“Bagaimana kalau kita memberinya umpan?” tanya Lara tiba-tiba. Ia memandang Alex yang seketika itu alisnya berkerut penuh tanda tanya.“Umpan bagaimana, Sayang?” tanya Alex balik.“Misalnya dengan memancingnya untuk datang lagi. Tapi kali ini kita yang menyiapkan perangkap untuknya. Misal harus membuat dia mengaku lalu kita mendapatkan rekamannya?”Alex menggeleng, “Dia sangat hati-hati, Sayang. Dia tidak mungkin mengatakan hal seperti itu dengan jujur dan terbuka. Dia adalah tipe yang mempertimbangkan segala hal secara kritis. Dengan waktu tunggunya yang tidak sebentar itu ... dia pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Dia pasti tidak ingin memiliki nasib yang sama dengan yang didapatkan oleh perempuan itu.”“Perempuan itu?” ulangi Lara tak mengerti akan ucaapan Alex.Merujuk kepada siapa ‘perempuan’ yang dia katakan itu?“Iya, perempuan itu. Shiera.”“Apa hubungannya dengan Shiera, Alex?”“Ibrani bilang kalau mereka pernah bertemu dan menginap pada hari dan tanggal waktu kamu ke
Alex bergeming. Kediamannya tentu saja membuat Jefri berang sehingga ia sekali lagi bertanya, “Papa tanya padamu, Jest Alexander Suh! Apa yang sudah kamu lakukan pada Lara?”Didengar dari nada bicaranya ... sepertinya Lara tahu bahwa Jefri bukan hanya sekadar bertanya. Tanya yang keluar dari bibirnya itu sebab ia pasti sudah mengetahui jawabannya sehingga ia hanya meminta Alex agar jujur.“Papa ....” panggil Lara lirih, ia maju satu langkah tetapi hal itu ia urungkan.Kakinya seolah terpancang di lantai, tak bisa bergerak. Berdiam mematung di sana.PLAKK!Tamparan tangan Jefri melayang mengenai pipi sebelah kiri Alex. Dan saking kerasnya, Alex mundur untuk beberapa langkah ke belakang, nyaris saja limbung.“Jadi ini alasan kenapa kamu meminta aku dan ibumu untuk tidak mencampuri urusanmu saat itu? Karena kamu menelantarkan Lara?!”Tangan Jefri sekali lagi terangkat. Dalam satu detik jelas ia akan menampar Alex lagi. Oleh karenanya Lara maju dengan gegas dan menahan pergelangan tangann
“Kalian masuk dan istirahatlah!” pinta Ibra, memandang Alex dan Lara bergantian. “Ada banyak orang yang akan menjaga tempat ini. Kalian jangan khawatir ular jantan bernama Selim itu datang dan mengacau.”“Iya, terima kasih, Ibrani.”“Sama-sama. Aku akan pulang malam ini dan kembali besok pagi. Ada hal yang harus aku kerjakan terlebih dahulu.”“Iya. Tapi mungkin aku akan menyusul Papa untuk menunggu Shen di depan ICU setelah ini. Lalu menyempatkan pulang sebentar untuk melihat Skyler.”Ibra mengangguk, “Apapun itu ... tetap lakukan dengan hati-hati. Minta orang untuk mengantarmu ....”Ibra menundukkan kepalanya di depan Alex dan Lara sebelum ia undur diri. Ibra benar saat mengatakan jika akan ada banyak orang yang menjaga tempat ini sebab Lara telah melihat beberapa pria berpakaian serba hitam yang ia yakini sebagai bodyguard milik JS Group berdatangan. Bahkan beberapa di antaranya Lara kenal betul. Jack, dan Lim yang paling sering ia lihat.Selagi Lara dan Alex masuk ke dalam kamar ra
Mata Selim mengawasi apa yang sedang Ibra dan Jefri bicarakan. Tetapi ia tak mengerti karena jaraknya terlampau jauh.Ia bersembunyi di balik pilar penyangga koridor rumah sakit.Ia juga tidak mungkin mendekat dan ingin tahu apa yang sedang terjadi karena ia harus menjaga perilakunya sebaik mungkin.“Aku tidak bisa membiarkan mereka tahu kalau aku yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi,” gumamnya dengan seulas senyum sebelum kakinya ia bawa menjauh dari sana. Ia akhiri saja dirinya yang ingin tahu banyak hal itu hari ini. Langkahnya terasa ringan kala ia menjauh dari koridor dan menuju ke parkiran rumah sakit. Bahkan sesekali senandungnya terdengar. Gumaman yang membuat beberapa pasien mengira baru saja ada malaikat maut yang melewati mereka.Auranya yang gelap dan berbahaya sangat kontras dengan pembawaan yang ia tunjukkan tadi siang saat ia berhadapan dengan Lara.Hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam untuknya tiba di rumah.Ia melepas coat yang ia kenakan dan tersenyum
