Leo keluar dari toilet dengan memakai handuk sebatas pinggang. Dia baru saja selesai mandi, tetesan air terlihat mengalir perlahan dari rambut dan tubuhnya. "Yah, istriku sudah tidur." Leo melangkahkan kaki sambil tersenyum jahil. Lelaki yang sudah handal memuaskan para wanita itu tentu saja sudah paham. Bila Angela saat ini tengah ketakutan dan hanya berpura-pura saja. 'Yes, rencanaku berhasil.' Di balik selimut Angela bermonolog, merasa dirinya sudah bebas. Namun, nyatanya harapan Angela langsung pupus tatkala Leo tiba-tiba menarik selimut. Angela memekik nyaring. Secepat kilat memundurkan tubuh hingga mentok ke headboard kasur. Panik dan ketakutan setengah mati ia, saat melihat Leo merangkak naik ke ranjang. "Hehe, kau tidak bisa membodohiku, Dear. Malam ini kau tidak bisa lolos." Leo menarik kaki Angela seketika dan langsung menimpa tubuh istrinya itu. "Leo please besok saja ya, aku capek tahu." Leo menggeleng cepat sambil tersenyum tipis."Tenanglah Dear, aku akan pelan-pela
Brak!"Apa maksudnya?!" Leo buru-buru menutup pintu kamar, meninggalkan Angela masih terlelap di atas ranjang. Di sepanjang lorong, napas Leo semakin memburu. Tak sabaran ingin cepat-cepat turun ke bawah, menemui sosok tersebut. Kini, tangannya terkepal kuat, menahan amarah yang membuncah di dalam dada sejak tadi. Pagi ini seharusnya wajah Leo terlihat bahagia. Namun, saat membaca pesan tersebut. Suasana hatinya langsung memburuk. Angela tak tahu bila ia keluar. Leo hendak menyelesaikan permasalahan yang datang tiba-tiba barusan."Leo?"Langkah kaki Leo terjeda seketika, manakala melihat Angelo berdiri di hadapannya sekarang sambil membawa goodie bag. "Angelo," sapa Leo juga dengan rahang masih mengeras. Berkerut sangat kuat kening Angelo, karena Leo berada di luar sepagi ini, terlebih saat ini raut wajah suami adiknya itu tak enak dipandang. "Ada apa denganmu? Mengapa kau keluar? Di mana adikku? Dia baik-baik saja 'kan?" tanya Angelo beruntun, sambil memperhatikan dengan seksama
Manik Leo membola, melihat Angelo terlebih dahulu melayangkan pukulan kuat di rahang Niel. Ia sekarang mulai penasaran dengan masa lalu Angela. Sampai-sampai Angelo terlihat amat kesal pada Niel sekarang. Pukulan serta umpatan cacian terdengar di sekitar. Angelo masih terus memukul Niel membabi buta, sehingga membuat lelaki yang umurnya sepantar dengan Leo itu terhuyung-huyung sambil mengeluarkan tawa keras."Biadap kau! Masih punya muka kau, setelah puas menyakiti adikku hah!" umpat Angelo, tanpa berniat sekali pun menghentikan gerakan tangan. Leo pun mematung di tempat tanpa mengedipkan mata sama sekali, tampak syok ternyata Angelo sangat bengis dan menyeramkan. Orang yang lalu-lalang di sekitar memusatkan perhatian ke arah mereka seketika, dan tak berani mendekat atau pun melerai pertikaian, sampai pada akhirnya Leo menarik kuat pakaian Angelo dari belakang. "Hentikan, kau hanya akan mengotori tanganmu!" seru Leo. Angelo mendengus, lantas menatap tajam Niel yang saat ini sudah
Leo membola, lantas melayangkan kembali pukulan bertubi-tubi di wajah Niel. Leo takut bila Angela belum sepenuhnya mencintainya. Amarah yang terbendung sejak tadi dia luapkan pada Niel saat ini. Lelaki gila itu tidak membalas sama sekali, menerima serangan dan tertawa-tawa keras seperti orang gila.Angelo berusaha melerai, tak mau pula Leo membunuh Niel di hadapan orang banyak. Akan tetapi, tak berhasil. Leo tuli, memukul-mukul Niel tanpa jeda. "Sialan kau! Aku suaminya hah! Berani-beraninya kau datang di saat kami sedang berbahagia!" seru Leo berapi-api.Tawa keras Niel masih berkumandang di sekitar. Sekarang, wajah lelaki itu sudah lebam dan mata kanannya pun agak bengkak. "Haha, bukankah sudah aku katakan tadi, aku tidak peduli—ahk!"Perkataan Niel terpotong tatkala Leo membenamkan pukulan di rahang kanan hingga membuat lelaki itu terpental ke lantai. Meski sudah babar belur, Niel berusaha bangkit berdiri membuat rahang Leo mengetat. Situasi semakin memanas. Buru-buru Leo mendek
