Share

Berbaikan dengan Mama

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-04 22:05:45

"Jujur sama Mama, sebenarnya tadi kamu tiba-tiba menghilang karena kamu ingin kabur kan? Kamu sudah tidak tahan dengan sikap kasar Gibran kan?"

Anindya menggelengkan kepalanya, "Nggak seperti itu Ma?"

"Gak usah bohong sama Mama. Mama sudah tahu semuanya," kekeh Aisya pada pendiriannya.

Anindya memandang Jihan yang juga memandangnya dengan tatapa sendu. Ada rasa bersalah tersirat dalam tatapan wanita cantik itu.

Karena dirinya yang cemburu buta Anindya dipaksa menikahi Gibran.

"Ini salah faham Ma, Mas Gibran tidak seperti yang kalian pikirkan. Dia memang kaku dan tegas tapi dia baik. Mas Gibran yang menolongku saat aku dibully di kampus. Bahkan dia menolak untuk damai," terang Anindya.

Aisyah memcingkan matanya. Wanita yang telah melahirkan Anindya itu tidak serta merta mempercayai ucapan putrinya itu. Dia tahu betul seperti apa Anindya. Dia pandai berbohong.

"Aku nggak bohong Ma," kekeh Anindya berusaha meyakinkan sang Mama. "Kalau Mama tidak percaya Mama bisa telp
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Okta Dahlia
kenapa bonus yang aku kumpulkan setiap hari lama2 hilang tinggal cuman 2 saja
goodnovel comment avatar
Wiji Saputri
Alhamdulillah kelar juga maraton. Dan jdi rahasia. Tp gibran jujur cinta ayra tp mereka g mgkn bersatu. Kasian anin. Mgkn mkst danisa adlh keluarga mereka
goodnovel comment avatar
Ambar Tanti
masih merasa bodoh jd anin..mau2nya dikorbankan kel gibran buat nutupin aib gibran-ayra..jelas2 gibran mengakui kl cinta ke ayra..kl sdh berubah jd baik jangan jadi bodohlah anin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mempelai yang Tak Diharapkan    Ternyata penipu.

    "Hari pulang jam berapa?" tanya Gibran yang duduk dibalik kemudi. "Jam 12-an," jawab Anindya tanpa menoleh. Gadis itu sibuk menghafal catatan yang diberikan Bagas kemarin siang. "Hari ini kamu ada ujian?" tanya Gibran melirik gadis yang duduk di sebelahnya. Sejak kemarin malam Anindya sibuk dengan buku-buku pelajarannya. "Iya." Kembali, Anindya menjawab singkat. Gibran menghela nafas. Anindya yang dilihatnya dulu dan sekarang sudah berbeda jauh. Dulu Gibran sempat menolak saat pertama kali Ibra Rahardian menawarkan perjodohan dirinya dengan Anindya, putri bungsu Farhan Aditama. "Anindya Savira Aditama, putri kedua dari Farhan Aditama. Sikapnya sombong, suka dengan kemewahan dan memiliki banyak catatan buruk baik di sekolah juga di kampus. Pernah bermasalah dengan pembullyan dan hampir dikeluarkan dari kampus." Informasi yang Gibran dapatkan tentang adik Abisatya itu tidak ada yang baik. Tapi setelah hidup bersama Gibran baru tahu ternyata Anindya tidak seburuk itu.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Ternyata dia juga,

