terima kasih sudah membaca ya jangan lupa baca juga buku saya yang berjudul ISTRI PENGGANTI DUDA AROGAN 🫠🫠
Di dalam rumah yang lain, yang jauh dari rumah milik Alex dan Lara ... selagi di sana adalah ‘chaos’ karena Alex yang malah ikut terkena morning sickness, di dalam rumah ini juga terjadi sedikit ‘chaos.’Bukan chaos yang besar melainkan chaos yang membuat berdebar.Ini adalah rumah Ibra dan juga Kalisha. Mereka pindah ke rumah ini setelah menikah. Rumah baru, hasil kerja Ibra selama menjadi tangan kanan Alex yang gajinya tidak bisa dipandang sebelah mata.Selain kerja kerasnya, Kalisha juga membantu mengisi rumah dengan banyak fasilitas. Perlahan tapi pasti, rumah ini menjadi rumah yang nyaman untuk ditinggali.Sebelumnya mereka baru saja mendapatkan hadiah dari Alex yang mengirim satu lemari pendingin besar yang harganya puluhan juta, yang sekarang rasanya lemari pendingin itu tidak akan terasa dingin karena bawaan pengantin baru adalah melakukan hal-hal yang panas.Belum ada asisten rumah tangga di sini, sehingga memang Kalisha dan Ibra yang berbagi tugas untuk merawat rumah.Pagi in
Alex juga sangat terkejut saat dia mendengar kabar itu. Dia yang masih dilanda mual serta muntah dan masih di rumah menerima panggilan dari nomor yang tidak dia kenal. Dia tadinya duduk di ruang tengah setelah perutnya seperti sedang diisi tornado yang berputar. Dengan malas, dia menerima panggilan itu, meski semula ingin mengabaikannya karena bibirnya sangat malas untuk bicara. “Halo.” Alangkah terkejutnya dia saat mendengar bahwa yang datang dari seberang itu adalah suara Andik, sopirnya. “Pak Alex.” “Pak Andik? Kenapa ganti nomor?” “Saya pinjam ponsel orang, Pak Alex.” “Apa yang terjadi?” firasat Alex sama sekali tidak tenang. Dia menahan napasnya saat mendengar Andik yang dari seberang panggilan mengatakan, “Neo dan Shenina diculik sama orang. Mereka dibawa pergi setelah saya dikeroyok. Ini sekarang saya di klinik setelah kabur karena hampir mati, Pak Alex.” “Astaga ....” “Sebelum terlambat, sebaiknya Pak Alex mencari mereka.” “Pak Andik tahu siapa yang bawa anak-anak
“Ada yang sok jagoan nih!” ucap salah seorang dari mereka yang membuat Alex tahu bahwa mereka hanya berani dengan keroyokan saja. Saat head to head, Alex menjamin bahwa tidak akan ada yang menang darinya. Alex meraih tangan Lara, melindunginya di belakang punggungnya saat salah seorang dari mereka maju dan mengakhiri keheningan sesaat sebelum akhirnya keributan pecah. Alex diserang dari segala sisi, dengan satu tangan yang melindungi Lara di dalam dekapannya sedangkan kakinya baru saja menendang balok kayu hingga membuat salah seorang dari mereka terpental karena balok kayu dari Alex menyerang titik fatal pada organ prianya. Alex menunduk, membawa Lara juga menunduk, sebelah tangannya yang lain mengambil senjata yang ditangkap mata seperti dikirimkan untuknya sedang tergeletak di atas rerumputan. Alex mengambilnya dengan kaki, dan menggunakan itu untuk melawan lima orang yang tersisa. Alex sebenarnya ingin emminta Lara untuk lari dan pergi sejauh mungkin dari sini, tetapi hal itu
“Lara, jangan bicara seperti ini,” ucap Alex saat dia meraih bahu Lara dan menariknya ke dalam pelukannya.Dia begitu rapuh, terlihat dari manapun ketakutan dan kecemasan telah membuatnya bicara seperti itu. Dan Alex tidak bisa menyalahkan Lara untuk itu karena memang ini semua bukan salahnya.“Kamu tidak bersalah, Lara. Aku yang bersalah. Aku yang banyak melakukan dosa sampai anak-anakku harus menerima kejadian seperti ini. Hm? Kamu sama sekali tidak bersalah. Jangan menyalahkan dirimu sendiri, Sayangku ....”Alex seperti dilanda keputus asaan saat dia menunduk dan menjatuhkan keningnya di kening Lara.“Di mana mereka, Alex? Siapa yang membawa mereka?”“Kita akan tahu sebentar lagi kok. Sabar ... kendalikan dirimu. Kamu sudah janji kalau kamu ikut denganku kamu akan menjaga diri. Kalau kamu terus seperti ini aku akan mengantarmu pulang.”Lara terisak hingga napasnya tersengal.Dia meremas jas yang ada di pinggang Alex, menunduk, matanya tidak lepas dari balok kayu berlumuran darah y
