Arimbi membolak balik tubuhnya di atas pembaringan dengan gelisah. Sudah hampir setengah jam berbaring, namun kantuk tidak juga menghampiri. Arimbi memindai jam di dinding apartemen. Waktu telah menunjukkan pukul 22. 05 WIB. Jam seperti ini biasanya adalah waktu tidurnya. Namun khusus hari ini matanya masih terbuka lebar. Ia masih kepikiran perihal kebencian Nina padanya. Selain itu mungkin juga karena ranjangnya berbeda. Dirinya memang sulit tidur di tempat asing. Hari ini ia menginap di apartemen Ganesha. Sesuai dengan perjanjian yang telah dirinya dan Ganesha setujui, mereka berdua harus terlihat sebagai sepasang suami istri sungguhan. Untuk itu dalam media sosial baru yang dibuat khusus oleh Ganesha untuk dunia tipu-tipu, mereka berdua wajib memperlihatkan aktivitas tetap di dua lokasi berbeda. Yaitu rumah pribadi dan juga apartemen. Saat ini Arimbi sendirian di apartemen yang luas. Ganesha tadi pamit untuk menemui teman lamanya di residence lounge. Sebelum pergi, Ganesha semp
"Aku tidak suka membahas masa lalu, Sandra. Karena bagiku segala sesuatu yang tidak ada relevansinya dengan masa kini, tidak ada gunanya dibahas. Kita hidup di masa kini. Bukan masa lalu."Arimbi mendengarkan jawaban Ganesha dengan jantung berdebar. Posisinya sebenarnya sangat tidak nyaman. Namun tidak ia pungkiri, ia juga penasaran. Masalah menguping, toh ia tidak berniat pada mulanya. Ia kebetulan mendengar saja. Namanya juga pendengarannya masih normal."Tapi dulu kamu sangat menyukaiku bukan? Kita sempat sangat dekat selama beberapa minggu sebelum... sebelum... aku jadian dengan Seno.""Tidak masalah, San. Itu artinya kita tidak jodoh. Jadiannya kamu dan Seno, menunjukkan bahwa kita memang ditakdirkan hanya berteman saja.""Apa kamu bermaksud kembali dengan Nelly? Beberapa waktu lalu aku bertemu dengan Seno di bandara. Seno bilang bahwa kamu dan mantanmu itu kembali dekat sekarang."Arimbi menahan napas. Sepertinya gadis berambut coklat muda yang dipanggil Sandra ini, menyelidiki
"Mas, berhubung saya sedang tidak bisa tidur, kita mau ngonten untuk dunia tipu-tipu dulu tidak?"Arimbi teringat pada rencana awal mereka menginap bersama di apartemen. Daripada membuat konten di dalam apartemen, lebih baik di luar saja. Selain dirinya jadi lebih enjoy karena tidak harus berduaan dalam ruangan bersama Ganesha, viewnya lebih bagus juga. Instagramable dan pas untuk konten. Ganesha menghentikan langkahnya. Ia melihat sekilas suasana skypool yang remang-remang dan romantis. Cocok memang. Walau sebenarnya ia lebih suka membuat konten di dalam ruangan. Istimewa di dalam kamar. Intimnya lebih terasa."Boleh saja. Kita mau membuat konten di mana? Di kafe tadi, atau di kursi malas samping kolam renang?" Ganesha menawarkan pilihan."Jangan di sini, Mas. Ada ada Mbak Sandra. Kita ke residence lounge saja. Di sana suasananya lebih seru karena ramai. Bagaimana, Mas?" Arimbi membuat penawaran.Suasananya lebih seru karena ramai. Itu artinya Arimbi tidak nyaman hanya berduaan saja
"Ketahuilah Nina. Memang ada sebagian orang yang sebenarnya sedang sakit, namun mereka tidak menyadari kalau mereka tengah diserang penyakit. Orang seperti ini tidak pernah mampu membahagiakan diri sendiri. Namun sebaliknya. Mereka sangat getol untuk menyabotase kebahagiaan orang lain. Contohnya adalah Nina. Nina ini selalu tidak puas akan apapun. Ia tidak mampu menggapai kebahagiaannya sendiri, karena terlalu sibuk menghitung kebahagiaan orang lain. Akibatnya ia menjadi manusia toxid. Ia tidak tahan melihat orang lain bahagia. Ia akan selalu menyalahkan apapun, siapa pun, bahkan menyalahkan dunia atas tidak kebahagiaannya. Jadi kamu tidak perlu menyalahkan dirimu atas sesuatu yang bukan salahmu.""Tapi saya tetap merasa tidak enak, Mas.""Makanya tadi saya bilang jangan. Jangan merasa bersalah karena kamu memang tidak salah apa-apa. Kalau kamu stress seperti ini, berarti rencana Nina berhasil. Karena tujuan Nina itu adalah meneror mentalmu agar kamu tidak bahagia seperti dirinya. Pah
