Dipindahkan ke kamar rawat setelah kondisinya sedikit membaik, Lara hanya duduk diam di atas ranjang miliknya.Ia menatap kosong ke depan, tidak ada yang bisa ia pikirkan selain ia ingin bertemu dengan Sky dan juga memastikan bahwa Shenina akan sadar dalam waktu dekat. Atau memastikan bahwa Neo bisa tidur dengan nyaman di dalam kamarnya yang berada tidak jauh dari Lara berada.Waktu menunjukkan lewat tengah malam saat Lara melihat pintu kamarnya yang terbuka secara perlahan. Ia kira, itu adalah Aruan karena yang sedari tadi menunggunya di dalam sini adalah mama mertuanya itu.Tapi bukan.Yang datang dari balik pintu dengan rambut yang sedikit berantakan itu adalah Alex.Kaki panjangnya terbalut dalam celana panjang yang lebih nyaman. Bukan celana yang tadi terakhir kali Lara lihat ia kenakan pada saat kecelakaan itu terjadi.Dia mengenakan piyama tidur yang ia tutup dengan coat panjang miliknya yang hampir tiba di lutut. Ibrani yang pasti meminta orang rumah untuk membawakannya kemari
Sehari setelah kondisinya dinyatakan mengalami perubahan yang cukup baik dengan tekanan darahnya yang lebih stabil—sebelumnya tidak sampai delapan puluh—Lara dibawa ke ruangan yang ditujukan bisa memperbaiki keadaan psikologisnya yang jelas mengalami guncangan.Alex menunggunya dengan setia di luar karena yang diperbolehkan untuk masuk ke dalam hanyalah Lara dan dokter spesialis saja.Alex sudah menyiapkan beberapa kabar baik untuk separuh jiwanya yang sedang tidak baik-baik saja itu.Dengan duduk yang terasa gundah, Alex berharap dari luar bahwa nanti sekeluarnya Lara dari dalam ruangan itu, ia berharap ada sedikit perubahan.Sedikit saja tidak apa-apa. Paling tidak ... Alex ingin mendengar darinya bahwa ia tidak menganggap semua ini terjadi karena kesalahannya—meski memang benar bukan Lara penyebabnya.“Astaga ... kenapa lama sekali?” tanya Alex sembari bangun dari duduknya. Ia mengintip melalui jendela.Sayangnya ... kelambunya tertutup rapat. Ia sangat ingin masuk ke dalam sana d
...."Kamu di sini, Aira?" sapa Lara setelah mereka mendengarkan gelak tawa dari percakapan antara Neo, Zio, Asha serta Alex."Iya, Lara," jawab Aira dengan melanjutkan mendorong kursi roda milik Neo mendekat pada Lara yang masih duduk di bangku bersama dengan Alex."Sendirian saja?""Iya. Sama anak-anak saja. Mereka bilang mau ketemu Zio dan Asha. Jadi aku pergi ke sini. Berhubung Ibrani sedang menerima telepon dari rekan kerjanya, aku yang menjaga Neo.""Terima kasih," ucap Lara hampir berdiri tetapi Aira mencegahnya, "Duduklah di sana saja. Bagaimana keadaanmu?"Lara mengangguk dengan seberkas rasa senang, "Sudah lebih baik kok. Tinggal menunggu Shenina bangun, aku pastikan jika aku bisa kembali seperti semula.""Jangan menuntut dirimu sendiri dengan begitu keras. Pelan-pelan saja yang penting bisa sampai ke tujuan.""Baik, terima kasih untuk sarannya."Mereka saling menukar senyuman saat Aira mengambil duduk di samping Lara. Selagi Zio dan Asha berlarian saling mengejar untuk mengh
....Sementara itu di tempat lain, Alex baru saja pergi meninggalkan Lara yang sedang bersama dengan Aira dan anak-anaknya. Ia pergi setelah menerima panggilan dari Ibra agar mereka bertemu sekarang.Alex belum sempat berpamitan pada Lara karena ia terburu-buru. Sepertinya Ibra menemukan sesuatu yang harus ia sampaikan padanya sesegera mungkin.“Pak Alex,” panggil Ibra saat Alex melewati persimpangan koridor tak jauh dari salah satu bangunan rumah sakit.“Ibrani,” sapa Alex seraya menghentikan langkahnya.“Neo sedang bersama dengan Aira. Aku belum sempat bertanya ke mana mereka pergi,” katanya. “Apakah Lara sudah selesai konseling?”“Sudah. Jangan khawatir, Neo dibawa Aira untuk bertemu dengan Lara kok. Mereka bicara di dekat taman tadi.”“Oh, syukurlah kalau begitu.”“Ada yang ingin kaamu bicarakan?” tanya Alex sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana berwarna putih yang senada dengan kemeja yang ia kenakan. Memandang Ibra ... sepertinya Alex tahu jika pemuda itu sedang