“Datang padaku dan bawakan aku dua juta dolar tunai. Aku akan mengirim alamatnya biar kamu bisa menjemput mereka. Ingat, jangan bawa polisi. Kalau kamu membawa polisi, aku akan membuat mereka menyapamu dengan darah. Aku punya senjata api yang mengkilat yang ada di tanganku sekarang, Alex.”“BAJINGAN!”“Jangan mengumpat, Sayang!”“Siapa kamu? Siapa yang beraninya melakukan hal begini padaku!”“Nanti kita bertemu. Tidak sabar? Cepat bawakan dua juta dolarnya sekarang!”“BRENGSEKK!”Tuut ... tuut ....Panggilan mereka mati, Alex meremas ponselnya dengan amarah yang bergejolak naik turun bak kurva logaritma di dalam dadanya.Dia menggertakkan giginya, meredam emosi dan mencoba mengenali suara tak asing yang memanggilnya dengan ‘sayang’ dan juga desah manjanya yang menyakiti telinganya itu.“Alex,” panggil Lara lirih yang membuat Alex tersadar. Akal sehat merengkuhnya kembali.“Apa yang terjadi?” tanya Lara lagi karena dia tak sepenuhnya mendengar obrolan Alex dan juga ‘seseorang’ itu lew
Alex meneruskan pesan itu pada Ibra. Mereka akan bertemu di tempat yang sudah ditentukan. Tapi, Ibra memiliki pedoman bahwa seburuk apapun masalahnya, dia tetap tidak bisa mengabaikan keselamatannya.Dia mengatakan pada Alex bahwa apapun yang terjadi, mereka tetap harus mengatakan ini pada pihak kepolisian.Dengan begini, polisi pun juga tahu akan melakukan apa untuk menyelamatkan Neo dan Shenina dari para penculik. Yang di sini bisa disebut namanya, sebab Alex telah mendapatkan identitas mereka, Katty dan juga mantan suaminya, Mark.Alex mengendarai mobilnya keluar dari sekitaran gudang terbengkalai, menuju ke sekitaran Winsafe Bank tempat di mana Ibra akan dikawal oleh polisi tak berseragam karena dia membawa dua juta dolar di dalam kopernya.Mereka berdiam diri. Hanya doa yang bisa dilangitkan oleh Lara. Bahwa dia ingin ini selesai secepatnya.Dia ingin anak-anaknya kembali ke pelukannya, tidak saling berjauhan seperti ini karena dia tidak bisa melakukan ini lebih lama lagi.Kedia
Kaki Lara rasanya gemetar saat dia keluar dan berjalan berdampingan bersama dengan Alex. mereka bertemu dengan Ibra yang mengeluarkan koper dari kursi penumpang bagian belakang dan menunjukkannya sekilas pada Alex.“Kamu bisa tinggal di sini saja, Lara?” tanya Ibra seraya memutar kepalanya pada Lara.“Kami pastikan akan membawa Neo dan Shenina keluar dari sana, Sayang. Bisa kamu percaya pada kami?” tanya Alex juga, menahan napasnya dan dia harap Lara setuju.Mempertimbangkan wilayah yang memang berbahaya, Lara ada di posisi dilema. Dia ingin melihat keadaan Neo dan Shenina secara langsung tetapi di saat yang bersamaan dia tidak ingin membuat Alex dan Ibra terbebani apabila dia ikut.“Aku akan menunggu kalian di luar kalau begitu.” Lara menjawab dengan lirih.Alex mengangguk dengan seulas senyum yang dia berikan pada Lara. Dia mengusap pipi Lara dengan lembut. Kemudian menepuk puncak kepalanya.“Iya, tunggulah di luar.”“Tapi—“ cegah Lara sebelum mereka mengambil langkah untuk memasuki
Beberapa menit sebelum suara tembakan terdengar singgah di telinga Lara.....Di dalam, Alex melihat sendiri bagaimana Katty sedang dengan percaya dirinya membuka kancing blouse yang sedang dia kenakan. Perlahan, sebagian dadanya terekspos, lambat laun turun hingga ke perut dan dia benar-benar hampir membuka pakaiannya sendiri demi untuk menggoda Alex.Alex sebenarnya sangat marah.Tapi dia menahan diri.Dia sudah janji pada Ibra, pada Lara dan pada anggota kepolisian yang saat ini sedang menunggu di luar.Dia sudah janji untuk mengendalikan emosinya selama lima menit saja lalu si Katty nan dia benci ini akan bisa diringkus oleh mereka.Alex menghela napasnya, memalingkan wajahnya dan meminta Katty agar, “Tutup lagi, Kat!”“Kenapa?” tanya Katty marah karena ini seperti Alex telah menolaknya bahkan sebelum dia menunjukkan keseluruhan bentuk tubuhnya.Dia menatap Alex yang sedang memutar otak agar dia bisa bertahan selama lima menit saja meski dia sudah sangat ingin muntah.Perutnya berg
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,