sudah memberinya saran, maka terserah dia mau mengikutinya atau tidak. Ayah dan Bunda tidak akan memaksanya untuk menikahi Jason jika dia tidak bahagia dengan gaya hidup tunangannya yang bebas itu. Meskipun Jovita tidak berada di tempat ini, aku tetap mengawasi tindak-tanduk Lydia, sepupuku. Dia berteman baik dengan Jovita. Pada kehidupan sebelumnya, dia berusaha untuk menyakiti Celeste pada malam ini. Mungkin dia tidak akan melakukan apa pun, namun tidak ada salahnya berjaga-jaga. Kesempatan yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang. Aku mendekati Yosef yang berdiri sendirian di dekat meja saj
“Jonah.” Ayah menatapku penuh harap, mengabaikan ucapan kakakku. Aku tidak akan pernah memahami orang tuaku. Mereka selalu mengandalkan Jason dalam segala hal. Namun ketika hal buruk terjadi, mereka berharap aku yang akan mengatasi semua persoalan. Apakah aku sebaiknya menelepon Theo dan memintanya mencari tahu keberadaan Celeste? Baiklah. Hanya dia satu-satunya orang yang aku yakin bisa menolongku di saat-saat seperti ini. “Aku ingin kamu mencari tahu di mana gadis bernama Celeste Renjana sekarang berada. Kamu bisa menyusuri CCTV yang ada di sepanjang jalan rumah kami menuju alamatnya. Baik. Aku tunggu.” Aku mengirim foto undangan pernikahan kakakku dan alamat rumah Celeste sebagai referensinya. Teringat kepada sesuatu, aku segera membuka sebuah aplikasi yang sudah aku pasang di ponselku. Aku hampir saja lupa. Aku memberikan sebuah kalung kepadanya. Di dalam liontinnya ada alat pelacak. Jadi, di mana pun dia berada, aku bisa mengetahuinya. Aku menyentuh laya
Begitu identitas setiap orang yang ditemui Jovita yang dianggap Theo sebagai orang yang patut dicurigai itu diketahui, kami membagi diri dalam tiga tim dan mencari di tiga tempat yang berbeda. Pencarian akan lebih cepat dibandingkan kami pergi bersama dari satu tempat ke tempat lainnya. Tetapi mereka tidak bisa membantu kami sama sekali. Semua orang itu hanya rekan bisnis atau teman lamanya. Aku membutuhkan Theo mengidentifikasi wajah pria yang menculiknya. Mereka mengalami kesulitan karena wajahnya tidak terlihat jelas sehingga butuh waktu lebih lama untuk menemukan kecocokan. “Jo, kamu perlu istirahat. Sudah pagi dan kamu tidak tidur sama sekali dari semalam,” kata Nevan. Aku menggeleng pelan. “Keadaanmu ini tidak akan banyak membantu. Kamu jelas akan langsung tumbang sebelum berhasil memukul satu pun dari para penculik itu nanti.” “Aku harus siap sedia saat Theo menghubungiku.” Aku mengangkat ponselku agar dia melihatnya. “Biar aku yang jawab. Gili
Pria pertama melihat ke arah bagian dalam ruangan, lalu tanpa menunggu, dia mengacungkan senjatanya dan bunyi tembakan segera memenuhi koridor lagi. Terdengar suara teriakan kesakitan, aku ingin memeriksanya. Tetapi pria kedua menahanku dan berpindah ke sisi yang dekat dengan pintu. Dia masuk, aku pun ikut masuk. Seorang pria terbaring di lantai sambil memegang kakinya yang mengeluarkan darah. Di dekatnya, ada Celeste yang terduduk dengan tangan terikat di belakang tubuhnya dan mulut ditutup dengan lakban. Aku segera mendekatinya untuk melepaskan ikatan pada tangannya. Aku baru akan memberitahu Nevan mengenai keadaan kami lewat telepon, dia sudah berada di ambang pintu. Bagus. Aku bisa menyerahkan Celeste kepadanya. Terlalu jahat bila menarik lakban begitu saja. Rasanya pasti akan sangat menyakitkan. Nevan tahu harus bagaimana. Bukannya mengikutiku dan Nevan keluar dari ruangan, Celeste malah menyempatkan diri untuk menendang pria malang itu beberapa kali. Bahkan sal
