terima kasih sudah membaca ya jangan lupa baca juga buku saya yang berjudul DIBUANG KELUARGA DINIKAHI PEWARIS TERKAYA 🤗
Baru setelah mungkin berlalu sekitar lima belas menit, Batara menanggapi panggilan Selim yang berkali-kali tak menuai respon itu.“Ke mana saja kamu?!” tanya Selim, lebih terdengar menghardik.“Maaf, Pak Selim. Aku ketiduran. Semalam tidak bisa tidur soalnya.”“Kamu sudah pindah ke rumah barumu?”“Iya, aku sudah pindah ke kontrakan yang baru.”Selim mendengus kesal, tampak tidak puas dengan jawaban yang diberikan itu.“Kamu tahu ‘kan apa yang harus kamu lakukan selanjutnya?” tanyanya. “Aku mau kamu menjebak Alex sesuai rencana. Kali ini ... tidak ada kegagalan. Harus Alex yang terlibat, tanpa kesalahan! Mengerti?”“Baik, Pak Selim.”“Koordinasikan nanti dengan Vera, kalian yang tentukan waktunya!”“Iya, aku akan hubungi Vera nanti.”“Bagus. Aku tutup panggilannya.”Selim menekan warna merah pada layar sentuh di ponselnya kemudian melemparkan benda pipih warna hitam itu ke atas kursi kemudi yang ada di sampingnya.Matanya masih belum beralih dari Alex dan Lara yang sedang berada di dala
"Masuklah lebih dulu ke kamar Neo, nanti biar aku yang antar makanan milik papa," pinta Lara sembari meraih tangan Alex dengan matanya yang sama sekali tak berpaling.Kecemasan melandanya, ia hampir menangis jika tak ingat ada Selim di depan mereka sekarang ini."Iya, baiklah. Terima kasih."Lara mengangguk, menggandeng tangan Alex kemudian menunduk di depan Selim seraya berujar, "Aku pergi dulu."Tidak menunggu pria itu akan menjawabnya ataukah tidak, Lara tidak peduli.Sebenarnya jika boleh pun, sekarang ini Lara lebih memilih untuk mengumpat atau mencakar wajahnya.Tidak akan mungkin Lara lupakan bahwa sekalipun dia terlihat manis dan bersahabat, dialah yang telah menimbulkan kecelakaan itu. Dalang yang harus bertanggung jawab untuk kondisi anak-anaknya. Dan mungkin juga ... atas kondisi Alex sekarang ini.Punggung kecil Lara dan tingginya tubuh Alex bisa disaksikan oleh sepasang mata milik Selim yang belum beranjak satu inchi pun dari tempat ia berdiri.Lambat laun menyaksikan ke
Alex dan Lara bergegas keluar dari kamar rawat Neo bersama dengan Zio yang digandeng olehnya. Mereka berpapasan dengan Rafael yang kedua alisnya terangkat saat bertanya, “Apakah Zio sudah memberi tahu Pak Alex?” “Sudah, Raf. Terima kasih.” Mereka lalu menuju ke ruang ICU kembali. Rasanya sangat bahagia mendengar Shenina bangun. Harapan yag selama beberapa hari terakhir ini mereka langitkan kini telah mendapati kenyataan yang baik. Lewat Zio yang memberi tahu mereka, akhirnya ... Lara dan Alex bisa melihat wajah anak gadis mereka yang sedang membuka mata di dalam ruang ICU. Terlihat beberapa dokter dan perawat memeriksanya di dalam sana. Lara tak bisa menahan air mata harunya. Alex menariknya ke dalam pelukannya. Bahagia mereka telah bisa mereka genggam sekarang. “Shen benar-benar sudah sadar, Alex,” ucap Lara lirih. Setitik air matanya menetes penuh dengan haru. “Syukurlah ... karena memang sudah terlalu lama dia berada di dalam sana, Lara.” Tak berapa lama, dokter keluar dan m
“Bicara apa manusia satu ini!” Lim, bodyguard yang membersamai Neo tentu saja langsung marah mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh pria itu. Ia meraih kerah kemeja Selim, menariknya bangkit dan mendorongnya menjauh dari hadapan Neo. “Apa yang kamu bicarakan, hah?!” tanyanya sekali lagi. Sepasang matanya yang terlihat seperti mata elang menerpa Selim dengan penuh amarah. Lim tahu betul siapa Selim, siapa yang menyebut dirinya sebagai ‘Paman’ di depan Neo ini. Lim dan anak buah Alex yang lain ditugaskan untuk mengamankan ruang rawat Neo dan Lara bukan tanpa alasan. Itu karena pria di hadapannya ini! Yang rasanya sudah sangat Lim ingin patahkan rahangnya karena sudah bicara sembarangan di depan Neo. Jika tak ingat ia harus bersikap baik dan seolah tak terjadi apapun, ia bahkan bisa membanting pria ini hingga patah punggungnya sekarng juga. “Yah! Aku hanya mengatakan kebenaran kok,” ujar Selim dengan santainya. Menepis tangan Lim yang masih bertengger di kerah kemeja yang i
