Share

Pertolongan

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-16 23:34:59

"Aaaak......" pekik Tari dengan mata masih terpejam.

Namun saat tepukan itu berubah jadi elusan lembut di pundaknya, pelan matanya membuka. "Hah..." Tari kaget sampai tak sanggup bergerak saat melihat sosok di depannya.

"Kamu siapa Nak?" Seorang wanita tua berjongkok di depan Tari. Rambutnya putih dengan wajah keriput, persis seperti hantu di sebuah film yang berapa bulan lalu sempat booming. "Jangan takut. Nenek bukan hantu."

Tari mengangguk, yakin jika sang nenek manusia sama seperti dirinya.

"Kenapa duduk di sini?" tanya nenek itu lagi. Niatnya hendak ke kamar mandi setelah pulang dari pasar menjual hasil kebunnya malah dikejutkan dengan kehadiran seorang wanita cantik dibelakang rumahnya.

Tak bisa menjawab Tari hanya menangis tanpa suara sambil memegangi kedua lututnya.

"Apa kamu sedang bersembunyi?" tanya sang nenek yang dijawab anggukan oleh Tari.

"Tolong saya,..." ucap Tari berusaha menahan tangisnya. "Saya dikejar orang jahat," sambungnya dengan isakan yang
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Bertha Tamonob
Semoga Tari bisa selamat
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
DASAR anjing tidak tahu sopan santun main dobrak rumah orang
goodnovel comment avatar
Neng Heryani
hatiku juga ikut tegang Thor ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menjemputnya pulang

    "Bik, saya titip Sabia. Tolong jaga dia sampai saya kembali, kumohon Bibi jangan kesal atau marah kalau nanti Sabia rewel dan menangis terus," pinta Satya pada Bik Tutik sambil mengelus lembut pipi Sabia yang kemerahan. Suami Tari itu sudah bersiap untuk pergi setelah mendapatkan informasi lokasi tempat istrinya berada. Dengan memakai jaket kulit berwarna coklat dan celana jeans tak lupa dia membawa sebuah senjata yang terselip dibalik punggungnya. "Nggeh Mas, saya janji akan menjaga Non Sabia. Isya'Allah saya akan sabar kalau nanti Non Sabia nangis nyariin Mas Satya," jawab bik Tutik dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Hati wanita paruh baya itu ikut sedih melihat musibah yang menimpa keluarga majikannya. "Mas Satya jangan Khawatir, serahkan saja Non Sabia sana saya. Fokus cari Mbak Tari dan segera bawa pulang. Kasihan Sabia nyariin mamanya terus," tambah wanita yang sudah mengabdi puluha tahun di kediamana Rahadian itu. "Saya percaya sama Bibik," ujar Satya menatap send

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Gila karena cinta

    Brakk....brakk..... brakkk Tari memejamkan matanya saking takutnya. Sambil menekuk kedua lutut, kedua tangannya menutup mulutnya sendiri. Namun sampai beberapa detik tidak terjadi apa-apa. Suara dobrakan pintu sudah berhenti. Tari pun membuka mata dan menejamkan pendengarannya. Terdengar suara beberapa orang berbicara. Seperti ada berdebatan di luar sana namun dia tidak bisa mendengar dengan jelas. Hanya suara u. orang membentak diakhir kalimat. Tiba-tiba terdengar pintu di buka. Derap langkah beberapa kaki masuk ke dalam rumah. Tari kembali dilanda ketakutan dan rasa gugup yangbmenbuatbya sampai menahan nafas. "Neng.... Neng Tari," Suara Nini Aroh memanggi Tari. "Neng dimana, Nini sudah kembali Neng," "Nini Aroh?" gumam Tari masih dengan suara lirih. Rasa takut masih mendominasikan di otaknya sehingga dia tidka mau keluar. Takut itu hanya akal-akalan Rendra saja dan saat dia keluar ternyata ada Rendra. Brak.... Pintu lemari di buka dari luar. "Alhamdulillah....

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Akhir yang pantas untuk para pendosa.

