PoV Nasna (2)Kusentak rambut Mega hingga wajahnya menengadah ke atas. Lihatlah wanita selingkuhan suamiku ini, habis berapa Mas Hamdan membiayai gaya hidupnya. Vina dan Rasti tak berani melerai, justru mereka hanya melihat adegan ini."Lepaskan!" Mega berusaha untuk melepaskan diri, tapi aku lebih kuat dari gadis sundal ini.Wajahnya yang glowing, bulu matanya yang lentik karena eyelash extension. Tak rela aku melihat kezaliman suamiku demi mempercantik pelakor ini."Ahhh... Sakit!" teriak Mega dengan keras. Bagaimana ia tak menjerit aku mencabut paksa bulu mata tanam itu, dan pasti sangat sakit. Sekuat tenaga aku melepas bulu mata hingga beberapa lepas."Nasna!" Vina memanggil mungkin ia khawatir."Kalian jangan ikut campur! Ini adalah hak-ku yang du renggut oleh pelac*r ini!" ucapku sambil terus mencabut eyelash extension di bulu mata Mega."Sakit, lepasin! Aku aduin kamu sama Mas Hamdan. Biar kamu di ceraikan sama dia!" ucapnya mengancam."Adukan saja, siapa juga yang akan memper
PoV NasnaAku tak luluh sama sekali dengan permintaan maaf Mas Hamdan. Pasti ada maksud di balik semua ini."Nas, kamu tak mau memaafkan, Mas?" tanya Mas Hamdan menatapku lekat.Aku hanya diam, enggan mulut ini bicara dan memaafkan dirinya. terlebih keluarganya telah menghinaku, dan membela gundik itu. "Sebagai permintaan maaf, Mas ingin ajak kamu makan. Kamu mau kan? Nisa mana, kita makan di luar," ujarnya tersenyum mengajakku untuk makan di luar bersama Nisa."Nisa, di mana sayang?" tanya Mas Hamdan kembali. Ia memanggil sayang, jijik mendengar kata itu keluar dari mulutnya yang tidak sesuai dengan isi hati. "Nisa sedang di rumah Ibu, mungkin dia akan menginap di sana, besok pagi akan diantarkan oleh, Riri!" jawabku."Kalau begitu kita keluar berdua saja, sayang," Mas Hamdan ingin memegang tanganku namun aku beringsut mundur dan menghindari Mas Hamdan. Agar ia tidak bisa menyentuhku. Mas Hamdan bangkit dan memaksakan senyum sebelum ia berlalu.Di balik perubahan yang tiba-tiba ini,
PoV Nasna Semua sudah berkumpul. Beberapa warga berusaha mendobrak pintu itu, dan saat pintu terbuka Pak RT, aku, dan Vina menuju kamar. Terdengar desah*n dari kamar yang di duga adalah kamar Mega. Menjijikkan suamiku, dia melakukan perzinaan di rumah orangtua gadis itu, rasanya batinku teriris. Bohong jika aku tak merasa sakit, rasa sakit bukan cemburu, tapi jijik dengan kelakuan mereka dan semua kezaliman yang berikan padaku dan Nisa. Aku yang membuka pintu kamar Mega. Tidak terkunci, mungkin ia kira keadaan aman karena juga sepi hanya mereka berdua. Vina kuminta untuk merekam kejadian ini, ia standby dengan ponselnya dan terus merekam. Termasuk ketika pintu terbuka, posisi Mega ada di atas suamiku. Tanpa sehelai benang pun, membuat mereka gelagapan saat pintu terbuka dan di saksikan banyak mata perbuatan zina itu. Mas Hamdan mendorong tubuh Mega hingga wanita itu terjungkal ke bawah, sampai jatuh dari ranjang. Mega meringis kesakitan, karena kepalanya menghantam lantai. "Ken