....Dengan diantar pulang oleh salah seorang bodyguardnya, Alex akhirnya tiba di rumah.Jack, bodyguard yang mengantarnya memastikan Alex keluar dengan aman barulah ia bertanya, "Apakah Pak Alex benar-benar akan kembali ke rumah sakit besok pagi?"Alex menganggukkan kepalanya di hadapan pria yang mengenakan kemeja warna hitam tersebut."Iya, aku akan ke rumah sakit besok pagi. Mungkin aku akan berangkat dengan Ibrani. Akan aku kabari kalau kamu memang perlu menjemputmu.""Baik.""Kamu jaga malam?""Iya, Pak Alex.""Titip Lara dan anak-anakmu ya? Aku akan bersama dengan Sky malam ini.""Selamat beristirahat. Selamat malam."Jack menundukkan kepalanya di depan Alex yang lalu menepuk bahunya sembari menjawab, "Selamat malam."Alex membawa langkah kakinya memasuki rumah. Ia membuka pintunya dengan pelan, tak ingin menimbulkan kegaduhan karena sadar ini sudah larut.Ia menuju ke kamarnya, tidak ada suara dari dalam sehingga ia membukanya dengan pelan juga.Hatinya menghangat melihat ibunya
Batara baru saja mengira bahwa yang ia lihat di hadapannya ini adalah sesosok vampir. Tetapi bukan, itu adalah Jest Alexander Suh. Pria yang ditargetkan dalam kecelakaan, yang beberapa waktu lalu ia lakukan atas suruhan Selim.Bibirnya mengatup rapat saat mata Alex menghujamnya dengan tajam. Batara tidak pernah menemukan pria setampan itu saat tersenyum dan sekilas menunjukkan giginya yang tampak memiliki taring.“Kamu mengenalku dengan baik ternyata,” ujarnya.“A-aku tidak melakukan apapun padamu. Aku hanya disuruh,” ucap Batara ketakutan karena langkah yang diambil oleh Alex saat maju guna mendekat kepadanya itu seperti membawa kegelapan malam yang ada di belakangnya berkumpul menjadi satu.“Aku belum memintamu mengatakan apapun tetapi kamu sudah mengaku terlebih dahulu?” Alex tertawa hampir tak terdengar. Ia kembali memandang Batara, senyum dan tawa yang sebelumnya ia perlihatkan kini tidak tampak lagi.Yang terlihat di sepasang mata Alex yang seperti serigala itu adalah kebencian
Baru setelah mungkin berlalu sekitar lima belas menit, Batara menanggapi panggilan Selim yang berkali-kali tak menuai respon itu.“Ke mana saja kamu?!” tanya Selim, lebih terdengar menghardik.“Maaf, Pak Selim. Aku ketiduran. Semalam tidak bisa tidur soalnya.”“Kamu sudah pindah ke rumah barumu?”“Iya, aku sudah pindah ke kontrakan yang baru.”Selim mendengus kesal, tampak tidak puas dengan jawaban yang diberikan itu.“Kamu tahu ‘kan apa yang harus kamu lakukan selanjutnya?” tanyanya. “Aku mau kamu menjebak Alex sesuai rencana. Kali ini ... tidak ada kegagalan. Harus Alex yang terlibat, tanpa kesalahan! Mengerti?”“Baik, Pak Selim.”“Koordinasikan nanti dengan Vera, kalian yang tentukan waktunya!”“Iya, aku akan hubungi Vera nanti.”“Bagus. Aku tutup panggilannya.”Selim menekan warna merah pada layar sentuh di ponselnya kemudian melemparkan benda pipih warna hitam itu ke atas kursi kemudi yang ada di sampingnya.Matanya masih belum beralih dari Alex dan Lara yang sedang berada di dala
"Masuklah lebih dulu ke kamar Neo, nanti biar aku yang antar makanan milik papa," pinta Lara sembari meraih tangan Alex dengan matanya yang sama sekali tak berpaling.Kecemasan melandanya, ia hampir menangis jika tak ingat ada Selim di depan mereka sekarang ini."Iya, baiklah. Terima kasih."Lara mengangguk, menggandeng tangan Alex kemudian menunduk di depan Selim seraya berujar, "Aku pergi dulu."Tidak menunggu pria itu akan menjawabnya ataukah tidak, Lara tidak peduli.Sebenarnya jika boleh pun, sekarang ini Lara lebih memilih untuk mengumpat atau mencakar wajahnya.Tidak akan mungkin Lara lupakan bahwa sekalipun dia terlihat manis dan bersahabat, dialah yang telah menimbulkan kecelakaan itu. Dalang yang harus bertanggung jawab untuk kondisi anak-anaknya. Dan mungkin juga ... atas kondisi Alex sekarang ini.Punggung kecil Lara dan tingginya tubuh Alex bisa disaksikan oleh sepasang mata milik Selim yang belum beranjak satu inchi pun dari tempat ia berdiri.Lambat laun menyaksikan ke
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,