"Cie elah. Uwu-uwuan katanya. Emang siapa pangeran lo?” tanya salah satu siswa.
Vindreya tersenyum remeh. “Ah, kayak gitu aja pake nanya segala. Harusnya kalian tau siapa di kelas ini yang cocok jadi pangeran.”
“Eh, itu Elvano!” teriak salah satu siswi ketika Elvano baru saja masuk ke kelas.
Kelas seketika gaduh. Para siswi berlarian mengerumuni Elvano, si laki-laki tampan, kaya dan berbakat di bidang seni itu.
“Elvano, selamat ya. Lagi-lagi lo berhasil jadi pemenang dalam lomba melukis tingkat nasional itu,” ucap salah satu sisiwi.
“Selamat, Elvano. Lo hebat banget,” kata siswi yang lain.
“Bagi tipsnya dong gimana caranya biar bisa pinter menggambar sama melukis, El.”
Bola mata Vindreya tak bisa bergerak ke manapun kecuali terpaku pada visual Elvano yang menurutnya sangat menawan. T
Vindreya merapikan rambutnya terlebih dulu kemudian berjalan dengan anggun keluar kelas. Di depan pintu, dia menengok ke kanan dan ke kiri hingga akhirnya menemukan Kenzo yang sedang berjalan menuju kelas. Tanpa pikir panjang lagi, Vindreya bergegas menghampiri laki-laki itu.“Ehem. Pagi, Ken,” sapa Vindreya yang sudah berdiri tepat di depan Kenzo.Kenzo menghela napas panjang. “Lo lagi. Awas. Jangan halangin jalan gue.”Bukannya memberikan Kenzo jalan, Vindreya malah tersenyum semakin lebar. “Hari ini gue udah masuk sekolah lagi setelah nggak masuk berhari-hari sebelumnya. Lo ….”“Gue nggak kangen sama lo kayak temen-temen yang lain. Awas.”“Aaah, bercanda, nih. Jangan malu lah bilang kangen sama istri sendiri.”Alis Kenzo merapat ditambah dengan tatapan ta
Setelah Bu Risa selesai membagi setiap siswa dengan pasangannya masing-masing, guru itu izin keluar kelas karena ada rapat guru. Kelas yang tadinya tenang, kini perlahan mulai ribut kembali dengan segala macam jenis pembicaraan.Di salah satu meja, tampak Hansa membuka buku paket bahasa Indonesia dan buku tugasnya di atas meja Kenzo. Di sisi lain, Kenzo malah menunjukkan ketidaktertarikannya mengerjakan tugas dengan menghela napas panjang sambil menyandarkan punggungnya di bangku.“Ayo, kerjain.” Hansa tak mau menatap mata Kenzo yang menyebalkan itu, melainkan hanya menatap bukunya.“Lo aja yang kerjain.” Seperti biasa, Kenzo selalu saja ketus.Karena kesal, Hansa akhirnya menatap Kenzo dengan tatapan agak tajam. “Tapi ‘kan ini tugas berpasangan.”“Hem? Emang siapa pasangan lo?”“Lo.”“Oh, ya? Kapan gue nembak lo?”
Siang itu Freya sedang duduk di atas sofa sambil menonton TV. Ketika sedang asik menonton, samar-samar terdengar suara Vindreya sedang mengobrol dengan Hansa di teras rumah.“Aku pulang,” ucap Vindreya kemudian.Freya bangkit dari sofa, mematikan TV, lalu bergegas pergi ke pintu utama untuk menyambut putrinya itu yang baru saja pulang sekolah.“Hai, Sayang. Gimana sekolahnya hari ini?” tanya Freya sambil memberikan tangan kanannya pada Vindreya untuk dicium.“Yah, betulah, Ma. Seperti biasa.”“Lagi ada masalah, ya?” tanya Freya yang melihat wajah anaknya tampak murung.“Ma, aku salah ya jatuh cinta sama dua cowok sekaligus?” Vindreya to the point.“Hem? Em, ayo duduk dulu.”Freya merangkul pundak Vindreya lalu mengajak putrinya itu duduk di sofa yang berada di ruang tamu.“Gimana, Ma? Aku sa
“What?! Kok bisa?”Salah satu siswa mengangkat bahunya. “Katanya masih diselidiki sama polisi.”“Gue denger-denger, katanya Pak Toni ditemuin udah berlumuran darah sama istrinya yang baru bangun tidur tadi pagi. Di sekitar tempat kejadian nggak ditemuin satu benda tajam pun dan kemungkinan besar Pak Toni dibunuh.”“Siapa yang bunuh?” Vindreya semakin antusias.“Nggak tau. Itu juga masih diselidiki.”“Ish …. Udah pasti dibunuh itu sama seseorang. Nggak mungkin Pak Toni bunuh diri karena nggak ditemuin benda tajam di sana, ‘kan? Huh, kejam banget yang bunuh Pak Toni. Semoga aja orang itu dapat balasan yang setimpal,” kata Vindreya yang sudah terbawa emosi.Bug!“Aaa!” teriak beberapa siswi karena kaget.Para siswa yang sedang asik mengobrol itu sontak melihat ke sebuah meja yang berada tak jauh di d