Bab 19"Tapi aku yang berhak memberi keputusan!" ucap Mas Hamdan yang seolah ragu untuk bercerai."Kita hanya menunggu sidang, dan aku berhak menggugat cerai darimu!" ujarku lantang. Aku bergegas menuju kamar, mengambil koper dan akan mengemasi beberapa pakaian Nisa dan milikku."Jangan bawa barang milikku!" ucap Mas Hamdan yang menghentikan aku.Aku mencampakkan koper itu, aku tahu yang dia maksud. Kini aku mengambil tas yang sudah usang, dan itu memang milikku sendiri. "Aku hanya membawa pakaianku dan Nisa, yang aku beli sendiri!" sebagian barang tak muat masuk ke dalam tas, aku memasukkannya ke dalam kantong kresek hitam. Berusaha tegar menghadapi kezaliman suamiku dan keluarganya. Mas Hamdan yang bersalah, namun seolah aku lah penjahat di sini. Mereka mengeroyokku, atas apa yang terjadi.**Tatapan sinis dan mengintimidasi aku dapatkan ketika berjalan menuju ruang depan, di mana mereka berkumpul."Kamu akan menyesal melakukan ini pada Hamdan," tukas Mbak Hana menunjukku."Kita
PoV Nasna (Di usir dari rumah)Ibu-ibu itu semakin mengomeli Mega. Sumpah serapah, cacian mereka lontarkan pada gadis itu. Seorang wanita perebut suami orang, dengan jelas berzina pasti sangat mengundang emosi banyak orang terutama kaum hawa. Jiwa persatuan mereka meronta-ronta untuk menghakimi."Kalau Pak Kades, gak bisa kasih hukuman untuk dia. Biar kita yang turun tangan!" salah satu dari Ibu itu mengambil air selokan yang tergenang cukup tinggi, karena semalam hujan. Ia mengambil menggunakan gelas air mineral bekas, kemudian menyiramkan pada wajah Mega.Byyurrr...!" Mega gelagapan karena aksi mereka. "Lagi Mbak, Suwarni!" teriak mereka.Dan kembali air selokan itu menyiram wajah Mega."Tuh rasain, muka glowingnya hasil dari jual apem! Kita siram pakai air comberan!" cibir Ibu-ibu.Mobil Pak Lurah tak kalah memprihatinkan, kacanya jendela mobil pecah, penuh dengan baret. Lampu mobil pecah. Motor Mega juga sama kondisinya, entah habis berapa duit mereka nanti untuk memperbaiki.A
PoV Hamdan"Sial.. Sial..!" gerutuku ketika Nasna mereject panggilan telepon. Istri durhaka itu selalu membuat masalah baru, gegas aku mengirim pesan padanya, untuk menanggung separuh uang denda yang harus di bayarkan. "Arghh...!" Nasna membalas justru mengatai jika aku kere. Lihat saja kau Nasna aku akan lebih kaya darimu, gajiku banyak. Jika minta Mega. Kasihan dia tak punya uang sebanyak itu, terlebih keluarganya juga sudah di usir dari rumah oleh keluarga Pak Kades. Lagi dan lagi ini akibat perbuatan Nasna yang membuat onar di balai desa, hingga Pak Kades ketahuan korupsi. "Pusing Ibu, Ham. Nasna tak bisa menghargai keluarga kita, dan semakin menginjak harga dirimu!" ujar Ibu dan menyadarkan tubuhnya di sofa. Aku prihatin melihat keadaan Ibu yang tertekan, karena masalah ini. Ia harus menahan malu, karena gunjingan dari lingkungan sekitar, semua membicarakan kejadian aku dan Mega. "Ibu malu, jika keluar rumah. Mereka itu memandang Ibu, dengan remeh dan menghina kamu!" keluh Ib
PoV (3)Bu Irina kaget mendengar kabar dari Hana. Keluarga Mega tinggal di rumah kontrakan dan pastinya yang menanggung biaya adalah Hamdan."Gak bisa gitu Ham, berarti kamu juga yang bayarin?" ujarnya bertanya pada sang putra."Iya Bu, kasihan keluarga Mega. Mereka tak punya tempat tinggal lagi," jawab Hamdan gugup, ia takut Ibunya akan marah."Keluarga istrimu itu bukan keluargamu, untuk apa kamu kasihan pada mereka? Jangan mau di bodohin, baru satu hari menikah udah nanggung biaya mertua aja!" cerocos Bu Irina tak terima dan menatap tajam pada Mega.Mega tertegun mendengar ucapan Ibu mertuanya. Ia selalu mendengar perkataan manis dari bibir sang mertua, sekarang ia mendengar ucapan pedas."Tapi Bu, ini kan salah Mas Hamdan juga. Coba saja Nasna tidak membuat onar, pasti keluargaku tidak akan kehilangan tempat tinggal, jadi Mas Hamdan harus bertanggung jawab!" ujar Mega memberanikan diri untuk bicara."Itu salah Pakdemu, kenapa jadi salah Hamdan. Lagian salah keluargamu menggadaikan
