Share

Menjenguk Tari.

Author: iva dinata
last update Last Updated: 2024-11-26 23:39:55
Keesokan harinya Farhan dan Aisyah juga Anindya datang menjenguk Tari. Tak lupa Aisyah membawakan makanan yang dia masak sendiri untuk Tari dan Satya yang setiap hari menjaga Tarindi rumah sakit.

Aisyah dan Farhan sangat bahagia dan besyukur akhirnya setelah ketegangan kini mereka bisa bernafas lega.

Terlebih lagi Anindya, sepanjang jalan menuju rumah sakit gadis itu tak henti-hentinya mengucap syukur. Akhirnya, doanya terkabul Tari telah sadar dan keadaannya membaik. Dengan sadarnya Tari, setidaknya satu masalah selesai.

Anindya tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi keluarga jika sampai terjadi sesuatu pada kakak iparnya itu. Kemungkinan besar dirinya akan diusir dari rumah.

'Ya Allah... terima kasih Engkau sudah memberi keselamatan untuk Mbak Tari,' ucap Anindya dalam hati.

****

"Assalamu'alaikum," ucap Farhan dan Aisyah setelah membuka pintu kamar rawat inap Tari.

"Wa'alaikum salam," jawab beberapa orang yang ada di dalam kamar.

Tari tersenyum lebar melihat
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yuli Faith
muter saja trus.....dan pelakunya ttp orang"yg sama.......sdh tahu jahat masih di maafin dan hidup bbs....dan berbuat kejahatan lagi dan lagi
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
saking baiknya hati Tari walaupun jelas² Anindya berulang kali menyakiti dan yg terakhir mau mencelakai dia,dia tetap aja masih baik dan membela Anin....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pengakuan Anindya.

    "Apa itu benar?" tanya Tari. "Kamu sangat membenciku?" Anindya menggeleng. "Aku tidak membencimu, Mbak. Baik dulu atau pun sekarang. Aku hanya merasa iri karena kmau baik dan banyak orang yang mencintaimu tapi aku berani sumpah aku tidak pernah berniat melukaimu...." jawabnya sambil menangis. Tari mengangguk, entah kenapa tapi Tari yaki Anindya jujur. Meski semua orang tak percaya tapi suara hati Tari mengatakan, Anindya sudah berubah dan dia tidak sejahat Danisa. "Ya... kamu iri makanya kamu ingin merusak wajahnya, iya kan?" tuduh Satya geram. "Demi Tuhan.... bukan aku yang merencanakannya, Kak. Danisa dan teman-temannya sudah membawa air keras itu sebelum menjemputku. Aku sama sekali tidak ikut merencanakannya." "Jangan bawa-bawa Tuhan untuk dosamu!!! Kamu bilang tidak ikut merencanakan, apa kamu pikir aku akan percaya?" Satya sudah kehilangan kesabaran. "Kali ini kamu benar-benar sudah melewati batas," Ganendra berjalan cepat dan memegangi Satya tang sudaah seperti

    Last Updated : 2024-11-27
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pernikahan

    Di sebuah kamar hotel, tampak seorang gadis berbalut kebaya putih duduk di depan meja rias. Wajahnya yang manis sedang dipoles oleh MuA ternama di kotanya. Sesuai keinginan sang gadis, make up soft yang sedang digemari menjadi pilihannya dan gadis berlesung pipi itu terlihat sangat cantik anggun. Namun sayang wajah cantik bak artis korea itu nampak muram. Hatinya kalut dan dipenuhi rasa takut. Sejak dua jam yang lalu entah sudah berapa kali helaan nafas terdengar berat membuat sang MUA menjadi heran. "Kak, kepalanya bisa diangkat sedikit?" pinta sang MUA sedikit lelah dengan sikap calon penggantin yang lebih sering menundukkan kepalanya. Tidak seperti calon pengantin lain yang sangat antusias dan bersemangat. Kliennya hari ini terlihat bermuram durja. "Kak Anindya," panggilnya lagi karena wanita berwajah manis itu tak mereapon ucapannya. "Bisa diangkat sebenar wajahnya?" pintanya lagi. Gadis dengan kebaya putih itu adalah Anindya. Adik kandung Satya yang akan menikah den

    Last Updated : 2024-11-30
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Gagal kabur.

