~Jonah~
Waktu seolah-olah berhenti saat aku mendengar suara istriku. Ketika aku menoleh, seorang pria mendekatinya dari belakang. Hanya tinggal satu orang lagi yang keras kepala berdiri untuk melawan aku dan Raven, lalu kami bisa pergi dari tempat ini. Mengapa dia tidak menepati janjinya?
Namun aku tidak mendengar atau melihat ada mobil lain yang sudah siap sedia untuk menangkap Celeste di saat kami lengah. Pria itu menyumpal mulutnya dengan kain yang ada di tangannya dan beberapa saat kemudian, istriku kehilangan kesadarannya.
Bunyi tembakan menyadarkan aku dan sebuah tangan segera mendorong aku untuk tiarap. Aku menurut dan melihat mobil itu melaju membawa istriku. Walaupun aku jarang menggunakannya, tetapi aku tahu cara memakai pistol. Aku mengambil satu yang ada di dekatku dan mengarahkannya kepada pria yang menarik perhatian Celeste hingga keluar dari mobil.
Tidak peduli bagian tubuhnya yang mana yang akan kena peluru itu, aku menembakkannya tanpa pi
“Jonah, Celeste, kalian baik-baik saja?” tanya Bunda yang menatap kami dengan khawatir. Aku melihat kedua tangan Bunda diikat di depan tubuhnya dengan sebuah tali.Felix berengsek! Dia sudah tidak waras lagi. Bagaimana bisa dia melibatkan ibuku dalam masalah kami berdua? Bundaku adalah adik kandung ayahnya. Apa dia akan menyakiti Bunda juga? Dasar pengecut. Aku seharusnya tidak bermain aman dengannya. Seharusnya dari awal aku akhiri semua ini seperti yang aku lakukan pada investor bodong dan Om Gunawan.“Ada apa ini, Felix?” tanya Bunda dengan penuh amarah. “Mengapa kamu menahan anak dan menantuku? Apa kamu sudah kehilangan nurani gara-gara perempuan ini? Kalau sampai Kak Avir tahu, kamu pasti akan diusir dan tidak lagi dianggap anak.”“Ayah tahu tentang ini, Tante.” Felix menyeringai puas melihat wajah terkejut Bunda. “Ayah juga ingin semua milik keluarga kami kembali kepada kami.”“Semua
Pria yang pertama tadi mendekat dan meletakkan tangan kiri istriku di atas meja. Dia mengeluarkan sebuah pisau dari bagian belakang tubuhnya dan mengarahkannya ke ruas jari pertama kelingking Celeste. Aku bisa melihat istriku berusaha memberanikan dirinya dengan tidak terlihat takut.Walaupun aku berusaha terlihat tenang, bahkan memasang topeng bahwa aku tidak terpengaruh dengan apa pun yang sedang terjadi di hadapanku, tidak begitu yang aku rasakan di dalam tubuhku. Jantungku berdebar dengan cepat, peluh mengalir turun di dada dan punggung, serta tenggorokan dan mulutku terasa kering.Belum pernah dalam hidupku, aku berada di sarang musuh dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kedua wanita yang sangat penting bagiku ada di dalam ruangan ini bersamaku. Salah langkah atau bicara sedikit saja, nyawa mereka bisa melayang. Jika aku hanya sendirian, masalah ini sudah lama aku selesaikan sendiri. Mudah saja membekuk mereka semua dengan mendekati Felix dan menodong senjata ke kepala
Keheningan yang menyebabkan telinga berdenging menyusul setelah bunyi tembakan tersebut. Semua orang berlutut dengan kedua tangan melindung wajah mereka. Tetapi tidak dengan aku. Aku tidak punya alasan untuk melindungi diriku sendiri saat aku gagal menjaga istriku.Dia terjatuh di lantai bersama seseorang dengan pakaian serba hitam. Aku menoleh ke arah datangnya bunyi tembakan. Jovita sedang bergelut dengan dua orang pria yang mencoba merebut kembali senjata itu dari tangannya. Saat pandangan kami bertemu, dia tersenyum puas. Beraninya dia menembak istriku.“Kalau bukan karena pelayan miskin itu, aku sudah melakukan segalanya dengan mulus. Tidak ada laki-laki yang aku inginkan bisa menjadi milik wanita lain. Tidak Celeste, tidak Sapphira, tidak Lydia, tidak juga dengan mereka yang mengaku sahabatku.” Dia tersenyum kepadaku. “Seharusnya kamu bangga aku mau memberikan diriku untukmu. Sekarang kamu rasakan akibatnya bila lebih memilih gadis lain daripada
