Sudah satu minggu lamanya Daiva belum sadarkan diri. Tentu saja membuat keluarganya mengkhawatirkan keadaan Daiva yang masih betah terlelap dalam tidurnya. Belum ingin membuka matanya kembali."Kenapa Kak Daiva masih belum mau buka matanya," kata Dara sembari menatap wajah Daiva di atas bangsal.Daffa mengusap bahu Dara. "Sabar, ya. Semoga besok atau lusa, Daiva segera siuman." Daffa menenangkan Dara.Tapi, Mas. Saya bisa terus terusan merasa bersalah kalau Kak Daiva belum mau membuka matanya. Saya khawatir dia nggak bisa kembali lagi, Mas." Dara mulai panik. Sudah mulai melantur.Daffa mengembuskan napasnya dengan panjang. "Mau gimana lagi, Dara. Daiva masih betah tidur. Dan pria itu masih saja bersikap biasa saja padahal kakaknya sedang sekarat.Dara pun menoleh ke arah Daffa. "Mas Daffa kayaknya seneng banget lihat Kak Daiva kayak gini."Daffa mengendikan bahunya. "Antara senang dan sedih. Kenapa memangnya?"Dara menghela napas kasar. "Kenapa masih benci sama dia? Ini semua bukan k
"Aku sendiri ke sini, Fahri lagi ada kerjaan di cafe dan tidak bisa ditunda. Aku belum cerita ya, sama kamu soal hubungan aku dan Fahri?"Dara menggeleng kemudian menggenggam tangan Julies. "Mbak sama Mas Fahri pasti udah jadian, kan?" tebak Dara sambil tersenyum dengan lebar."Tahu aja kamu. Kok bisa tahu sih, padahal kan aku atau Fahri belum kasih tahu kamu dan Daffa. Hebat kamu."Lantas perempuan itu mengulas senyumnya dengan lebar. "Selamat ya, Mbak. Akhirnya... kalian jadian juga. Kapan menikahnya tanya Dara antusiasJulies lantas terkekeh dengan pelan. "Kamu mah, baru juga seminggu pacaran udah ditodong pertanyaan kayak gitu. Udah kayak orang tuaku saja kamu tanya kapan nikah."Dengan hadirnya Julies di sana, membuat suasana hati Dara kembali tenang, la pun tertawa dengan pelan."Soalnya saya gak sabar pengen lihat Mbak Julies dan Mas Fahri berada di kursi pelaminan, duduk bersama sambil menyambut para tamu undangan.Dara kembali terkekeh sambil menutup mulutnya."Doain aja ya,
Kini, pria itu berucap dengan serius. Matanya fokus menatap Daiva dengan serius. Agar Daiva tahu, jika Daffa tidak akan pernah membedakan anaknya dan anak Daiva kelak.Dara yang tengah duduk di kursi itu lantas menoleh kepada Daffa. Melihat matanya yang menatap serius pada Daiva.Kemudian mengulas senyumnya dengan tipis. Pertanyaan yang sering melintas di benaknya kini sudah terjawab. Daffa sangat mencintainya dengan tulus."Kalau begitu, tolong carikan Cheryl untuk gue. Kasih tahu dia... kalau gue udah siuman. Bawa dia ke sini, dan semoga dia mau menerima keputusan gue."Daiva kembali memohon kepada Daffa agar mau membawa Cheryl ke hadapannya.Daffa menghela napas panjang. "Gue telepon dulu orangnya." Daffa mengambil ponsel di sakunya. Menghubungi Cheryl, bertanya terlebih dahulu dia sedang di mana.Namun, telepon itu tidak aktif. Membuat Daffa mengerutkan keningnya. Lalu, menoleh kepada Daiva dan Dara secara bergantian."Nomornya nggak aktif. Di mana ya tuh orang." Daffa tengah memi