    'Oh... astaga... Bagaimana kalau dia mengenaliku?' batin Anindya panik lalu membenarkan masker yang dipakainya. Dia buru-buru keluar ketika sosok di depannya itu masih fokus denga ponselnya. "Khem..." Dehenam dari sosok itu membuat Anindya digempur perasaan panik dan tegang dalam waktu yang bersamaan. Sontak saja langkahnya langsung terhenti. Dia menelan ludah lalu dengan susah payah melangkah melewati pria itu. "Huh...." Akhirnya dia bisa bernafas lega. Pria itu tidak mengenalinya bahkan tak melihat kearahnya sekalipun. "Mau kemana kamu?" Kakinya seketika membeku di tempat saat gendang telinganya menangkap suara berat yang sudah dipastikan dari pria yang baru saja dilewatinya. "Mau bikin malu keluarga saya?" Suara itu terdengar penuh amarah meski tak bernada tinggi. Anindya mendesah berat, sadar jika pria itu mengenalinya. Wanita berwajah manis itu pun memutar tubuhnya. Degh.... Pria dengan setelan jas hitam itu menatapnya taja. Wajah Gibran sudah memerah

    Last Updated : 2024-11-30
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Akad nikah.

    "Tunggu Ratih, aku bisa jelasin." Anindya berusaha melepas tangan Gibran dan berniat menyusul sahabatnya itu, namun genggaman di tangannya makin mengerat. "Hentikan drama kalian! Jangan buat keluarga kita bertambah malu," bisik Gibran. Anindya menatap Gibaran tajam, mulutnya sudah terbuka untuk membalas ucapan pria itu. Namun wajah sang papa yang menunjukkan kekhawatiran membuatnya menelan kembali kalimat yang sudah di ujung lidahnya. "Jangan membuat tamu kita menungu lebih lama lagi, cepat duduk di kursi kalian!" perintah Ibra tegas. Anindya menurut dia mengikuti Gibran yang kini menggenggam jemarinya, menuntun ke arah kursi yang sudah diasiapkan untuk akad nikah dengan Penghulu dan saksi yang sudah duduk di tempatnya. Sembari berjalan Anindya mencari keberadaan Tari. Kakak iparnya itu harus menolongnya untuk menjelaskan kesalahpahamannya dengan Ratih. Entah apa yang terjadi sebelumnya sampai Ratih ketahuan dan dipermalukan di depan semua tamu undangan. Sayangnya samp

    Last Updated : 2024-12-02
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pedebatan suami istri

    Sampai di rumah perdebatan Ganendra dan Jihan berlanjut. Dimulai dengan gerutuan Ganendra ditambab kekesalan Jihan. Jadilah perdebatan kembali memanas. Ibra yang melihat putra dan menantunya berselisih faham memilih untuk membawa cucynya masuk ke dalam kamarnya. Untuk sementara waktu Ibra akan tinggal di kediaman Rahardian untuk menjaga cucu pertamanya sampai kedua orang tuanya kembali. "Bukannya senang Anindya menikah, malah ikut-ikutan Tari berencana membatalkan pernikahannya," gerutu Ganendra yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Jihan. "Apa ada yang salah? Benarkan yang aku katakan, harusnya kamu senang Anindya menikah, kamu tidak perlu cemburu lagi," sambungnya. "Cemburu?" Jihan menghadapkan tubuhnya pada Ganendra. "Lebih tepatnya, Marah. Dan itu karena ada pemicunya." Wanita bermata bulat itu mengireksi kamlimat suaminya. "Ck... sama aja. Marah juga karena cemburu." "Beda," tegas Jihan. "Ok marah bukan cemburu. Dan sekarang setelah Anindya sudah menikah

    Last Updated : 2024-12-02
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pernikahan tanpa cinta.