Kami duduk bersama pada sebuah meja dan Ayah meminta seorang pelayan untuk menyajikan makanan dan minuman untuk kami bertiga. Tubuhku sampai gemetar karena rasa lapar. Entah karena aku merasa lega akhirnya bisa melihat kedua orang tuaku dalam keadaan aman atau Celeste bisa kembali bersama kami, tetapi rasa lapar menyerangku dengan hebat. Ayah dan Bunda bersikap baik dengan tidak mengatakan apa pun dan membiarkan kami makan dan minum sepuasnya. Aku meminta kepada pelayan yang melintas untuk menambahkan dimsum yang sudah habis di atas meja. Celeste menatapku dengan bingung. Aku seharusnya belum tahu bahwa dimsum adalah makanan kesukaannya, tetapi aku tidak peduli. Dia masih menginginkannya, maka dia akan mendapatkannya. “Jadi, apa yang terjadi?” tanya Ayah ingin tahu. Aku menceritakan apa yang terjadi pada saat kami berusaha mencari Celeste dan menyelamatkannya. Nevan menambahkan di mana perlu. “Lalu apa yang terjadi di sini, Om?” tanya Nevan sambil melihat ke
Resepsi pernikahan ditutup dengan acara berfoto bersama. Karena para tamu sudah pulang, kami bisa lebih leluasa melakukan foto keluarga. Jovita dan keluarganya terlihat begitu bahagia berhasil menjadi bagian dari keluarga kami. Aku tidak heran melihat Om Gunawan rela melakukan apa saja demi menikahkan putrinya dengan Jason. Perusahaannya sedang bermasalah. Dia membutuhkan pernikahan ini untuk menyelamatkannya. Sebentar lagi dia akan menunjukkan wajah aslinya kepada Ayah. Dia tidak akan meminta bantuan dengan cara baik-baik melainkan dengan mengancam. Aku membenci semua orang yang menyakiti keluargaku. Yang menjadi bagian dari keluarga kami adalah putrinya, bukan perusahaannya. Sepertinya aku harus bertindak lebih cepat sebelum dia meminta uang kepada Ayah. Tetapi aku membutuhkan dana yang besar untuk itu. Ayah menjanjikan bonus jika aku berhasil menjual seluruh unit apartemen sebelum tanggal yang ditargetkan. Aku membutuhkan uang itu untuk melancarkan rencanaku. Uang
~Celeste~ “Jacob Nicholas Putra!” seruku melihat anakku yang berusia sembilan tahun malah asyik memakan es krim cokelat di ruang makan. Dia mengotori pakaiannya padahal kami harus pergi sekarang. Aku menoleh ke arah suamiku yang berdiri di sisiku. “Oke. Ini salahku.” Dia menurunkan putri kami dari pelukannya dan memberikan tangannya padaku. “Ayo, Jacob, kita bersihkan tanganmu dan ganti pakaianmu.” Aku mendesah napas keras melihat mereka berjalan menuju pintu belakang. Aku hanya beberapa menit berada di kamar untuk bersiap-siap setelah membantu anak-anak berpakaian. Saat aku pikir kami sudah siap untuk pergi, selalu saja terjadi kecelakaan serupa. Jacob makan sesuatu hingga mengotori tangan, wajah, dan pakaiannya atau Jolene yang menumpahkan minuman ke bajunya. Meninggalkan anak-anak dalam pengawasan suamiku memang bukan ide yang baik, tetapi siapa lagi yang bisa aku percaya kalau bukan dia? Andai saja Ayah dan Bunda ada di sini. Mereka masih dalam pe
Aku melihat ke arah arloji pemberian istriku yang melingkari pergelangan tanganku. Tidak peduli berapa harganya, benda itu sangat berarti bagiku. Pemberian pertama darinya untukku. Meskipun dia tidak ada di sini bersamaku, aku merasakan dukungannya.Hari ini pertama kalinya aku akan menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan Anggara. Om dan Bunda tersenyum kepadaku saat mereka melihat aku duduk di kursi yang mereka sediakan untukku. Di sisi Om Mahavir. Wajah peserta lainnya menatapku dengan rasa ingin tahu. Mereka semua sudah mendengarkan kemampuan dan beberapa prestasiku, mereka pasti tidak sabar mau mendengar langsung apakah aku seperti yang dikatakan Om.Asisten Om Mahavir menenangkan ruangan dan memimpin jalannya rapat. Dia membacakan agenda dari pertemuan kami sebelum mempersilakan direktur utama untuk menyampaikan laporannya. Aku menghela napas panjang, bersiap mengikuti diskusi panjang nanti.“Aku tidak percaya proyek ini lolos begitu mudah,&rdqu
