Bagian 38
"Bagaimana dengan dirimu sendiri? Apa kamu sudah menjadi wanita yang sempurna? Sampai sekarang, kamu juga belum hamil. Padahal usia pernikahanmu dengan Mas Rian tidak beda jauh dengan kami. Jika kamu memang wanita yang sempurna, pasti kamu sudah melahirkan anak untuk suamimu," sahutku.
"Itu karena Mas Rian mandul, Sandra. Makanya aku tidak sudi mempertahankan rumah tanggaku dengannya. Oke, aku jujur sekarang. Mas Rian memang tidak pernah selingkuh dan tidak pernah main tangan. Tapi Mas Rian punya kekurangan, dia Mandul! Mana ada wanita yang mau bertahan dengan lelaki mandul seperti dia?" Nia mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Mas Rian. Benar-benar tidak punya sopan santun.
"Kenapa diam, Mas? Benarkan, yang aku katakan? Kamu mandul!" ucap Nia lagi.
Bagian 39Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari saat aku terbangun karena dorongan ingin buang air kecil.Kulihat Mas Ilyas sudah tertidur pulas di atas sofa. Sebelumnya, tadi aku melihat Mas Ilyas sibuk dengan laptopnya. Mungkin ia sedang mengerjakan tugas kantor.Aku beranjak dengan pelan, menuju meja yang berada persis di depan Mas Ilyas. Aku ingin tahu apa yang ada di dalam laptopnya.Ternyata Mas Ilyas sedang mempersiapkan materi untuk bahan presentasinya besok. Aku mengetahuinya setelah membaca pesan yang ada di ponselnya.Bagus, aku akan melakukan sesuatu terhadap laptopnya.Kejutan besar sedang menantimu, Mas. Inilah puncak dari pembalasanku. ***"Sandra, bangun Sayang, sudah pagi." Mas Ilyas menepuk pelan pipiku, lalu membelai rambutku. "Bangun, Sayang," bisiknya lagi.Sayang? Aku bahkan muak mendengar Mas Ilyas memanggilku dengan sebutan itu."Cuci muka dulu ya, Sayang. Habis itu kita sarapan. Mas sengaja tidak membangunkanmu, soalnya Mas kasihan padamu. Kamu tidurnya p
Bagian 40Akhirnya, mereka berdua berhasil juga aku kerjain. Mas Ilyas bisa dengan gampangnya di bohongi. Nia kemudian berdiri dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju dapur sambil sesekali menghentakkan kakinya. Syukurin, emang enak!"Nia, cepat bawakan sarapannya. Aku dan suamiku sudah lapar." Aku berteriak-teriak memanggil nama Nia.Tak lama kemudian, Nia datang dengan membawa apa yang aku perintahkan.Setelah Nia meletakkannya di atas meja, ia kembali menarik kursi dan bergabung bersama kami."Nia, apa-apaan ini? Kamu lupa kalau kamu hanya seorang pembantu? Cepat berdiri, atau aku akan melakukan sesuatu," bentakku saat Nia menjatuhkan bobotnya di atas kursi."Tugasku 'kan sudah selesai, Sandra. Aku lapar dan ingin sarapan bersama kalian, masa nggak boleh sih?""Nggak boleh, pembantu sarapannya di dapur, bukan di sini. Kalau kamu lapar, kamu boleh sarapan sekarang. Setelah itu kamu sikat seluruh kamar mandi sampai bersih. Ingat, harus sampai bersih!"Nia kembali menghentakkan ka
Bagian 41"Hancur bagaimana maksudmu, Mas? Apa yang terjadi?" tanya Nia yang tiba-tiba muncul, ia terlihat kebingungan karena tidak tahu apa yang terjadi."Karier Mas sudah hancur, Mas dipecat! Sekarang Mas sudah tidak punya pekerjaan. Semua ini gara-gara Sandra. Sandra telah menghancurkan semuanya!" Mas Ilyas terlihat putus asa, ia memukul-mukul tembok untuk melampiaskan kemarahannya sehingga jari-jari tangannya berdarah."Jangan seperti ini dong, Mas! Sebenarnya apa yang terjadi?" Nia meraih tangan Mas Ilyas, lalu mengelap darahnya dengan tisu. Sok perhatian, membuatku semakin muak."Apa yang kamu lakukan, Sandra? Kenapa Mas Ilyas jadi seperti ini?" Nia kembali bertanya. "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Itu saja," jawabku singkat. "Memangnya kenapa?""Kamu benar-benar keterlaluan, Sandra! Kamu telah menjual rumah secara diam-diam. Dan Mas yakin bahwa kamu juga yang sudah mengambil semua uang yang ada di ATM milik Mas. Mas tahu semuanya tapi Mas tidak mempermasala
