Share

Bab 75. Pertemuan yang Menentukan

Penulis: Nikma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-03 20:22:05

Adrian memandang semua yang hadir di ruang rapat dengan ketenangan yang tegas. Suara ketukan kursi roda elektriknya sebelumnya sudah cukup membuat semua mata tertuju padanya. Dengan Gita duduk di sampingnya, suasana ruangan menjadi semakin berat. Hendri berdiri di belakang Adrian, menatap Luna dengan ekspresi datar namun penuh arti.

Luna mencoba tersenyum tipis, meskipun sorot matanya jelas memancarkan ketegangan. “Pak Adrian, seperti yang saya jelaskan sebelumnya, mungkin ada kesalahan dalam pencatatan. Tim saya sedang menelusuri ini. Proyek ini sangat kompleks, dan kami harus berimprovisasi dalam banyak hal. Beberapa pengeluaran mungkin terlihat tidak relevan, tetapi sebenarnya itu adalah bagian dari strategi jangka panjang kami.”

Adrian mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, tatapannya menusuk. “Strategi jangka panjang, katamu? Saya akan memberimu waktu—tiga hari—untuk memberikan dokumen pendukung yang membuktikan bahwa transaksi ini bena
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 76. Tersudut

    Dalam perjalanan pulang, Luna duduk di kursi belakang mobil dengan ekspresi wajah yang gelisah. Tangannya menggenggam ponsel, ragu sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk menelepon Rima. Suara di ujung sana menjawab. “Luna?” Rima terdengar heran. “Ada apa menelepon malam-malam begini?”Luna menarik napas dalam-dalam, berusaha mengontrol nada suaranya agar terdengar tulus. “Tante Rima, saya tahu ini mungkin tidak pantas, tapi saya tidak punya pilihan lain. Saya butuh bantuan tante.”“Hm, bantuan?” Rima mulai curiga, namun tidak langsung memotong pembicaraan.“Saya tahu Adrian marah, dan dia punya alasan untuk itu. Tapi masalah ini... ini lebih besar dari yang terlihat. Saya benar-benar tidak berniat mencoreng nama perusahaan atau menyakiti siapa pun. Saya hanya... saya hanya ingin menyelesaikan ini tanpa melibatkan hukum atau publikasi. Tante mengenal saya. Tante tahu saya selalu memikirkan yang terbaik untuk peru

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 77. Trik Luna

    Luna duduk di meja kerjanya yang penuh dengan dokumen-dokumen proyek. Lampu di apartemennya menyala redup, menciptakan suasana muram yang mencerminkan hatinya. Ia memandang layar laptopnya yang penuh dengan email dari klien dan mitra bisnis. Kebanyakan berisi kalimat yang sama: "Kami akan menunda kerja sama sampai masalah Anda terselesaikan."Dengan frustrasi, Luna memukul meja keras hingga secangkir kopi di dekatnya hampir tumpah. “Semua ini salah Adrian!” serunya pelan namun penuh kemarahan.Ponselnya bergetar di meja. Sebuah pesan singkat masuk dari salah satu kliennya:"Bu Luna, kami terpaksa membatalkan proyek ini. Reputasi Anda sekarang membuat kami sulit melanjutkan kerja sama. Mohon dimaklumi."Luna membaca pesan itu dengan tatapan tajam. Ia melempar ponselnya ke sofa dengan kasar, lalu berdiri dari kursinya. Nafasnya memburu, pikirannya bercampur aduk antara marah, kecewa, dan dendam.“Adrian...” gumamnya dengan nada dingin.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 78. Bukan Suami Sempurna

    Gita sat on the living room sofa, her hands massaging her legs that were starting to swell. His face looked tired, his breath was short. Pregnancy at eight months brings many new challenges that she has not experienced before. His back felt like he was being pulled around, and every little step he took felt like a heavy task. Adrian watched her from her wheelchair, her eyes never detached from Gita's movements. Concern was evident on his face, but there was something deeper—frustration with himself for feeling powerless enough to help his wife. After a few moments of looking at Gita who seemed to be struggling on her own, she moved the joystick of her wheelchair, approaching slowly. "Here," Adrian said softly, his voice attentive. "Let me be the pijitin." Gita looked up, surprised to hear the offer. "You don't need to bother, Dri. I can do it alone." He tried to smile. Adrian shook his head, looking at him warmly. "I am your husband, Gita. If I don't he