Angela berkedip-kedip mendengar pertanyaan barusan. Dia tak langsung membalas, malah menatap dalam mata Leo. Leo semakin murung dan tertunduk dalam, tengah berusaha menyembunyikan matanya yang mulai merah. "Masih ada nama Niel di hatimu ya?" tanyanya dengan suara agak gemetar. Angela terkejut, dengan susah payah mengeser tubuh lalu memegang kedua pipi Leo hingga mata keduanya bertemu. Kembali membola matanya, melihat netra Leo berkaca-kaca saat ini. "Kau menangis? Astaga suamiku ini, kita sudah menikah, bukankah semua sudah jelas, kau tidak perlu bertanya lagi. Sekarang aku sudah menjadi istrimu, tentu saja pria yang aku cintai ada di depan mataku bukan Niel atau pun pria lain," katanya membuat Leo tersenyum tipis dengan air mata mulai mengalir. "Benarkah? Tapi aku takut dia akan merebutmu dariku, terlebih dia cinta pertamamu, tadi aku bertemu ...." Leo menjeda kalimatnya sejenak, tak mau Angela mengetahui bila tadi dia menghajar Niel. Kening Angela semakin mengerut, sebab Leo se
Hari berganti hari, usia kandungan Angela memasuki trimester akhir. Leo terlihat begitu antusias menyambut kedatangan buah hatinya dan tepat hari ini perkiraan lahir anaknya. Sedari pagi pria berwajah elok itu sibuk sendiri memasukkan perlengkapan anak dan istrinya ke dalam tas. Dia tak mau ada yang tertinggal nantinya."Aduh, di mana pakaian yang aku beli kemarin ya?" gumam Leo sambil matanya berkeliling di kamar, mencari pakaian sang buah hati. Dari tadi gurat kepanikan terlukis jelas di wajahnya. Angela tertawa pelan, melihat Leo tak bisa diam sejak tadi. Wanita yang tubuhnya terlihat segar dan bugar itu sedang duduk di sofa sambil menyantap cemilan. Tak ada kepanikan tergambar di wajahnya, Angela nampak biasa-biasa saja. Berbeda dengan Leo sudah seperti orang gila. "Kenapa kau malah tertawa, Dear?" Leo mulai lelah lantas menoleh ke arah Angela. "Hehe, kau itu lucu, tenanglah, pakaian yang lain kan ada," jawab Angela diiringi tawa ringan. "Ck, tapi aku mau dia mengenakan pakai
"Ada apa Martin?" Diana mendekat dan tak lupa membawa bayi mungil bersamanya itu. Martin tak langsung menyahut, tengah mendengar dengan seksama teriakan Angelo di ujung sana yang membuatnya detak jantungnya mendadak berhenti dan panik setengah mati."Angelo, kau di mana? Kenapa kau berteriak? Apa kau terluka? Kau baik-baik saja 'kan?" Martin melirik Diana sekilas. Memberi jawaban melalui gerakan mata. Diana semakin penasaran berharap anak lelakinya dalam keadaan baik-baik saja. Tak pelak perkataan Martin barusan mengundang rasa penasaran Angela dan Leo pula. Mereka saling lempar pandangan dengan kening berkerut amat kuat sekarang. Sementara itu di lain sisi, tepatnya di perbatasan benua dekat dengan hamparan laut, Angelo bersama tim khusus tengah berlindung di balik bebatuan besar. Suara debur ombak di bibir laut terdengar amat jelas di sekitar saat ini. Angelo malah tertawa pelan setelahnya. "Sorry Dad, biasa temanku nakal dia hampir membuat persembunyian kami terendus para mus
Setiap pria pasti memiliki wanita idamannya masing-masing. Begitupula dengan Angelo Martinez, putra kesayangan mafia kejam yang berasal dari Venezuela, trah rothschild family, mempunyai karakteristik wanita masa depannya. Angelo menginginkan wanita yang lemah lembut, tidak bawel dan jarang berbicara, itulah impiannya selama ini. Karena dia tidak menyukai wanita yang banyak berbicara dan berisik seperti adik kembarnya. Angelo ingin hidup damai dan tentram. Akan tetapi, nasib sial menimpanya ketika harus dihadapkan dengan seorang wanita yang terkena skizofrenia menganggapnya seorang pangeran. "Angelo, paman meminta tolong padamu, untuk sementara waktu tinggallah bersama wanita ini, dia menganggapmu pahlawan, pulihkan dia, paman yakin ingatannya sengaja dihilangkan oleh seseorang.""Tapi Paman, wanita ini gila, lagipula dia berisik Paman, aku tidak mau!""Oh come on boy, bantulah paman, walaupun dia gila tapi cantik bukan, tunggullah sampai ingatannya pulih. Paman akan berusaha juga me
"Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t
Kening Jane lantas mengernyit. "Ada apa?" tanyanya. Amat penasaran ia, mengapa mimik muka Angelo mulai berubah menjadi lebih dingin sekarang, seolah-olah tengah marah pada seseorang. Angelo tak membalas, sejak tadi mendengar dengan seksama penjelasan Eliot. Di mana Adam, papa Claudia merupakan salah satu tersangka yang terlibat di dalam penculikan Jane."Pantas saja kita kesulitan mencari letak lokasi tempat penyekapan Jane, ternyata lelaki bedebah itu yang menutupinya, mama tiri Jane benar-benar gila! Seandainya saja kalau dia masih bernapas aku akan membakarnya hidup-hidup." Di ujung sana Eliot memberi pendapat. Tarikan napas berat pun terdengar bersamaan. Ia begitu kesal karena orang dipercayainya telah berkhianat dan membuat proses penyelamatan sempat terhambat kemarin. Angelo enggan menanggapi, namun dari sorot matanya berkabut kekecewaan mendalam pada Adam.Eliot menarik napas panjang kemudian, memahami Angelo yang masih diam di balik ponsel. "Dan satu lagi, pasti ini akan m
Jane terlonjak kaget kala Claudia berhasil membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung dirinya dapat menahan diri meski kakinya sekarang terkena pecahan kaca. "Mati kau!" pekik Claudia lagi. "Kau yang mati!" Cukup sudah, Jane habis kesabaran. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Claudia hingga wanita tersebut terpental jauh, di mana punggung dan kepala bagian belakangnya membentur dinding. Claudia pun langsung pingsan di tempat. "Ck, menyusahkan sekali!" kata Jane sembari menarik napas lega. "Jane!"Perhatian Jane teralihkan kala mendengar suara Angelo di sekitar. Ia alihkan matanya ke arah pintu utama apartment, di mana Angelo berdiri dengan mimik muka terkejut dan panik."Baby!" Dengan hati-hati Angelo mendekat lalu menuntun Jane ke sisi yang aman. Usai itu, tanpa mengucapkan satu patah kata lelaki tersebut memeluk dan mencium kening Jane berkali
Jane mencoba untuk tetap tenang. Sebab sosok di hadapannya auranya tak seperti dahulu. Terakhkir kali bertemu, wajahnya nampak teduh. Namun, sekarang terasa dingin dan hitam pekat. Ada sesuatu yang tidak dapat Jane jelaskan sendiri."Apa maumu, Clau?" tanya Jane sembari memundurkan langkah kaki perlahan-lahan hendak mengambil pisau di dapur. Pasalnya saat ini Claudia tengah memegang pisau. Bukannya menjawab, wanita berambut panjang tersebut malah melangkah maju, sambil melayangkan tatapan mengintimidasi. Namun, Jane sama sekali tidak takut. Mungkin karena latar belakangnya dari keluarga mafia. Menjadikan dia tak gentar sama sekali.Jane tersenyum mengejek setelahnya. "Apa kau belum bisa menerima kalau Angelo memilih aku daripada kau?" ujarnya, sengaja memancing emosi Claudia.Kalimat yang dilontarkan Jane barusan membuat napas Claudia menderu cepat dan matanya pun langsung melotot tajam."Kalau kau sudah tah
"Astaga, kita melupakan Jane, oh ya selamat Jane, semoga kau tahan dengan sikap Angelo. Kami senang ingatanmu sudah pulih sekarang," ucap Eros seketika. Keasikan mengobrol membuat mereka melupakan wanita mungil di samping Angelo. Yang sejak tadi tersenyum kecil, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Jane mengulum senyum. "Terima kasih, tenanglah aku sudah terbiasa dengan sikapnya, katanya seraya melirik Angelo sekilas. Angelo balas dengan mengulas senyum kecil."Oh ya, nanti malam jangan terlalu cepat kasihan anak orang," kelakar Ronald membuat semburat merah di kedua pipi Jane langsung muncul. "Ya, pelan-pelan Angelo, aku tahu ini pertama kalinya bagimu," timpal Eros sembari tertawa pelan. Sontak Angelo dan Jane saling lempar pandangan. Seandainya saja teman-temannya tahu bila mereka sudah bercinta kemarin. Maka dapat dipastikan akan dijadikan bahan olok-olokkan oleh ketiga pria jahil di depan."Hei, sepertinya tawa kita membuat orang risih." Eros melirik ke segala arah kala