    "-----Anindya hanya pion yang akan aku tumbalkan untuk melancarkan rencana kita." Degh...... Seperti badai yang menghantam di saat cuaca sedang cerah. Mendadak sinar di wajah Anindya meredup. Matanya dipenuhi kaca-kaca yang hanya dengan kedipan mata seketika menjadi hujan. 'Jadi kau menipuku?' batinnya dengan hati yang terasa sesak. Ternyata semua perlakuan manis ya beberapa hari ini hanya kepura-puraan saja. Tak sampai di situ, Gibran kembali memberi luka yang lebih dalam lagi. "Anindya wanita hanyalah wanita bodoh yang haus kasih sayang, sangat mudah dibohongi dengan kata-kata manis. Dia tidak pantas disandingkan denganmu. Jadi berhentilah cemburu padanya." Serasa hatinya dicabik-cabik Anindya memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa perih dan ngilu. Rasa sakit itu membuatnya lelehan bening merangsek keluar dari kedua bola mata indahnya. "Tapi sikapmu terlalu manis padanya dan itu membuatku kesal." Ayra mendekati Gibran. Tangannya merambat pelan meraba lengan, punda

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Cinta? Apa mungkin bisa mencintai jika sering disakiti?

    "Tunggu!" Atika menahan lengan Gibran. "Papamu menelpon," katanya sambil menunjukkan ponselnya yang bergetar. Gibran menghentikan langkahnya. "Kenapa Papa nelpon?" Gibran mengerutkan dahinya. Mendengar itu Anindya memegangi lengan Guntur lalu menariknya kembali bersembunyi. "Papa pasti mencari kita, sebaiknya kita segera kembali." Ayra menyahut. "Halo Pa," Atika menerima panggilan suara dari ponsel suaminya. "Iya Pa. Ini Mama nyari Anindya Pa. Iya...iya... Mama balik sekarang Pa," jawab Atika sebelum mengakhiri panggilan. "Papa kalian marah-marah. Katanya, malu sama keluarga Kaisar karena semuanya pergi tinggal Papa dan Gia saja." "Kak Guntur kemana?" tanya Gibran. "Tadi dia pamit angkat telpon. Mungkin sekarang ada di luar," jawab Atika."Telpon dari siapa? Kenapa lama sekali?" tanya Gibran lagi, merasa curiga. "Sudah-sudah gak usah bicarakan anak itu, kita balik aja keburu Papamu tambah marah." Atika menarik tangan Ayra dan Gibran. Namun Gibran menolak. "Mama s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Memasang topeng gadis polos.

    Sudah jam sembilan pagi namun kendaraan milik Gibran masih terparkir di halaman rumah. Itu menandakan pria itu belum berangkat ke kantor. Padahal hari ini bukan hari libur tapi kenapa pria itu belum juga berangkat kerja. Berbeda dengan Gibran, hari ini Anindya tidak ada kelas karena kemarin baru selesai ujian. Dua jam sudah gadis berwajah manis itu duduk di sofa dekat jendela kamarnya. Matanya setia memandang ke arah halaman rumah yang ada di bawah. Tepatnya pada mobil hitam milik suaminya. "Kenapa belum berangkat juga?" keluhnya sedikit kesal. "Apa dia gak kerja hari ini? Kan masih hari jum'at." Monolognya pada diri sendiri. Bibirnya mengerucut karena kesal dan lapar. Semalam dia tidak menghabiskan makan malamnya karena buru-buru mengikuti Gibran dan Ayra. Sampai rumah moodnya jelek jadi tidak berminat untuk makan lagi. Jadilah sejak selesai solat shubuh perutnya meronta-ronta minta segera diisi. Gadis itu mendengus kasar, dielus-elus perut rampingnya yang kembali berbunyi.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tiba-tiba menghilang

    Tak terasa seminggu sudah berlalu dan tibalah hari dimana acara akad nikah Ayra dan Kaisar akan digelar. Di sebuah hotel mewah milik keluarga besar Gibran. Kaisar dan keluarganya yang berasal dari Singapura sudah datang sejak sehari sebelumnya. Tak hanya keluarga Kaisar, kerabat dekat dan jauh keluarga Ayra juga sudah datang dan menginap di hotel. Berbeda dengan keluarganya, Gibran dan Anindya masih berada di rumah mereka. Gibran menolak saat diminta ikut menginap di hotel. "Aku akan datang pagi-pagi sekali. Masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kalau Anin, terserah sama dia," tolak Gibran saat makan malam di rumah orang tuanya dua hari sebelum hari H. Sama seperti suaminya. "Aku bareng Mas Gibran aja Ma. Suami istri kan datang dan pergi harus bareng Ma," ucap Anindya ikut menolak saat sang mertua memaksanya untuk ikut menginap di hotel. Namun Atika seperti tak mau menyerah, wanita itu terus membujuk Anindya dengan rayuan dan banyak kata-kata manis. "Ikut ya An

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Terperangkap.