Daffa hanya mengangguk, sebab dia harus memarkirkan mobilnya di bagasi rumah milik Daiva dan Cheryl. Mereka sudah tiba di sana.Daffa dan Fahri masuk ke dalam rumah tersebut."Cheryl!" panggil Daffa berteriak di dalam rumah itu.Salah satu ART di sana kemudian keluar menghampiri Daffa dan Fahri yang sedang berdiri di ruang tengah."Sudah satu minggu ini baik Tuan Daivaa atau Nyonya Cheryl tidak pulang ke rumah ini, Tuan," ucap ART tersebut.Daffa lantas mengerutkan keningnya. "Sudah satu minggu?" tanyanya dengan datar.ART itu mengangguk. "Iya, Tuan. Keduanya tidak ada pulang ke rumah ini, sudah satu minggu. Sebenarnya saya menghawatirkan keadaan mereka berdua. Dan orang tua Nyonya Cheryl juga tidak ke sini selama satu minggu ini."Daffa berkacak pinggang sambil memikirkan di mana keberadaan Cheryl saat ini. Pun dengan Fahri, dia juga memikirkan keberadaan Cheryl."Ya sudah kalau begitu, terima kasih." Daffa kembali keluar dari rumah itu setelah mendapat kabar jika Cheryl tidak ada di
Panggilan telepon itu diakhiri oleh Daffa. Tak lama setelahnya, para petugas kepolisian dan ambulans sudah tiba di rumah tersebut. Membawa jenazah Cheryl ke dalam mobil ambulans.Serta para petugas kepolisian tengah melakukan olah TKP di tempat kejadian, di mana Cheryl bunuh diri dengan cara menembak dirinya sendiri."Terima kasih atas informasinya, Pak. Kalau begitu, kami akan melakukan otopsi kepada jenazah tersebut. Apakah anda mengenalinya?" tanya petugas kepolisian kepada Daffa dan Fahri.Daffa mengangguk. "Dia kakak ipar saya, Pak. Suaminya sudah ia tembak. Kemudian mungkin dia bunuh diri, saya tidak tahu pasti. Karena saya juga baru ke sini.Tempatnya sama, dengan suaminya yang juga ditembak di kamar tersebut."Mungkin setelah kejadian itu, ketika kakak saya dibawa ke rumah sakit, dia pun menembak dirinya. Sepertinya begitu. Saya juga tidak tahu pasti sih."Daffa menjelaskan apa yang ia ketahui dan tidak tahu pasti kapan Cheryl melakukan bunuh diri.Petugas polisi kemudian meng
Melawati dan Adicandra tiba di sana. Wajah Melawati tampak panik lalu menghampiri Daiva. "Cheryl meninggal, Nak. Dan orang tuanya tidak tahu jika Cheryl telah menembak kamu," kata Melawati sembari menggenggam tangan anaknya.Daiva mengangguk dengan pelan, "lya, Ma. Aku udah tahu. Yang menemukan Cheryl... Daffa dan Fahri. Dia masih ada di rumah, di mana waktu itu sekap Dara di sana. Nggak pulang setelah insiden itu.”Melawati memegang dadanya. Tak menyangka jika menantunya itu akan meninggal secara tragis. "Sekarang, rumah itu sudah disegel oleh garis polisi. Banyak wartawan juga ke sana.""Ngapain? Orang udah mati malah diliput," sengal Daffa. la paling tak suka dengan berbau media. "Lebay!" ucapnya kemudian.Dara mengusap lengan Daffa. "Sabar. Mereka lagi cari uang. Tahu, kalau Mbak Cheryl anak konglomerat. Berita baik untuk para awak media yang lagi informasi."Daffa tersenyum miring. "Dia... udah mati aja masih ngasilin duit buat orang lain, yaa. Hebat!" Daffa malah mengagumi Chery
Julies mengangguk. Pun dengan orang tua Daffa yang ikut melihat kondisi Dara di ruang IGD."Terima kasih, Dok," ucap melawati kepada Dokter Ami."Kalau begitu, aku ke kantor polisi dulu," kata Fahri pamit kepada semua orang yang ada di sana."Om juga ikut. Kita satu mobil saja. Kita harus selesaikan masalah Ini Daffa tidak mungkin membunuh Cheryl. "Sebenci-bencinya Daffa pada Cheryl, dia tidak akan tega melakukan itu kepadanya."Fahri mengangguk. "lya, Om. Aku juga yakin kalau dapat tidak akan melakukan itu. Ini hanya salah paham atau mungkin ada orang yang menjebak Daffa.Fahri selalu berasumsi tepat pada porsinya Adicandra kemudian mengangguk lalu mereka pamit untuk menemui Daffa di kantor polisi.Sementara di kantor polisi.Daffa tengah berada di ruang investigasi bersama ketiga polisi yang sudah membawanya."Maksudnya apa sih, Pak? Saya yang sudah memberi tahu Anda, kalau ada yang mati di rumah itu. Kenapa saya yang ditangkap?" tanya Daffa dengan penuh emosi."Anda yakin... bukan
