Bab 4Aku menahan tawa dan melanjutkan langkah menuju rumah. "Heh, kenapa kamu ngeledekin aku ya!" hardik Mbak Hana yang sedang berjalan menghampiriku."Kamu pikir, aku iri melihatmu membeli mobil baru! Hasil melont* aku tak akan iri!" ucapnya dengan salah satu bibirnya di naikkan."Manusia punya penyakit iri hati, dan busuk sepertimu memang sulit menerima kenyataan. Sehingga bisa menuduh seperti itu haha...!" aku berlalu meninggalkan mbak Hana yang str*s karena iri dengki nya melihat pencapaianku.Mas Hamdan mendatangi meja makan. "Cuma oseng kangkung?" tanya menatapku yang sedang menyiapkan makanan untuk Nisa."Ada tempe goreng juga tuh!" "Masa cuma ini, Nas? Aku mau ayam, atau gak ikan!" keluh Mas Hamdan. Ia memang selalu ingin makan enak, dengan nafkah pas-pasan. Terkadang aku membeli ayam 10 ribu hanya dapat 3 potong dan ia yang makan sendiri, sedangkan Nisa kubelikan telur. Tapi itu dulu, setelah punya penghasilan aku sering mengajak Nisa makan enak tanpa sepengetahuan Mas Ha
Bab 5"Silakan suruh anakmu menceraikanku!" aku tersenyum.Ibu menghentakkan kaki dan mengajak Anggi pergi dari rumah. (Rumahnya ngontrak tapi punya mobil, itulah kalau mikir gengsi. Mana uang hasil ups! Kalau aku mending beli rumah dulu, kendaraan roda 4 menyusul.)Status fesbuk Mbak Hana lewat berandaku. Pasti dia sedang menyindirku, apa jadinya kalau dia tahu aku sudah membeli rumah yang cukup mewah untuk ukuran orang di sini, masih bisa ngatain. Sekarang belum kubalas, nanti saja setelah aku pindah akan kufoto rumah itu dan memajangnya di sosial media. Sesekali melihatkan pencapaian.[Atau hasil pesugihan kali ya] Anggi mengomentari status Mbak Hana.[Pesugihan Om-om wkwkk] Mbak Hana gercep sekali membalas komentar. Mungkin ini cara melampiaskan penyakit hati yang ia rasakan padaku.[Kalau aku sih malu banget, rumah kontrakan murah tapi punya mobil. Apa gak mau ya punya rumah sendiri, makan aja masih pas-pasan!] Mbak Erly ikut mengomentari, dia masih tetanggaku di sini teman dek
Bab 6Apa-apaan Mas Hamdan. Membuat janji dengan keluarganya, menghinaku kemarin sekarang mau pakai mobil."Jangan hiraukan dia, kita pergi sekarang," aku menggandeng Nisa dan mengajak ibu beserta adikku untuk tetap pergi malam itu juga. Aku tak mau lagi di perlakuan semena-mena. Sekarang aku punya, kesempatan untuk menyenangkan keluarga dan anakku."Apa kamu tuli!" Mas Hamdan semakin meninggikan suaranya."Aku tak peduli dengan urusanmu, kalian bisa naik kendaraan lain atau pinjam mobil pada mertua Mbak Hana," ucapku. Mertua Mbak Hana mempunyai mobil, tapi keluaran lama. Yang kutahu Mbak Hana saja gengsi naik mobil itu."Istri pembangkang!" Mas Hamdan mendekat dan ingin menamparku.Tapi tangan Mas Hamdan di tahan oleh Anwar. "Jangan sakitin Mbak Nasna, Mas!" hardik Anwar."Kamu gak usah ikut campur, berikan kunci itu padaku!" Mas Hamdan justru membentak Anwar.Tapi kami tak menghiraukannya. Anwar menuju mobil."Nasna, hentikan langkahmu!" Mas Hamdan terus berteriak seperti tak malu