“Tadi pas ngasih minuman ini, dia nyebut lo angsa lagi?”Hansa mengangguk dengan ekspresi cemberut.“Hahaha. Sabar ya, Han. Tenang aja. Hari ini juga pasti bakal gue kasih tau ke Kenzo.”…Vindreya dan Hansa masuk ke kelas mereka. Kelas itu tampak sepi karena sebagian besar siswa sedang berada di kantin setelah jam olahraga selesai. Yang tersisa hanyalah beberapa siswi yang sedang mengobrol dan Kenzo.Mata Vindreya tertuju pada meja Kenzo. Laki-laki itu sepertinya sedang tidur dengan kepala di atas meja membelakangi posisi Vindreya berdiri. Di pinggir meja itu tampak ada sebotol minuman yang tadi Vindreya berikan pada Kenzo sudah dalam keadaan kosong. Vindreya tersenyum dan dibuat melamun lagi.‘Minumannya udah diminum sama Kenzo,’ batin Vindreya.“Vin, ayo duduk. Mau sampe kapan berdiri di sini?” tanya Hansa.“Gue masih pengen liat pangeran hitam gue yang suka tidur di kelas itu, Han.” Vindreya masih saja tersenyum w
Merasa Hansa masih berada di dekatnya, Vindreya menoleh. “Lho. Katanya mau balik ke bangku.”“Nggak jadi.”“Kenapa?”“Males ada si iblis.”Vindreya menoleh ke belakang lalu tersenyum. “Pangeran hitam, Han. Bukan iblis.”Perdebatan antara Elvano dan ayahnya akhirnya bisa diatasi. Ayahnya juga sudah bersedia pulang secara baik-baik. Di sisi lain, Elvano berjalan menuju kelasnya masih dengan raut kesalnya.“Elvano,” panggil Bu Tika saat dia dan seluruh siswanya sudah kembali duduk rapi di dalam kelas.“Iya, Bu?” balas Elvano.“Apa yang buat kamu nggak mau nerusin bisnis keluarga kamu? Yang Ibu tau, bisnis itu udah terkenal banget dan bisa menghasilkan pendapatan yang nggak sedikit. Kamu juga pasti udah tau ‘kan apa-apa aja yang dilakuin sama orang tua kamu selama menjalanin bisnis itu? Jadinya n
Vindreya tersenyum devil sambil memanggil Kenzo dengan menggerak-gerakkan telunjuknya ke arahnya sendiri. “Sini, Ken. Bakal lebih bagus kalo gue kasih tau semuanya ke lo tanpa didengar sama orang lain.”Kenzo masih saja diam.“Ayo ke sini, Kenzo Si Pembunuh Baya-- ….”Hap!Seketika Kenzo sudah berada di dekat Vindreya sambil membekap mulut gadis itu setelah sebelumnya berlari dengan begitu kencang ke arah Vindreya.Vindreya tersenyum sampai membuat matanya menyipit.“Jangan ngomong apapun yang nggak masuk akal,” bisik Kenzo.Vindreya mengangkat alisnya lalu melepas bekapan Kenzo. “Nggak masuk akal? Tapi yang gue bilang tadi emang bener, ‘kan? Ayolah, Ken. Nggak ada gunanya bohong di depan Vindreya.”“Buktinya apa kalo yang lo bilang barusan itu bener?”Jari telunjuk Vindreya terangkat lalu tertuju pada
Malam itu sekitar pukul 7, Gavin sedang duduk di depan laptop di ruang kerjanya. Di luar ruangan itu, tampak Vindreya sedang berjalan dengan mengendap-endap sambil melihat ke kanan dan ke kiri.Ketika melihat pintu ruang kerja Gavin setengah terbuka, Vindreya mendongakkan kepalanya ke dalam lalu mencoba memanggil Gavin dengan cara berbisik.“Sssttt. Papa!” panggil Vindreya.Gavin yang saat itu sedang tidak terlalu banyak kerjaan, akhirnya bisa langsung mendengar panggilan putrinya itu. Pria itu menoleh ke pintu. Alisnya merapat ketika melihat anaknya tumben sekali memanggilnya tanpa berteriak.“Kenapa, Vin?” tanya Gavin sambil ikut-ikutan berbisik.“Mama mana?” tanya Vindreya yang masih berada di depan pintu.“Masak.”“Ooo.” Vindrey