Ari mengangguk dengan antusias. "lya, Pak. Betul, kami akan segera membuat laporan penangkapan untuk Saudari Wisnu, karena sudah membuat dokumen palsu."Adicandra lantas tersenyum senang mendengarnya. Balas dendamnya tak perlu menggunakan tangannya. Wisnu sendiri yang sudah menjerat dirinya. Hingga akhirnya, harus menerima kenyataan bahwa ia akan dihukum."Baiklah kalau begitu. Saya tunggu laporannya. Jika pria itu sudah ditangkap dan dibawa ke sini, hubungi saya," kata Adicandra kepada Ari."Baik, Pak. Sekali lagi saya minta maaf atas penangkapan pada putra Anda.Adicandra dan Fahri keluar dari kantor polisi, menyusul Daffa yang sudah tidak ada di sana.Sudah pergi ke rumah sakit, untuk melihat kondisi istrinya yang tidak sadarkan diri hingga empat jam lamanya.Sesampainya di rumah sakit. Dengan langkah lebarnya, Daffa menghampiri Dara yang berada di ruangan IGD. Di sana ada Julies dan Melawati, tengah menunggu Dara yang masih menutup matanya."Daffa. Syukurlah kamu sudah keluar, Nak
"Dara ke mana sih? Kenapa nggak temenin Mama di sini?" tanya Daffa setelah menyadari jika istrinya tidak ada di sana."Mau mandi dulu katanya," jawab Melawati."Oh. Tadi olahraga dulu sih dia. Kemudian, Daffa menoleh kembali pada Melawati. "Mama ke sini mau ngomongin itu doang?"Melawati mengangguk. "Mama mau ke Amerika. Jenguk Daiva, sama Papa juga. Kamu dan Dara mau ikut juga, nggak? Sekalian babymoon.""Udah gede kandungannya, Ma. Harusnya bulan lalu. Dara gak bakalan mau pergi jauh-jauh. Terlalu cinta dengan Indonesia."Mama sama Papa aja yang pergi. Titip salam aja buat Daiva. Sekalian tanyakan, udah dapat jodoh lagi atau belum."Melawati memutar bola matanya dengan pelan. "Ya sudah kalau begitu. Mama dan Papa saja yang ke sana. Mau kasih kejutan."Melawati pun pamit pergi dari rumah anaknya.Lalu, Dara yang baru selesai mandi itu pun keluar sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. "Lho. Mamanya ke mana, Mas?" tan
Fahri hanya mengulas senyumnya. Kemudian menggaruk hidungnya. "Mungkin gitu, Daff. Si Dara punya penyakit shock. Kayaknya itu penyakit lebih parah dari jantung deh."Bisa bikin pingsan orang dengan tiba-tiba. Sedangkan jantung.... biasanya bengek dulu Baru pingsan. Kalau shock, langsung pingsan saat itu juga.Daffa menoleh dan menatap Fahri dengan tajam. "Elo jangan nakut-nakutin gue dong! Kasih solusi yang bener. Jangan malah bikin makin runyam ini masalah."Fahri mengusap belakang kepalanya. "Hal gak guna, dan bikin gue selalu ikut campur dalam urusan elo. Bahkan, merelakan waktu gue buat kencan sama Julies. Gak seru kalau nggak bisa menemukan titik terangnya."Daffa mengangguk. "Bukan elo doang yang waktunya terbuang sia-sia. Gue juga.""Yang bikin masalah elo, Daffa. Wajar, kalau elo membuang waktu elo untuk ngurusin kayak beginian. Emang paling demen nyari penyakit elo tuh, yaa."Daffa menghela napasnya dengan panjang. Lalu, memijat ken