“Celeste? Apa maksudmu, Nak?” tanya Bunda yang terlihat khawatir. “Semuanya sudah selesai. Biar kakakku yang mengurus dia dan para penjahat ini. Kamu sudah aman, jadi jangan khawatirkan dia akan menyakiti kamu lagi.”“Aku tidak keberatan bila kamu ingin memberi dia pelajaran.” Sapphira tersenyum penuh arti. “Kita bisa tunda kepergian kita ke kantor polisi untuk beberapa menit.” Dia menoleh ke arah ayah mertuanya yang tersenyum menuruti permintaannya.Semua orang mundur untuk memberi ruang bagi Celeste dan Felix. Masih dengan posisi berlutut, para pria bawahan Sapphira membentuk lingkaran, sedangkan Sapphira dan orang tua kami berdiri bersisian. Aku mencium pelipis istriku. “Jangan terlalu keras kepadanya,” bisikku.Celeste tidak menjawab. Perhatiannya sudah tertuju kepada Felix sepenuhnya. Pria itu tersenyum meremehkan kemampuan istriku. Mereka berdua berdiri berhadapan. Seandainya saja Raven ada di sin
Setelah mengetahui keadaan Raven, aku mengajak Celeste untuk memeriksakan tubuh kami. Hanya ada beberapa memar pada tubuh istriku karena melawan saat mereka menculiknya. Berbeda dengan keadaanku yang lebih parah karena perkelahian yang aku hadapi saat mobil kami dihadang.Dokter memberi aku salep yang harus aku oleskan pada memar di tubuhku dan aku menolak obat yang dia resepkan. Aku hanya mengalami luka luar, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari tubuh bagian dalamku. Jika harus, aku lebih baik meminta resep dari dokter keluarga kami atau Nevan.Celeste menolak saat aku mengajaknya pulang. Dia masih ingin menunggu sampai keadaan Raven membaik. Tetapi dia tertidur di ruang tunggu tidak menyadari bahwa malam panjang yang kami lalui ini telah mencapai batas kemampuan tubuhnya.Ayah dan Bunda telah pulang lebih dahulu, jadi aku pulang bersama Ihsan, sopir pribadi Bunda yang sempat panik di rumah karena tidak tahu di mana majikannya berada. Keadaannya sudah
Pada keesokan harinya, kami menerima surat panggilan untuk hadir memberi kesaksian di kantor polisi. Aku, Celeste, dan Bunda meminta agar bisa hadir pada hari yang sama dan tidak berbeda hari seperti yang tercantum dalam surat panggilan tersebut. Pak Omar memberi kabar baik bahwa mereka memenuhi permintaan kami tersebut.Sebagai penasihat hukum keluarga kami, Pak Omar yang lebih banyak bicara mewakili kami bertiga. Dia yang menentukan mana pertanyaan yang bisa kami jawab dan yang mana yang tidak ada hubungannya dengan investigasi kasus yang sedang mereka tangani.Mereka lebih banyak bertanya seputar ledakan yang terjadi pada pintu apartemenku, perkelahian di jalan raya yang sengaja diblokir atas perintah Felix, penculikan Celeste, serta pemaksaan atas Bunda dan penembakan yang terjadi di pelabuhan.Aku menjawab sedetail mungkin mengenai peristiwa di apartemen dan jalan raya, karena mereka perlu memberi laporan kepada pihak asuransi. Aku tidak mau merogoh uangku