Peristiwa di pameran yang berlanjut pada interogasi Pak Hasto dan Bu Santi pada Nina dan Fadil, berbuntut panjang. Karena dua hari kemudian Pak Hasto dan Bu Santi mendatangi kediaman orang tua Nina. Bisa dibayangkan bagaimana kagetnya Om Sujatmiko ketika Pak Hasto menceritakan garis besar permasalahannya. Pada mulanya Nina tetap tidak mau mengaku. Hingga akhirnya Nina bungkam tatkala Pak Hasto mengeluarkan bukti-bukti saat Nina check in di hotel bersama Fadil. Pak Hasto menyewa jasa detektif swasta untuk mencari kebenaran perihal kehamilan Nina. Hari dan jam saat bukti-bukti itu diserahkan sang detektif, tertanggal sembilan September tahun ini. Tepatnya tiga hari sebelum perselingkuhan Nina dengan Seno terjadi. Dengan demikian, kemungkinan besar janin dalam kandungan Nina adalah benih Fadil. Nina yang tidak mau menyerah begitu saja, berargumen. Bahwa mungkin juga benih Seno. Karena dirinya berhubungan dengan Fadil dan Seno dalam jarak yang berdekatan. Seno yang merasa dijebak oleh
Dari kejauhan Arimbi memantau suasana dalam showroom masih sepi. Belum ada staf-staf yang datang. Meja counter masih belum berpenghuni. Hanya ada dua orang Satpam dan office boy yang sedang bersih-bersih.Ketika tiba di pintu masuk, Arimbi memindai jam di pergelangan tangannya. Pukul delapan lewat lima menit. Sementara waktu masuk kerja adalah pukul sembilan pagi. Artinya ia masih mempunyai banyak waktu untuk mempersiapkan diri sebelum Rini Widiastuti datang. Rini adalah sales counter senior di showroom ini. Arimbi di tempatkan pada bagian yang sama dengan Rini. Yaitu menjadi sales counter. Rini lah yang nantinya akan memberitahu tentang job desknya sebagai sales counter sekaligus mentrainningnya."Wah, Mbak staf baru ya? Mbak kepagian datangnya." Kedatangan Arimbi disambut sapaan ramah dari sang OB muda. "Iya, Mas--""Joko. Panggil saja saya Joko, Mbak. Sepertinya usia saya lebih muda dari Mbak." Sang OB muda memperkenalkan diri."Iya, Joko. Saya sales counter yang baru. Nama saya
"Kalau caramu menyetir seperti keong begini, bisa bulan depan baru kita sampai di rumah Ririn, Van. Aku saja yang menyetir ya? Lagian aku tahu jalan pintas ke rumah Ririn.""Sabar dong, La. Namanya juga mengendarai mobil baru, ya harus pelan-pelan lah. Kalau nanti lecet, bisa ketahuan Bang Ivan lagi kalau aku membawa mobilnya.""Perasaanku nggak enak, Van. Kamu sih membawa mobil Bang Ivan nyolong-nyolong begini. Kalau ketahuan bagaimana? Tahu begini, bagusan kita dianter ayahku saja seperti perjanjian semula.""Kamu tuh ya, Rim? Anak rumahan banget. Kita ini sudah tamat SMP. Bulan depan kita sudah berseragam SMA. Masa sih ke mana-mana masih dianter orang tua terus kayak anak TK?""Iya nih, La. Arimbi nggak asik. Tiap ke mana-mana kita berempat dianter ayahnya melulu atau Bang Ivan. Sekali-sekali kayak begini dong, nyetir sendiri. Bebas... lepas... kutinggalkan saja beban dihatiku... melayang dan melayang jauh..."Bener, Pris. Tapi kamu nggak usah pake acara nyanyi-nyanyi juga lagi. Ma