Bagian 42"Sandra, dendam telah merubahmu menjadi wanita yang gila harta. Kamu sudah berubah Sandra. Kamu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuanmu, Mas kecewa padamu!" "Aku tidak peduli. Inilah balasan atas pengkhianatan yang kalian lakukan. Aku sudah mengambil semuanya darimu, Mas. Sekarang kamu sudah menjadi miskin dan kariermu juga sudah hancur. Aku puas, Mas, benar-benar puas!""Kamu benar-benar jahat, Sandra. Licik," ucap Mas Ilyas lagi.Aku tersenyum penuh kemenangan saat melihat lelaki yang telah mengkhianatiku itu sudah tidak punya apa-apa. Rasakan kamu, Mas! "Nia, ambillah Mas Ilyas untukmu. Aku tidak membutuhkannya lagi karena aku sudah membuatnya bangkrut. Sekarang, lakukanlah apa yang kalian inginkan. Kalau kalian mau menikah juga silakan, aku sudah tak peduli!""Dasar licik! Setelah kamu berhasil mengambil seluruh harta Mas Ilyas, lalu kamu mengusir kami. Dasar wanita berhati iblis," tukas Nia. Ia tidak sadar bahwa dirinyalah yang lebih pantas disebut sebagai wa
Bagian 43Entah dari mana Sandra mendapatkan rekaman video itu. Yang jelas, apa yang sudah dilakukan Sandra sudah melampaui batas. Aku tahu ia marah dan kecewa, tapi tidak seharusnya Sandra menghancurkan karier suaminya sendiri."Pak Ilyas ditunggu di ruangan Pak Direktur sekarang," ucap salah seorang staf kantor yang datang menemuiku di ruangan meeting. Ya, tinggal aku sendiri yang masih berada di dalam ruangan, meratapi apa yang telah terjadi.Jantungku terasa mau copot saat berada di depan ruangan Pak Direktur. Apa yang akan ia lakukan terhadapku? Apa aku akan dipecat? Berbagai pertanyaan menari-nari di dalam benakku, membuat kepalaku semakin pusing.Lima menit sudah aku berdiri di depan ruangan Pak Direktur, tidak berani mengetuk pintu. Hingga akhirnya aku pun memberanikan diri untuk memenuhi panggilan Pak Direktur. Aku harus siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.Tok tok tok!Akhirnya aku memberanikan diri mengetuk pintu ruangan Pak Direktur."Silakan masuk." Terdengar
Bagian 44"Mas, aku minta putuskan sekarang juga. Jika Mas tidak mau menceraikanku, aku akan melaporkan kalian berdua." Sandra mengancam sekaligus menantangku."Sandra, bukan ini yang Mas inginkan. Mas tidak apa-apa kehilangan semua harta yang Mas miliki. Masalah rumah, Mas masih bisa tinggal di rumah peninggalan orang tuanya Mas. Tapi satu hal yang perlu kamu ketahui, Mas mencintaimu, Sandra. Mas tidak mau kehilanganmu," ucapku pada Sandra. Jujur, aku tidak rela dan tidak mau berpisah darinya."Cukup, Mas. Mas tidak pernah mencintaiku. Mas hanya kasihan padaku. Aku sudah tahu semuanya. Sekarang silakan pilih salah satu, cerai atau masuk penjara?" Sandra kembali mengancamku.Apa yang harus kulakukan? Jika aku tidak mau menceraikannya, maka Sandra akan melaporkanku dan juga Nia ke polisi. Tapi jika aku menceraikannya, aku masih belum rela kehilangan Sandra.Bagaimana ini? Mana yang harus kupilih? Sungguh, aku pilihan ini terlalu sulit. Bagaikan buah simalakama.Akhirnya, aku memberanik
Bagian 45"Mas, aku lapar. Beliin makanan dong!" pinta Nia saat aku sedang sibuk membersihkan rumah. Rumah ini dipenuhi oleh debu, mungkin karena sudah lama tidak ditempati. Setelah Ibu meninggal, tidak ada lagi yang mengurus rumah ini. "Tunggu sebentar, Mas selesaikan ini dulu, tanggung soalnya," ucapku tanpa menoleh ke arahnya."Tapi aku lapar, Mas, buruan dong!" desaknya."Iya, tunggu dulu! Kamu 'kan lihat Mas sedang bersihin rumah. Bukannya malah bantuin!""Aku malas, Mas! Yaudah, buruan! Jangan sampai aku mati kelaparan," ucapnya lagi. Nia kemudian duduk di atas kursi kayu di ruang tamu sambil menungguku. Selesai membersihkan seluruh ruangan, aku kemudian menghampiri Nia. Ternyata Nia ketiduran di atas kursi. Aku tidak tega membangunkannya. Akhirnya aku berinisiatif untuk membeli makanan seorang diri tanpa mengajaknya. Aku membeli dua porsi nasi bungkus serta air mineral. Tak lupa mampir di warung juga untuk membeli tabung gas LPJ beserta isinya. Beras, mie instan dan juga keb