Dia seharusnya tidak berada di sini. Untuk kejahatan yang sudah dia lakukan, dia tidak mungkin dibiarkan bebas dengan jaminan apa pun. Keberadaannya di dekat kami bisa mengancam nyawa kami. Dia tidak segan menyakiti keluarganya sendiri demi mencapai tujuannya. Lalu mengapa dia bisa berada di sini, di kantor Ayah?“Tenang, Nak. Masuklah. Dia tidak akan menyakiti siapa pun,” kata Ayah.Aku membuka pintu lebih lebar dan melihat ada dua orang polisi yang duduk di dekat Felix. Aku pun merasa sedikit tenang. Ada Ayah, Bunda, Om Mahavir, dan Tante Clara duduk bersama di ruangan itu. Meskipun aku bingung apa yang sedang terjadi, aku masuk dan menutup pintu. Ayah menunjuk di mana sebaiknya aku dan istriku duduk.“Kita tidak bisa berlama-lama karena Felix harus segera kembali ke tempatnya.” Ayah memajukan tubuhnya dan memasang wajah serius. “Aku dan Avir sudah berembuk sampai kami sampai pada sebuah keputusan yang sangat besar.” Ayah me
“Apa katamu? Kamu punya syarat? Kamu sudah mendapatkan posisi yang tidak perlu susah payah kamu perjuangkan dari nol, kamu masih berani mengajukan syarat?” ejek Felix. “Ayah lihat, ‘kan? Dia tidak lain hanyalah seorang pecundang yang akan membuat perusahaan kita bangkrut!”“Syarat hanya diajukan oleh orang yang percaya diri dengan kemampuannya. Dia belum memberi tahu syaratnya mengapa kamu langsung marah? Sabar, Felix. Lihat baik-baik bagaimana seorang pemimpin berdiskusi dan menyatakan pendapat tanpa bersitegang leher,” kata Om Mahavir.“Katakan, Jonah. Apa syarat darimu?” tanya Om kepadaku.“Aku hanya meminta hak penuh yang Om dapatkan sebagai direktur utama juga diberikan kepadaku saat aku menggantikan posisi Om. Aku tidak akan mau memimpin bila mendadak dibentuk dewan komisaris untuk membatasi wewenangku. Aku tidak keberatan dengan kehadiran para pemegang saham, dan aku akan menghormati setiap penda
~Celeste~ “Jacob Nicholas Putra!” seruku melihat anakku yang berusia sembilan tahun malah asyik memakan es krim cokelat di ruang makan. Dia mengotori pakaiannya padahal kami harus pergi sekarang. Aku menoleh ke arah suamiku yang berdiri di sisiku. “Oke. Ini salahku.” Dia menurunkan putri kami dari pelukannya dan memberikan tangannya padaku. “Ayo, Jacob, kita bersihkan tanganmu dan ganti pakaianmu.” Aku mendesah napas keras melihat mereka berjalan menuju pintu belakang. Aku hanya beberapa menit berada di kamar untuk bersiap-siap setelah membantu anak-anak berpakaian. Saat aku pikir kami sudah siap untuk pergi, selalu saja terjadi kecelakaan serupa. Jacob makan sesuatu hingga mengotori tangan, wajah, dan pakaiannya atau Jolene yang menumpahkan minuman ke bajunya. Meninggalkan anak-anak dalam pengawasan suamiku memang bukan ide yang baik, tetapi siapa lagi yang bisa aku percaya kalau bukan dia? Andai saja Ayah dan Bunda ada di sini. Mereka masih dalam pe
Aku melihat ke arah arloji pemberian istriku yang melingkari pergelangan tanganku. Tidak peduli berapa harganya, benda itu sangat berarti bagiku. Pemberian pertama darinya untukku. Meskipun dia tidak ada di sini bersamaku, aku merasakan dukungannya.Hari ini pertama kalinya aku akan menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan Anggara. Om dan Bunda tersenyum kepadaku saat mereka melihat aku duduk di kursi yang mereka sediakan untukku. Di sisi Om Mahavir. Wajah peserta lainnya menatapku dengan rasa ingin tahu. Mereka semua sudah mendengarkan kemampuan dan beberapa prestasiku, mereka pasti tidak sabar mau mendengar langsung apakah aku seperti yang dikatakan Om.Asisten Om Mahavir menenangkan ruangan dan memimpin jalannya rapat. Dia membacakan agenda dari pertemuan kami sebelum mempersilakan direktur utama untuk menyampaikan laporannya. Aku menghela napas panjang, bersiap mengikuti diskusi panjang nanti.“Aku tidak percaya proyek ini lolos begitu mudah,&rdqu