"Ini, Rimbi. Ayo minum dulu." Ganesha menggenggamkan segelas air dingin ke tangan Arimbi yang menatap nyalang dinding kamar."Te--terima kasih, Mas." Dengan tangan gemetaran, Arimbi mencoba minum. Namun karena tangannya terus bergetar, sebagian air terpercik ke pangkuannya."Sini, saya bantu." Ganesha menempatkan mulut Arimbi pada birai gelas. Meminumkan beberapa teguk air dingin dengan sabar. Hatinya melembut menyaksikan Arimbi ketakutan seperti ini."Kamu mimpi apa?" Setelah meletakkan gelas di nakas, Ganesha kembali ke sisi ranjang. Ia duduk di samping Arimbi yang terpekur diam."Bukan apa-apa, Mas," jawab Arimbi kaku.Arimbi tidak ingin berbagi cerita padanya. "Baiklah. Apakah kamu baik-baik saja? Ingin saja temani sampai kamu tidur kembali?" tawar Ganesha lagi. Jujur, ia khawatir melihat keadaan Arimbi. Arimbi menggeleng lemah."Tidak perlu, Mas. Saya... saya... baik-baik saja." Setelah mengatakan kalau dirinya baik-baik saja air mata Arimbi mulai berlelehan. Padahal ia sudah be
"Relakan, Mbak. Tempatkan masalah sesuai dengan masanya. Masa lalu tempatnya memang di waktu lalu. Dewasalah untuk menerima kenyataan bahwa tidak ada yang bisa Mbak lakukan tentang masa lalu, kecuali memutuskan terus hidup di sana dan menderita selamanya atau berubah menjadi lebih baik."Nina tidak menjawab pertanyaan Arimbi. Dirinya sangat mengerti apa yang dikatakan oleh Arimbi. Ia bukanlah orang bodoh. Dirinya hanya seorang pendengki serakah yang tidak bisa melihat kebahagiaan orang lain."Kita pulang ya, Nin? Ayah yakin setelah minum obat dan tidur pasti kamu akan merasa lebih baik. Kalau ada waktu, Rimbi pasti akan menengokmu ke rumah. Iya 'kan, Rim?" Pak Sujatmiko menatap Arimbi sendu dengan pandangan meminta pertolongan.Arimbi langsung tidak menjawab pertanyaan terselubung pamannya. Melainkan ia menatap Ganesha terlebih dahulu. Meminta izin tanpa bicara. Ketika melihat Ganesha mengangguk samar barulah Arimbi berbicara."Iya, Mbak. Nanti kalau ada waktu luang, Rimbi akan menjen
"Kamu di sini saja, Rim. Ingat kamu sedang hamil. Nina itu sedang depresi. Apa pun akan berani ia lakukan." Ganesha menahan bahu Arimbi saat istrinya itu ingin bangkit dari tempat tidur."Tapi saya harus, Mas. Bagaimanapun Mbak Nina itu sepupu saya. Sedikit banyak saya memahami kepribadiannya. Lagi pula ada Mas juga. Saya pasti aman." Arimbi membujuk Ganesha."Ayolah, Mas. Daripada Nina membuat ulah yang mengacaukan acara, sebaiknya kita cegah terlebih dahulu." Arimbi menghela lengan Ganesha. Teriakan histeris Nina makin membahana."Baiklah. Tapi kamu jangan jauh-jauh dari Mas. Mas tidak mau kamu sampai kenapa-kenapa." Kalimat Ganesha ditanggapi anggukan singkat oleh Arimbi. Sesampai di ruang tamu, keadaan mulai kacau. Nina terus menjerit histeris, dan mengatakan bahwa ia tidak terima diperlakukan tidak adil oleh Seno. Sejurus kemudian dua orang Satpam komplek terlihat memasuki rumah. Dengan segera mereka mengamankan Nina. Namun Nina terus meronta-ronta liar dan memaki-maki Seno sera
"He eh," Bu Astuti mengangguk lemah. Mata tuanya berkaca-kaca. Sungguh ia menyesal pernah berbuat tidak baik pada Arimbi, hanya karena ia kesal pada Ganesha. Jika saja waktu bisa diulang, betapa ingin dirinya mengubah sikap judes dan nyinyirnya dulu pada Arimbi. Istri Ganesha ini lembut dan baik hati."Ini minumnya, Bu. Kalau Ibu tidak keberatan saya bantu meminumkannya ya, Bu?" Dengan sopan Arimbi meminta izin Bu Astuti."He eh... he eh..." Bu Astuti mengangguk berkali-kali. Kedua mata tuanya kini membentuk kolam air mata. Bu Astuti menangis tanpa suara."Ayo diminum, Bu. Pelan-pelan saja agar tidak tersedak." Arimbi membungkuk. Ia memeluk bahu Bu Astuti sambil mendekatkan bibir Bu Astuti pada birai gelas. "Sudah, Bu?" tanya Arimbi lagi. Bu Astuti sudah menghabiskan seperempat gelas air putih. Bu Astuti mengangguk. "Sebentar ya, Bu. Saya mengambil tissue dulu." Arimbi menarik selembar tissue dari atas meja. Setelahnya ia mengelap sudut bibir dan dagu Bu Astuti yang basah. "Maaf...