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 79. Pertemuan Luna dengan Naufal

    Luna memilih meja di sudut kafe yang tenang, matanya sesekali melirik ke arah pintu masuk dengan sikap tenang namun penuh perhitungan. Ketika pintu kafe terbuka, sosok yang ia tunggu akhirnya muncul. Naufal melangkah masuk, mengenakan kemeja biru muda dengan gaya santai tapi tetap profesional. Ia tampak sedikit bingung, pandangannya menyapu ruangan sebelum akhirnya melihat Luna yang melambaikan tangan dari sudut ruangan.“Naufal, kan?” sapa Luna dengan senyum ramah saat pria itu mendekat.“Iya, benar,” jawab Naufal dengan anggukan kecil. “Tapi, maaf, saya agak bingung. Jarang banget ada urusan kayak gini di luar rumah sakit.”Luna berdiri, menjabat tangan Naufal dengan santai. “Saya Luna. Kita sebenarnya pernah ketemu sebelumnya, di depan rumah kontrakan Gita waktu itu.”“Oh, iya. Saya ingat,” kata Naufal, meski nada suaranya masih terdengar ragu. Ia duduk di kursi di hadapan Luna, lalu bertanya langsung

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 80. Kekhawatiran Naufal

    Adrian bersiap berangkat ke kantor pagi itu, mengenakan kemeja putih rapi yang dipadukan dengan celana gelap. Ia tampak serius, memeriksa dokumen di atas meja kecil di ruang tamu. Sementara itu, Gita, dengan perutnya yang semakin besar, duduk di sofa sambil menggosok lembut punggungnya yang pegal.“Dri, jangan lupa makan siang nanti, ya,” ujar Gita lembut, memperhatikan suaminya yang terlihat sibuk.Adrian menoleh dan tersenyum kecil, lalu mendorong kursi rodanya mendekati Gita. “Kamu ini yang harus ingat istirahat. Jangan terlalu banyak bergerak, jangan terlalu lama berdiri,” ucapnya, sedikit menegur dengan nada lembut.Gita tersenyum tipis, tangannya refleks menyentuh perutnya. “Aku tahu, kok. Tapi aku bosen di rumah terus.”Adrian menghela napas, berhenti sejenak, lalu menggenggam tangan Gita. “Aku ngerti. Tapi sekarang prioritas kamu cuma satu: jaga diri kamu dan bayi kita. Kantor masih bisa aku urus, tapi aku nggak m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 81. Permainan Luna

    Luna duduk di salah satu sudut sebuah lounge eksklusif di pusat kota, mengenakan blazer hitam elegan. Di depannya, sebuah gelas anggur merah berkilauan di bawah cahaya lampu gantung mewah. Matanya sesekali melirik jam di pergelangan tangannya, menunggu seseorang yang sudah dijadwalkan untuk bertemu.Tak lama kemudian, seorang pria dengan pakaian kasual namun rapi mendekat. Wajahnya serius, membawa sebuah tas kecil di tangannya. Luna tersenyum tipis, mengangkat alisnya untuk menyuruh pria itu duduk tanpa perlu berkata-kata.“Semua sudah selesai,” ucap pria itu sambil mengeluarkan sebuah flashdisk dari tasnya. Dia meletakkannya di atas meja. “Saya pastikan setiap sudut yang diambil memberikan kesan... menarik.”Luna mengambil flashdisk itu dengan santai, lalu mengeluarkan tablet dari tasnya. Ia menyambungkan flashdisk tersebut ke perangkatnya dan mulai membuka file-file foto. Matanya menyipit sedikit saat melihat foto pertama, lalu perlahan senyu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 82. Sesuatu yang Disembunyikan

