"Tidak ada kisah apapun diantara kami di masa lalu." Ucap Gerald yang muncul tiba-tiba dari belakang.
Gerald berjalan mendekat. Terlihat sudah sangat segar dan tampan. Rambut pria itu terlihat masih basah. Bagian atas tubuhnya terbungkus kemeja hitam dimana dua kancing teratasnya sengaja dibuka. Sementara bagian bawahnya mengenakan celana bahan berwarna hitam yang tersetrika sangat rapi yang disangga oleh ikat pinggang yang Ariana yakin berharga mahal dan bukan produk lokal.
"Dan bukannya aku memintamu untuk membangunkanku, Sayang? Kenapa kamu tidak muncul?" tanyanya tepat di samping Ariana dan mencium pelipis Ariana sebelum duduk di sampingnya.
Gerald mengulurkan tangan dan mengambil roti yang ada di atas piring dan mencelupkannya ke dalam mangkuk sup sebelum memasukkannya ke dalam mulut. Persis seperti yang Ava lakukan sebelumnya. Mengamati itu jelas membuat Ariana mengangkat sebelah alisnya.
"
Mobil terus melaju melewati gerbang sekolah berlabel "Internasional School". Mobil-mobil mahal lainnya terlihat sudah berjejer di depan mobil Arshaq. Mereka yang hanya menurunkan penumpang akan terus melaju dan berhenti di depan pintu masuk sementara yang lainnya tampak berbelok menuju area parkir yang tidak Ariana lihat. Mungkin setelahnya mereka akan masuk lewat pintu samping atau pintu belakang gedung, Ariana tak tahu.Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk dimana beberapa guru berdiri dan menyapa murid serta baby sitter yang membawa anak-anak. Izzan kembali membukakan pintu untuk Ariana dan karena tak mungkin membiarkan Arshaq turun sendirian, Ariana pun turun. Bertepatan dengan pengasuh Arshaq yang datang mendekat dan mengulurkan tangan. Namun Arshaq menolak."Kenapa sayang?" Tanya Ariana bingung. Dia melirik ke sisi kiri dimana antrian mobil sudah cukup panjang."Anterin Asha masuk." Rengek bocah itu yang membuat Ariana terbelalak."Ta-t
Lani meninggalkan Ariana yang masih mematung di ruangannya untuk kembali ke lantai bawah dan bersiap menerima pesanan dari pelanggan. Jelas kedatangan semua orang secara serempak membuat mereka kewalahan.Ariana yang biasanya jarang bergabung dengan tim dapur kini terpaksa turun tangan. Setelah mengunci ruang kerjanya, ia turun dan langsung memakai apronnya dan bersiap untuk membuat hidangan.“Loe yakin mau bantuin masak? Ini gak sedikit loh An.” Lani menunjukkan catatan menu di tangannya.“Gue gak mau dapat nilai buruk dari mereka.” Jawab Ariana singkat dan mulai menyalakan kompor. Lani tidak banyak berkomentar, dia kembali ke bagian depan dan kembali melayani tamu sesekali membawa minuman untuk pelanggan.Dua jam berlalu dengan sangat melelahkan. Ariana, Edwin, Lani, Dini dan anggota tim lainnya akhirnya bisa merebahkan kaki mereka menutup gerbang dan memasang tanda tutup di depan restoran.“Sumpah, ini hari tersibuk
'Apa yang terjadi?' tanya Ariana pada dirinya sendiri. Ariana ingin membuka mata, namun tubuhnya terasa terlalu lelah sehingga untuk melakukannya ia tak sanggup. Kepalanya kembali berdenyut nyeri. Dan dadanya, meskipun tak sesesak dan sesakit sebelumnya, tetap saja membuatnya kesulitan untuk bernapas."Ana?" Suara seseorang yang ia kenal terdengar begitu dekat di telinganya. Ariana membuka mata dan melihat langit-langit di atasnya bukan langit-langit ruangan yang ia kenal. "Ana, kamu bangun?" pertanyaan itu diiringi dengan remasan di jemari tangan kanannya.Ariana menoleh dan melihat mata kebiruan tengah menatapnya dengan cemas sebelum kemudian berubah menjadi senyuman."Ji…" Ariana menyebut nama pria itu, namun ia tidak yakin pria itu mendengarnya atau tidak karena masker oksigen yang terpasang di wajahnya."Hmm… ini aku." Ucap pria itu seraya mengecup punggung tangan kanan Ariana yang digenggam tangan kanannya sementara tang