Sekitar lima menit kemudian akhirnya pengucapan janji suci pernikahan selesai. Kini tiba saatnya pemasangan cincin. Kenzo sedikit mengarahkan badannya ke kiri untuk mengambil cincin yang sejak tadi berada di atas meja di dekatnya dengan peti kecil nan indah sebagai bantalannya.Begitu cincin telah dia pegang, Kenzo kemudian kembali meluruskan posisi badannya menghadap Vindreya lalu memakaikan cincin itu di jari manis Vindreya. Sekarang giliran Vindreya yang mengambil cincin kemudian memakaikannya di jari manis Kenzo.“Sekarang, masing-masing mempelai silakan ucapkan sesuatu yang selama ini begitu ingin diungkapkan pada pasangannya,” ucap penghulu.“Vindreya Sanjaya,” ucap Kenzo sambil menatap dalam pada Vindreya. “Terima kasih karena sudah sangat membantuku untuk berada di jalan yang benar dan meninggalkan dunia kelam dan kejam itu. Terima kasih karena sudah mengajarkanku m
“Heh!” Freya dan Vindreya kompak sambil menatap tajam pada Gavin.“Eh, maaf. Salah ngomong saking bahagianya.”Vindreya mendengus kesal lalu mererat rangkulan tangannya di lengan Kenzo. Entah kenapa semakin banyak orang yang mengagumi Kenzo sekarang dan ini membuat Vindreya merasa posisinya sebagai calon istri Kenzo terancam.“Selamat datang, Kenzo. Tante seneng banget akhirnya bisa liat kamu lagi,” kata Freya dengan mata berkaca-kaca.Kenzo tersenyum hangat lalu mengangguk. “Iya, Om, Tante. Aku juga seneng banget bisa kembali ke sini. Makasih karena udah bersabar nunggu aku dan percaya bahwa aku akan kembali.”“Aaa, Kak Kenzo!” Rega tiba-tiba keluar dari barisan, berlari menuju teras dan memeluk Kenzo. “Astaga. Betapa kangennya aku sama salah satu makcomblang aku yang udah bantu aku n
Mata Freya seketika membulat. “Ke—Kenzo bakal datang? Vindreya bener-bener nemuin dia?” Freya diam sejenak dengan pikiran kosong sebelum akhirnya berteriak seperti orang gila. “Yuhuuu! Hei-hei! Calon menantu aku udah mau datang!”Butik seketika heboh karena teriakan Freya, juga para karyawannya yang langsung meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari kecil menghampiri Freya. Wajar saja. Selama ini Freya memang selalu menceritakan tentang Kenzo kepada karyawannya, termasuk mengenai hilangnya Kenzo selama empat tahun ini.“Calon menantu yang Ibu maksud itu Kenzo, ‘kan?” tanya salah satu karyawan.Freya mengangguk dengan bersemangat dan senyum lebar.“Wah!” Para karyawannya ikut semringah.“Ssstt. Diem dulu. Aku mau telepon suami aku,” ucap Freya dan membuat seluruh karyawannya langs
Kenzo dan Vindreya berjalan beriringan masuk ke gedung kantor dan langsung menuju ke ruangan ayahnya Medika. Di sepanjang perjalanan, Vindreya begitu risau, takut jika ini semua tidak akan berjalan lancar.Tiba-tiba langkah kaki Vindreya terhenti sembari tangannya menarik lengan kanan Kenzo. Kenzo ikut berhenti dan menatap kekasihnya itu.“Kenapa?” tanya Kenzo.“Aku takut kalo ayahnya Medika nggak izinin kamu pergi. Aku takut kalo dia justru berpikir bahwa aku yang hasut kamu untuk ninggalin Bandung dan kembali ke Jakarta.”Kenzo tersenyum kecil dan paham ketakutan yang tengah dirasakan oleh Vindreya. “Kamu bilang, sekarang aku udah jadi lebih hangat dan lembut, ‘kan? Kemarin kamu juga udah ketemu dan ngobrol banyak sama Medika, ‘kan? Nah, sifat ayahnya Medika juga kurang lebih kayak gitu.”“Kamu
Kenzo menghela napas panjang. “Pantasan waktu itu kamu keliatan kaget dan bingung sama aku yang sekarang.”“Iya, karena kamu udah berubah jauh lebih baik, Ken. Kamu udah ada di titik terbaik dalam hidup kamu sekarang. Lupain aja masa lalu kamu. Kamu udah terlalu menderita selama ini dan ini waktunya kamu menikmati semua hasil perbuatan baik dan pengorbanan yang kamu lakuin di waktu itu.”Kenzo agak lama tak menjawab hingga akhirnya dia mengangguk pasrah dan tersenyum tipis. Tampak jelas dia sedang sangat berusaha untuk berdamai dengan masa lalunya.“Ayo.” Kenzo meraih tangan Vindreya lalu mereka kembali berjalan menuju restoran.…Di restoran, di atas meja Kenzo dan Vindreya sudah tersaji makanan dan minuman yang mereka pesan hampir 10 menit yang lalu. Vindreya tampak sangat menikmati makanannya. Beberapa kali dia