    Di ujung ranjang Anindya termenung. Masih dengan gaun yang dipakai untuk resepsi pernikahan sore tadi. Entah sudah berapa kali dia menghela nafas. Wanita berwajah manis itu masih terngiang dengan suara Gibran yang melafalkan namanya dengan menjabat tangan sang papa. Bahkan jantungnya masih berdebar-debar sampai sekarang. Bukan debaran karena cinta namun debar yang ditimbulkan karena rasa takut yang begitu besar. Helaan nafas berat kembali terdengar untuk yang ke sekian kalinya. 'Oh... Tuhan.... nyata kah ini? Tanpa kuduga kini aku benar-benar telah menjadi seorang istri, bisakah aku bahagia dengannya?' batinnya terus saja mengeluh. Ada rasa tidak rela menyerahkan hidupnya untuk pria yang tidak pernah diharapkan dan dicintainya. Tak hanya keluhan, ada banyak pertanyaan mengusik hati dan pikirannya. Membuatnya semakin bimbang dengan keputusannya menikahi Gibran Narendra. Bisakah dia mengabdikan dirinya pada Gibran sebagai seorang istri yang baik tanpa adanya rasa cinta? Lal

    Last Updated : 2024-12-03
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kehidupan Anindya setelah menikah. (Pov Anindya)

    Pov Anindya. Sudah satu bulan ini aku tinggal di rumah Gibran. Sejak itu pula semua pergerakanku dibatasi. Kemana pun aku pergi harus diatar sopir dan ditemani satu bodyguard. Alasannya karena papa dan kak Satya takut aku akan kembali bertemu dengan Danisa dan bersekongkol untuk mencelakai Mbak Tari. Seandainya saja mereka tahu, jika wanita yang terobsesi dengan Kak Satya itu saat ini sangat membenciku. Kemungkinan besar jika kami bertemu dia pasti akan membunuhku. Ponselku juga belum dikembalikan. Hanya saat Mbak Tari menelpon dan ingin bicara denganku barulah ponselku dikembalikan, tapi tentu saja dalam pengawasahan Papa dan Gibran. Mereka masih berpikir aku masih ingin meminta bantuan Mbak Tari untuk membatalkan pernikahanku dan Gibran. Satu-satunya kelemahan Om Ibra dan Kak Satya adalah Mbak Tari, itu sebabnya saat pernikahanku Mbak Tari dibawa pergi oleh Kak Satya. Seiring berjalannya waktu kini aku bisa menerima semua yang terjadi. Mungkin ini jalan yang diber

    Last Updated : 2024-12-04
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Memantabkan hati untuk bertahan.

    "Jangan takut, katakan sejujurnya. Aku akan pulang dan menyelesaikan semuanya. Jika itu masalah uang, akan kuberikan uangku pada Gibran. Kalau masalah Papa aku akan mengurusnya." Jantung Aisyah dan berdebar menunggu jawaban Anindya. Gadis 22 tahun itu menghela nafas panjang dengan kedua tangan saling meremas. Seolah sedang menahan sesuatu yang ingin sekarang diungkapkannya. Aisyah pun bangkit, namun belum sempat melangkah tangannya sudah dicekal oleh Farhan. "Biarkan," bisik Farhan di telinga istrinya. Pria itu ingin melihat apa yang akan dilakukan putri mereka. Apakah putrinya itu tega mengadu domba orang tuanya dengan Tari. Atau menekan keinginannya untuk pergi. Anindya melirik ekspresi kedua orang tuanya. Dia tahu kedua orang itu pasti khawatir jika Tari ikut campur dalam masalah keluarga mereka. Karena itu pasti akan berimbas pada keharmonisan rumah tangga Satya dan Tari. Putri Ibra itu cukup keras jika menginginkan sesuatu. Sama seperti Ibra, jika merasa benar akan b

