"Yasmin, apa yang kau lakukan pada Greta?" Mega geram karena rekan kerjanya itu tiba-tiba menampar Greta.
"Itu karena salahnya! Kenapa dia datang bersama Pak Jerico?" Kedua mata Yasmin melebar dan tangannya mengepal."Kenapa kau marah pada Greta? Suka-suka Pak Jerico ingin datang bersama siapa ke kantor." Amarah Mega ikut tersulut.Keributan yang terjadi di meja sekretaris, mengundang banyak pasang mata untuk menontonnya. Beberapa dari mereka mengetahui jika Yasmin menyukai Jerico sejak lelaki itu dinobatkan menjadi CEO perusahaan Louise Group."Karena aku menyukai Pak Jerico," ucap Yasmin dengan jujur."Sudah, hentikan! Yasmin, sebaiknya kau kembali ke tempat kerjamu." Greta angkat bicara."Kau tidak berhak memerintahkanku, memangnya kau siapa?""Terserah kau saja. Aku hanya mengingatkan sebelum Pak Jerico datang menegurmu." Greta malas sekali meladeninya.Pintu ruangan Jerico te"Kenapa kau pulang lebih dulu?" Jerico protes ketika langsung masuk apartemen dan menemukan Greta sedang asyik menonton film. "Tak bisakah kau menungguku?""Bukankah kau masih meeting? Lagi pula aku tidak ingin menjadi sorotan karyawan lainnya lagi." Greta berkata tanpa mengalihkan pandangannya pada layar di depannya."Kau tidak senang? Kalau begitu besok aku akan mengumumkan hubungan kita di depan mereka. Supaya kau bisa leluasa dan tidak risih lagi." Jerico melenggang pergi ke kamar usai mengucapkan kalimatmya."Bukan itu maksudku, Kokooooo," teriak Greta. Dia mematikan televisi dan mengekori Jerico di belakang. "Aku tidak ingin mereka tahu, itu saja.""Bukankah kau tidak peduli dengan hubungan ini? Bahkan kau tidak menganggapku sebagai kekasihmu." Jerico melepas jasnya kemudian menggulung kemejanya sampai siku."I-iya. Tapi kau terus mendesakku dan membuatku was-was jika di kantor." Greta mengeluhkan sikap Jerico ya
"Siapa itu?" Greta takut ketika terdengar suara langkah kaki seseorang masuk ke dalam ruangan. "Siapa kau?" tanyanya sekali lagi. Merasa dirinya dalam bahaya, Greta mengambil ponselnya di tas dan menghubungi Jerico. Sementara Jerico tak berniat pergi dari kantor, perasaannya mendadak tidak enak. Dia justru khawatir dengan Greta di dalam sana. "Hallo, Ko." Greta berbicara dengan nada bergetar. Dia sangat takut sekarang. "Tolong aku." Ponsel Greta terlempar ke lantai saat seseorang yang tidak tahu batang hidungnya itu mendekatinya. Greta bisa memastikan jika seseorang itu adalah seorang lelaki. Greta pun berlari menjauh ke manapun dia bisa. "Siapapun tolong aku," teriak Greta. Percuma saja, keadaan kantor sudah sepi. Harapan satu-satunya adalah Jerico dapat membantunya. Lelaki itu tertawa. "Tidak ada yang bisa menolongmu, Ta." Suara itu, Greta mengenalnya. Itu suara Nino. "Nino? Apa yang kau lakukan?"