    Adrian akhirnya tiba di rumah dengan perasaan yang masih bercampur aduk. Saat pintu terbuka, ia mendengar suara panci beradu pelan dari dapur. Gita tampak sibuk di sana, wajahnya tenang namun sedikit lelah. Adrian menatapnya sejenak dari ruang tengah, mencoba menenangkan pikirannya sebelum memulai percakapan.“Sayang,” sapa Adrian dengan senyum kecil, mendorong kursi rodanya mendekati ruang makan. “Masak apa hari ini? Harum, kayaknya bikin perut makin lapar.”Gita menoleh, tersenyum tipis sambil mengaduk panci di atas kompor. “Sayur asem sama ayam goreng. Nggak terlalu berat, biar kamu juga nggak enek.”Adrian terkekeh kecil, meski senyumannya terasa sedikit dipaksakan. “Aku nggak pernah nolak sayur asem buatan kamu, tahu kan?”Gita tertawa kecil, lalu melirik Adrian yang sudah memosisikan diri di meja makan. “Kamu kelihatan capek. Banyak kerjaan di kantor?”Adrian mengangkat bahu, menaruh tas dokum

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 83. Kepercayaan yang Diuji

    Adrian duduk di ruang kerjanya, cahaya lampu meja yang temaram membuat bayangan di wajahnya terlihat lebih gelap. Ponsel di tangannya terasa berat, seolah menjadi simbol dari semua keraguan yang menghantui pikirannya. Foto-foto Gita bersama Naufal yang dikirim Luna tadi siang masih jelas tergambar di benaknya.Sebelum ia sempat memutuskan apa yang harus dilakukan, ponselnya bergetar lagi. Nama Luna muncul di layar. Adrian menatapnya beberapa detik, ingin mengabaikannya, tapi akhirnya ia menerima panggilan itu.“Adrian,” katanya, memulai dengan nada lembut. “Aku cuma mau memastikan kamu baik-baik saja setelah apa yang kamu lihat tadi.”Adrian menarik napas dalam-dalam, berusaha menjaga suaranya tetap tenang. “Aku baik-baik saja. Kalau itu saja tujuanmu menelepon, aku harus kembali bekerja.”Namun, Luna tidak menyerah. Ia tertawa kecil, sebuah tawa yang dingin dan menyebalkan. “Kamu tahu, Adrian? Perempuan seperti Git

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11

Bab terbaru

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 96. Manipulasi

    Naufal, yang mulai putus asa mendekati Gita secara langsung, menyusun strategi baru. Ia menyadari bahwa hubungan Gita dengan kakaknya, Ferdi, bisa menjadi celah yang dapat dimanfaatkannya. Meskipun hubungan mereka tidak selalu mulus, Naufal tahu bahwa Gita memiliki ikatan emosional dengan Ferdi dan sering kali merasa bertanggung jawab terhadapnya.Malam itu, Naufal menemui Ferdi di sebuah warung kopi sederhana di pinggir kota. Ferdi, yang tampak lelah dan kurang bersemangat, langsung menyadari bahwa pertemuan ini tidak biasa. “Ada apa, Naufal? Kenapa sampai cari gue malam-malam begini?” tanyanya sambil meminum kopinya.Naufal tersenyum tipis, mencoba memancarkan kesan tenang dan simpatik. Ia meletakkan amplop tebal di atas meja, tepat di depan Ferdi. “Saya tahu kondisi Gita sekarang berat. Dan sebagai kakaknya, pasti Mas Ferdi juga ingin membantunya, kan?”Ferdi melirik amplop itu dengan alis mengernyit. “Maksudnya apa ini?”Na

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 95. Kunjungan Tak Diundang

    Naufal, yang semakin tidak bisa menahan kegelisahannya, memutuskan untuk mengunjungi rumah Gita. Pikiran tentang kondisi Gita yang mungkin tidak baik-baik saja terus menghantuinya, terutama setelah berbagai konflik yang ia tahu Gita alami. Meski ia tahu ini keputusan yang bisa memicu masalah baru, ia tetap berdiri di depan pintu rumah Gita, mengetuk pintu dengan perasaan campur aduk.Di dalam rumah, Gita sedang sibuk merapikan ruang tamu ketika suara ketukan itu memecah keheningan. Ia berjalan menuju pintu dengan ekspresi penasaran, tetapi terkejut ketika melihat siapa yang berdiri di sana.“Naufal?” suaranya terdengar ragu, mencoba menutupi rasa was-was yang tiba-tiba muncul.Naufal berdiri dengan senyum tipis yang hampir seperti permintaan maaf. Namun, ada ketegangan di wajahnya. “Gita, aku cuma ingin memastikan kamu baik-baik saja,” katanya pelan, nada khawatir terdengar jelas di suaranya.Gita menahan pintu agar tidak terbuka lebar, ma