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Permintaan Gibran

    Sudah sebulan ini keluarga Rahardian menjadi topik utama pemberitaan di semua acara berita di televisi nasional maupun portal berita online. Hampir semua infotainment memberitakan tentang rumor hubungan gelap antara Tari dan Gibran karena beredarnya foto-foto mereka saat masuk ke sebuah hotel ketika menemui Anindya. Gambar dan judul berita yang menggiring opini jika rumah tangga Anindya Aditama dan Gibran Narendra Wiratama sedang terguncang dan sedang dalam proses perceraian karena kehadiran Bestari Ayu Rahardian sebagai orang ketiga. Selain menyeret nama Rahardian, salah satu keluarga terkaya di negara ini, gosip itu juga membawa-bawa nama salah satu keluarga keturunan kerajaan di jawa yang membuat rumor itu sedikit sulit diredam dan semakin meluas. Beberapa pihak memanfaatkan berita itu untuk mendapatkan keuntungan dengan mencari antusias netizen yang selalu haus akan berita dan rasa keingintahuan yang tinggi. Jadilah berita itu terus bergulir dan sempat membuat nilai sa

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Kau harus menebus semua kesalahanmu dengan nyawamu."

    "Membun*hmu," ucap Anindya dengan mengacungkan pist*l yang dibawanya tepat di kening Danisa. Sekektika tubuh Danisa membeku, matanya melebar dengan degup jantung berdentum kencang. "Yakin mau membun*hku?" ujarnya berusaha untuk tenang. "Katakan, mereka dulu atau kamu?" tanya Anindya yang langsung membuat dua orang kawan Danisa seketika panik. Dengan menahan sakit dua orang itu pun berusaha untuk bangun. "Diam atau satu peluru akan lepas dari tempatnya," ujar Anindya seraya mundur dua langkah memastikan ketiga targetnya dalam pengawasannya. "Kamu tidak akan bisa melakukannya. Kamu mencintaiku begitu juga aku. Kita terikat satu sama lain," ucap Danisa berusaha mempengaruhi pikiran Anindya. "Kamu tidak boleh lupa saat-saat kita bersama. Kita melakukan banyak hal untuk pertama kalinya. Akulah satu-satunya orang yang selalu memprioritaskan kamu. Aku yang selalu menuruti keinginanmu." Danisa berusaha membawa Anindya kembali pada kenangan-kenangan kebersamaan mereka dulu. "A

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tidak. Selama Danisa masih hidup, dia pasti akan kembali,"

    "Ini semua harus berakhir dan akulah yang harus mengakhirinya," gumam Anindya dengan keteguhan hati. "Kamu mau menyusul mereka?" Dilla terlihat tidak setuju dengan keputusan Anindya. "Kamu tahu kemana mereka pergi?" Tak menjawab Anindya malah mengajukan pertanyaan. Dilla berdecak kesal. Pertanyaannya malah dijawab dengan pertanyaan lagi. Meski begitu tetap menjawab. "Ke dermaga, di sana sudah menunggu kapal yang akan membawa mereka ke Batam setelah itu ke Singapura." Anindya menganggukkan kepalanya. "Danisa bilang akan membawamu tapi aku tinggal di sini sampai kuliahku selesai baru menyusul kalian. Tapi tenyata..... " Dilla tidak pernah menyangka orang yang dianggapnya sebagai seorang kakak yang datang ketika dirinya terpuruk ternyata orang jahat yang hanya memanfaatkannya dan setelah merasa tak butuh berniat menghabisi nyawanya. Beruntung Dilla mengikuti ucapan Anindya. Meski sempat tak percaya. "Turuti kataku, jika aku salah kamu juga takkan rugi. Namun jika ak

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Gibran mencintaimu. Tapi kamu tidak pantas karena itu aku datang dan mengacaukannya."