Martin nampak syok ketika melihat Angelo berdiri dalam keadaan dada terbuka. Dapat dipastikan anak sulungnya tersebut baru saja selesai berhubungan badan. Jane pun berbaring di atas kasur sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya sekarang.Dengan muka tak berdosa, Angelo melirik Jane sekilas, memberinya kode untuk tetap diam di tempat dan jangan bergerak. Jane mengerti, membalas melalui gerakan mata. Mengatakan takut pula pada Angelo. Namun, Angelo memberi bahasa isyarat untuk jangan takut. "Biadap!" murka Georgio, lantas mendekat kemudian melayangkan tamparan kuat pada pipi kanan Angelo. Kepala Angelo bergerak ke kanan seketika. Pipinya pun langsung memerah. Sambil memegang pipi, Angelo menoleh ke depan."Apa kau sudah gila hah?!" jerit Georgio."Maafkan aku Tuan Georgio, aku memang sudah gila. Kalau aku tidak melakukan ini. Kau pasti tidak akan merestui hubungan kami! Jadi, lebih baik aku hamili anakmu dulu!" seru Angelo tegas, hin
21+++***(Maaf tidak sesuai ekspetasi) ~~~Sepasang mata bulat Jane langsung membola, hendak melawan. Namun, Angelo mengekang tubuhnya. Terlebih, bibirnya dibungkam Angelo sekarang. Kali ini Jane tak bisa menolak. Mungkin karena rindu yang mengebu-gebu. Dia mulai pasrah terhadap perlakuan Angelo.Bibirnya dikecup, disesap dan lidahnya pun dililit-lilit Angelo hingga keduanya saling bertukar saliva. Jane memejamkan mata, menikmati kecupan ganas yang dilakukan Angelo saat ini. Sementara Angelo amat tak tahan. Sejak tadi menahan diri, melihat bibir ranum Jane bergerak-gerak. Di mata Angelo, wanita bertubuh mungil ini amat menggemaskan. Kini lelaki bermata cokelat tersebut. Dengan mata menutup mencekal pergelangan tangan Jane. Napasnya memburu, jantungnya pun berdetak kencang, seakan-akan organ dalamnya akan meledak. Sampai pada akhirnya ia menjauhkan sedikit wajah kala mendengar Jane kesulitan mengambil napas. Angelo membuka mata, menatap seksama wajah Jane yang masih berusaha mera
Sampai keluar mata Angelo kala mendengar perkataan Martin barusan. Dia terperangah sejenak."Daddy." Angelo menahan geram karena Martin tak dapat diajak berkompromi saat ini. "Ck, berkerjasamalah denganku, Dad, ayo cepat ralat ucapan Daddy barusan."Martin tak menyahut, malah mendengus lalu melipat tangan di dada. Angelo menghela napas lelah kemudian. Dengan cepat ia menekan bell rumah lalu berkata,"Maaf Tuan Georgio, Daddyku hanya bercanda tadi, sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Tuan.""Cih, aku tidak bercanda! Aku memang mengajakmu berduel, sialan!" protes Martin cepat membuat Angelo semakin kalang kabut.Angelo menatap tajam Martin, memberi bahasa isyarat untuk diam. Lagi dan lagi Martin balas dengan mengeluarkan dengkusan kesal.Tak ada tanda-tanda pagar akan terbuka. Angelo pun mulai memarahi Martin. Tak lupa ia berulang kali melontarkan kata maaf dengan berbicara melalui alat di dekat pagar, yang di mana itulah adalah kamera pengintai berupa suara yang terhubung ke dalam m
Jane terbelalak. Dengan cepat meloncat dari atas ranjang kemudian bergegas menghidupkan lampu ruangan. Angelo meringis pelan tatkala mendapat pukulan di rahangnya barusan. Seumur-umurnya baru kali ini dia dipukul oleh seorang wanita. Sambil memegangi pipi, dia memandang ke sudut ruangan, di mana Jane berdiri dengan raut wajah kebingungan. "Angelo, kenapa kau bisa di sini?" Jane heran mengapa Angelo bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal setahunya keamanan di mansion sudah diperketat Georgio. Namun, detik selanjutnya dia sadar bila Angelo adalah tentara yang memiliki kemampuan khusus di dunia militer. "Pergilah Angelo, sebelum ketahuan Daddyku," ujar Jane kemudian sambil membuang muka ke samping. Jujur saja, ia ingin sekali berlari kencang ke arah Angelo dan memeluknya erat-erat sekarang. Namun, mengingat pesan yang dikirim Claudia tadi, Jane urungkan. Angelo mendengus lalu menghampiri Jane hendak meraih tangan pujaan hatinya. Akan tetapi, Jane segera menepis tangannya dengan cepat