Tepuk tangan yang ramai menyambut penampilan Neo dan Shenina yang sederhana tetapi mengambil hati banyak orang.Mereka seperti sedang mendapatkan suguhan bagaimana curahan hati anak yang mengatakannya secara tulus. Tentang rasa mereka kepada ibu dan juga kepada ayah.Mereka membuat seisi ruangan tersihir.Gemuruh tepuk tangan bahkan masih terdengar saat Neo dan Shenina membungkukkan badan mereka sebelum pergi dari atas panggung, meninggalkan orang-orang yang di sana dan masih memberikan standing applause.Lara sangat bangga dengan mereka.Meski haru menyayat dada tetapi Lara tahu bahwa dia telah melihat anak kembarnya tumbuh dan menjadi seperti sekarang itu.Yang pada akhirnya mereka temui saat acara selesai.“MAMA!”“PAPA!”Neo dan Shenina bersahut-sahutan memanggil Lara dan Alex yang seketika itu berlutut untuk mengimbangi tinggi mereka. Membiarkan Neo memeluk Lara sedangkan Shiera memeluk Alex.“Tadi penampilan yang sangat bagus,” puji Lara saat memberikan jempol tangannya untuk She
Lara melihatnya di seberang kolam. Ada pohon yang ditanam rapi dengan berjajar satu sama lain. Di sanalah sosok Shiera.Dia tersenyum dari kejauhan. Dan mungkin kedatangananya ke sini malah lebih dulu atau bisa saja bersamaan saat Lara dan keluarganya datang.‘Apa yang dia inginkan sebenarnya?’ Lara bertanya dalam diam. Diam-diam khawatir.“Kamu tidak ingin ikut lihat ikan juga? Neo bilang ada yang besar loh.”Lara tersadar dari lamunannya saat mendengar Alex bertanya.“Ada yang besar?”“Iya, Sayang.”“Tapi mungkin sebaiknya kita masuk saja. Makanannya akan datang sebentar lagi.”Alex setuju, lalu meminta anak-anaknya untuk masuk lebih dulu sedangkan dia meraih tangan Lara saat bertanya,“Ada yang tidak beres, ‘kan?”Ternyata di luar dugaannya, Alex lebih peka dari yang dia perkirakan.“I-iya,” jawab Lara dengan ragu-ragu.“Kenapa?”“Shiera ada di sini, Alex.”Alex seketika itu mengedarkan padangannya tetapi dia tidak menemukan keberadaan Shiera di manapun.“Kenapa Shiera ada di sini,
“Kamu sudah tahu namaku. Jadi aku tidak perlu mengenalkan diri, ‘kan?” tanggap Nala seraya melepas jabat tangannya dari Shiera.“Iya, aku tahu namamu karena semua orang yang ada di sini kenal denganmu. Kamu sangat cantik.”“Terima kasih. Duduklah!”Shiera mengangguk saat Nala mempersilahkannya duduk di sampingnya.“Kamu cantik sekali, Nala.”Shiera mengamatinya dan sekarang dia menemukan sedikit perbedaan di antara Lara dan juga Nala.Nala memiliki tanda lahir yang sedikit kemerahan di kelopak mata sebelah kirinya. Tapi mungkin Lara jauh lebih mempesona karena dia memiliki pembawaan yang keibuan dan lebih lembut.Sial!Bahkan di saat Shiera seharusnya membenci Lara pun dia masih saja terpesona kepadanya.“Kamu juga cantik kok. Kenapa memujiku berlebihan begitu sih?”Shiera tersadar mendengar suara Nala yang menyodorkannya segelas minuman padanya.“Apa sih? Tidak lah.”“Jadi kamu juga sering ada di sini?”“Iya.”“Aku belum lama ini datang ke sini. Dulu aku ada di klub Bella Rose, tapi s
Pagi ini, Lara sudah melihat kedatangan Ibra. Sepertinya ada yang harus dia katakan pada Alex dan itu adalah hal yang penting. Karena mereka berbincang di teras sebelah timur rumah.Tempat yang sedikit menyisih yang mungkin saja percakapan mereka kali ini tidak ingin Lara mendengarnya.Entahlah ... Lara tidak tahu karena Lara benar-benar tidak mendengarnya. Melihat ekspresi Alex yang kedua alisnya berkerut, Lara semakin yakin jika itu bukan hal yang bisa dianggap remeh.Lara duga, itu mungkin saja tentang Nala, keberadaannya yang dia duga meleset.....Di sisi timur rumah. Alex berhadapan dengan Ibra yang baru saja mengatakan,“Setelah aku beberapa hari koordinasi dengan anak-anak di lapangan, aku tidak menemukan di mana Nala, Pak Alex.”Kening Alex seketika sakit, dia memijitnya karena pemberitaan yang kurang baik sepagi ini akan memberikan efek domino untuk sisa waktu yang panjang, setidaknya begitulah yang ada di dalam pikiran Alex.“Ke mana terakhir kali kamu pergi utuk mencarinya?