    "Eh.... tunggu jangan salah faham! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar Gibran panik. Tanpa bicara Satya langsung mendekati istrinya. "Kamu nggak papa kan?" tanyanya khawatir sambil kedua tangan besarnya menakup wajah sang istri. Tari menggelengkan kepalanya. "Syukurlah," ucapnya Satya menghembuskan nafas lega. "Loh..... kamu gak salah faham?" Gibran melihat pasangan suami istri itu dengan tatapan takjub. Tadinya dia pikir Satya akan marah-marah menuduhnya dan Tari berbuat yang tidak-tidak karena berada di dalam kamar hotel sendirian. "Kamu pikir aku bodoh? Setelah semua masalah yang kami hadapi istriku akan mengkhianatiku? Yang benar saja," ujar Satya. "Aku salut padamu, kamu sanga pencemburu tapi sangat percaya pada istrimu." Gibran kagum. "Dimana Anindya?" tanya Satya. "Tadi dia pergi angkat telpon tadi sudah lima belas menit belum kembali," jelas Gibran. "Kenapa kamu biarkan dia pergi sendirian? Dia pasti sudah kabur," geram Satya. "Bodoh," umpat

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menemui Anindya.

    "Aku mau pergi sebentar. Nitip Sabia ya," ucap Tari pada Jihan yang sedang menghabiskan waktu senggangnya dengan menonton drakor kesukaannya di ruang tengah. "Nanti kalau Papa atau Mas Satya tanya, bilang aja aku mau keluar beli kebutuhan Sabia." Sambungnya setelah menyerahkan putrinya pada kakak iparnya itu. "Emang kamu mau kemana?" Jihan menatap Tari curiga. Tangannya mendekap Sabia yang ada di pangkuannya. Tari menggigit bibir bawahnya, bingung mau bohong atau jujur. "Mau pergi sebentar ketemu orang?" "Siapa?" "Teman," "Namanya siapa?" Jihan makin curiga. "Tak ada temanmu yang aku nggak kenal. Sebutkan namanya siapa?" Tari mendesah berat, Jihan lebih protective dari Ganendra. Sulit sekali membohongimu wanita itu. "Aku mau ketemu Anindya," jujur Tari tak bisa mengelak. "Apa? Kamu mau ketemu Anindya?" tanya Jihan dengan mata menyipit. "Kalau memang ada perlu kenapa di gak datang kesini aja? Emang Satya tahu kamu kamu mau keluar untuk ketemu Anindya?" Istri Gan

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dibawah ancaman Danisa.

    "Sekarang kamu pilih, membantuku membalas Tari atau semua keluargamu akan mengalami hal yang sama dengan anak buah suamimu. Satu mat* dan satu terbaring koma di ranjang rumah sakit." Suara Danisa terdengar dari balik maskernya. "Pilih!!!" sentaknya. Anindya menelan ludahnya, tatapan tajam Danisa membuatnya bergidik ngeri. Setahun di rumah sakit jiwa tidak membuat kejiwaan kembaran Clarissa itu menjadi lebih baik tapi sepertinya malah bertambah parah. "Aku mohon jangan libatkan orang tuaku," mohon Anindya yang langsung disambut dengan tawa keras oleh Danisa. "Bukankah waktu itu aku sudah bilang, aku ingin memberimu kesempatan untuk melihat sendiri wajah-wajah orang-orang di sekitarmu. Dan aku memberimu bantuan namun untuk bayarannya kamu harus kembali padaku," terang Danisa mengingatkan Anindya tentang kesepakatan yang di tentukannya. "Apa kamu mau berpura-pura lupa?" tambah wanita berbaju serba hitam itu. "Ck..... kamu benar-benar mengecewakanku. Ingatlah kemarin kamu