Bab 7Jarak tempuh dari Mall ke rumah, ada 1 jam. Aku pulang ke rumah, mobil di bawa oleh Anwar. Besok keluargaku pindah ke rumah baru duluan.Selain rumah baru, aku juga mau menyewa ruko untuk buka usaha. Membuka toko sembako, cita-citaku ingin mempunyai minimarket, sekarang toko sembako dulu tak apa secara bertahap. Rumah terkunci, untuk aku bawa kunci serap. Sepertinya mas Hamdan jadi pergi, bersama keluarganya. Nisa tertidur, kuusap lembut wajah putri kecilku. Kenapa Mas Hamdan pada Nisa saja tak perhatian, padahal Nisa putri kandungnya. Soal makanan saja ia tak mau mengalah pada anak sendiri.Banyak spam chat dari Mbak Hana dan aku memilih untuk menghapus tanpa membacanya. Aku membuka blokir Mas Hamdan. Aku melihat nominal yang aku dapatkan dari afiliate. Alhamdulillah bulan ini tembus puluhan juta, untuk promosi aku menggunakan akun kedua yang tidak berteman dengan orang-orang di dunia nyata termasuk saudara Mas Hamdan. Aku lebih nyaman seperti itu, untuk promosi juga aku sud
Bab 8Aku mengambil uang cash di dalam tas. Mata Mbak Hana terus memperhatikan, begitu juga temannya yang bernama Erly masih tetangga kami yang menemani dia. "Fix, cuma ju*l diri sih yang bisa menghasilkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat!" celetuk Erly dengan suara cukup kencang."Biar, aku adukan dia pada Hamdan!" Mbak Hana mengeluarkan ponselnya dan ingin memfotoku mungkin."Apa yang kamu lakukan?" tegurku mendekati Mbak Hana usai membayar emas untuk Ibu."Mengadukan kamu pada Hamdan," jawabnya sinis."Apa yang kamu adukan!""Aku katakan jika kamu ju*l diri, untuk membeli emas!" ucapnya lantang. "Plakk...!" aku menampar Mbak Hana karena mulutnya ini tak bisa di maafkan, sampai kapan ia menuduhku demi mentutupi kedengkiannya."Kamu!" Mbak Hana mengangkat tangannya, ingin membalas. Kutahan tangan Mbak Hana dan memelintirnya."Yang kamu katakan adalah fitnah, mau ku laporkan polisi atas pencemaran nama baik!" ancamku."Kamu pikir aku takut akan ancamanmu, polisi tak akan mengu
PoV HamdanNasna belum pulang juga. Usai mandi aku mengambil ponsel untuk menelponnya, semenjak ada uang istriku itu semakin bertingkah! Bahkan tak lalai akan tanggung jawabnya sebagai istri, melawan dan menjawab perkataan. Biasanya Nasna manut dan patuh, sekarang dia berbeda.Ibu lagi dan Mbak Hana yang mengirim pesan, aku membuka sebelum menelpon Nasna.[Ham, kamu nanti kesini abis maghrib ya. Bonusmu berapa semuanya? Ibu gak sabar pakai perhiasan baru.] pesan dari Ibu. Aku scroll pesan sebelumnya tidak jauh dari membahas uang dan minta beli emas karena Nasna membelikan Ibunya emas sampai 22 juta. Mbak Hana yang bilang tadi.Pusing aku memikirkan sumber uang Nasna. Apa yang dia kerjakan? Istriku itu hanya ibu rumah tangga, yang tamat SMA. Selama ini dia tak punya uang jika tak kuberi nafkah, apa benar Nasna gelap hati dan pesugihan jadi kaya mendadak. Tapi dia tak pernah melakukan hal yang mencurigakan, selama ini hanya di rumah saja. Ibu bilang saat itu mematai-matai Nasna. Untuk
PoV NasnaMas Hamdan mengira uangnya hilang, padahal uang itu ada padaku. Beruntung aku cepat ke rumah Ibu membawa uang ini, lebih baik uang ini aku gunakan untuk ke salon dan perawatan. Separuhnya aku tabung untuk Nisa. Anggap saja ini adalah nafkah Mas Hamdan untuk kami yang tertahan selama ini, tapi ini juga kurang jika dia memberikan gajinya padaku. Aku tidak tahu pasti berapa gaji Mas Hamdan perbulan, setidaknya dia memberiku 3 juta perbulan itu sudah cukup untuk kami. Aku tak menuntut hidup mewah, hanya ingin di cukupi untuk sehari-hari dan tidak kekurangan. Sedangkan ia rutin memberi uang pada Ibu dan saudaranya dalam jumlah jutaan. Karena itu aku tak merasa bersalah mencari penghasilan sendiri, aku tidak sanggup lagi. Pernikahan kami sudah 9 tahun dan aku sudah lama bertahan, mengorbankan mental dan perasaanku. Dulu mungkin aku hanya menangis berusaha sabar, tapi kini aku tak akan menangisi lagi nasibku. **Ponselku berdering, tertera nama Mas Hamdan. Pasti dia sedang menca