Silaunya mentari menembus jendela menyilaukan kedua mata Greta. Dia terbangun dan menyadari bahwa kepalanya seperti ada yang mengganjal. Perlahan dia menghadapkan tubuhnya ke kanan, mendapati Jerico tertidur lelap tanpa mengenakan baju.Greta panik. Dia langsung mengecek lalu bernapas lega, pakaiannya masih utuh. "Aku takut sekali," gumamnya.Greta menghadap kembali ke kanan lantas memperhatikan satu per satu bagian wajah Jerico. Kalau diperhatikan dari dekat, Jerico bisa dibilang tipe-tipe idaman para perempuan di luar sana.Jerico lelaki yang tampan, tubuhnya perfect terlihat dia rajin berolahraga, tinggi, dan pewaris dari Louise Group. Siapa yang tidak tergila-gila dan jatuh cinta padanya? Semalam Greta telah menyatakan perasaannya dengan jujur pada lelaki itu. Dia tak menyangka reaksi Jerico sesenang itu."Kenapa kau melihatku seperti itu?" Suara Jerico terdengar berat. Hal itu memicu keterkejutan Greta.Greta salah ting
Seperti biasa pagi ini Greta harus kembali bekerja. Tak peduli seberapa bengkak pipinya sekarang sebab dia tak bisa membayangkan lagi pekerjaannya akan menumpuk setinggi apa."Kau pergi bekerja?" tegur Jerico saat lelaki itu baru saja keluar dari kamar dengan kaos dan celana pendek."Ya, aku tak enak dengan yang lain bila tidak masuk lagi hari ini. Mereka membutuhkanku." Greta telah selesai memasang sepatunya lantas berdiri dari sofa."Pipimu masih bengkak. Kau yakin baik-baik saja?" Jerico sangat khawatir jika di kantor nanti menjadi lebih parah."Tak apa. Aku pergi dulu, ya." Langkah Greta berhenti ketika lelaki itu menahannya."Kau tidak sarapan dulu?""Flo sudah menyiapkan bekal untukku." Greta tersenyum seraya menyematkan kecupan hangat di pipi Jerico. "Aku pergi duluan, daaah." Kali ini lelaki itu membiarkan Greta pergi.Apa yang dilakukan Greta justru membuat Jerico diam mematung di tempat. Aliran darahnya berdesir hebat tak karuan. Bahkan rona merah di pipi Jerico tak bisa dih
Greta berjalan di sepanjang jalan dengan malas. Tak menengok kanan dan kiri, justru dia membungkukkan kepala. Tiba-tiba seseorang menarik lengannya hingga menubruk tubuh orang itu."Heyy, kau!" Baru saja Greta ingin memarahinya, dia kemudian menghela napas lalu memukul dada orang itu. "Kenapa kau mengagetkanku, Ko.""Kau tidak sadar ingin tertabrak sepeda? Dasar ceroboh." Jerico mengacak-acak rambut Greta. "Ada apa? Wajahmu tidak enak sekali dipandang.""Aku baru saja bertemu dengan Calvin. Dia menceritakan banyak hal sampai-sampai aku dibuat emosi olehnya," adu Greta. "Omong-omong, kenapa kau bisa ada di sini? Bukankah kau sibuk meeting?""Meetingku sudah selesai dan berniat mengajakmu makan siang bersama. Tapi aku melihatmu keluar dari kantor dengan terburu-buru. Jadi aku memutuskan mengikutimu," ujar Jerico panjang lebar."Berarti kau mendengar semua pembicaraanku dengan Calvin?" cetus Greta.Jerico mengangguk lantas tersenyum. "Aku senang kau membelaku sebegitunya di depan sahabat
"Bagaimana bisa terjadi?" Greta langsung mencecar Marko dengan pertanyaan ketika baru tiba. "Di mana dia sekarang?""Entah, aku juga tidak tahu. Aku tidak bersamanya saat kejadian." Marko menyesal karena menuruti perintah Jerico untuk menyetir mobil sendiri. "Tenanglah, dokter sedang menanganinya.""Bagaimana bisa aku tenang," Greta semakin panik karena dokter belum juga keluar dari ruangan.Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan dengan jas putihnya. Greta dan Marko mendekatinya."Keadaan pasien baik-baik saja. Hanya luka sedikit di bagian kepalanya saja," kata dokter. "Kalian bisa langaung menjenguk pasien."Tanpa basa-basi lagi, Greta langsung masuk ke dalam ruangan. Begitu melihat Jerico terbaring di ranjang, Greta memeluk lelaki itu dengan erat."Aku mencemaskanmu karena belum pulang." Greta memarahi Jerico karena lelaki itu sukses membuatnya sekhawatir itu.Jerico memberi kode pada Marko untuk memberi ruang pada mereka berdua. Mengerti hal itu, Marko meninggalkan ruangan da