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Danisa ikut berperan membantu Anindya,

    "Katakan!!" Sentak Satya marah. "Mas, tenanglah.." Tari memegangi lengan suaminya. Meminta pria itu untuk tenang. "Anin, aku minta maaf karena aku tidak bisa membantumu membatalkan perjodohan itu. Tapi kamu tahu kan, kita semua sayang sama kamu. Jadi kumohon jujurlah, apa kamu berhubungan lagi dengan wanita itu?" tanya Tari menatap Anindya lekat. Anindya menatap Tari melas. "Mbak lebih percaya sama Gibran? Semua yang pria itu katakan bohong. Gibran dan mamanya itu sangat licik Mbak," Tari terdiam, matanya menatap Anindya dengan sorot kecewa. Dia tidak yakin Gibran jujur tapi dia tahu Anindya sedang berbohong. Bukannya menjawab Anindya berusaha mengalahkan dengan menjelekkan Gibran dan mamanya. "Ganendra sudah menyelidiki semuanya. Lima menit yang lalu dia menelponku. Katanya, ada indikasi campur tangan Danisa dalam kejadian kemarin. Masih mau berbohong?" ujar Satya menahan geram. Kecewa, pasti. Dia tidak menyangka adiknya masih saja berhubungan dengan wanita yang dulu

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Penjelasan Gibran 2

    "Pukul dan hajar aku sesukamu. Aku tidak minta untuk dimaafkan. Tapi aku mohon izin aku bertemu dengan Anindya sekali saja," mohon Gibran sambil memegang kaki Satya. "Ada yang harus aku jelaskan," "Bangunlah, jangan seperti ini?" Satya melihat ke sekelilingnya. Beberapa pengunjung kafe melihat kearah mereka. "Tidak, aku tidak akan berdiri sebelum kamu berjanji mengizinkan aku bertemu Anindya," tolak Gibran kekeh pada pendiriannya. "Semua keputusan bukan di tanganku. Sekalipun aku mengizinkanmu belum tentu Anindya mau bertemu denganmu," ujar Satya dengan tatapan kesal. "Mas Satya benar. Anindya sudah memutuskan untuk mengajukan perceraian dan pergi ke luar negeri untuk sekolah." Tari menyahut. "Apa?" Gibran langsung bangkit. "Kamu serius?" tanyanya menatap Tari dengan tatapan melas. "Duduklah," suruh Tari dan pria itu langsung menurut. Satya menghembuskan nafas kasar. Melihat Gibran seperti melihat dirinya sendiri empat tahun lalu. Saat dirinya dipaksa menceraikan

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Penjelasan Gibran.

    "Cepat katakan, aku tidak punya banyak waktu." Satya menatap tajam pria berwajah kusut di depannya. Sudah sepuluh menit Satya dan Tari menunggu tapi tidak sepatah katapun keluar dari mulut Gibran. "Kau ingin bicara atau tidak?" geram Satya mulai habis kesabaran. "Mas, bersabarlah." Tari memegang lengan suaminya yang sudah mengepal diatas meja. "Apa kamu tidak lihat dia sedang kebingungan," sambungnya dengan tatapan mengarah pada pria yang sudah berulang kali mengusap wajahnya. Gibran seperti orang yang sedang gelisah. Tatapannya sayu dan wajahnya pucat. Satya menarik nafas panjang, berusaha meredam emosinya. Setelah mengetahui perbuatan Gibran pada Anindya membuat suami Tari itu kesulitan menahan emasinya. Meski begitu Satya sadar, dirinya juga bersalah karena tidak mendengarkan Tari untuk membatalkan perjodohan Anindya dna Gibran. "Mas, tadi janji apa? Kalau kayak gini mending tadi gak usah datang," ujar Tari mengingatkan janji yang sudah diucapkan Satya sebelum bera

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status