Pagi harinya, Daffa bergegas pergi menuju cafe. Karena waktu sudah menunjuk angka sepuluh pagi."Sayang, aku berangkat sekarang, yaa!" ucapnya sambil melambaikan tangannya pada Dara"Iya, Mas. Hati-hati.”Daffa mengangguk lalu keluar dari rumah itu. Masuk ke dalam mobilnya lalu melajukan mobil tersebut dengan kecepatan tinggi.Ingin segera sampai ke cafe dan mulai memecahkan misi barunya lagi bersama Fahri. Pesan tersebut sudah membuatnya pusing tujuh keliling. Ditelepon tidak diangkat, bahkan nomornya pun sudah tidak aktif lagi.Tiba di cafe. Daffa segera masuk ke dalam ruang kerjanya yang sudah ditunggu Fahri di dalam sana."Ada apa sih. Daff? Kelihatannya gundah-gulana gitu," tanya Fahri kemudian kembali fokus menatap laptopnya.Pria itu kemudian menutup laptop milik Fahri. "Jangan dulu fokus sama kerjaan, bantu gue dulu ini harus segera diselesaikan.""Kenapa lagi sih lo, Daff? Perasaan, tiap hari bikin masalah mulu,"
Hingga lima belas menit kemudian. Daffa mengakhiri permainan itu Sesuatu yang hangat menyembur di bawah sana. Sangat terasa kala Dara rasakan.Daffa mengejang, kemudian menjatuhkan tubuhnya di samping Dara. Sambil mengatur napasnya yang tersengal.Pun dengan Dara. Dadanya naik turun, tengah mengatur napasnya agar kembali normal.Lalu, menoleh ke arah Daffa. "Mas?" panggilnya kemudian.Daffa menoleh. "Heeum. Kenapa, Sayang?""Kenapa milik Mas Daffa tiba-tiba on? Langsung berdiri, dan baru kali ini saya melihatnya."Daffa bingung harus jawab apa. Mana mungkin ia menjawab jika ada yang usil sudah memasukkan obat perangsang ke dalam minumannya di acara ulang tahun tadi.Kemudian, Daffa memutar otak untuk mencari alasan yang lebih logis."Tidak perlu ada penetrasi terlebih dulu. Milik pria akan on dengan sendirinya hanya karena melihat lekuk tubuh perempuan. Dan, aku tadi melihat kamu lagi nggak pakai apa-apa."Dan akhirnya,
Kemudian, pria itu menghempaskan tangan Prissa dengan kasar. "Ngapain sih, ke sini? Masih banyak tempat yang bisa elo kunjungi, Prissa!"Perempuan itu mengulas senyumnya. "Santai aja, Daffa. Kenapa sih, sensi banget. Lagi pula, di sini nggak ada istri kamu. Santai saja, okay?"Daffa pun duduk di kursi yang ada di sana. Pun dengan Fahri, yang ikut duduk di depan Daffa."Apa kabar, Priss? Udah lama banget nggak nongol. Ke mana aja sih?" tanya Fahri basa-basi."Melanglang buana gue, Ri. Nyari pengganti yang lebih dari Daffa. Tapi, belum ketemu."Fahri lantas terkekeh. "Elo sih... sok-sokan selingkuh. Kena batunya kan."Fahri yang tahu tentang masa lalu Daffa dan Prissa, lantas tahu di mana Prissa meninggalkan Daffa karena memilih pria lain."Gak usah dibahas lagi, Ri. Gak penting!" ucapnya kemudian meneguk minuman yang sudah disediakan di sana.Dering ponsel Fahri berbunyi. Panggilan dari Julies. "Gue angkat dulu. Panggilan dari I
Dua bulan kemudian.Usia kandungan Dara sudah memasuki tujuh bulan. Semakin membuncit dan tentunya sangat sehat, karena ibu hamil tersebut selalu makan makanan yang bergiziDipasok terus menerus oleh Daffa agar ibu dan bayinya selalu sehat sampai menjelang lahiran nanti. Dua hari yang lalu, Dara dan Daffa telah melakukan acara syukuran tujuh bulan kandungan."Sayang. Nanti malam ada acara ulang tahun termanku. Mau ikut, nggak?" tanya Daffa setelah menyelesaikan acara sarapannya.Dara menggeleng. "Mau antar Mbak Julies belanja, Mas. Sama siapa ke acara ulang tahunnya?""Sendiri. Mungkin sama Fahri juga. Karena teman sekampus dulu yang ulang tahunnya.""Oh. Ya sudah. Kayaknya nggak bisa ikut deh, Mas. Langsung pulang, kalau acaranya sudah selesai.""Baik, Tuan Putri. Kakanda akan langsung pulang setelah acaranya selesai. Ngapain juga lama-lama di sana. Mending kelonin kamu. lya, nggak?"Dara menyunggingkan bibirnya. Lalu, mengamb