Gerald mendengar gedoran yang cukup kencang di depan pintu kamarnya."Papa!" teriakan Arshaq yang lantang membuat Gerald yang awalnya hendak marah menjadi diam.Kepalanya berdenyut kencang. Semalam ia menunggu informasi dari orang-orang bayarannya tentang keberadaan Ariana sampai ia kurang tidur, namun sayangnya yang ia dapat dari Izzan malah semakin membuatnya kesal."Nyonya tidak terlihat keluar dari area depan gedung, Tuan. Di area kantor Nyonya tidak dipasang CCTV sehingga kita tidak bisa memantaunya. Dan CCTV bagian belakang restoran sedang dalam perbaikan, Tuan." Itulah kabar yang Gerald dapatkan sehingga ia benar-benar ingin marah mendengarnya."Papa!" teriakan itu membuat Gerald mau tak mau turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju pintu.Ia membuka pintu dan melihat Arshaq yang tengah memberontak dalam dekapan pengasuhnya yang tampak kewalahan karena tenaga Arshaq yang jauh lebih besar meskipun tubuhnya kecil."Apa,
Setelah melewati pagi yang cukup dramatis karena Arshaq yang terus menodong Gerald untuk bisa dipertemukan dengan Ariana, Gerald akhirnya bisa lepas dari bocah tersebut setelah sebelumnya berjanji bahwa ia akan memaksa Ariana untuk segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang.Namun kini, saat jam makan siang tiba, Gerald masih belum mendengar kabar tentang keberadaan Ariana. Hal itu jelas membuatnya kesal.Kenapa orang-orangnya yang biasanya begitu mudah mendapatkan informasi kini seolah dibuntukan keadaan?Kemana Ariana pergi?Mungkinkah dia disembunyikan seseorang?Apakah ada orang yang menculiknya? Pikiran buruk itu merayap ke benak Gerald begitu saja."Kami sudah memantau CCTV yang berada di sekitaran gedung, Tuan. Dan hasilnya kembali nihil." Lapor Izzan yang membuat Gerald semakin merasa kesal. "Tapi ada kabar lain yang harus Anda tahu." Lanjutnya. "Di hari yang sama, kantor Nyonya Ariana didatangi oleh mertua
Setelah membujuk Aji dan juga dokter yang merawatnya, Ariana pada akhirnya diijinkan untuk pulang dan mengakhiri masa rawatnya."Kondisi kamu belum sepenuhnya fit, An. Minimal tunggu sampai besok." Bujuk Aji saat Ariana meminta pria itu untuk mengurus kepulangannya.Ariana tahu Aji mengkhawatirkannya. Namun Ariana sendiri sudah merasa benar-benar sehat saat ini. Berdiam lebih lama di rumah sakit hanya akan menambah biaya pengobatan dan ia tidak mau semakin membebani Aji meskipun ia tahu pria itu tidak akan mempermasalahkannya.Lagipula tubuhnya tidak terlalu lemas dan kondisi jantungnya sudah lebih baik daripada kemarin. Ariana yakin, selama dia beristirahat cukup dan juga mengendalikan emosinya sesuai dengan saran dokter, ia akan baik-baik saja.Alasan lainnya kenapa ia ingin cepat keluar adalah karena ia ingin mengurangi masalah yang disebabkan oleh Gerald kepada orang-orang terdekatnya.Ya, mantan calon adik iparnya yang sialnya saat ini berstat