    "Apa? Menghilang?" sahut Ayra denga suara lantang, "Jangan-jangan mereka kabur bersama," "Tidak mungkin." Suara Ibra keras dan tegas. Pria itu melangkah maju berdiri tegap di depan keluarganya. "Anindya, keponakanku tidak berbuat hal memalukan seperti itu." Sambungnya bak garda terdepan untuk melindungi semua orang-orang yang dianggapnya keluarga. "Lalu dimana dia sekarang?" sahut Atika yang biasanya diam kini tiba-tiba lantang berbicara di depan semua orang. "Tanyakan itu pada Gibran." Tari menunjuk Gibran. Gibran mengerutkan dahinya. "Bukankah kamu yang kuminta menjemputnya?" "Iya, benar. Tadi Tari menjemput di kamar yang sebutkan tapi kata temannya orang suruhanmu sudah membawanya," sahut Satya berusaha tenang, ada sang putri berada dalam gendongannya. Tari menarik tangan Renata maju. Menyuruh teman Anindya itu untuk berbicara. "Katakan," suruhnya. Renata menatap Gibran lalu berkata, "Iya, tadi sekitar dua jam yang lalu seorang wanita menjemput Anindya, katanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Terjebak 2.

    "Wanita itu," desis Tari menatap kepergian Ayra dan Atika dengan tatapan kesal. "Aku merasa wanita itu sangat berbahaya. Di depan semua orang dia terlihat kalem dan lemah lembut. Tapi dari tatapan matanya aku merasa di sangat egois dan licik," terang Jihan. "Kamu benar, apa sebaiknya kita ikut? tanya Tari menoleh pada Jihan. "Ya, lebih baik begitu. Takutnya dia playing victim dan memperdaya semua orang dengan ucapannya," jawab Jihan. "Aku setuju." Tari mengangguk. Sebelum pergi Tari berpesan pada Aisyah untuk menunggu di restoran bersama Renata dan tiga orang pengawal. Setelahnya Tari dan Jihan bergegas menyusul gerombolannya orang-orang tadi yang ternyata sudah menaiki lif menuju lantai paling atas. "Ayo cepat." Tari menarik tangan Jihan masuk ke lift begitu benda beso itu terbuka. Saat keluar dari lift, Tari sempat melihat Ayra masuk kesebuah kamar. Dengan bergandengan tangan Tari dna Jihan berlari menyusul rombongan itu. "Kaisar?" pekik Monika saat Tari da

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Terbongkar.

    "Tapi kamu mencintai Gibran." Jantung Gibran serasa hampir lepas dari tempatnya. Matanya membelalak menatap tak percaya Anindya seberani itu membuka rahasianya dan Ayra. Gadis yang biasanya penurut itu mendadak berani dan seolah sudah bisa membaca situasi setiap ucapan juga bantahan terlontar dengan sangat lancar dari celah diantara dua bibirnya. "Benar kan, Gibran?" "Jangan bicara sembarangan kamu," bentak Ayra dengan wajah mendadak pucat. Wanita dengan make up yang sudah sedikit luntur itu jadi salah tingkah saat menyadari semua mata menatap kearahnya dan Gibran. Apalagi saat ini kedua tangan Gibran memeluk tubuh rampingnya dari belakang. Mendadak suasana menjadi hening. "Gil* mencintai saudaranya sendiri," celetuk Sifa dengan tatapan jijik. Merasa ditipu Erlangga marah besar. "Apa ini maksudnya semua ini? Jelaskan!!!" Erlangga meminta penjelasan pada Ario, sebagai ayah Ayra dan Gibran. Ario terlihat marah dan juga bingung. Tidak yahu harus berkata apa. Pria itu gel