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 94. Rekonsiliasi di Bawah Cahaya Lilin

    Setelah melewati badai konflik yang mengguncang kehidupan mereka, Adrian memutuskan bahwa sudah waktunya untuk memberikan ruang bagi dirinya dan Gita untuk bernapas. Ia mengatur sebuah malam yang sederhana namun penuh makna di sebuah restoran kecil yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Restoran itu dipenuhi pencahayaan temaram dari lilin-lilin kecil yang memancarkan suasana hangat dan intim.Ketika Adrian tiba bersama Gita, pelayan membimbing mereka ke meja di sudut ruangan, tepat di samping jendela besar yang menghadap taman dengan lampu-lampu redup menghiasi pohon-pohon di luar. Adrian meski masih menggunakan kursi roda, tampak bersemangat dan lebih santai dibanding beberapa hari terakhir.Gita mengenakan gaun sederhana dengan potongan elegan berwarna biru tua, yang memancarkan pesona alaminya. Rambutnya ditata dengan anggun, dan raut wajahnya terlihat tenang—sebuah kelegaan yang sudah lama tidak Adrian lihat sejak semua konflik dimulai.Saat pelayan mengan

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 93. Konfrontasi Langsung

    Beberapa minggu telah berlalu, dan Adrian kini siap menghadapi Luna secara langsung. Dengan bukti-bukti kuat atas penyalahgunaan dana perusahaan yang telah dikumpulkan oleh tim keuangan dan pengacaranya, ia merasa waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini telah tiba. Adrian memutuskan untuk mengatur pertemuan resmi di kantor, meminta Hendri mengoordinasikan jadwal dan memastikan semua saksi yang relevan hadir.Ketika Luna tiba di kantor, ia tampak percaya diri seperti biasanya, mengenakan blazer mahal yang menegaskan statusnya. Namun, sorot matanya menunjukkan sedikit kegelisahan, seperti orang yang tahu bahwa badai besar sedang menantinya.Di ruang rapat besar, Adrian duduk di kursi utama, didampingi oleh pengacaranya dan Gita yang berada di sampingnya. Hendri dan beberapa saksi dari tim keuangan juga sudah berada di sana, siap memberikan kesaksian jika diperlukan.“Silakan duduk, Luna,” ujar Adrian dengan nada dingin, tangannya terlipat di atas me

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 92. Pertemuan Memanas

    Sesampainya di rumah sakit, Naufal bergegas menuju ruang rawat Gita. Ia berjalan cepat di lorong rumah sakit, dadanya naik turun, penuh emosi. Ketika tiba di depan pintu, ia mengetuk pelan dan membuka pintu tanpa menunggu jawaban.Di dalam, Gita terbaring lemah, wajahnya terlihat pucat. Matanya setengah terbuka saat melihat Naufal masuk. “Naufal?” suaranya lirih, hampir seperti bisikan.Naufal mendekat, duduk di kursi di samping tempat tidurnya. Matanya menatap Gita dengan penuh perhatian. “Apa yang terjadi padamu? Apa mereka tidak bisa menjagamu?” tanyanya dengan suara yang terdengar penuh emosi.Gita tersenyum kecil, mencoba menenangkan suasana meski tubuhnya lemah. “Aku baik-baik saja, Naufal. Hanya sedikit kecapekan,” katanya pelan, meskipun jelas dari kondisinya bahwa itu lebih dari sekadar kelelahan.Namun, sebelum Naufal sempat bertanya lebih jauh, pintu ruang rawat terbuka lagi. Adrian masuk, didorong oleh kursi roda el