Medika menggeleng pelan. “Aku dan ayah aku udah sama-sama nyaman dengan hadirnya Leo di dalam keluarga kami. Leo adalah orang yang mampu buat aku nggak frustasi lagi sama hidup aku. Dia sembuhin hati aku dan buat aku ngerasa bahwa cinta pada orang yang tepat itu benar-benar indah. Dia juga berjasa banget dalam membangun dan memajukan perusahaan ayah aku. Dia cepat belajar dan memahami semuanya dengan baik.”Setelah mendengar penjelasan dari Medika, mendadak Vindreya menjadi takut dan khawatir soal kelanjutan hubungannya dengan Kenzo. Jika Medika dan ayahnya sudah sesayang dan senyaman itu dengan Kenzo, lalu bagaimana caranya Vindreya untuk membawa Kenzo kembali ke Jakarta?Medika kembali menegakkan arah pandang wajahnya lalu melihat pada Vindreya yang tampak sedang memikirkan sesuatu dengan tatapan kosong. Medika paham. Sebagai sesama perempuan, Medika tahu apa yang akan menjadi ketakutan Vindreya setelah mendengar semua pe
Vindreya mengambil tasnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya lalu berlari kecil keluar rumahnya. Di luar sana, dia melihat Kenzo berdiri di depan mobil sambil tersenyum menatapnya. Vindreya ikut tersenyum lalu mengunci pintu rumahnya kemudian bergegas menghampiri Kenzo.“Pagi, Vin,” salam Kenzo.“Pagi, Ken,” balas Vindreya. Perhatiannya lalu teralihkan pada kursi depan di bagian penumpang. Ada seseorang di sana --- Medika.Kenzo ikut menoleh ke belakang, ke arah Medika. Laki-laki itu tersenyum setelah paham apa yang sedang dipikirkan oleh Vindreya.“Aku tinggal serumah bareng Medika. Itu sebabnya kami pulang-pergi kantor bareng,” kata Kenzo.“Eh?” Vindreya kaget. “Terus beberapa hari ini kamu selalu ke rumah aku tiap kali kamu selesai kerja. Itu ….”“Ak
“Dia cantik,” ucap Medika pelan.Vindreya yang bisa tahu bahwa Medika sedang merasa cemburu dengan melihat matanya hanya tersenyum kecil dengan sedikit perasaan tidak enak. “Makasih.”“Kalian mau ngobrol dulu biar lebih mengenal satu sama lain dan jadi akrab?” tanya Kenzo.“Em, mungkin nanti, Leo. Ini aku bawa beberapa berkas yang harus kamu periksa.” Medika menyerahkan beberapa berkas bermap kuning pada Kenzo.Kenzo menerima berkas itu. “Kapan deadlinenya?”“Jam 2 siang ini.”“Eh? Secepat itu?”“Iya. Berkasnya harus dipakai untuk rapat bersama pemimpin dari perusahaan lain hari ini.”Vindreya memegang lengan Kenzo lalu mereka saling bertatapan.“Nggak apa-apa, Ken. Kamu selesaiin aja dulu itu. Jalan-jalannya bisa nanti,” kata Vindreya yang tahu bahwa Kenzo ragu
“Salah satu orang yang nyelamatin aku itu adalah orang yang nabrak aku, Vin. Namanya Medika. Katanya, waktu itu dia lagi ada urusan di Jakarta. Dia bawa mobil dalam kondisi frustasi dan nggak sengaja nabrak aku. Sebagai permintaan maafnya, dia dan ayahnya yang ngerawat aku.”“Mereka ngerawat kamu di Bandung?”“Iya karena mereka emang asal Bandung.”“Ini masih aneh, Ken. Kalo Medika nabrak kamu di Jakarta, kenapa dia malah ngerawat kamu di Bandung? Kenapa dia nggak berusaha untuk nyari kenalan kamu di Jakarta dulu?”Kenzo mengangkat lalu menurunkan bahunya sebagai isyarat jawaban ‘tidak tahu’. “Kamu teliti banget sampe nanya sedalam itu. Intinya waktu itu karena aku juga nggak ingat banyak tentang identitas lengkap aku, jadinya aku ngikut aja pas mereka mutusin untuk bawa aku ke Bandung. Kalo kamu masih pingin banget t