Gerald melajukan mobil dalam kecepatan sedang. Ia berkali-kali menarik napas untuk mengendalikan emosinya. Baik dirinya ataupun Ariana tidak banyak bicara. Dan Gerald pun enggan untuk mengakui alasan kenapa ia sampai hilang kendali dan memukuli Aji.Hampir sepuluh menit berlalu dalam hening, Gerald melirik istrinya. Wajah Ariana menghadap pintu mobil dan dahi istrinya itu menempel disana. Gerald tidak menduga kalau istrinya itu tertidur.Saat berada di lampu merah, Gerald mencoba untuk memposisikan kursi supaya istrinya itu berbaring dengan nyaman. Diperhatikannya wajah Ariana yang selalu terlihat cantik dimatanya.Entah dia mengenakan riasan atau tidak, Ariana selalu bisa menarik perhatiannya. Pantas jika Aji pun tertarik padanya, karena ia pun tidak bisa melepaskan pandangannya dari istrinya itu begitu saja.Ariana tidak perlu berusaha keras untuk menggoda pria manapun. Karena dengan sikap ketusnya pun, istrinya itu sudah terlihat mena
Ariana keluar dari walk in closet setelah membersihkan diri dan memperbaiki penampilannya. Ia tidak menduga kalau ternyata Arshaq dan Gerald menungguinya di dalam kamar. Bocah kecil itu tiba-tiba turun dari tempat tidur dan langsung mengulurkan tangannya pada Ariana dan menariknya untuk keluar dari kamar dengan semangat yang menggebu khas seorang bocah kecil."Arshaq, pelan-pelan." Perintah Gerald yang berjalan tepat di samping Ariana. Merengkuh pinggang Ariana yang menerimanya begitu saja tanpa menjauh.Melihat penerimaan Ariana, membuat Gerald merasa bahwa hubungan mereka sudah selangkah lebih baik daripada sebelumnya. Meskipun sebenarnya urusan mereka belum benar-benar terselesaikan dan Gerald masih harus menanyai Ariana tentang keberadaannya selama ini dan apa hubungan sebenarnya antara Ariana dengan Aji.Memasuki ruang makan, mereka melihat tiga orang sudah duduk mengelilingi meja makan. Nyonya Agatha, Nyonya Hestia dan tentu saja
"Karen, Sayang. Kamu sudah sadar?" Pertanyaan Nyonya Juliarty membuat semua orang yang ada di ruangan itu mendongakkan kepala. Tuan Toni Sadhana dan sang ibu mendekati tempat tidur Karenina sementara Gerald masih terduduk di kursinya dan tersenyum menatap sang istri yang masih menutup mata."Sayang, Karenina sudah kembali." Ucapnya berbisik pelan."Mami..." Lirih Karenina dan gadis itu menangis terisak begitu saja dalam pelukan sang ibu yang berdiri dan membungkuk susah payah menahan rasa sakitnya hanya untuk memberikan putrinya ketenangan. "Maafin Karen. Maaf." Lirihnya masih terisak."Mami maafkan kamu, Sayang. Selalu." Ucap Nyonya Juliarty menenangkan."Ana?" Karenina teringat saudara kembarnya. Ia menoleh dan melihat Ariana yang masih menutup mata. Tangan kanannya yang terpasang selang transfusi memegang tangan kiri Ariana yang terpasang infus. "Ana, kenapa kau tidak bangun?" Tanyanya lirih seraya mengguncang lengan Ariana. "Ana, bukankah Ayah menyuru
Tempat yang luas dengan cahaya matahari yang yang sangat terang membuat Ariana mengangkat tangannya untuk menghalau cahaya yang membuatnya tak bisa melihat jelas.Dimana ini? Tanya Ariana pada dirinya sendiri. Ia berusaha untuk duduk dan melihat sabana luas tanpa ujung. Tidak ada binatang, tidak ada pohon tinggi yang membuatnya bisa berteduh."Kamu sudah bangun?" Ariana mendengar suara wanita yang sangat ia kenal dan menoleh pada Karenina yang berdiri menjulang di sampingnya mengenakan gaun putih sebatas betis. Kembarannya itu menggeraikan rambut hitam panjangnya.Ariana berdiri. Mengibaskan roknya yang ia yakini ditempeli rumput karena tadi ia sudah berbaring dan Karenina membantunya membersikan potongan-potongan yang nakal dan enggan pergi. Kini setelah sama-sama berdiri Ariana memperhatikan kalau jenis pakaian mereka sama. Gaun putih berbahan lembut dengan rok menyentuh betis dan bentuk lengan yang panjang dengan potongan dada berbentuk persegi. Ia juga melih