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 91. Langkah Luna

    Wajah Rima menunjukkan penyesalan. Ia menatap Gita sekali lagi, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi hanya menghela napas berat. "Mama pergi dulu," ucapnya singkat sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan. Langkahnya pelan dan terasa berat, seolah membawa beban kesalahan yang baru ia sadari.Setelah pintu tertutup, keheningan menyelimuti ruangan. Adrian duduk di samping Gita, mengusap tangannya dengan lembut, mencoba menenangkan dirinya sendiri sekaligus memberikan rasa nyaman kepada istrinya.“Maaf,” kata Adrian tiba-tiba, suaranya rendah. “Aku tahu semua ini terlalu berat untuk kamu. Aku tidak bisa terus membiarkan ini terjadi.”Gita menatapnya dengan lembut, meskipun masih terlihat lemah. “Kamu enggak perlu minta maaf, Adrian. Aku tahu kamu hanya mencoba melindungi aku.”Adrian menarik napas panjang, lalu melanjutkan dengan nada lebih serius. “Aku harus mengambil langkah besar, Gita. Kita enggak bisa terus hidup se

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 90. Cara Melindungi

    Adrian tiba di rumah sakit dengan napas yang masih memburu, wajahnya jelas menunjukkan kecemasan. Begitu keluar dari mobil dibantu Rudi, ia segera masuk ke lobi utama, matanya langsung mencari sosok yang dikenalinya. Di sudut ruang tunggu, ia melihat Rima duduk dengan tangan terlipat di pangkuannya, kepalanya tertunduk. Adrian mempercepat laju kursi rodanya, ekspresinya berubah dari cemas menjadi serius.“Ma,” panggil Adrian dengan nada tegas, menghentikan langkah Rima yang mendongak dengan ekspresi gugup. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Gita bisa sampai di rumah sakit?”Rima membuka mulut, mencoba berbicara, tetapi kata-kata seperti tersangkut di tenggorokannya. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Mama... Mama enggak sengaja. Kami sempat berdebat tadi di rumah.”Adrian menatap Rima dengan tajam, alisnya berkerut. “Berdebat tentang apa, Ma? Apa yang Mama lakukan sampai Gita harus dibawa ke rumah sakit?&rd

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 89. Konflik yang Memuncak

    Hari itu Adrian sedang berada di kantor, sibuk menangani krisis yang belum juga mereda. Sementara itu, Gita, seperti biasa, tinggal di rumah. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membereskan rumah, Musik lembut mengalun dari ponselnya, sedikit mengisi keheningan rumah.Namun, ketukan pintu yang mendadak memecah rutinitasnya. Gita menghentikan aktivitasnya dan melangkah ke pintu dengan rasa penasaran. Begitu pintu terbuka, ia mendapati Rima berdiri di sana dengan wajah yang tampak tegang dan tidak bersahabat.“Mama? Kok nggak ngabarin mau datang?” tanya Gita dengan suara lembut, mencoba tetap tenang meskipun dadanya berdebar. Ia tahu, kedatangan Rima jarang membawa kabar baik.Tanpa menjawab, Rima melangkah masuk begitu saja, mengabaikan sapaan Gita. Gerakannya kaku dan penuh determinasi, membuat atmosfer rumah mendadak terasa lebih dingin. "Kamu ini ya, Gita," kata Rima, suaranya bergetar antara amarah dan rasa frustrasi, "memang enggak pernah bikin hi

  • Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir   Bab 88. Mengatasi Masalah

    Adrian duduk di meja ruang makan, memandangi layar ponselnya yang dipenuhi dengan notifikasi tentang laporan-laporan perusahaan. Wajahnya tampak serius, tetapi sorot matanya mencerminkan tekad yang perlahan bangkit. Ia tahu, hanya dirinya yang bisa menangani semua ini, meski kondisi fisiknya tak lagi seperti dulu.Gita mendekatinya dengan segelas air di tangan. Perutnya yang semakin besar membatasi gerakannya, tetapi perhatian dan kekhawatirannya pada Adrian tetap terasa kuat. "Kamu kelihatan sibuk banget. Ada masalah lagi?" tanyanya lembut sambil meletakkan gelas di meja.Adrian mendongak, tersenyum tipis meski lelah. "Bukan cuma masalah lagi, Git. Ini sudah seperti badai besar.” Adrian memandang tangan Gita, lalu menghela napas. "Aku harus pergi ke kantor hari ini. Situasinya makin buruk, dan aku nggak bisa tinggal diam."Gita mengerutkan kening. "Aku ikut," katanya tanpa ragu.Adrian menatapnya, sedikit terkejut oleh nada tegas itu. "Gita, kamu nggak per

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status