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10

Bab terbaru

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Permintaan Gibran

    Sudah sebulan ini keluarga Rahardian menjadi topik utama pemberitaan di semua acara berita di televisi nasional maupun portal berita online. Hampir semua infotainment memberitakan tentang rumor hubungan gelap antara Tari dan Gibran karena beredarnya foto-foto mereka saat masuk ke sebuah hotel ketika menemui Anindya. Gambar dan judul berita yang menggiring opini jika rumah tangga Anindya Aditama dan Gibran Narendra Wiratama sedang terguncang dan sedang dalam proses perceraian karena kehadiran Bestari Ayu Rahardian sebagai orang ketiga. Selain menyeret nama Rahardian, salah satu keluarga terkaya di negara ini, gosip itu juga membawa-bawa nama salah satu keluarga keturunan kerajaan di jawa yang membuat rumor itu sedikit sulit diredam dan semakin meluas. Beberapa pihak memanfaatkan berita itu untuk mendapatkan keuntungan dengan mencari antusias netizen yang selalu haus akan berita dan rasa keingintahuan yang tinggi. Jadilah berita itu terus bergulir dan sempat membuat nilai sa

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Kau harus menebus semua kesalahanmu dengan nyawamu."

    "Membun*hmu," ucap Anindya dengan mengacungkan pist*l yang dibawanya tepat di kening Danisa. Sekektika tubuh Danisa membeku, matanya melebar dengan degup jantung berdentum kencang. "Yakin mau membun*hku?" ujarnya berusaha untuk tenang. "Katakan, mereka dulu atau kamu?" tanya Anindya yang langsung membuat dua orang kawan Danisa seketika panik. Dengan menahan sakit dua orang itu pun berusaha untuk bangun. "Diam atau satu peluru akan lepas dari tempatnya," ujar Anindya seraya mundur dua langkah memastikan ketiga targetnya dalam pengawasannya. "Kamu tidak akan bisa melakukannya. Kamu mencintaiku begitu juga aku. Kita terikat satu sama lain," ucap Danisa berusaha mempengaruhi pikiran Anindya. "Kamu tidak boleh lupa saat-saat kita bersama. Kita melakukan banyak hal untuk pertama kalinya. Akulah satu-satunya orang yang selalu memprioritaskan kamu. Aku yang selalu menuruti keinginanmu." Danisa berusaha membawa Anindya kembali pada kenangan-kenangan kebersamaan mereka dulu. "A

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tidak. Selama Danisa masih hidup, dia pasti akan kembali,"

    "Ini semua harus berakhir dan akulah yang harus mengakhirinya," gumam Anindya dengan keteguhan hati. "Kamu mau menyusul mereka?" Dilla terlihat tidak setuju dengan keputusan Anindya. "Kamu tahu kemana mereka pergi?" Tak menjawab Anindya malah mengajukan pertanyaan. Dilla berdecak kesal. Pertanyaannya malah dijawab dengan pertanyaan lagi. Meski begitu tetap menjawab. "Ke dermaga, di sana sudah menunggu kapal yang akan membawa mereka ke Batam setelah itu ke Singapura." Anindya menganggukkan kepalanya. "Danisa bilang akan membawamu tapi aku tinggal di sini sampai kuliahku selesai baru menyusul kalian. Tapi tenyata..... " Dilla tidak pernah menyangka orang yang dianggapnya sebagai seorang kakak yang datang ketika dirinya terpuruk ternyata orang jahat yang hanya memanfaatkannya dan setelah merasa tak butuh berniat menghabisi nyawanya. Beruntung Dilla mengikuti ucapan Anindya. Meski sempat tak percaya. "Turuti kataku, jika aku salah kamu juga takkan rugi. Namun jika ak

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   "Gibran mencintaimu. Tapi kamu tidak pantas karena itu aku datang dan mengacaukannya."