Alex benar-benar sangat ingin mengumpat mendengar apa yang dilakukan oleh si Selim itu pada anak lelakinya. Tetapi hal itu ia urungkan.Ia sabarkan dirinya berulang kali. Ia tahan, ia tahu ia tidak boleh melampiaskannya sekarang sebab ada Neo yang melihatnya.Dan bukanlah sebuah hal yang baik membuat pria itu menyadari bahwa Alex sudah mengetahui apa-apa saja yang ia lekukan di belakang layar hingga menimbulkan kecelakaan dan nyaris merenggut nyawa anak-anaknya.Alex tidak ingin rencana yang telah ia susun ini musnah begitu sajaa.Ia menghela napasnya, tersenyum pada Neo seraya mengusap lembut pipi anak lelakinya itu.“Papa tidak mungkin melakukan itu, Sayang,” katanya. “papa tidak akan melakukan apa yang dibilang sama paman Selim itu.”Alex menganggukkan kepalanya beberapa kali, melakukan gerak persuasif agar sekiranya bisa memengaruhi dan membuat Neo percaya bahwa memang inilah yang terjadi.Bahwa memang dia tak akan pernah melihat wanita lain selain Lara. Selain mamanya anak-anak,
Beberapa hari berlalu ....Akhirnya Lara bisa menjumpai Shenina di ruang rawat biasa.Ia telah diperbolehkan keluar dari ICU, dan harus melewati beberapa waktu observasi sebelum nantinya ia diizinkan untuk pulang.Lara sedang menyuapinya makan. Anak gadisnya itu duduk di tepi ranjang, berdampingan dengan Neo. Sementara Neo sibuk menikmati makanan dengan tangannya sendiri, Shenina melahap habis dari piring yang ada di yangan Lara.“Mama, apakah adik Sky baik-baik saja?” tanya Shenina setelah makanannya habis dan ia meneguk minuman dari dalam gelas.Tanya yang rasanya tidak pernah absen disampaikan oleh Shenina adalah adik lelakinya, Sky.“Baik, Sayang. Hari ini Papa akan pulang ke rumah ya? Nanti kamu sama Neo dijagain sama mama dan tante Kalisha yang kebetulan besok libur, bagaimana?”“Iya, Mama.”“Papa harus ketemu sama adik Sky juga. Besok papa yang jaga di sini, lalu ganti Mama yang pulang. kita usahakan untuk membagi waktu buat bisa gantian sama Shenina dan Neo. Okay?”Lara dengan
Bagaimana cara Alex bisa tak sadarkan diri seperti itu? Jawabannya adalah Batara. Saat Alex masuk ke dalam mobilnya yang ada di parkiran rumah sakit untuk pulang, Batara sudah berada di dalam mobil Alex, menyusup, menunggunya masuk. Alex disekap menggunakan obat bius hingga tak sadarkan diri dan mobilnya dikemudikan oleh Batara menuju ke sebuah hotel tempat di mana Vera telah menunggunya. Vera melakukan ini sebagai bentuk kesepakatan yang ia lakukan bersama Selim, bahwa ia akan menjebak Alex untuk tidur dengannya, mendapatkan video tak senonoh mereka yang seolah sedang berselingkuh—atau terlibat cinta satu malam—yang mana video itu nantinya akan menjadi senjata Selim untk merusak rumah tangga Alex dan Lara. Dan ... Vera berpikir ia telah menikmati malam itu bersama dengan Alex. Bukaankah benar begitu? Karena pagi ini .... Saat ia membuka matanya karena silau matahari pagi yang menyelinap masuk dan memaksanya terjaga, ia hanya menjumpai dirinya seorang saja di sana. Tidak ada A
Lara menatap Alex yang tampak bergerak tidak nyaman. Sepasang netranya menerpa Alex dengan perih. “Apa yang dikatakan oleh perempuan itu benar bahwa kamu menghamilinya?” “Mana mungkin, Sayang?” “Dan apakah itu juga benar soal kamu yang mengalami hilang ingatan?” “Aku—“ “Jawab, Alex!” Napas Lara naik turun tak beraturan. Ia tak bisa membendung air matanya sebelum kembali memandang Vera yang tersenyum penuh kemenangan. “Apa kamu punya buktinya?” tanya Lara pada wanita itu. “Sekalipun aku punya buktinya … apakah kamu akan percaya dengan yang aku katakan? Atau kamu akan lebih percaya pada Alex yang lupa dengan apa-apa saja yang dia lakukan? Asal kamu tahu, Lara … amnesia anterograde itu menghapus ingatan seseorang atas hal yang ia lakukan padahal waktunya belum lama terjadi.” “Aku hanya bertanya, apakah kamu punya buktinya?” “Tanya saja pada staf hotel Chandramaya, mereka akan bilang kalau Alex mabuk dan tidur denganku di dalam kamar president suite yang dia sewa.”
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,