Darah Lara berdesir, seperti ada yang mengiris hatinya tetapi itu dengan rasa senang yang tidak bisa dijelaskan.Padahal, itu hanya kalimat sederhana yang keluar dari bibir Alex. Tetapi rasanya bisa membuat gila dan salah tingkah.Suara baritonnya yang dalam, Lara suka. Dengan kontur wajah itu, Lara pun suka. Belaian tangan Alex yang singgah di pipinya seperti sebuah rayuan yang berbisik, ‘I will touch you all night long, Baby Girl.’“Kenapa kamu tidak menjawab?”Alex kembali bertanya pada Lara yang hanya memberinya kediaman selama sepersekian detik pasca tanya darinya usai.“T-tidak kok.”“Kamu gugup?”Ingin menjawab dengan ‘tidak’ tetapi Lara tahu sendirinya tidak akan bisa membohongi Alex.Membohongi Alex dengan mengatakan ‘tidak’ adalah sebuah bentuk kesia-siaan karena Alex bisa membaca ekspresinya, gerak tubuhnya, atau apapun itu.Dalam hal mengamati Lara, Lara tahu Alex tidak akan luput.“Iya,” aku Lara pada akhirnya.Karena memang benar jika dia gugup.“Tidak apa-apa. Aku juga
Tidak ada jarak yang memisahkan mereka. Mereka benar akan memanaskan malam di Norwegia.Lihat bagaimana seprai yang ada di atas ranjang sudah berantakan.Selimut mereka sudah pergi entah ke mana, tidak terlihat. Mungkin saja jatuh ke lantai menyusul pakaian emreka yang sudha melayang jatuh di sana lebih dulu.Lara terlena, Alex tidak pernah gagal dalam menyenangkannya.Dia pra jantan yang memberi Lara kenikmatan. Tanpa ukuran.Lara merasakan setiap geraknya, ritmenya yang kondusif. Yang kadang dia mainkan dengan cepat atau sengaja dia perlambat. Tidak ada yang tidak membuat Lara menjerit.Dia suka semuanya.Apalagi saat Alex berbisik di telinganya dengan,“Manis sekali rasanya.”Lalu meninggalkan kecupan di ceruk lehernya sebelum mata mereka kembali saling bertautan.Sangat lama, entah berapa lama mereka lakukan ini karena Lara yang semula melihat Alex dari bawah sini dengan berbaring nyaman kini tidak bisa melihatnya lagi.Sebab Alex berpindah ke belakang, memusatkan kenikmatan di te
DIBLOKIR!Setelah pesan dari Alex yang hanya menyebutkan namanya dengan ‘JEST ALEXANDER’ itu dalam status terbaca, lalu nomor Lara diblokir oleh Karel.Karena saat Alex mencoba mengetuk profil yang semula terpasang, sekarang sudah tidak ada lagi.‘Kenapa tidak balas?’ tanya Alex melalui pesan tetapi itu malah centang satu saja.Benar dugaan Alex jika Karel memblokir nomornya Lara dari ponsel milik K-Farma.Alex tersenyum saat menghapus percakapan mereka. Agar Lara tidak tahu. Agar dia tidak memiliki pikiran yang bercabang dengan memikirkan orang lain selain dirinya, yang Alex tidak suka itu.“Alex?”Panggilan Lara membuat Alex dengan cepat menoleh padanya, menghadapkan tubuhnya.“Iya, Sayang?”“Kamu sudah bangun dari tadi?”“Belum.”“Kenapa kamu sibuk degan ponselku?”“Ah, ini. Ada pesan masuk, Lara.”“Dari mana?”“Nomor spam. Menawarkan asuransi sama hadiah.”“Blokir saja!”Alex mengangguk megiyakan Lara.“Kenapa kamu sudah bangun, hm? Tidurlah lagi karena ini masih sangat pagi, Saya
Ini tentang ingatan Pramita terhadap pertemuan dan kesan-kesannya pada Karel. Kenangan yang terjadi mungkin sekitar hampir beberapa tahun berjalan.....Namanya Pramita Helena Malik.Dia seorang anak tunggal dari pengusaha yang bisa dibilang sukses. Ayahnya itu mantan pengacara terkenal yang merambah ke dunia bisnis kuliner. Dia memiliki restoran bintang lima yang dikenal dengan menu western.Pada suatu malam, yang tak akan pernah dia lupakan sepanjang dia hidup, Dia akan bertemu dengan seorang dokter tampan yang namanya sering disebut oleh ayah dan juga ibunya, Karel Yisander Duan.Perjamuan makan malam itu terasa sangat harmonis, manis dan juga hangat.Tidak terjadi di restoran milik keluarga Pramita, atau di sebuah hotel. Melainkan untuk mempererat tali persaudaraan dan kekeluargaan, mereka melakukan perjamuan makan malam di rumah Pramita.Sejak lelaki yang bernama Karel itu memasuki rumahnya, memang Pramita tidak bisa berhenti memandanginya.Dia tampan dengan balutan jas semi form
Tapi, rekayasanya tidak bertahan lama karena Karel tahu apa yang terjadi malam itu hanya untuk agar Karel mengiyakan apa yang dia mau.Karena pada saat pertemuan mereka yang selanjutnya, yang kali ini hanya Karel dan Pramita saja, Pramita mendengar Karel yang mengatakan,“Aku mengiyakan perjodohan kita karena aku pikir kamu sakit, Pramita.”“Jadi kamu akan menolak lagi sekarang?”“Perbaiki kelakuanmu dulu! Aku akan memikirkan dengan memperbaiki diriku juga.”Pramita berpikir apa yang dikatakan oleh Karel saat itu bisa dia percaya. Karena setelahnya, mereka seperti ... benar-benar saling memperbaiki diri.Tanggapan Karel juga tidak sedingin sebelumnya. Atau ... memang itu hanya sebuah formalitas belaka?Karena pada akhirnya Pramita tahu hati Karel tidak pernah pergi dari perempuan yang dia sukai itu.Namanya Lara, Isabella Lara Gilbert. Selidik punya selidik, ternyata dia hanyalah seorang pekerja di apotek milik Karel. Tapi satu hal yang dibenci oleh Pramita adalah, Lara sangat cantik.