Seminggu setelah Ariana dipulangkan, ia mendengar kabar baik dari Gerald kalau mereka berhasil mendapatkan pendonor yang cocok untuk ibunya. Meskipun tahu kalau keberadaannya akan membuat Karenina marah, Ariana tetap ingin menemani ibunya sebelum ibunya masuk ke ruang operasi."Apa kau tidak malu?" Tanya Karenina saat mereka sedang menunggu hasil lab akhir keputusan dokter untuk proses tranplantasi yang akan dilakukan Nyonya Juliarty."Malu kenapa?" Ariana balik bertanya. "Kau sudah merebut calon suamiku dan sekarang kau dengan terang-terangan menunjukkan kemesraanmu didepanku. Bukankah tindakanmu ini sangat jahat? Kalau kau memiliki perasaan, seharusnya kau tidak berbuat seperti ini terhadapku.""Maafkan aku, Karen. Tapi aku tidak bisa mengelak kalau suamiku ingin menyentuhku dan menunjukkan betapa dia mencintaiku. Dan kusarankan lebih baik kau berhenti mencintainya karena sampai kapanpun, bahkan jika aku matipun dia tidak akan pernah menjadi milikmu apalagi me
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Karenina saat melihat Ariana muncul dengan menaiki kursi roda didorong oleh Gerald di belakangnya. Tatapan gadis itu tampak marah. Wajahnya terlihat lebih lelah dibandingkan beberapa hari yang lalu saat gadis itu menemui Ariana di penthouse. Saudara kembar Ariana itu jelas tidak baik-baik saja."Dia ingin menemui ibunya, apa itu salah?" Gerald mewakili Ariana menjawab pertanyaan Karenina dengan nada yang tak kalah ketusnya. Karenina berdecih, namun tatapannya tak mengarah pada Gerald. Jelas gadis itu tak sanggup memandang Gerald secara langsung."Untuk apa? Untuk mengejek kami?" Tanya Karenina lagi pada Ariana."Aku hanya ingin melihatnya." Jawab Ariana pada saudara kembarnya namun tatapannya mengarah pada Nyonya Juliarty. "Biarkan kami bicara berdua." Itu bukan permintaan, itu perintah supaya Karenina dan Gerald meninggalkan ruangan Nyonya Juliarty."Kenapa? Mencari celah untuk membunuh ibumu sendiri?" Tuduh Karenina
"Pergilah bekerja." Dorong Ariana pada suaminya yang kini sudah mengenakan atribut kantor lengkap."Aku masih mau liburan." Ucap Gerald manja seraya kembali memeluk Ariana yang langsung Ariana tolak."Jangan berlebihan. Ingat, anak kita dua. Kau harus bekerja ekstra keras untuk membuat mereka bisa mendapatkan pendidikan terbaik." Ucap Ariana kembali mendorong Gerald menjauh darinya."Hanya dua? Gak mau anak ketiga, keempat, kelima?" Tanya Gerald menggoda."Kamu pikir aku ini kucing?" Pekik Ariana kesal karena pertanyaan suaminya."Kucing liar yang terlalu mempesona." Ucap Gerald kembali mencoba memeluk Ariana yang membuat Ariana memekik menghindarinya. "Apa aku sudah mengatakan padamu kalau kau terlihat semakin cantik saat hamil?" Goda Gerald lagi yang membuat Ariana berdecih."Berhenti Gerald. Apa kamu gak malu dilihat Arshaq seperti ini?" Gumam Ariana seraya mengedikkan kepala ke arah dimana Arshaq tengah sarapan."Kenapa harus malu