PoV (3)"Kenapa jangan?" tanya Bu Irina mendelik pada Mega. "Enggak Bu, itu aku-" Mega tergagap dan tak bisa menjawab."Hamdan saja yang pegang Bu, tenang jatah bulanan untuk Ibu, Anggi dan Ferdi tetap sama," jawab Hamdan. Ia juga enggan jika kartu ATM-nya di kendalikan ibunya."Kenapa Ham, kamu gak percaya sama Ibu? Kamu kan sekarang udah tinggal di rumah ini, pengeluaran pasti lebih banyak," ucap Bu Irina dengan raut wajah sedih, karena Hamdan tak percaya padanya. "Mas, kasih aja kartunya sama Ibu. Lihat tu, ibu jadi sedih seakan Mas gak percaya sama kita!" ucap Anggi meminta Hamdan menuruti kemauan Ibunya."Sudahlah, mungkin Mas-mu gak percaya. Takut uangnya Ibu habiskan!" ujar Bu Irina dan bangkit dari sofa, ia berjalan menuju kamar dan menangis. Hati Hamdan mencelos melihat Ibunya. Ia tidak tega, apalagi sang Ibu sampai menangis. Bagi Hamdan Ibunya adalah nomor 1 yang telah membuat hidupnya bisa seperti sekarang. Dan mempunyai posisi yang bagus di tempat bekerja. Hamdan bangk
PoV HamdanTangisan Mega tak kunjung mereda, ia terus menangisi putra kami yang sudah meninggal karena kelainan jantung. Bayi mungil itu hanya bertahan 3 hari saja, jujur sebagai Ayah aku juga merasakan sedih dan bersalah. Karena sikapku yang tidak baik pada Mega selama ia mengandung."Ini semua karenamu, anakku meninggal!" ucap Mega lirih di dalam tangisannya. Kata itu terus ia ulang, menyalahkan diriku."Kamu yang membuat anak kita meninggal, kamu tak pernah perhatian padaku ketika hamil dan memberiku tekanan," Mega terus saja,menyudutkan aku. Aku sadar telah mengabaikan Mega dan kehamilan nya. Tak bisa kubohongi jika perasaanku dan pikiran ini terus mengingat Nasna dan Nisa. Aku sangat cemburu dan sakit hati melihat kebahagiaan mereka dengan Arkan. Ingin rasanya aku mengganti tempat Arkan. Ya tempat yang seharusnya menjadi milikku setelah direbut oleh pria itu, dia telah merebut Ibu dari anakku. Apalagi Nissa memanggil Arkan dengan panggilan papa. Huhh semakin membuat telingaku s
PoV Nasna"Arggghhh..!" terdengar jeritan kesakitan. Itu Naomi kan dia masih berani datang ke sini juga dan jatuh di lantai dapur.Naomi meringis menahan sakit, ternyata di lantai terlihat mengkilat, seperti tumpahan minyak. Beruntung aku belum masuk dapur, jika saja aku datang lebih dahulu pasti aku yang akan jatuh. Apa ini, kerjaan Rere? "Naomi?" Rere datang dan melihat keadaan temannya sudah terjatuh di lantai yang licin itu, karena minyak goreng. "Sakit, tolongin aku!" pekik Rere. Uhhh pasti sangat menyakitkan bokongnya yang mendarat duluan di lantai."Kenapa kamu bisa ke sini?" Rere ingin melangkah namun ia ragu dan kembali mundur. "Cepat tolong aku, ish!" pekik Naomi karena Rere hanya melihat dia yang masih terduduk di lantai merasakan kesakitan pada bagian tubuhnya, yang menghantam lantai dengan keras. Rere seperti kebingungan dan akhirnya mengulurkan tangannya, untuk menjadi pegangan Naomi. Naomi berusaha berdiri, tapi sepertinya lantai yang licin itu membuat dirinya sus