Dua tahun kemudian."Sah!" Arimbi, Ganesha dan beberapa kerabat lain ikut mengucapkan kata sah, saat penghulu menyatakan ijab kabul Seno dan Rina sah. Ya, hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk Seno, Rina dan juga Mahesa. Karena keduanya pada akhirnya memutuskan menikah setelah dua tahun berpacaran."Akhirnya mereka menikah juga ya, Rim?" Ganesha tersenyum sumringah melihat sepasang pengantin baru di depannya saling memasang cincin. Ia ikut gembira untuk Seno. Sebagai seorang kakak, ia mengasihi Seno dengan caranya sendiri. Di masa lalu Seno memang banyak sekali melakukan kesalahan. Namun perlahan-lahan ia berubah dan menjadi pribadi yang lebih. "Iya, Mas." Arimbi menimpali kalimat Ganesha singkat. Ia memang selalu hati-hati apabila membicarakan soal Seno. Ia tidak mau Ganesha mengira kalau dirinya masih peduli pada Seno."Seno sekarang sudah banyak berubah ya, Rim? Tepatnya sejak ia tahu kalau dirinya ternyata memiliki Mahes. Sekarang kebahagiaan Mahes adalah prioritasnya, Ma
"Ayo lanjutkan ceritamu di taman belakang saja." Arimbi membawa Menik ke taman kecil kesayangannya. Di sana ia kerap menghabiskan waktu bercocok tanam. Mulai dari berbagai macam jenis bunga hingga tanaman herbal ada di tamannya."Lanjutkan ceritamu, Nik." Arimbi menghempaskan pinggulnya di kursi taman. "Tuh, Mbak Tini juga sudah menyiapkan makanan kecil. Kita mengobrol di sini saja sementara Mas Esha dan Bang Ivan bekerja." Arimbi kian semangat mengorek cerita tatkala Mbak Tini muncul dengan sepiring pisang goreng hangat dan dua gelas sirup markisa."Ya, terus aku membawa Bu Mirna ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian Ivan dan Pak Kristov menyusul. Di situ aku baru tahu kalau ibu-ibu yang aku tolong adalah ibunya Ivan. Singkat cerita aku dan Bu Mirna kemudian menjadi akrab. Tidak lama kemudian Ivan pun menembakku. Katanya untuk pertama kalinya ibunya mencomblanginya. Dengan dua mantan Ivan terdahulu Bu Mirna tidak cocok. Ivan juga bilang ia sudah lelah pacaran ala remaja ingusan. Ia
Arimbi termangu menatap televisi. Baru saja diberitakan bahwa Bastian Hadinata yang digadang-gadang akan menjadi walikota telah dilengserkan. Selain dinilai tidak layak menjadi calon walikota, saat ini Bastian juga telah diamankan karena terbukti melakukan gratifikasi terhadap beberapa proyek pemerintah.Televisi juga menayangkan wawancara singkat dengan Bastian dalam seragam berwarna oranye. Di scene-scene lain, terlihat Priska dan Prisila berlarian sambil menutupi wajah mereka dengan syal. Mereka berdua tampak menghindari awak media yang terus memburu saat mereka baru saja keluar dari kantor polisi. Berita tentang korupsi dan gratifikasi yang dilakukan oleh Bastian Hadinata memang tengah menjadi headline di mana-mana. Apalagi semua aset-aset Bastian Hadinata saat ini telah disita oleh negara. Tidak heran kalau Prisila dan Priska sekarang menjadi bulan-bulanan pers. Mereka dikejar di mana pun mereka berada."Kamu percaya dengan karma bukan, Ri? Lihatlah, apa yang sekarang terjadi pa