PoV NasnaDiam-diam aku merekam mereka, menyalakan kamera dan mulai merekam. Bahkan Mas Dion mengecup pipi wanita hamil itu, sambil mengelus perutnya. Wanita itu semakin terlihat manja, dengan suara yang di buat-buat seperti anak kecil yang merengek. Mas Dion tak menyadari keberadaanku. Karena terhalang sekat-sekat baju yang di pajang. Toko ini juga cukup ramai. Tapi aku tak langsung mengirimkan video ini pada Mbak Hana. Jika dia tahu suaminya selingkuh, pasti akan jadi perang dunia di rumah tangga mereka. Apalagi semua harta milik Mas Dion. Jika suaminya memilih wanita itu, bisa-bisa Mbak Hana di depak tak mempunyai apapun. **Sampai malam hari aku masih di rumah Ibu. Rasanya enggan balik ke rumah kontrakan itu, apalagi untuk bertemu Mas Hamdan. Pasti hanya keributan, dan bahas uang lagi. Lebih baik aku menghilang dulu tanpa kabar, sedangkan balik nama BPKB mobil masih butuh waktu 2 bulan lagi. "Mbak, ini Anggi marah-marah chat aku. Dia nanya Mbak ada di mana sekarang," ujar Ririn
PoV HamdanTangisan Mega tak kunjung mereda, ia terus menangisi putra kami yang sudah meninggal karena kelainan jantung. Bayi mungil itu hanya bertahan 3 hari saja, jujur sebagai Ayah aku juga merasakan sedih dan bersalah. Karena sikapku yang tidak baik pada Mega selama ia mengandung."Ini semua karenamu, anakku meninggal!" ucap Mega lirih di dalam tangisannya. Kata itu terus ia ulang, menyalahkan diriku."Kamu yang membuat anak kita meninggal, kamu tak pernah perhatian padaku ketika hamil dan memberiku tekanan," Mega terus saja,menyudutkan aku. Aku sadar telah mengabaikan Mega dan kehamilan nya. Tak bisa kubohongi jika perasaanku dan pikiran ini terus mengingat Nasna dan Nisa. Aku sangat cemburu dan sakit hati melihat kebahagiaan mereka dengan Arkan. Ingin rasanya aku mengganti tempat Arkan. Ya tempat yang seharusnya menjadi milikku setelah direbut oleh pria itu, dia telah merebut Ibu dari anakku. Apalagi Nissa memanggil Arkan dengan panggilan papa. Huhh semakin membuat telingaku s
PoV Nasna"Arggghhh..!" terdengar jeritan kesakitan. Itu Naomi kan dia masih berani datang ke sini juga dan jatuh di lantai dapur.Naomi meringis menahan sakit, ternyata di lantai terlihat mengkilat, seperti tumpahan minyak. Beruntung aku belum masuk dapur, jika saja aku datang lebih dahulu pasti aku yang akan jatuh. Apa ini, kerjaan Rere? "Naomi?" Rere datang dan melihat keadaan temannya sudah terjatuh di lantai yang licin itu, karena minyak goreng. "Sakit, tolongin aku!" pekik Rere. Uhhh pasti sangat menyakitkan bokongnya yang mendarat duluan di lantai."Kenapa kamu bisa ke sini?" Rere ingin melangkah namun ia ragu dan kembali mundur. "Cepat tolong aku, ish!" pekik Naomi karena Rere hanya melihat dia yang masih terduduk di lantai merasakan kesakitan pada bagian tubuhnya, yang menghantam lantai dengan keras. Rere seperti kebingungan dan akhirnya mengulurkan tangannya, untuk menjadi pegangan Naomi. Naomi berusaha berdiri, tapi sepertinya lantai yang licin itu membuat dirinya sus