"Ini buatmu," Jerico menyodorkan air putih di hadapan Greta."Terima kasih." Greta meminumnya. "Jadi, bagaimana ceritanya? Jangan bilang kau ingin menghindar dan tak ingin bercerita?" Dia mengalihkan perhatiannya dari isi pesan di ponsel Jerico tadi."Bukan begitu, kau tidak sabar sekali." Jerico mencubit pipi Greta karena gemas. "Sekarang aku akan bercerita. Jadi, waktu papa datang ke kantor dia ingin aku segera menikah.""Lalu kau menjawab apa?" Greta berpikir sejenak kemudian tak membiarkan Jerico menjawabnya lebih dulu. "Aku tahu pasti kau menjawabnya, maaf Pa aku belum memikirkan soal pernikahan. Aku ingin fokus dengan perusahaan dulu." Greta menirukan gaya seperti Jerico.Jerico tertawa lepas. "Kau benar sekali.""Setelah itu, papamu mengatakan apa lagi?" Greta bertanya lagi sambil mengunyah mie di mulutnya.Jerico menatap Greta lekat. Dia khawatir jika menceritakan perjodohannya hubungannya dengan Greta akan merenggang."Ko? Kenapa melamun?" Greta melayangkan sebelah tangannya
Tiba di lobi mansion milik kedua orang tuanya, Jerico bergegas masuk ke dalam. Dia tidak peduli dengan para pelayan yang menyambutnya. Yang dia inginkan segera menyelesaikan keperluannya dan pergi dari sana."Langsung saja, apa yang ingin Papa katakan?" tanya Jerico langsung. Saat itu kedua orang tuanya sedang sarapan di meja makan."Kau ini, datang-datang bukannya basa-basi tanya kabar Papa bagaimana tapi justru sebaliknya." Pak David meletakan rotinya di piring kala Jerico datang dengan sikap tidak sopan."Aku harus ke kantor. Tidak ada waktu untuk berbasa-basi," ujar Jerico dingin.Semenjak Papanya menginginkan perjodohan itu sikap Jerico langsung berubah drastis pada orang tuanya."Kau tidak sarapan dulu, Nak? Ayo, duduk dulu." Mama Helena adalah ibu sambung Jerico. Sementara ibu kandung Jerico telah tiada sejak melahirkannya."Tante tidak usah sok peduli denganku," ucap Jerico dengan ketus.Hubungan Jerico dengan Mama Helena memang tidak baik. Jerico berpikir papanya tidak akan p
"K-kau?" Greta terkejut saat seseorang itu berbalik badan. "Koko? Kenapa kau di sini?" Greta menghampiri Jerico di paviliun. "Jadi, Tuan Besar yang dimaksud Rita itu, kau?""Memangnya kenapa? Kau tidak suka aku berada di sini? atau kau mengharapkan orang lain?" Jerico berkata dengan dingin.Greta menggeleng cepat. "Bukan begitu. Aku justru lega kalau Tuan Besar itu adalah kau. Aku benar-benar ketakutan. Aku takut jika ternyata Marko menjualku pada lelaki hidung belang."Jerico menarik Greta ke dalam pelukannya. "Aku tidak akan membiarkan itu semua terjadi padamu.""Lalu kenapa kau melakukan ini semua padaku?" ucap Greta manja masih berada dipelukan lelaki itu."Aku melakukannya karena merindukanmu. Kau tidak merindukanku memangnya?" Jerico melepas pelukannya."Tentu saja aku merindukanmu. Kau yang lebih dulu cuek dan tak peduli padaku. Sampai-sampai aku tak menyangka, kau mengenalkan Shena di depan para karyawan." Greta memukul dada Jerico karena kesal."Bukankah, kita telah setuju so
Suara ketukan pintu kamar membuat Greta bangkit dari duduknya. Pintu tersebut akhirnya terbuka. Dia mendapati pelayan itu membawakan sebuah nampan berisi makanan."Makan siangmu sudah siap. Nona harus makan dulu," ucap pelayan seraya memberikan nampan tersebut pada Greta."Aku tidak mau makan," tolak Greta. Dia tidak mengambil nampan itu justru memalingkan wajahnya."Ini perintah. Kalau Nona tidak mau makan, mereka bisa melakukan apa saja padamu." Dua orang bodyguard dengan tubuh kekar masuk ke dalam kamar.Bulu kuduk Greta merinding saat kedua bodyguard itu menatapnya tajam. "Oke, baiklah. Letakan saja itu di nakas. Nanti aku akan memakannya."Pelayan tersebut menuruti perintah Greta. "Kalau Nona tidak memakannya, Nona tahu, kan, akibatnya?"Greta memutar kedua bola matanya jengah. "Iya, aku mengerti.""Baiklah, kami permisi dulu." Baru saja ingin keluar kamar, pelayan itu dicegah Greta lebih dulu."Tunggu! Siapa namamu?" tanya Greta. Dia tahu kalau pelayan itu sebenarnya baik hati d