Lara merengkuh Neo dengan cepat, memukuli punggungnya dan punggung Shenina.Dan anak-anaknya ini mengerti dengan yang dia maksudkan sehingga makanan yang baru saja mereka telan itu keluar.Saat Lara memeriksanya, cookies itu sudah habis tanggal.“Mama ....”Shenina memeluk Lara begitu juga dengan Neo. Mereka menangis karena tindakan agresif Lara yang menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang.Apa yang dia lakukan, kenapa dia meminta anak-anaknya memuntahkan apa yang baru saja mereka makan.Mungkin, Lara bisa menoleransi jika yang mereka makan setidaknya bukan barang yang kadaluarsa. Tetapi dilihat dari sini saja sudah jelas bahwa anak-anaknya sengaja didekati untuk dijebak memakan kue kering yang sudah tak lagi berlaku masa baiknya.Tidak ada yang menjamin bahwa kue kering itu tidak mendapatkan hal lainnya semisal zat beracun.Lara hanya takut akan hal itu.Ron yang melihatnya juga masih penuh tanya. Tapi kemudian Lara menyerahkan Neo dan Shenina pada Ron agar dibawa masuk.“Tolong bawa
“Nona Lara!”Nina menahan kepala Lara yang terkulai tak berdaya, hampir terjatuh dari kursi tempat dia duduk.“Nona Lara!”Panggilan Nina terdengar dari seberang ponsel di mana Alex berdiri di luar ruang meeting.....“LARA?!”Dia dilanda kepanikan mendengar Nina yang juga dalam mode panik.“Lara?!”Panggilannya tidak mendapatkan jawaban setelah dia mendengar bunyi ponsel yang terjatuh.“Pak Alex?”Suara Nina terdengar saat Alex mengepalkan jari-jarinya dengan erat. Dia tidak pandai menyembunyikan perasaannya, dia tidak pandai membuat wajah palsu di depan banyak orang.Dia jelas tampak berantakan dengan hanya tahu Lara tak terdengar suaranya padahal mereka masih saling bicara.“Apa yang terjadi, Bu Nina?”“Nona Lara pingsan. Saya sudah panggil pak Ron buat bawa nona Lara ke kamar.”“Iya, tidurkan dia di sana. Apa kelihatan ada hal buruk? Dia pucat? Apa ada pendarahan di bawah?”Suaranya panik, meremas ponselnya dengan kuat, mengharapkan jawaban Nina bukanlah hal yang akan menyakiti hat
“Neo, Shen ... jangan takut! Papa akan cari tante itu biar tidak ganggu Neo dan Shen lagi, ya?”Alex mencoba menenangkan anak-anaknya yang sudah ingin menangis.Mereka pasti trauma. Mendapatkan kue dari orang yang mereka sangka sebagai ibu mereka tetapi nyatanya bukan. Lalu saat mereka telah memakan kuenya, Lara meminta mereka memuntahkan yang hampir digiling di dalam perut.Saat sampai rumah, mereka melihat Lara pingsan. Ketakutan mereka bertubi-tubi menghampiri.Dan itu menyakiti Alex.“Papa akan tangkap tante itu biar tidak bisa berbuat jahat lagi.”“Sungguh?” tanya Shenina memastikan dan Alex menjawabnya dengan anggukan pasti.“Sungguh, Sayang.”Shenina memeluk Alex dan Neo berterima kasih,“Terima kasih, Papa.”“Sama-sama.”Alex tersenyum menunjukkan wajahnya yang tenang meski batinnya bergejolak penuh umpatan pada Nala.“Sekarang sudah waktunya tidur siang,” ucap Alex memecah kebisuan sesaat di antara mereka.“Neo sama Shen juga harus tidur loh. Mama juga harus istirahat. Ya?”“
“Kenapa, Alex?”Alex tersentak saat tangan Lara singgah di bahu sebelah kanannya. Yang membuatnya menoleh ke belakang dengan wajah yang bisa ditebak oleh Lara bahwa sedang terjadi sesuatu yang tidak benar sehingga dia seperti itu.“Ada sesuatu yang tidak beres? Siapa yang baru saja menelponmu?”“Iya, Lara. Ada yang tidak beres. Ibra yang baru saja menghubungiku.”“Apa yang dia bilang?”“Dia menemukan di mana Nala. Dia bilang kalau Nala kerja sama dengan Shiera.”“Apa?”“Tapi yang belum dia selesaikan adalah ... bahwa ada penghianat di antara kita.”“Penghianat siapa, Alex?”“Aku tidak tahu, Lara.”“Kamu tidak tanya padanya?”“Dia belum selesai bicara dan panggilannya mati. Ada suara benda jatuh dan setelah itu dia tidak terdengar lagi.”Lara menutup mulutnya dengan menggunakan kedua tangannya. Napasnya tertahan saat dia memandang Alex yang mengusap wajahnya sendiri dengan kasar.“Ibra dalam bahaya, Lara. Aku akan mencarinya. Kamu tinggallah di rumah dan jangan keluar apapun yang terjad
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,