Semenjak kejadian itu, memang Rere berubah baik. Tak ada mencari masalah denganku, sekarang aku juga sudah pindah ke rumah baru dengan Mas Arkan.Dan Mbak Hana yang meminta pekerjaan, aku sudah meminta izin pada Mas Arkan saat itu. Dan suamiku menyerahkan semua padaku, jika kasihan mau menerimanya bekerja. Aku memberi kesempatan pada Mbak Hana.Awalnya Mbak Hana bekerja dengan baik, walau ia sempat berhutang sebanyak 2 juta di minggu kedua bekerja. Alasan Mbak Hana meminjam uang itu, untuk berobat mantan ibu mertua. Aku pun memberikan pinjaman padanya. Tapi setelah pinjaman itu. Mbak Hana berhenti berangkat kerja, aku pernah mengirim pesan, karena hampir seminggu dia tak masuk, dan Mbak Hana justru memblokir nomorku setelah pesan berubah menjadi centang berwarna biru.[Nanti hutang nya juga aku bayar! Baru 1 minggu hutangin udah di tagih!] balasan pesan Mbak Hana 4 hari setelah memblokirku.Kenapa dia berpikir aku menagih hutang, padahal aku bertanya tentang dia bekerja lagi atau tid
PoV (3)(3 bulan kemudian)----Hamdan sudah keluar dari jeruji besi. Kini ia bisa menghirup udara kebebasan. Hamdan dan Mega melakukan cara kotor, apa sih yang tidak bisa jika menggunakan uang. Hingga mereka juga tega menjual rumah Ibu Irina tanpa sepengetahuan nya.Mereka kembali ke rumah yang dulu di beli Hamdan. Sebagian cicilan rumah sudah di bayar oleh Mega. "Mas, keluargamu sudah di usir dari rumah." Mega memberitahu pada Hamdan ketika mereka akan pulang ke rumah. Karena kemarin Hamdan masih belum tahu tentang keluarganya yang di usir."Oh.. Biarlah. Yang penting aku bebas! Selama ini aku sudah berkorban untuk keluarga, sekarang gantian mereka yang berkorban untukku! Rumah itu juga ada hak-ku karena sudah membiayai renonasinya!"jawab Hamdan dan menoleh pada Mega dengan seulas senyum di bibirnya. Sesantai itu Hamdan menanggapi berita tentang keluarganya.Mega merasa lega. Ini yang dia inginkan. Hamdan berhenti peduli pada keluarganya sendiri. "Akhirnya aku tak perlu takut, jik
PoV NasnaAku puas melihat Naomi di lempar keluar oleh Mas Arkan. Rasakan kamu perempuan gatal, ingin mendekati suamiku. Percuma tampilannya modis, dan cantik. Selalu bilang jika ia berkelas, kelas apa jika hanya menjadi wanita murahan. Aku yakin Naomi ingin menginap di sini dan mengambil kesempatan untuk menggoda suamiku, bila ada kesempatan.Apalagi pakaian yang ia kenakan sangat minim, ketat. Gunanya pasti untuk merayu suamiku, dengan tubuhnya. Perdebatan antara Mama mertua dan Rere masih terjadi. Tak perlu aku menjelaskan panjang lebar tentang kejadian, mereka sudah tahu sendiri dan berhasil membuat Rere akan di usir dari rumah ini. Apakah aku jahat dan kejam jika menginginkan Rere di usir dan tak di anggap anak angkat lagi oleh keluarga ini. Tujuanku berhasil, dan jika dia pergi. Tak ada lagi yang mengusik rumah tanggaku.**Rere pingsan, Mama yang akan ke kamar menemui Nissa berbalik dan menuju Rere yang tubuhnya sudah tergeletak di lantai. Pasti ia hanya pura-pura karena tak
PoV AuthorRere dan Naomi beradu pandang ketika Nasna menunjukkan video rekaman cctv saat mereka, menganiaya Nissa dengan kejam. Mencubit bahkan mendorong gadis kecil itu. Arkan mengepalkan tangannya, dengan kuat ketika menonton video itu. Tatapan tajam di arahkan pada Riri dan Naomi. Yang sudah seperti salah tingkah di hadapan Tante Tika dan Arkan karena ketahuan perbuatan sadis mereka."Mama, jangan salah paham dengan video itu!" Rere kemudian mendekati Tante Tika. "Mama jangan percaya, aku tidak seburuk yang Mama lihat di video. Maafkan aku, Ma! Aku melakukan ini karena ada sebabnya!" ucap Rere dengan nada suara yang bergetar karena ketakutan ia menyatukan telapak tangannya, memohon agar Mama angkatnya mengerti."Apa sebabnya? Kenapa kamu sangat tega pada anak kecil yang tidak bersalah seperti Nissa, apa salah dia hingga kamu melalukan hal keji, dan juga kamu Naomi? Beruntung Arkan, tidak menikah dengan wanita sepertimu, pada anak kecil saja kamu kejam. Bagaimana mau menjadi ist