Semenjak kejadian itu, memang Rere berubah baik. Tak ada mencari masalah denganku, sekarang aku juga sudah pindah ke rumah baru dengan Mas Arkan.Dan Mbak Hana yang meminta pekerjaan, aku sudah meminta izin pada Mas Arkan saat itu. Dan suamiku menyerahkan semua padaku, jika kasihan mau menerimanya bekerja. Aku memberi kesempatan pada Mbak Hana.Awalnya Mbak Hana bekerja dengan baik, walau ia sempat berhutang sebanyak 2 juta di minggu kedua bekerja. Alasan Mbak Hana meminjam uang itu, untuk berobat mantan ibu mertua. Aku pun memberikan pinjaman padanya. Tapi setelah pinjaman itu. Mbak Hana berhenti berangkat kerja, aku pernah mengirim pesan, karena hampir seminggu dia tak masuk, dan Mbak Hana justru memblokir nomorku setelah pesan berubah menjadi centang berwarna biru.[Nanti hutang nya juga aku bayar! Baru 1 minggu hutangin udah di tagih!] balasan pesan Mbak Hana 4 hari setelah memblokirku.Kenapa dia berpikir aku menagih hutang, padahal aku bertanya tentang dia bekerja lagi atau tid
PoV (3)(3 bulan kemudian)----Hamdan sudah keluar dari jeruji besi. Kini ia bisa menghirup udara kebebasan. Hamdan dan Mega melakukan cara kotor, apa sih yang tidak bisa jika menggunakan uang. Hingga mereka juga tega menjual rumah Ibu Irina tanpa sepengetahuan nya.Mereka kembali ke rumah yang dulu di beli Hamdan. Sebagian cicilan rumah sudah di bayar oleh Mega. "Mas, keluargamu sudah di usir dari rumah." Mega memberitahu pada Hamdan ketika mereka akan pulang ke rumah. Karena kemarin Hamdan masih belum tahu tentang keluarganya yang di usir."Oh.. Biarlah. Yang penting aku bebas! Selama ini aku sudah berkorban untuk keluarga, sekarang gantian mereka yang berkorban untukku! Rumah itu juga ada hak-ku karena sudah membiayai renonasinya!"jawab Hamdan dan menoleh pada Mega dengan seulas senyum di bibirnya. Sesantai itu Hamdan menanggapi berita tentang keluarganya.Mega merasa lega. Ini yang dia inginkan. Hamdan berhenti peduli pada keluarganya sendiri. "Akhirnya aku tak perlu takut, jik
PoV NasnaAku puas melihat Naomi di lempar keluar oleh Mas Arkan. Rasakan kamu perempuan gatal, ingin mendekati suamiku. Percuma tampilannya modis, dan cantik. Selalu bilang jika ia berkelas, kelas apa jika hanya menjadi wanita murahan. Aku yakin Naomi ingin menginap di sini dan mengambil kesempatan untuk menggoda suamiku, bila ada kesempatan.Apalagi pakaian yang ia kenakan sangat minim, ketat. Gunanya pasti untuk merayu suamiku, dengan tubuhnya. Perdebatan antara Mama mertua dan Rere masih terjadi. Tak perlu aku menjelaskan panjang lebar tentang kejadian, mereka sudah tahu sendiri dan berhasil membuat Rere akan di usir dari rumah ini. Apakah aku jahat dan kejam jika menginginkan Rere di usir dan tak di anggap anak angkat lagi oleh keluarga ini. Tujuanku berhasil, dan jika dia pergi. Tak ada lagi yang mengusik rumah tanggaku.**Rere pingsan, Mama yang akan ke kamar menemui Nissa berbalik dan menuju Rere yang tubuhnya sudah tergeletak di lantai. Pasti ia hanya pura-pura karena tak
PoV AuthorRere dan Naomi beradu pandang ketika Nasna menunjukkan video rekaman cctv saat mereka, menganiaya Nissa dengan kejam. Mencubit bahkan mendorong gadis kecil itu. Arkan mengepalkan tangannya, dengan kuat ketika menonton video itu. Tatapan tajam di arahkan pada Riri dan Naomi. Yang sudah seperti salah tingkah di hadapan Tante Tika dan Arkan karena ketahuan perbuatan sadis mereka."Mama, jangan salah paham dengan video itu!" Rere kemudian mendekati Tante Tika. "Mama jangan percaya, aku tidak seburuk yang Mama lihat di video. Maafkan aku, Ma! Aku melakukan ini karena ada sebabnya!" ucap Rere dengan nada suara yang bergetar karena ketakutan ia menyatukan telapak tangannya, memohon agar Mama angkatnya mengerti."Apa sebabnya? Kenapa kamu sangat tega pada anak kecil yang tidak bersalah seperti Nissa, apa salah dia hingga kamu melalukan hal keji, dan juga kamu Naomi? Beruntung Arkan, tidak menikah dengan wanita sepertimu, pada anak kecil saja kamu kejam. Bagaimana mau menjadi ist