Mobil yang dikendarai Marko tiba di sebuah rumah mewah. Dia turun lebih dulu dan berbicara pada salah satu bodyguard yang berjaga di sekitaran rumah. Kemudian dia kembali lagi ke mobil serta memerintahkan Greta keluar.Greta tampak kebingungan kenapa lelaki itu membawanya ke sana. Dia pikir Marko mengajaknya bertemu dengan klien, tapi ternyata tidak. Ketakutan yang dia rasakan mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Perasaannya pun tak enak."Aku tidak bisa menemanimu ke dalam," ucap Marko. "Tugasku hanya mengantarkanmu ke tempat ini.""Maksudmu ... kau meninggalkanku sendiri? Di tempat asing ini?" Greta panik. Dia tidak mengerti kenapa Marko mengajaknya ke tempat itu."Maafkan aku, Ta. Tapi kau tak perlu khawatir dan takut, kau hanya perlu menurut dengan perintah mereka semua. Maka kau akan tahu jawabannya.""Sebenarnya ada apa? Kenapa berbelit-belit? Katakan saja langsung ke intinya." Bukannya tenang, Greta semakin panik dengan ucapan Marko."Aku tidak bisa memberitahukanmu. Percayalah,
"Kalau begitu minggu depan kalian akan bertunangan," kata Papa David memberikan keputusan secara sepihak."Apa?" Jerico dan Shena berucap bersamaan."Kenapa? Ada apa?" Papa David heran dengan Jerico dan Shena. Bukankah mereka sudah setuju?"Apa tidak terlalu cepat, Om?" Shena protes dengan keputusan Papa David."Papa tidak ingin menundanya lama-lama lagi. Lebih cepat lebih baik," ucap Papa David dengan tegas. "Papa juga tidak ingin kau berhubungan dengan sekretaris itu lagi."Kedua mata Jerico menatap Papa David dengan tajam. "Papa tahu dari mana aku memiliki hubungan dengan Greta?""Mudah saja bagi Papa untuk mencari tahu. Lagi pula Papa juga sudah menemui dan bicara padanya agar menjauhimu." Papa David menghembuskan napasnya. "Dengar, Jer. Dia tidak pantas untukmu. Dia tidak sebanding dengan keluarga kita.""Papa tidak berhak menilai Greta seperti itu. Meskipun sederhana tapi dia perempuan yang baik dan istimewa," sanggah Jerico. Dia tidak terima jika Papanya merendahkan Greta. "Aku
"Saya ingin memberitahukan informasi kalau ...." Jerico menggantungkan kalimatnya ketika melihat Greta di barisan paling belakang. Jerico berdeham seraya melingkarkan tangannya pada pinggang seseorang di sampingnya. "Kalian bisa melihat perempuan yang bersama saya, dia Shena, calon pendamping saya."Terdengar sorak sorai dari para karyawan. Di antara mereka ada yang memberikan selamat serta mendoakan agar hubungan keduanya langgeng. Bahkan beberapa ada yang tidak suka."Baiklah, itu saja. Silakan kembali ke meja kalian masing-masing," sambung Jerico.Jerico melangkah sembari menggandeng Shena menuju ruangannya. Dia melewati Greta begitu saja tanpa menoleh sedikit pun. Sikap Jerico yang dingin, sangat menyakitkan bagi Greta. Dia paham bahwa ini adalah konsekuensi dari keputusannya. Hubungannya dengan Jerico menjadi meregang."Kau tidak protes dengan Pak Jerico? Dia sudah berani memperkenalkan perempuan itu di hadapan para karyawan. Seharusnya yang berada di sana tadi adalah kau, Ta." M