“Mengapa aku harus berpakaian seperti ini?” keluh Celeste untuk kesekian kalinya. Dia memakai gaun paling indah dan mahal yang selalu menjadi dambaan banyak wanita, tetapi dia mengeluh. Aku bahkan memberi dia gelang berlian untuk menyempurnakan penampilannya.“Kamu akan mengerti begitu kita tiba di sana.” Kali ini aku tidak menyetir dan meminta salah satu sopir keluarga kami untuk mengendarai mobilku.“Aku merasa seperti maneken yang kamu bawa ke pesta hanya untuk dipamerkan.” Dia memajukan bibirnya, menyatakan rasa tidak sukanya. Seandainya kami dalam perjalanan pulang, aku pasti akan menciumnya habis-habisan di mobil ini sampai senyuman menghiasi wajahnya. Tetapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, riasan wajahnya bisa rusak.“Malam ini istimewa, sayang. Aku mau mereka semua tahu bahwa meskipun aku masih muda, aku bisa mendapatkan uang yang banyak untuk membelikan istriku pakaian yang bagus dan perhiasan yang mahal.
Aku menyerahkan dokumen terakhir yang perlu aku tanda tangani sebagai manajer pemasaran kepada Fabian. Sudah tidak ada lagi dokumen atau laporan yang aku sisakan di atas meja. Dengan begitu, orang baru yang akan menggantikan aku tidak dibebani dengan tugas yang masih menjadi tanggung jawabku.“Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Pak. Saya ikut bangga Bapak naik ke posisi baru,” ucap Fabian dengan tulus.“Terima kasih juga padamu, Fabian. Kamu asisten terbaik yang pernah aku miliki.” Aku melirik jam tanganku. “Apa kamu ada janji malam ini Mau makan malam bersamaku?”“Saya tidak ada janji, tetapi—” jawabnya dengan segan.“Tidak ada tetapi. Ayo, aku traktir.” Aku memasukkan ponsel ke dalam saku jasku, lalu berjalan mendekati pintu. Dia mengikuti aku keluar dan bergegas menyimpan dokumen tadi di lemari besi kemudian menguncinya.Fabian tidak menyebut makanan tertentu yang dia suka
~Jonah~Suasana rumah pada pagi itu tepat seperti dugaanku. Ketika aku masuk ruang makan dan Celeste tidak bersamaku, aku terpaksa memberi tahu Ayah dan Bunda bahwa dia pulang ke rumah Papa semalam. Bunda histeris dan Ayah segera menenangkannya.Namun tidak ada yang bisa membuat Bunda berhenti menangis sehingga kami pergi bersama untuk membujuk dia pulang. Aku mengendarai mobilku sendiri, sedangkan Ayah dan Bunda di mobil Ayah. Kami harus ke kantor setelah urusan ini selesai, jadi kami tidak bisa pergi dengan satu kendaraan.Bu Liana menyambut kedatangan kami, lalu mengantar kami ke ruang tamu. Dia meninggalkan kami untuk memanggil Celeste. Nevan masuk beberapa saat kemudian bersama seorang pelayan yang membawakan kudapan. Dia hanya mendesah pelan sebelum duduk di salah satu sofa kosong.“Tolong, maafkan adikku. Dia—” Nevan berusaha untuk menjelaskan.“Ini adalah kesalahanku. Celeste berhak untuk marah,” tukas Ayah. Ne