“Mengapa aku harus berpakaian seperti ini?” keluh Celeste untuk kesekian kalinya. Dia memakai gaun paling indah dan mahal yang selalu menjadi dambaan banyak wanita, tetapi dia mengeluh. Aku bahkan memberi dia gelang berlian untuk menyempurnakan penampilannya.“Kamu akan mengerti begitu kita tiba di sana.” Kali ini aku tidak menyetir dan meminta salah satu sopir keluarga kami untuk mengendarai mobilku.“Aku merasa seperti maneken yang kamu bawa ke pesta hanya untuk dipamerkan.” Dia memajukan bibirnya, menyatakan rasa tidak sukanya. Seandainya kami dalam perjalanan pulang, aku pasti akan menciumnya habis-habisan di mobil ini sampai senyuman menghiasi wajahnya. Tetapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, riasan wajahnya bisa rusak.“Malam ini istimewa, sayang. Aku mau mereka semua tahu bahwa meskipun aku masih muda, aku bisa mendapatkan uang yang banyak untuk membelikan istriku pakaian yang bagus dan perhiasan yang mahal.
Aku menyerahkan dokumen terakhir yang perlu aku tanda tangani sebagai manajer pemasaran kepada Fabian. Sudah tidak ada lagi dokumen atau laporan yang aku sisakan di atas meja. Dengan begitu, orang baru yang akan menggantikan aku tidak dibebani dengan tugas yang masih menjadi tanggung jawabku.“Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Pak. Saya ikut bangga Bapak naik ke posisi baru,” ucap Fabian dengan tulus.“Terima kasih juga padamu, Fabian. Kamu asisten terbaik yang pernah aku miliki.” Aku melirik jam tanganku. “Apa kamu ada janji malam ini Mau makan malam bersamaku?”“Saya tidak ada janji, tetapi—” jawabnya dengan segan.“Tidak ada tetapi. Ayo, aku traktir.” Aku memasukkan ponsel ke dalam saku jasku, lalu berjalan mendekati pintu. Dia mengikuti aku keluar dan bergegas menyimpan dokumen tadi di lemari besi kemudian menguncinya.Fabian tidak menyebut makanan tertentu yang dia suka
~Jonah~Suasana rumah pada pagi itu tepat seperti dugaanku. Ketika aku masuk ruang makan dan Celeste tidak bersamaku, aku terpaksa memberi tahu Ayah dan Bunda bahwa dia pulang ke rumah Papa semalam. Bunda histeris dan Ayah segera menenangkannya.Namun tidak ada yang bisa membuat Bunda berhenti menangis sehingga kami pergi bersama untuk membujuk dia pulang. Aku mengendarai mobilku sendiri, sedangkan Ayah dan Bunda di mobil Ayah. Kami harus ke kantor setelah urusan ini selesai, jadi kami tidak bisa pergi dengan satu kendaraan.Bu Liana menyambut kedatangan kami, lalu mengantar kami ke ruang tamu. Dia meninggalkan kami untuk memanggil Celeste. Nevan masuk beberapa saat kemudian bersama seorang pelayan yang membawakan kudapan. Dia hanya mendesah pelan sebelum duduk di salah satu sofa kosong.“Tolong, maafkan adikku. Dia—” Nevan berusaha untuk menjelaskan.“Ini adalah kesalahanku. Celeste berhak untuk marah,” tukas Ayah. Ne