PoV Nasna"Teman Tante Rere, tadi abis cubit Nissa. Terus suruh Nissa keluar, sambil nyeret tangan Nissa Bu. Nissa mau pulang Bu," ucapnya memohon masih dengan sesenggukan. Aku akan mengajak Nissa pergi sekarang juga dari rumah ini, tapi aku harus memberi pelajaran pada Rere. Aku akan membuatnya terusir juga dari rumah ini.Gigiku beradu karena geram dengan perbuatan Rere. Aku tidak akan memaafkan perbuatan gadis licik itu, dia mau bermain denganku. Aku pastikan, dia akan kehilangan kehidupan mewah yang baru ia cicipi, dia pikir aku tak bisa berbuat kejam pada seseorang yang menyakiti putriku. Aku menuju kamar Rere ternyata dia tak ada di sana. Setelah mencari ke penjuru rumah, ternyata ia sedang tertawa dengan Naomi di ruang nonton tv."Haha.. Sebentar lagi dia akan pergi bersama anaknya dari rumah ini! Kamu Naomi, akan menjadi kakak iparku," "Belum puas, aku mencubit dan menjambak putrinya itu. Harusnya aku dan calon anakku bersama Arkan yang ada di posisi Nasna. Karena dia aku
PoV NasnaMulut Rere berbisa juga, ingin menghasut Mama. Dari awal bertemu dengan gadis itu dan Naomi. Aku sudah bisa menebak, bagaimana watak aslinya. Hasutlah Mama mertua hingga kamu puas Re. Karena aku tak akan mudah dengan rencanamu itu. Aku bisa menghadapi ipar seperti dia.Dari pernikahan sebelumnya aku juga mendapat ipar yang selalu memusuhiku, tapi aku tak boleh kalah. Aku mengayunkan langkah tetap menuju dapur. Dan mengambil gelas, Rere dan Mama mertua menoleh serempak, melihat kedatanganku. Raut wajah Rere seperti tertegun, apa dia takut jika ketahuan sedang menghasut Mama. Sayang sekali aku sudah mendengarnya. "Nasna, besok kamu ikut Mama ya. Ke acara arisan dengan teman-teman Mama," ujar Mama mertuaku dia ingin mengajakku arisan di kalangan temannya yang pasti elit."Mama, ingin mengajak dia?" ucap Rere menatapku dan mencebik."Kenapa, Re?" sahut Mama."Mama mau mempermalukan diri? Apa kata teman Mama nanti. Dia saja norak Ma, tak pantas ikut dengan Mama dengan lingkunga
PoV NasnaSemenjak kata sah terucap setelah ijab kabul, aku resmi menjadi istri sah Mas Arkan. Begitu lancar ia mengucapkan tanpa harus di ulangi. Bahagia? Aku sangat bahagia, tak bisa kupungkiri perasaan imi semakin tumbuh untuk Mas Arkan. Semoga saja Mas Arkan adalah pilihan terbaik dan pernikahan ini menjadi yang terkahir untukku. Soal kedudukan ataupun kekayaan nya, aku tak terlalu peduli. Aku sudah bersyukur mempunyai suami yang mau bertanggung jawab dan bisa mencukupi, serta menghargaiku sebagai istri. Toh pertama kita bertemu juga karena Mama mertuaku, yang ingin membuat kita dekat. Aku tak silau dengan kekayaan yang di milik oleh Suamiku. Aku juga masih mampu, dan punya usaha sendiri. Bukannya sombong, hanya aku ingin menampik ucapan dan cibiran beberapa keluarga Mas Arkan. Mereka menganggap jika aku menikah dengannya hanya demi harta. Apa yang aku miliki sekarang, dari hasil usaha, hanya di pandang remeh bagi mereka yang mungkin kekayaannya sudah berlimpah, tidak seperti ak