    Dor..... Dor.... Dor.... Suara tembakan berutun itu memecah keheningan kampung pagi itu. Satya memeluk Tari yang merunduk sambil menutup telinganya. Suara tembakan itu serasa memekakkan telinga. Mendadak suasana menjadi hening hanya terdengar erangan dari tiga orang yang terkapar di tanah yang basah oleh embun semalam. "Akhir yang pantas untuk para pendosa," Tari menoleh ke arah suara tersebut, tak seperti orang lain yang katakutan sampai menutup mata dan telinga, wanita tua dengan rambut yang sudah dipenuhinuban itu berdiri tenang dengan menyunggingkan senyum tipis menatap puas pada Rendra yang bersimbah darah. Ya.... Rendra dan kedua anak buahnya yang terkekan tembakan. Sontak Tari tertegun menatap penuh tanta pada nini Aroh. Entah kenapa Tari merasa wanita tua itu tidak sepenuhnya jujur tentang Rendra. Pasti ada alasan yang besar kenapa wanita yang sudah sepuh itu bersedia membantunya. "Kalian tidak apa-apa?" Dengan wajah penuh kekhawatiran Ganendra berjalan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Duka

    Setelah berjuang selama tiga hari akhirnya Farah menghembuskan nafas terakhirnya. Mama Tari itu pun menutup mata tanpa sempat melihat Tari. Tari tak bisa menerima kematian Farah. Istri Satya itu merasa jika kematian sang mama karena dirinya. Begitu sedih sampai beberapa kali pingsan. Tak hanya Tari, Ganendra juga sangat sedih. Pria yang tak pernah terlihat menangis itu sampai tak sanggup berdiri saat mendapat kabar kematian sang Mama. Selain dua orang itu yang paling terpuruk atas kematian Farah adalah Ibra. Pria yang selalu terlihat tenang itu benar-benar hancur. Ibra meraung sambil memeluk tubuh dingin istrinya. Tidak mengizinkan siapapun untuk menyentuh istrinya kecuali kedua anaknya. Karena itu sampai sore jasad Farah belum juga dikebumikan. Jangankan disholati dimandikan saja tidak boleh. Semua orang tidak ada yang berani mendekat. Ibra bahkan tak segan mengacungkan senjat* pada orang yang ingin mendekati jasad Farah. Tari dan Ganendra tak bisa berbuat apa-apa, mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Perdebatan ayah dan anak.

    "Apa wanita itu Tante Nura?" tebak Ganendra yang langsung menatap papanya tajam. "Katakan!!" teriaknya. Suasana mendadak senyap setelah terdengar teriakan Ganendra. Ibra terdiam begitu juga Dirga, kaka sepupu Farah itu tak memyangka pembicaraannua dengan Ibra terdengar oelj Ganendra. "Apa itu sebabnya Papa tidak jadi melaporkan mereka ke polisi?" sungut Ganendra menepis tangan Dirga yang mencoba menariknya keluar. Ibra masih tetap dengan kebisuannya. Rahangnya mengeras dengan tangan tak lepas dari jasad istrinya. "Tenanglah, jangan bertengkar di depan jasad Mamamu. Dia akan sedih melihat semua ini?" Dirga kembali menarik lengan Ganendra. "Tidak, Pakde. Aku sudah menahannya terlalu lama. Kali ini tidak bisa lagi kutahan," "Ada apa Kak?" Dengan wajah pucat Tari kembali masuk ke kamar utama. Baru juga hendak masuk kamat sudah terdengar teriakan Ganendra yang menggema di seluruu rumah. "Kak kenapa?" tanyanya lagi sambil menggoyangkan lengan Ganendra. "Papa memiliki

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   isi wasiat Farah

    Pagi ini setelah selesai sarapan Dorga mengumpulka semua Ibra dan anak-anaknya. Agar lebih privat mereka berjumpa di riang kerja Ibra. Di ruangan itu Ganendra dan Tari duduk di sofa panjang. Sedangkan Ibra dan Dirga duduk di sofa singgle yang berhadapan. "Ganendra kamu jangan salah faham, Papamu tidak berselingkuh dengan wanita manapun. Apa yang kamu dengar kemarin hanya sepotong kalimatku," jelas Dirga. "Jadi jangan berbicara kasar lagi pada Papamu," Ganendra tak menyahut. Informasi dan bukti yang sudah dia dapatkan menunjukkan jika papanya memiliki perasaan dan hubungan terlarang dengan Nura. Tari menggenggam tangan sang kakak, meminta untuk tenang. Jujur dirinya juga kecewa namun tidak adil jika tak mendengarkan penjelasan papanya. "Bisa langsung ke intinya Pakde?" Ganendra sudah tak. sabar untuk mendengarkan pesan dan permintaan terakhir mamanya. Sebelum berbicara Dirga menatap Ibra. "Katakan Mas, saya sudah siap," ucap Ibra dengan wajah kusut dan lelahnya. Dirga me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Salah faham.