Ariana merasakan usapan lembut di dahinya. Ia membuka mata dan melihat Gerald yang tengah menatapnya. Ariana tidak perlu heran ataupun mempertanyakan bagaimana caranya Gerald bisa masuk ke kamar padahal semalam ia sudah yakin menguncinya. Gerald selalu memiliki banyak cara untuk melakukan hal yang tidak Ariana duga."Sudah lebih baik?" Tanya Gerald masih mengusap wajah Ariana dengan ujung jemarinya. Ariana hanya memandang wajah pria itu tanpa memberikan jawaban apapun. "Sudah pagi, waktunya sarapan." Gerald menyelipkan tangannya ke bawah leher dan lutut Ariana dan mengangkat tubuhnya dan membawanya menuju kamar mandi.Gerald tidak menurunkan Ariana, dia mendudukan Ariana di meja wastafel dan membuka keran air lalu mengusap wajah Ariana lembut dengan tangannya yang basah. Setelah selesai pria itu mengecup dahinya dan kembali menggendong tubuh Ariana membawanya keluar kamar.Ariana terkejut saat melihat Lani yang sudah duduk di meja bersama dengan Izzan."B
Ancaman Karenina membuat Ariana tidak bisa berpikir jernih. Dia menjadi waswas dan memandang semua orang dengan curiga.Mana orang suruhan Gerald?Mana orang suruhan Mahiswara?Dan mana orang suruhan Ava?Ava? Kenapa wanita itu tidak berhenti mengusiknya? Apa yang wanita itu inginkan darinya?Ariana takut. Ya, dia takut sesuatu terjadi bukan padanya tapi pada bayi yang dikandungnya. Dan ucapan Karenina tentang penyakitnya. Ariana jelas tidak menyangka kalau kembarannya itu tahu dan lebih tidak menyangka kalau kembarannya itu berbahagia atas penyakit yang dideritanya dan bahkan menantikan kematiannya.Dan semisal hal itu terjadi, mungkinkah Ariana akan rela jika anaknya nanti dirawat oleh Karenina?Tidak.Ariana jelas harus membuat wasiat yang memastikan kalau jika kelak dia mati meninggalkan anaknya, maka dia harus memastikan Karenina, Mahiswara, Hestia, Rosaline dan bahkan Juliarty tidak boleh menyentuh bayinya sama sekali. An
"Aku mencintai Gerald dengan segenap hatiku." Bisik gadis itu lirih."Kalau kau memang mencintainya, kenapa kau pergi sebelum hari pernikahanmu?" Tanya Ariana ingin tahu. Dan meskipun ia enggan mengakuinya, pertanyaan itu memang memenuhi benaknya selama ini."Aku tidak lari." Desis Karenina dengan kesal. "Sudah kukatakan padamu kalau aku pergi karena aku membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan semuanya kembali."Dan kenapa aku melakukannya?"Karena ada satu hal yang tidak aku katakan padamu yaitu, bahwa aku dan Gerald sudah membuat perjanjian pra nikah, dan saat aku menyadari aku tidak bisa memenuhi isi perjanjian itu, itu membuatku gundah." Ucap gadis itu dengan dingin disertai seringai sinis di wajahnya."Rencana pernikahanku dengan Gerald memang bermula karena perjanjian yang dibuat antara dia dan Papi. Karena uang." Karenina menjelaskan dengan nada santai. Gadis itu kembali menyandarkan punggungnya ke sofa dan melipat kedua lengannya di depan
Waktu kembali berlalu. Ariana yang kini mulai dikenal sebagai istri sah Gerald jelas mendapatkan perlakuan yang berbeda dari karyawan pria itu. Sekalipun sebenarnya Ariana jarang sekali memunculkan wajahnya karena kesehariannya di dominasi ruang kerjanya dan juga kediaman mereka, namun sesekali ia terpaksa mengikuti Gerald ke Zeroun Tower saat Gerald harus mengikuti rapat umum yang tak bisa dia tinggalkan. Dan saat itu terjadi mereka bersikap amat sangat sopan pada Ariana, tak seperti sikap mereka pada awalnya yang tak acuh.Ariana juga tak bisa memungkiri kalau berkat campur tangan Gerald dan Izzan, restoran mereka kini mendapatkan banyak konsumen. Bukan hanya dari kalangan menengah ke bawah seperti konsumen-konsumen sebelumnya, namun juga klien kalangan menengah keatas yang seringnya menyewa privat room saat melakukan transaksi bisnis di restorannya.Ariana juga tahu kalau sebagian dari konsumen yang datang ke restorannya bukan hanya ingin mencoba masakan yang dibuat