~Celeste~Restoran yang dimiliki Papa berawal dari warung makan sederhana yang dimulainya bersama Mama. Mereka mengawali usaha itu dari nol hingga akhirnya berdiri sebuah restoran berlantai tiga. Dari menu makanan sehari-hari khas Indonesia hingga orang tuaku mempekerjakan koki khusus masakan luar negeri. Restoran itu unik karena lantai dasar tetap diperuntukkan bagi makanan yang terjangkau layaknya warung nasi sederhana, sedangkan lantai dua khusus makanan yang sedikit lebih mahal.Pelanggan semakin banyak dan mereka berharap ada cabang lain yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggal atau kantor mereka. Karena itu Papa ingin membangun restoran yang kedua. Itu adalah prestasi terbesarnya setelah lama berdua kehilangan Mama.Lalu ada orang yang sengaja menghancurkan impian Papa dan sengaja merebut semua itu darinya. Dan orang itu tidak lain adalah ayah mertuaku sendiri? Bagaimana bisa orang kaya punya pikiran yang begitu egois? Mereka tidak lebih baik dari Fel
“Apa katamu? Kamu punya syarat? Kamu sudah mendapatkan posisi yang tidak perlu susah payah kamu perjuangkan dari nol, kamu masih berani mengajukan syarat?” ejek Felix. “Ayah lihat, ‘kan? Dia tidak lain hanyalah seorang pecundang yang akan membuat perusahaan kita bangkrut!”“Syarat hanya diajukan oleh orang yang percaya diri dengan kemampuannya. Dia belum memberi tahu syaratnya mengapa kamu langsung marah? Sabar, Felix. Lihat baik-baik bagaimana seorang pemimpin berdiskusi dan menyatakan pendapat tanpa bersitegang leher,” kata Om Mahavir.“Katakan, Jonah. Apa syarat darimu?” tanya Om kepadaku.“Aku hanya meminta hak penuh yang Om dapatkan sebagai direktur utama juga diberikan kepadaku saat aku menggantikan posisi Om. Aku tidak akan mau memimpin bila mendadak dibentuk dewan komisaris untuk membatasi wewenangku. Aku tidak keberatan dengan kehadiran para pemegang saham, dan aku akan menghormati setiap penda
Dia seharusnya tidak berada di sini. Untuk kejahatan yang sudah dia lakukan, dia tidak mungkin dibiarkan bebas dengan jaminan apa pun. Keberadaannya di dekat kami bisa mengancam nyawa kami. Dia tidak segan menyakiti keluarganya sendiri demi mencapai tujuannya. Lalu mengapa dia bisa berada di sini, di kantor Ayah?“Tenang, Nak. Masuklah. Dia tidak akan menyakiti siapa pun,” kata Ayah.Aku membuka pintu lebih lebar dan melihat ada dua orang polisi yang duduk di dekat Felix. Aku pun merasa sedikit tenang. Ada Ayah, Bunda, Om Mahavir, dan Tante Clara duduk bersama di ruangan itu. Meskipun aku bingung apa yang sedang terjadi, aku masuk dan menutup pintu. Ayah menunjuk di mana sebaiknya aku dan istriku duduk.“Kita tidak bisa berlama-lama karena Felix harus segera kembali ke tempatnya.” Ayah memajukan tubuhnya dan memasang wajah serius. “Aku dan Avir sudah berembuk sampai kami sampai pada sebuah keputusan yang sangat besar.” Ayah me
Pada keesokan harinya, kami menerima surat panggilan untuk hadir memberi kesaksian di kantor polisi. Aku, Celeste, dan Bunda meminta agar bisa hadir pada hari yang sama dan tidak berbeda hari seperti yang tercantum dalam surat panggilan tersebut. Pak Omar memberi kabar baik bahwa mereka memenuhi permintaan kami tersebut.Sebagai penasihat hukum keluarga kami, Pak Omar yang lebih banyak bicara mewakili kami bertiga. Dia yang menentukan mana pertanyaan yang bisa kami jawab dan yang mana yang tidak ada hubungannya dengan investigasi kasus yang sedang mereka tangani.Mereka lebih banyak bertanya seputar ledakan yang terjadi pada pintu apartemenku, perkelahian di jalan raya yang sengaja diblokir atas perintah Felix, penculikan Celeste, serta pemaksaan atas Bunda dan penembakan yang terjadi di pelabuhan.Aku menjawab sedetail mungkin mengenai peristiwa di apartemen dan jalan raya, karena mereka perlu memberi laporan kepada pihak asuransi. Aku tidak mau merogoh uangku