    "Dari mana omongan seperti itu?" tanya Ibra setelah beberapa saat dibuat tertegun dengan pernyataan putrinya. "Dari desas-desus yang Kak Ganendra dengar, Papa sengaja memindahkan Om Angga kesana untuk mempelajari perusahaan warisan Opa Galih itu, yang nantinya akan Papa serahkan padanya setelah mama meninggal," terang Tari yang seketika membuat wajah Ibra memerah. "Siapa yang berani bicara seperti itu?" Geram Ibra dengan tatapan tajamnya. "Itu yang dikatakan Angga pada Farah. Angga mengatakan kamu akan memberikan perusahaan Rajasa setelah Farah meninggal dengan syarat menceraikan Nura," sahut Dirga. "Brengs*k!!" umpat Ibra dengan kedua tangan mengepal. "Maaf tapi selama ini Farah tidak e pernah menyinggung apa-apa. Mas Dirga yakin Farha berkata begitu?" "Kamu pikir aku mengada-ngada? Kamu bisa lihat sendiri isi wasiat Farah. Itu sudah menunjukkan betapa kecewanya dia padamu." Ibra mendesah berat, dadanya bergemuruh mengetahui kebaikannya dimanfaatkan oleh Angga.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pembalasan.

    "Papa ngomong apa sih?" Tari mendekati Papanya. "Ini rumah Papa, rumah kita. Mau menemani Mama gimana maksudnya? Jangan tinggalkan aku dan Sabia," Tangis Tari akhirnya pecah. Hatinya sangat sedih dan resah. Mamanya baru saja meninggal dunia dan kini papa dengan Kakaknya bertengkar sampai ingin meninggalkan rumah. Ibra mendesah berat, dipeluknya putri kesayangannya itu. "Papa gak mungkin ninggalin kamu dan Sabia. Papa hanya ingin menebus kesalahan Papa sama mama kalian." "Maksudnya gimana?" tanya Tari lagi sambil menangis. Ibra menarik putrinya itu duduk di sofa lalu meminta Ganendra ikut duduk. Namun putra sulungnya itu menolak dan akhirnya menurut setelah dipaksa Satya. Jihan dan orang tuanya langsung mengikuti Aisyah yang mengajak kembali naik ke lantai atas untuk beristirahat. Tersisa, Ibra, Tari, Satya dan Ganendra di ruangan itu. "Setelah 40 hari mama kalian papa akan pindah. Papa akan tinggal di rumah peristirahatan yang ada pemakaman keluarga kita." "Hah!

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23

Bab terbaru

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part .

    Anindya jadi kesal sendiri jika teringat kejadian lamaran kemarin. Ternyata semua sudah direncanakan oleh Guntur. Natalie dan semua keluarga mereka sengaja diminta pria itu untuk mengikuti skenario yang dibuat olehnya. Entah apa yang sudah dilakukan oleh Guntur sampai bisa meluluhkan hati Farhan dan Satya sampai-sampai dua pria keras kepala itu setuju membantu Guntur untuk mendapatkan Anindya meski dengan jalan menipu gadis itu. Satu bulan sebelum hari H berbagai persiapan sudah mulai dilakukan oleh kedua belah keluarga. K3dua mempelai hanya bisa pasrah karena kesibukan pekerjaan dan kuliah. Jadilah seluruh persiapan diambil alih oleh pihak keluarga. Dari keluarga Anindya tentu saja Aisyah dan Tari yang pegang kendali. Mertua dan menantu itu sangat bersemangat dalam mengurus segala keperluan untuk pernikahan Anindya dan Guntur. Saking sibuknya sampai membuat Satya sempat marah karena takut membahayakan kondisi Tari yang sedang hamil anak kedua mereka. "Serahkan pada EO aja.

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Tu-tunggu-tunggu," ucap Anindya mengangkat tangannya ke depan. Gadis itu segera bangkit dari duduknya setelah sadar dari keterkejutannya. "Kak Guntur jangan bercanda, kita gak pernah ada hubungan. Lagian kapan kita membicarakan tentang ini?" protesnya. "Loh... gimana sih?" Aisyah menatap Guntur dan putrinya itu bergantian. Tari menarik Anindya agar kembali duduk di tempatnya. "Duduklah," bisiknya memegangi lengan adik iparnya itu Mendadak suasana jadi canggung, semua yang ada di ruangan itu saling pandang. Terutama keluarga dari pihak Guntur, terlihat bingung dan malu. "Tur, ini maksudnya apa?" Ariotedjo memukul lengan putranya, merasa was-was jika lamaran mereka ditolak. "Kamu yang benar," "Benar Pah. Aku sudah lamar secara privat dan Anindya nerima," jawab Guntur. "Kapan?" sahut Anindya menatap Guntur. "Dua minggu lalu, di kedai eskrim. Kan kamu sendiri yang bilang setuju nikah sama aku bulan depan." "Hah!!!" Anindya mengerutkan dahinya. Berusaha menggali ing