"Daiva pasti akan segera kembali. Dia hanya ingin mengubah hidupnya agar menjadi lebih baik. Setelah itu, dia akan kembali pada kita. Mama jangan khawatir. Daiva pasti akan kembali."Adicandra menenangkan istrinya, yang sedari tadi terus menangisi kepergian anaknya.Melawati mengangguk dengan pelan. "lya, Papa. Mama pasti akan selalu menunggu kepulangan anak kita. Semoga dia benar-benar berubah dan tidak kembali pada sifatnya yang dulu."Kemudian keempat orang itu berlalu pergi meninggalkan bandara, setelah Daiva sudah terbang menuju Amerika serikat.Tiba di rumah. Dara tampak melamun. Semenjak kepergian Daiva, hatinya sedikit sedih. Entah kenapa dia merasa kehilangan pria yang sudah menanam benih di perutnya itu.Hingga akhirnya Daffa menghampiri Dara yang tengah melamun di ruang tengah. Menatap kosong ke arah televisi yang ia nyalakan."Melamunnya biasa aja, Dara. Daiva pasti akan segera pulang kok. Udah kangen, sama ayahnya anak kamu itu,
Satu minggu berlalu.Daiva sudah membaik. Sudah dibolehkan pulang hari ini. Daffa juga Dara ikut menemani Daiva untuk pulang ke rumah orang tuanya.Bukan ke rumah miliki mendiang istrinya. Sebab, semua barang-barang milik Daiva sudah dibawa ke rumah orang tuanya.Rumah itu sudah tidak berpenghuni. Bahkan, akan dijual oleh mamanya Cheryl. Karena kasus Cakrawisnu yang sudah memalsukan dokumen, perusahaannya terancam bangkrut.Anak-anaknya pun tidak ada yang mau meneruskan perusahaan tersebut karena sudah mendapat nilai E dari semua investor yang bekerja sama dengan perusahaan itu."Gue minta maaf karena ulah Cheryl dan orang tuanya, elo sempat ditahan. Sekarang, Wisnu kena getahnya. Semoga dia jera dan mau bertobat," kata Daiva setelah tiba di rumah.Daffa mengangguk. "Ya. Semuanya udah selesai. Gue udah bisa bernapas lega karena keluarga kita udah nggak ada urusan lagi sama mereka."Elo juga udah nggak jadi budak Wisnu dan Cheryl. Semo
Daffa mengangguk. Kemudian, memberikan rekaman video yang sudah la ambil kemarin malam. Lalu, Ahmad dengan fokus mendengarkan obrolan mereka berempat di dalam video sana.Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Keterlaluan! Pak Anggi!" teriak Ahmad memanggil salah satu staff kepolisian di sana."Siap, Pak!""Panggil Ari, Wibowo, dan Ilham ke sini!" titah Ahmad kepada Anggi."Baik, Pak!" Anggi keluar untuk memanggil ketiga petugas kepolisian tersebut.Tak lama setelahnya, ketiga orang itu tiba di ruangan Ahmad. Lalu, Ari mengerutkan keningnya. Sebab melihat Fahri dan Daffa ada di sana.Lagi apa mereka di sini? Memangnya, mereka kenal dengan Pak Ahmad, ucap Ari dalam hati."Lihatlah! Apakah kalian mengenal tiga orang itu?" Ahmad memberikan rekaman video itu kepada mereka bertiga.Saat melihatnya, lantas membuat tiga orang itu membolakan matanya dengan sempurna. Kaget bukan main kala melihat rekaman video, berisikan mereka berempat di sana."Bisa jelaskan, kenapa kalian menerima suap u