    "Eh.... tunggu jangan salah faham! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar Gibran panik. Tanpa bicara Satya langsung mendekati istrinya. "Kamu nggak papa kan?" tanyanya khawatir sambil kedua tangan besarnya menakup wajah sang istri. Tari menggelengkan kepalanya. "Syukurlah," ucapnya Satya menghembuskan nafas lega. "Loh..... kamu gak salah faham?" Gibran melihat pasangan suami istri itu dengan tatapan takjub. Tadinya dia pikir Satya akan marah-marah menuduhnya dan Tari berbuat yang tidak-tidak karena berada di dalam kamar hotel sendirian. "Kamu pikir aku bodoh? Setelah semua masalah yang kami hadapi istriku akan mengkhianatiku? Yang benar saja," ujar Satya. "Aku salut padamu, kamu sanga pencemburu tapi sangat percaya pada istrimu." Gibran kagum. "Dimana Anindya?" tanya Satya. "Tadi dia pergi angkat telpon tadi sudah lima belas menit belum kembali," jelas Gibran. "Kenapa kamu biarkan dia pergi sendirian? Dia pasti sudah kabur," geram Satya. "Bodoh," umpat

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menemui Anindya.

    "Aku mau pergi sebentar. Nitip Sabia ya," ucap Tari pada Jihan yang sedang menghabiskan waktu senggangnya dengan menonton drakor kesukaannya di ruang tengah. "Nanti kalau Papa atau Mas Satya tanya, bilang aja aku mau keluar beli kebutuhan Sabia." Sambungnya setelah menyerahkan putrinya pada kakak iparnya itu. "Emang kamu mau kemana?" Jihan menatap Tari curiga. Tangannya mendekap Sabia yang ada di pangkuannya. Tari menggigit bibir bawahnya, bingung mau bohong atau jujur. "Mau pergi sebentar ketemu orang?" "Siapa?" "Teman," "Namanya siapa?" Jihan makin curiga. "Tak ada temanmu yang aku nggak kenal. Sebutkan namanya siapa?" Tari mendesah berat, Jihan lebih protective dari Ganendra. Sulit sekali membohongimu wanita itu. "Aku mau ketemu Anindya," jujur Tari tak bisa mengelak. "Apa? Kamu mau ketemu Anindya?" tanya Jihan dengan mata menyipit. "Kalau memang ada perlu kenapa di gak datang kesini aja? Emang Satya tahu kamu kamu mau keluar untuk ketemu Anindya?" Istri Gan

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dibawah ancaman Danisa.

    "Sekarang kamu pilih, membantuku membalas Tari atau semua keluargamu akan mengalami hal yang sama dengan anak buah suamimu. Satu mat* dan satu terbaring koma di ranjang rumah sakit." Suara Danisa terdengar dari balik maskernya. "Pilih!!!" sentaknya. Anindya menelan ludahnya, tatapan tajam Danisa membuatnya bergidik ngeri. Setahun di rumah sakit jiwa tidak membuat kejiwaan kembaran Clarissa itu menjadi lebih baik tapi sepertinya malah bertambah parah. "Aku mohon jangan libatkan orang tuaku," mohon Anindya yang langsung disambut dengan tawa keras oleh Danisa. "Bukankah waktu itu aku sudah bilang, aku ingin memberimu kesempatan untuk melihat sendiri wajah-wajah orang-orang di sekitarmu. Dan aku memberimu bantuan namun untuk bayarannya kamu harus kembali padaku," terang Danisa mengingatkan Anindya tentang kesepakatan yang di tentukannya. "Apa kamu mau berpura-pura lupa?" tambah wanita berbaju serba hitam itu. "Ck..... kamu benar-benar mengecewakanku. Ingatlah kemarin kamu