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Assalamu'alaikum," ucap Anindya saat memasuki rumah. "Wa'alaikum salam...." Tari yang duduk di sofa ruang tengah langsung beranjak bangun, menyambut afik iparnya itu dengan pelukan. Wanita yang sedang hamil lima bulan itu nampak begitu bahagia. Senyumnya mengembang membuat Anindya bertanya-tanya dalam hati. Apa yang terjadi saat dirinya tak ada di rumah? Kenapa tiba-tiba kakak iparnya terlihat sangat bahagia? Apa kedatangan orang tuanya membuat sang kakak ipar sebahagia itu? Bukankan dua bulan sekali mama papanya rutin datang berkunjung? "Mbak Tari kayaknya bahagia banget?" "Ya iyalah, Mbak ikut bahagia. Bahagia banget malah," jawab Tari masih dengan senyum mengembang. Bahkan tangan lembutnya merapikan beberapa anak rambut Anindya yang menutupi wajah. Anindya mengerutkan dahinya. "Di suruh pulang jam 4, nyampek rumah jam 5," omel Satya dari arah tangga. Sontak dua wanita itu menoleh, nampak Satya yang sudah rapi menuruni tangga. "Jadi orang kok susah banget disuruh

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    Sudah dua minggu sejak pertemuan di kedai eskrim, Guntur tak menampakkan diri. Dari Satya baru diketahui jika pria itu sudah kembali ke Jakarta. Anindya sempat menghubungi mantan kakak iparnya itu untuk menanyakan perihal kelanjutan pembuatan iklan. [Tentu saja jadi. Untuk konsepnya pakai yang pertama jamu presentasikan.] Balasan pesan dari Guntur yang membuat Anindya mengumpat untuk pertama kalinya sejak pindah ke Surabaya. "Gil*!! Dasar pria gil* sialan," umpatnya setelah membaca balasan pesan dari Guntur. "Itu kulkas pasti sengaja ngerjain aku. Kalau dari awal suka dengan konsep yang pertama kenapa bilangnya jelek, udah gitu minta dibuatkan konsep lain. Aduhh... dasar..." Anindya menggerutu dengan kedua tangan mengepal gemas. "Pengen aku pites kepalanya yang kayak batu itu," ujarnya kesal. "Sabar Bu Bos..... itu orang bawa fulus," seru Cindy, salah satu anak buah Anindya. Saat ini Anindya sedang berada di kantor yang lebih tepatnya basecamp tempat berkumpul dengan an

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Kamu gak ke kantor, Nin?" tanya Tari saat mendapati adik iparnya pulang lebih awal dari biasanya. "Sudah tadi, pulang kuliah mampir sebentar. Kerjaannya gak banyak, cuma ngecek hasil kerjaan anak-anak aja," jawab Anindya menjatuhkan bobot tubuhnya diatas sofa ruang tengah. Wajahnya terlihat lelah, kusut dan tidak bersemangat. Seperti orang banyak pikiran. "Gimana dengan iklan buat kedai eskrim milik Guntur?" tanya Tari lagi. "Terakhir kamu cerita belum ada kesepakatan tentang temanya," Tari ikut duduk di sebelah Anindya setelah sebelum meminta art-nya membuatkan minuman segar untuk adik iparnya yang baru pulang. "Tahu tuh, perjaka tua ribet banget," celetuk Anindya tiba-tiba merasa kesal. "Astagfirullah... Gak boleh lo Nin, ngomong kayak gitu," tegur Tari memukul pelan lengan Anindya. "Ck... emang iya," gerutu Anindya. Wajah cantik bertambah suram saat ingatannya tertarik mundur pada kejadian dua hari yang lalu. Ketika dirinya dan Guntur berdebat tentang tema iklan p