~Celeste~Restoran yang dimiliki Papa berawal dari warung makan sederhana yang dimulainya bersama Mama. Mereka mengawali usaha itu dari nol hingga akhirnya berdiri sebuah restoran berlantai tiga. Dari menu makanan sehari-hari khas Indonesia hingga orang tuaku mempekerjakan koki khusus masakan luar negeri. Restoran itu unik karena lantai dasar tetap diperuntukkan bagi makanan yang terjangkau layaknya warung nasi sederhana, sedangkan lantai dua khusus makanan yang sedikit lebih mahal.Pelanggan semakin banyak dan mereka berharap ada cabang lain yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggal atau kantor mereka. Karena itu Papa ingin membangun restoran yang kedua. Itu adalah prestasi terbesarnya setelah lama berdua kehilangan Mama.Lalu ada orang yang sengaja menghancurkan impian Papa dan sengaja merebut semua itu darinya. Dan orang itu tidak lain adalah ayah mertuaku sendiri? Bagaimana bisa orang kaya punya pikiran yang begitu egois? Mereka tidak lebih baik dari Fel
“Apa katamu? Kamu punya syarat? Kamu sudah mendapatkan posisi yang tidak perlu susah payah kamu perjuangkan dari nol, kamu masih berani mengajukan syarat?” ejek Felix. “Ayah lihat, ‘kan? Dia tidak lain hanyalah seorang pecundang yang akan membuat perusahaan kita bangkrut!”“Syarat hanya diajukan oleh orang yang percaya diri dengan kemampuannya. Dia belum memberi tahu syaratnya mengapa kamu langsung marah? Sabar, Felix. Lihat baik-baik bagaimana seorang pemimpin berdiskusi dan menyatakan pendapat tanpa bersitegang leher,” kata Om Mahavir.“Katakan, Jonah. Apa syarat darimu?” tanya Om kepadaku.“Aku hanya meminta hak penuh yang Om dapatkan sebagai direktur utama juga diberikan kepadaku saat aku menggantikan posisi Om. Aku tidak akan mau memimpin bila mendadak dibentuk dewan komisaris untuk membatasi wewenangku. Aku tidak keberatan dengan kehadiran para pemegang saham, dan aku akan menghormati setiap penda
Dia seharusnya tidak berada di sini. Untuk kejahatan yang sudah dia lakukan, dia tidak mungkin dibiarkan bebas dengan jaminan apa pun. Keberadaannya di dekat kami bisa mengancam nyawa kami. Dia tidak segan menyakiti keluarganya sendiri demi mencapai tujuannya. Lalu mengapa dia bisa berada di sini, di kantor Ayah?“Tenang, Nak. Masuklah. Dia tidak akan menyakiti siapa pun,” kata Ayah.Aku membuka pintu lebih lebar dan melihat ada dua orang polisi yang duduk di dekat Felix. Aku pun merasa sedikit tenang. Ada Ayah, Bunda, Om Mahavir, dan Tante Clara duduk bersama di ruangan itu. Meskipun aku bingung apa yang sedang terjadi, aku masuk dan menutup pintu. Ayah menunjuk di mana sebaiknya aku dan istriku duduk.“Kita tidak bisa berlama-lama karena Felix harus segera kembali ke tempatnya.” Ayah memajukan tubuhnya dan memasang wajah serius. “Aku dan Avir sudah berembuk sampai kami sampai pada sebuah keputusan yang sangat besar.” Ayah me
Pada keesokan harinya, kami menerima surat panggilan untuk hadir memberi kesaksian di kantor polisi. Aku, Celeste, dan Bunda meminta agar bisa hadir pada hari yang sama dan tidak berbeda hari seperti yang tercantum dalam surat panggilan tersebut. Pak Omar memberi kabar baik bahwa mereka memenuhi permintaan kami tersebut.Sebagai penasihat hukum keluarga kami, Pak Omar yang lebih banyak bicara mewakili kami bertiga. Dia yang menentukan mana pertanyaan yang bisa kami jawab dan yang mana yang tidak ada hubungannya dengan investigasi kasus yang sedang mereka tangani.Mereka lebih banyak bertanya seputar ledakan yang terjadi pada pintu apartemenku, perkelahian di jalan raya yang sengaja diblokir atas perintah Felix, penculikan Celeste, serta pemaksaan atas Bunda dan penembakan yang terjadi di pelabuhan.Aku menjawab sedetail mungkin mengenai peristiwa di apartemen dan jalan raya, karena mereka perlu memberi laporan kepada pihak asuransi. Aku tidak mau merogoh uangku