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Danisa ikut berperan membantu Anindya,

    "Katakan!!" Sentak Satya marah. "Mas, tenanglah.." Tari memegangi lengan suaminya. Meminta pria itu untuk tenang. "Anin, aku minta maaf karena aku tidak bisa membantumu membatalkan perjodohan itu. Tapi kamu tahu kan, kita semua sayang sama kamu. Jadi kumohon jujurlah, apa kamu berhubungan lagi dengan wanita itu?" tanya Tari menatap Anindya lekat. Anindya menatap Tari melas. "Mbak lebih percaya sama Gibran? Semua yang pria itu katakan bohong. Gibran dan mamanya itu sangat licik Mbak," Tari terdiam, matanya menatap Anindya dengan sorot kecewa. Dia tidak yakin Gibran jujur tapi dia tahu Anindya sedang berbohong. Bukannya menjawab Anindya berusaha mengalahkan dengan menjelekkan Gibran dan mamanya. "Ganendra sudah menyelidiki semuanya. Lima menit yang lalu dia menelponku. Katanya, ada indikasi campur tangan Danisa dalam kejadian kemarin. Masih mau berbohong?" ujar Satya menahan geram. Kecewa, pasti. Dia tidak menyangka adiknya masih saja berhubungan dengan wanita yang dulu

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Penjelasan Gibran 2

    "Pukul dan hajar aku sesukamu. Aku tidak minta untuk dimaafkan. Tapi aku mohon izin aku bertemu dengan Anindya sekali saja," mohon Gibran sambil memegang kaki Satya. "Ada yang harus aku jelaskan," "Bangunlah, jangan seperti ini?" Satya melihat ke sekelilingnya. Beberapa pengunjung kafe melihat kearah mereka. "Tidak, aku tidak akan berdiri sebelum kamu berjanji mengizinkan aku bertemu Anindya," tolak Gibran kekeh pada pendiriannya. "Semua keputusan bukan di tanganku. Sekalipun aku mengizinkanmu belum tentu Anindya mau bertemu denganmu," ujar Satya dengan tatapan kesal. "Mas Satya benar. Anindya sudah memutuskan untuk mengajukan perceraian dan pergi ke luar negeri untuk sekolah." Tari menyahut. "Apa?" Gibran langsung bangkit. "Kamu serius?" tanyanya menatap Tari dengan tatapan melas. "Duduklah," suruh Tari dan pria itu langsung menurut. Satya menghembuskan nafas kasar. Melihat Gibran seperti melihat dirinya sendiri empat tahun lalu. Saat dirinya dipaksa menceraikan

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Penjelasan Gibran.

    "Cepat katakan, aku tidak punya banyak waktu." Satya menatap tajam pria berwajah kusut di depannya. Sudah sepuluh menit Satya dan Tari menunggu tapi tidak sepatah katapun keluar dari mulut Gibran. "Kau ingin bicara atau tidak?" geram Satya mulai habis kesabaran. "Mas, bersabarlah." Tari memegang lengan suaminya yang sudah mengepal diatas meja. "Apa kamu tidak lihat dia sedang kebingungan," sambungnya dengan tatapan mengarah pada pria yang sudah berulang kali mengusap wajahnya. Gibran seperti orang yang sedang gelisah. Tatapannya sayu dan wajahnya pucat. Satya menarik nafas panjang, berusaha meredam emosinya. Setelah mengetahui perbuatan Gibran pada Anindya membuat suami Tari itu kesulitan menahan emasinya. Meski begitu Satya sadar, dirinya juga bersalah karena tidak mendengarkan Tari untuk membatalkan perjodohan Anindya dna Gibran. "Mas, tadi janji apa? Kalau kayak gini mending tadi gak usah datang," ujar Tari mengingatkan janji yang sudah diucapkan Satya sebelum bera

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status