"Kamu tadi menanyakan bagaimana Mas tahu perihal rumah impianmu bukan? Nah, itu dia orang yang sudah memberitahu Mas. Seno, sini." Ganesha melambaikan tangannya pada Seno. Memanggil adiknya yang tengah mewarnai gambar dengan Mahesa. Semenjak tahu bahwa dirinya telah mempunyai seorang anak, Seno berubah banyak. Ia kini lebih kalem dan bertanggung jawab. Di sela-sela waktu luangnya, ia selalu menyempatkan diri bercengkrama dengan putranya. "Jadi kamu yang membocorkan rahasiaku?" Arimbi berpura-pura marah pada Seno. Ia juga berusaha bersikap wajar pada Seno. Bagaimanapun Seno adalah adik iparnya sekarang."Ampun, Kakak Ipar. Aku terpaksa melakukannya karena diancam Mas Esha. Katanya ia akan membuangku keluar kota kalau aku tidak mau bekerjasama." Seno meringis. Ia menghargai usaha Arimbi yang ingin berinteraksi wajar dengannya. Mereka sekarang telah menjadi satu keluarga besar."Jangan membuat Rimbi memandangku sebagai kakak yang kejam ya, Sen?" Ganesha mengacungkan tinjunya pada Seno.
Arimbi melirik Ganesha sekilas saat laju mobil memasuki hunian mewah kompleks Graha Mediterania. Kompleks perumahan mewah yang baru saja launching minggu ini. Ia mengetahui perihal hunian mewah ini karena memang dibangun oleh Caturrangga Group dan beberapa investor dari Jepang. Selain hotel dan condominium, Caturrangga Group juga membangun kompleks-kompleks perumahan mewah dengan segmen pasar kelas atas atau high end."Kita akan mengunjungi salah satu customer Mas ya? Apa tidak mengganggu kalau Mas menemui costumer di hari Minggu begini?" "Nggak kok, Rim. Tenang aja. Kita semua akan bersenang-senang bersama." Ganesha tersenyum lebar. Ia memahami rasa penasaran istrinya. Arimbi mengerutkan kening. Kita? Bersama? Apa yang Ganesha maksud?Laju kendaraan melambat tatkala melewati rumah demi rumah mewah yang mereka lewati. Sebagian besar bentuknya sama karena memang dibangun seragam. Sebagaian lagi bentuknya sudah berubah karena direhab sesuai dengan selera para pemilik rumah.Tatkala la
Bu Astuti terpana. Ia tidak menyangka kalau Rina bisa bersikap seluwes itu terhadap Mahesa. Biasanya Rina itu tidak menyukai anak kecil. Rina anak tunggal. Ia tidak terbiasa berinteraksi dengan anak kecil. Menurut Rina anak kecil itu rewel dan menyusahkan. Tumben kali ini Rina bersikap begitu kompak pada Mahesa. Syukurlah, berarti tujuannya mendekatkan Rina dengan Seno akan semakin mudah. Mengingat Mahesa adalah darah daging Seno. Mendekati Mahesa artinya mendekati Seno juga."Rina dan Mahesa cocok sekali ya, San? Sepertinya kalau menjadi ibu dan anak pas ya?" Bu Astuti meminta tanggapan Bu Santi."Iya, Tut. Kita sebagai orang tua mendoakan yang terbaik saja. Biar yang muda-muda menentukan jalan hidup mereka sendiri." Bu Santi memberi jawaban netral. Ia memang setuju Rina menjadi pengganti Nina. Selain perilaku Rina yang sekarang membaik, ia juga gembira bisa melaksanakan niat Pak Syarief almarhum yang ingin berbesanan dengannya. Namun ia menyerahkan semuanya pada Seno dan Rina sendir