"Siapa sebenernya perempuan itu?"Penasaran dengan apa yang dilihatnya, Greta memegang knop pintu dan membuka lebar dengan perlahan. Kedua mata Greta membulat kala seorang perempuan asing berada di kamar kekasihnya."Kau siapa?" tanya Greta langsung membuat perempuan itu beranjak dari tempat tidur. "Ada hubungan apa kau dengan Jerico?""Greta? Emmm ... aku Shena." Perempuan yang bernama Shena itu langsung menutup mulutnya. Dia melirik Jerico memberikan tanda bahwa dirinya keceplosan. Dia baru saja diberi tahu jika Greta mengalami amnesia."Kau tahu namaku? Padahal sebelumnya aku belum pernah bertemu dan kenal padamu." Greta menatap Shena heran."Ah, itu ... Jerico memberitahukanku jika dia sebenarnya telah memiliki kekasih bernama Greta. Aku langsung berpikir itu kau." Shena beralasan padahal dulu dia sempat mengenal Greta sebelum amnesia.Greta mengalihkan atensinya pada Jerico yang terbaring di kasur. Lelaki itu memandang ke depan tanpa memedulikan dirinya berada di sana. Sejak tadi
Lagi-lagi hari ini Greta tidak semangat masuk kerja. Padahal hari ini adalah hari senin dan sudah hampir jam makan siang. Entah karena Jerico tidak masuk ke kantor atau karena keputusannya kemarin. Tapi yang jelas, setelah dia mengatakan keputusanya Jerico langsung mendiamkannya hingga pagi tadi."Kau mau ikut makan siang bersama kami, Ta?" Mega telah disusul Satria untuk makan siang bersama."Kalian saja yang pergi. Aku sudah pesan lewat online." Greta sedang malas keluar dari kantor. Terlebih suasana hatinya yang campur aduk."Baiklah kalau gitu kami duluan." Mega dan Satria beranjak pergi dari sana.Sepeninggal Mega dan Satria, bersamaan itu pula seorang resepsionis datang ke meja Greta dengan membawa makanan yang dia pesan secara online. Dia mengucap terima kasih sebelum akhirnya resepsionis itu pergi."Biar bagaimanapun aku harus tetap makan," ucap Greta dalam hati. Dia memasukan makanannya ke dalam mulut.Greta akui tanpa kehadiran Jerico di kantor, suasana menjadi sepi. Tak ada
Greta mendorong troli menuju rak berisi sayuran ketika tiba di All Fresh. Sedangkan Jerico mengikuti saja kemana perempuan itu melangkah. Beberapa sayuran seperti wortel, kubis, kangkung, kacang panjang, bayam, dan lainnya dia pindahkan ke troli.Setelah itu Greta berpindah pada buah-buahan. Sekilas dia mengamati gerak-gerik Jerico yang gelisah. Lagi-lagi lelaki itu kelihatan sedang banyak pikiran."Kau kenapa? Ada yang mengganggu pikiranmu?" Greta menegur Jerico dengan pertanyaan."Tidak. Hanya saja, tiba-tiba tubuhku terasa enak." Jerico memegang pundaknya yang sakit."Kau sakit, Ko? Kenapa tidak bilang sebelumnya?" Greta merasa bersalah karena tidak menyadari jika kekasihnya itu sakit sejak di apartemen tadi. "Kita pulang saja, ya?"Jerico menggeleng lemas. "Tidak. Kita lanjutkan saja," ucapnya memaksakan diri. Padahal kepalanya mulai ikut sakit."Kesehatanmu lebih penting. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu, Ko." Greta menarik tangan Jerico dan meninggalkan troli berisi sayura
Greta kembali ke meja saat sebelumnya meminta izin pada Jerico untuk mengangkat telepon. Dia memandang kekasihnya dengan tersenyum. Pasalnya, lelaki itu tengah menghabiskan dua piring sekaligus hingga berkeringat."Sudah makannya?" tanya Greta memastikan. Barangkali memang lelaki itu menginginkan sesuatu lagi.Jerico mengangguk. "Yah, aku sangat kenyang." Dia mengelus perutnya. "Omong-omong siapa yang meneleponmu?""Bukan siapa-siapa. Hanya teman lama," jawab Greta berbohong. Dia tidak ingin Jerico tahu siapa yang menelponnya tadi."Baiklah. Oh, ya aku sudah membayar ini semua. Tapi sebentar, aku mau menurunkan makanan ini dulu."Greta tak bisa untuk tak tertawa. "Oke, oke."***Keesokan harinya, Greta buru-buru menyantap sarapannya. Pagi ini dia sengaja sarapan tanpa menunggu Jerico bangun. Sebab dia sudah ada janji bertemu dengan seseorang.Greta pamit dan memberi pesan pada Flo jika nanti Jerico mencarinya. Dia tidak menghubungi sopir pribadinya melainkan memesan taksi online. Dia