Alex tidak akan pernah lupa dengan apa yang dilakukan oleh Shiera kepada Lara hari itu. Semua kejadian masih membekas di dalam benaknya hingga hari ini. Tangis Lara yang meratapi genangan darah, atau Neo dan Shenina yang ketakutan melihat kondisi ibunya, serta hatinya sendiri yang seperti dikoyak hingga tak berbentuk, kala ia harus menanda tangani persetujuan untuk mengangkat sisa-sisa janin dari kandungan Lara.Setelah waktu seolah sedang mengambil alih segala hal dan menggantinya dengan kebahagiaan yang Alex pikir adalah sebuah kebahagiaan yang hakiki, nyatanya keadaan semu justru lebih tertarik untuk membelenggunya.Baru saja, dengan sepasang telinganya sendiri ia mendengar dari Ibra bahwa serang pria gila yang terobsesi dengan Lara bisa jadi adalah partner dalam kejahatan Shiera.Lelaki yang menyediakan benda mengandung oksitosin yang nyaris merusak rahim istrinya.“Bedebah!” Alex mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ia menatap tajam, menerobos melewati bahu Ibra yang berdiri
Alex berpikir dalam hati, ‘Tadi bukankah dia sendiri yang bilang jika aku harus bersikap normal karena tidak memiliki bukti untuk menuduh Selim? Tapi lihat yang dilakukannya! Memasang badan dengan gagah perkasa.’ Yang sedang dibicarakan oleh Alex adalah Ibrani.Ibra sendiri yang mengatakan jika Alex tidak boleh gegabah dan agar sebaiknya menahan diri, tetapi sikapnya yang defensif yang terbiasa melindungi Alex muncul dari alam bawah sadarnya dengan memasang badan dan menghadapi pria itu sebelum ia sampai di hadapan Alex.Kebiasaan memang tidak bisa diubah begitu saja. Begitu juga dengan seorang Ibrani Loure Halls.“Selamat siang,” tanggap Ibra atas sapaan Selim yang berdiri beberapa jarak di hadapannya.“Ada ... yang bisa saya bantu?” tanyanya lagi, berpura-pura tidak mengenal padahal dari telinga Alex yang terbiasa mendengar suara Ibra, ia tahu bahwa anak itu sedang menahan amarah yang bergolak di dalam dadanya.“Hanya ingin menjenguk Shenina, dan juga Neo. Aku mendengar dari salah s
Ba ... ha ... ya?Lara mengulangi gerak bibir Aira yang berdiri beberapa meter di sebelah kirinya. Mereka saling pandang, cukup lama, sebelum Aira menganggukkan kepalanya secara tidak kentara.Lara meriding sekujur badan. Ia menatap kepada Alex yang senyumnya tak bisa ia artikan sepenuhnya. Ada ketegangan yang tersirat, yang dengan bodohnya diabaikan oleh Lara.Kini, saat ia mendapatkan isyarat dari Aira, Lara baru saja menyadari hal ini.Ibra yang memasang badan terlebih dahulu, kerlingan tajamnya saat bertukar tatapan mata dengan Alex, serta Alex yang mengatakan siapa dirinya. Bahwa dia adalah suaminya, ayah dari Neo, Shenina dan juga Sky. Pertanyaan berbumbu curiga dari Alex saat ia menyinggung soal bagaimana caranya Selim tiba di sini, sebenarnya itu telah merujuk pada ketegangan yang sedang coba ditutupi oleh Alex dan Ibra.Lara tidak tahu apa yang terjadi.Tetapi dua manusia itu sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu dan bersikap defensif.Dan ketegangan yang coba ditutupi itu
Lara merinding sekujur badan mendengar apa yang disampaikan oleh Aira. Ia bahkan harus menggosok tengkuknya yang mendadak berat saat ini.Ia menoleh ke arah jendela kaca, debaran jantungnya meningkat sepuluh kali lipat dengan hanya membayangkan pria itu mengawasinya selama ini tanpa Lara mengetahuinya sama sekali.“Kenapa dia seperti itu, Aira? Padahal aku juga tidak begitu mengenalnya dulu. Kami hanya tahu bahwa kami hanyalah sebatas tetangga, tidak lebih! Lagi pula komplek kami berbeda. Dia ada di komplek yang rumahnya jauh lebih bagus, tidak seperti rumahku yang kecil.”Lara menatap Aira dengan kedua sisi matanya yang terasa panas dan perih. “Seseorang yang terobsesi akan seperti itu, Lara. Sekalipun kalian jarang bertemu, atau hanya bertemu sekali saja, tapi karena dia menyukaimu dan berpikir hanya dia yang berhak memilikimu, maka dia tidak akan melepasmu.”“Dan dia datang dengan tanpa dosanya ke sini, mengucapkan kalau dia prihatin dan berduka tetapi itu hanyalah sebuah topeng?”
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,