“PAPAAA!”Teriakan si kembar seketikamembuat Alex menarik wajahnya dari Lara.“Kenapa, Sayang?”“Kenapa Papa cium Mama?”“Apa Papa tidak boleh cium mama?”“Boleh sih! Tapi bilang dulu dong kalau mau cium mama!”“Biar kami juga siap ambil fotonya.”“Baik, sekali lagi kalau begitu. Sekarang Papa akan cium mama. Ready?”“YEAH!”Alex kembali menghadapkan wajahnya pada Lara yang memutar kedua bola matanya dengan malas. Jika bisa bicara seolah itu mengatakan, ‘Astaga ... lagi?’“Lara?”“Apa?”“Ekspresi macam apa itu, Lara? Kamu tidak senang karena aku akan menciummu lagi?”“Di depan anak-anak loh! Kamu jangan berlebihan begitu ya!”“Berlebihan bagaimana? Bukannya bagus kalau anak-anak melihat orang tua mereka senang dan penuh cinta serta harmonis seperti ini?” tanyanya dengan ekspresi yang meyakinkan, gerakan tangannya mengisyaratkan agar Lara tidak perlu merasa terbebani akan apapun.“Ya bagus, tapi tadi ‘kan sudah?”“Tidak mau aku cium jadi ini ceritanya?”Lara sudah hampir menjawab Alex
“Kamu masih ingat Bagimana Neo pertama kalinya menerimamu?”“Ingat. Kenapa dengan itu, Lara?”“Apa yang dia katakan? Kamu harusnya ingat karena pas mereka ulang tahun kemarin, dia juga bilang hal itu ke kamu?”“Hm ....”Mana mungkin Alex lupa. Diterima oleh Neo adalah peritiwa yang tidak akan pernah dilupakan oleh Alex. Hal yang paling dia sukai di dunia ini setelah dia tahu bahwa Shenina adalah darah dagingnya sendiri.“Kalau aku tidak boleh tersesat?”“Iya. Aku bilang seperti itu ke mereka. Aku bilang kalau papa mereka sedang tidak bisa pulang karena tersesat. Tersesat itu belum menemukan jalan pulang.”“Apa jawaban mereka saat kamu bilang begitu?”“Mereka selalu bertenya, ‘jadi nanti papa akan pulang?’ dan aku dengan berat hati harus menagngguk. Aku hanya terus sibuk menyiapkan jawaban setiap hari untuk membohongi mereka. Hal yang menyakiti diriku sendri karena mereka tumbuh di dalam kebohongan ibunya sendiri.”“Itu bukan salahmu, ‘kan? Bapak mereka saja yang jahat.”Alex mengakuin
“We can cuddle after lunch.”Itu yang dibisikkan Alex dengan sangat seksinya di samping telinga Lara saat mereka menyantap makan siang.“Alex?”Lara memutar kepalanya pada Alex yang hanya mengedipkan sebelah matanya dengan tak berdosa.Mereka tidak mengatakan apapun lagi setelah itu. Mereka sibuk memakan makanan yang sangat enak yang disediakan oleh staf kapal pesiar yang disewakan oleh bapak Jest Alexander Suh untuk keluarga kecilnya.Lara tersenyum memandang Neo dan Shenina yang lahap makan. Dari pancaran mata dan anggukan mereka, rasanya Lara bisa menerka bahwa mereka suka dengan makanan yang mereka nikmati siang hari ini.Cuaca yang tak begitu terik dan tenangnya perairan di Seven Sisters membuat makan mereka berteman dengan rasa damai.Seusai makan dan waktunya ditutup dengan dessert yang manis, Neo yang pertama kali membuka suaranya.“Makanannya enak sekali, Papa.”Pujian dari Neo itu ... percayalah! Alex sangat suka. Dia seperti mendapat sebuah apresiasi dari anak lelakinya yan