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Ck... seneng banget yang habis ngerjain anak orang," sindir Anindya melirik pria yang duduk di balik kemudi. Guntur menoleh, menatap sejenak Anindya lalu kembali fokus pada jalanan di depannya. Pri itu berdecak, "Harusnya kalian berterima kasih padaku," katanya. Sepanjang jalan Guntur tersenyum lebar. Entah apa alasan pastinya namun pria dengan wajah tampan nanu terkesan tegas itu sangat puas melihat ekspresi Andre yang langsung shock dan pamit pulang lebih dulu setelah mendengar pernyataan yang diucapkannya. "Hah, berterima kasih untuk apa?" Anindya menoleh, dahinya berkerut dan tatapannya menyipit. "Mulai sekarang kamu nggak perlu cari alasan untuk menolak,.... siapa tadi namanya?" Guntur berlagak lupa. "Andre," sahut Anindya ketus. "Iya, itu. Dan laki-laki itu bisa mulai berhenti membuang waktu untuk mengejar sesuatu yang tidak yang tidak mungkin dia dapatkan." "Ck.... sok tahu," gumam Anindya membuang muka keluar jendela. "Kenapa, jangan-jangan kamu menyukai A

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part.

    Andre menatap wanita yang duduk di hadapannya dengan tatapan kesal bercampur gemas. Matanya memicing sambil menggigit bibir bawahnya menahan diri agar tidak lepas kendali. "Apa?" kata Anindya melebarkan matanya. "Nggak papa," ketus Andre seperti abak kecil, ngambek. "Kalau kamu kayak gitu aku jadi pengen pulang," celetuk Anindya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Andre mendesah berat, ditatapnya wanita yang audah membuatnya jatuh hati sejak pertama kali bertemu itu sendu. "Kamu kok tega, ngancurin semua rencana dan harapan aku?" Anindya mengangkat pundaknya cuek. "Terserah ya, menurutmu apa? Tapi yang pasti aku sudah menepati janjiku untuk menerima ajakan makan malam darimu, jika job iklan pariwisata selesai sebelum akhir bulan," terangnya lalu mencomot kentang goreng pesanannya. "Ck.." Andre berdecak kesal. Bagaimana tidak kesal, makan malam romantis yang direncanakan jadi berantakan. Sudah dari jauh-jauh hari Andre sudah merencanakan dinner romantis

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    "Loh... kamu mau kemana, Nin?" tanya Tari saat melihat Anin Anindya keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi. Tari yang sedang menata makanan diatas meja makan menghentikan kegiatannya. Dipandanginya adik iparnya itu dengan kening berkerut. Selama dua tahun tinggal bersama, Anindya jarang sekali keluar malam. Apalagi dengan pakaian rapi seperti saat ini. Dress selutut yang dilapisi dengan cardinal jeans tak ketinggalan sepatu kets putih senada dengan warna tas selempang yang dipakainya. Membuat wanita 24 tahun itu terlihat cantik dan modis. "Aku izin keluar sebentar ya Mbak, jam sembilan sudah sampai rumah kok." "Mau kemana? Sama siapa?" tanya Tari. Istri Satya itu sangat protective kepada adik iparnya itu. Tidak hanya mengenal teman-teman Anindya, dia bahkan tahu dan hafal dengan kegiatan Anindya di luar rumah. Anindya berjalan mendekat, "Mau makan malam sama Andre," jawabnya jujur. "Apa? Tunggu!-tunggu!!" Tari menarik salah satu kursi lalu mendudukkan dirinya. "D

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Extra part

    Anindya dan Guntur berjalan beriringan menuju tempat parkiran dimana mobilnya berada. Dua insan itu berbincang ringan. Saling bertanya kabar satu sama lain. "Kudengar kamu melanjutkan S2-mu di Surabaya," Guntur menoleh pada wanita cantik yang berjalan di sampingnya. "Iya," jawab Anindya, menoleh sambil tersenyum tipis. Wajah cantik itu terlihat lebih dewasa dan anggun. Apalagi sikapnya yang lebih kalem. Sangat berbeda dengan Anindya yang dikenal Guntur dua tahun lalu. Masih segar di ingatan Guntur saat pertama kali melihat mantan adik iparnya itu. Saat itu kepulangan pertamanya setelah hampir sepuluh tahun di luar negeri untuk menjaga Ayra. Anindya yang masih muda terlihat penuh semangat dan ambisi. Sedikit ceroboh dan ceria. Berbeda sekali dengan yang dilihatnya sekarang. Dewasa anggun dan lebih se*si. "Bagaimana kabar, Gia? Dia pasti sudah kuliah sekarang?" Anindya mulai mencari topik lain. Jujur bertemu dengan Guntur cukup membuatnya kaget dan bingung harus bersika

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status