PoV Nasna"Teman Tante Rere, tadi abis cubit Nissa. Terus suruh Nissa keluar, sambil nyeret tangan Nissa Bu. Nissa mau pulang Bu," ucapnya memohon masih dengan sesenggukan. Aku akan mengajak Nissa pergi sekarang juga dari rumah ini, tapi aku harus memberi pelajaran pada Rere. Aku akan membuatnya terusir juga dari rumah ini.Gigiku beradu karena geram dengan perbuatan Rere. Aku tidak akan memaafkan perbuatan gadis licik itu, dia mau bermain denganku. Aku pastikan, dia akan kehilangan kehidupan mewah yang baru ia cicipi, dia pikir aku tak bisa berbuat kejam pada seseorang yang menyakiti putriku. Aku menuju kamar Rere ternyata dia tak ada di sana. Setelah mencari ke penjuru rumah, ternyata ia sedang tertawa dengan Naomi di ruang nonton tv."Haha.. Sebentar lagi dia akan pergi bersama anaknya dari rumah ini! Kamu Naomi, akan menjadi kakak iparku," "Belum puas, aku mencubit dan menjambak putrinya itu. Harusnya aku dan calon anakku bersama Arkan yang ada di posisi Nasna. Karena dia aku
PoV NasnaMulut Rere berbisa juga, ingin menghasut Mama. Dari awal bertemu dengan gadis itu dan Naomi. Aku sudah bisa menebak, bagaimana watak aslinya. Hasutlah Mama mertua hingga kamu puas Re. Karena aku tak akan mudah dengan rencanamu itu. Aku bisa menghadapi ipar seperti dia.Dari pernikahan sebelumnya aku juga mendapat ipar yang selalu memusuhiku, tapi aku tak boleh kalah. Aku mengayunkan langkah tetap menuju dapur. Dan mengambil gelas, Rere dan Mama mertua menoleh serempak, melihat kedatanganku. Raut wajah Rere seperti tertegun, apa dia takut jika ketahuan sedang menghasut Mama. Sayang sekali aku sudah mendengarnya. "Nasna, besok kamu ikut Mama ya. Ke acara arisan dengan teman-teman Mama," ujar Mama mertuaku dia ingin mengajakku arisan di kalangan temannya yang pasti elit."Mama, ingin mengajak dia?" ucap Rere menatapku dan mencebik."Kenapa, Re?" sahut Mama."Mama mau mempermalukan diri? Apa kata teman Mama nanti. Dia saja norak Ma, tak pantas ikut dengan Mama dengan lingkunga
PoV NasnaSemenjak kata sah terucap setelah ijab kabul, aku resmi menjadi istri sah Mas Arkan. Begitu lancar ia mengucapkan tanpa harus di ulangi. Bahagia? Aku sangat bahagia, tak bisa kupungkiri perasaan imi semakin tumbuh untuk Mas Arkan. Semoga saja Mas Arkan adalah pilihan terbaik dan pernikahan ini menjadi yang terkahir untukku. Soal kedudukan ataupun kekayaan nya, aku tak terlalu peduli. Aku sudah bersyukur mempunyai suami yang mau bertanggung jawab dan bisa mencukupi, serta menghargaiku sebagai istri. Toh pertama kita bertemu juga karena Mama mertuaku, yang ingin membuat kita dekat. Aku tak silau dengan kekayaan yang di milik oleh Suamiku. Aku juga masih mampu, dan punya usaha sendiri. Bukannya sombong, hanya aku ingin menampik ucapan dan cibiran beberapa keluarga Mas Arkan. Mereka menganggap jika aku menikah dengannya hanya demi harta. Apa yang aku miliki sekarang, dari hasil usaha, hanya di pandang remeh bagi mereka yang mungkin kekayaannya sudah berlimpah, tidak seperti ak