Bagian 46"Gimana, Mas? Mas sudah dapat kerjaan?" tanya Nia sesaat setelah aku tiba di rumah. "Belum," jawabku singkat, lalu menjatuhkan bobotku di atas kursi yang mulai reot ini. Maklum, umur kursi ini sudah cukup tua. Dulu orang tuaku membeli kursi ini saat aku masih SMP."Kok belum, sih? Mas tahu nggak, aku bosan di rumah terus. Aku pengen jalan-jalan, pengen shopping, pengen makan di restoran mahal seperti biasanya. Aku enggak tahan hidup seperti ini, Mas," keluhnya padaku. Bahkan lelahku saja belum hilang karena lelah seharian mencari pekerjaan. Sudah ditambah lagi dengan ocehannya yang membuat lelahku semakin bertambah."Aku nggak mau tahu, Mas harus mendapatkan pekerjaan secepatnya. Gajinya juga harus lebih besar dari gaji Mas di perusahaan tempat Mas bekerja sebelumnya," ucapnya dengan entengnya. "Kamu bisa ngomong seperti itu karena kamu tidak tahu bagaimana sulitnya mencari pekerjaan, Nia. Tolong jangan meminta hal yang macam-macam, Nia. Mas tidak akan sanggup untuk memenu
Bagian 63"Sandra, izinkan aku menyematkan cincin ini di jari manismu, ya. Pertanda bahwa aku telah mengikat hatimu," pinta Mas Romi.Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Terharu, senang, bahagia semuanya berpadu menjadi satu."Ma, kalau cuma pegang tangan doang boleh ya? Nggak dosa kan megang tangan calon istri sendiri?" "Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!""Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!"Mas Romi meraih tanganku, lalu menyematkan cincin di jari manisku. Ia kemudian mengecupnya. Membuatku tersipu malu."Udah ya pegangan tangannya. Sekarang mari kita tentukan tanggal pernikahan kalian. Mama sudah tidak sabar pengen punya mantu!" Mamanya Mas Romi tersenyum manis padaku. Membuatku teringat kepada almarhumah mama mertua. Sifatnya tidak jauh beda dengan mamanya Mas Romi. Ah, aku jadi rindu padanya."Leb
Bagian 62"Mas Romi datang bersama keluarganya, Mbok? Pagi-pagi begini? Serius?" Aku masih tidak percaya dengan apa yang disampaikan Mbok Yuli barusan."Iya, Non. Sekarang mereka sedang nungguin Non sambil menikmati teh dan juga pisang crispy buatan Mbok. Non kenapa? Kok wajahnya jadi tegang begitu? Deg-degan ya mau ketemu sama calon mertua?" Mbok Yuli masih sempat-sempatnya menggodaku."Tuh kan, pipinya bersemu merah," ledeknya."Mbok apa-apaan, sih? Biasa aja kok!" Aku memalingkan wajah agar Mbok Yuli tidak bisa lagi melihat raut wajahku. Jujur, aku deg-degan dan juga grogi."Kapan nemuin tamunya kalau kita ngobrol terus di sini? Yasudah, Non siap-siap ya. Mbok mau turun lagi ke bawah."Aku pun menganggukkan kepala dan buru-buru menutup pintu kamar.Apa Mas Romi serius dengan ucapannya semalam? Apa ia sungguh-sungguh mencintaiku? Ia bahkan membawa keluarganya untuk bertemu denganku.Ah, kenapa aku jadi salah tingkah begini sih? Nggak biasanya aku begini. Gegas aku berjalan ke kamar
Bagian 61"Sebaiknya kalian pulang saja, Mas. Beri aku waktu untuk berpikir karena aku belum bisa memutuskan sekarang."Setelah diam cukup lama, akhirnya aku angkat bicara."Nggak bisa gitu dong, Sandra. Kamu harus jawab sekarang juga. Mas sudah sangat lama menunggumu. Mas mohon, mau ya jadi istrinya Mas." Mas Rian tetap memaksa. Ia sama sekali tidak mau mendengarku."Rian, sebaiknya kita pulang. Kasih waktu untuk Sandra berpikir. Lagian, Ini sudah malam dan Sandra mau beristirahat." Mas Romi memberi saran."Kamu saja yang pulang. Aku tidak akan pulang sebelum Sandra menerima lamaranku." Mas Rian tetap bersikeras pada pendiriannya."Rian, jangan paksa Sandra. Beri waktu padanya untuk memikirkan jawabannya. Biarkan dia beristirahat malam ini sambil memikirkan siapa yang akan dipilihnya.""Tidak, aku maunya malam ini.""Memang benar-benar keras kepala ya! Kamu nggak bisa diajak bicara baik-baik. Jangan salahkan jika aku berbuat kasar padamu." Mas Romi terlihat kesal melihat sikap Mas Ri
Bagian 60"Hentikan, Mas. Tolong jangan membuat keributan di sini. Jika pelanggan butik ini melihat ada keributan di sini, pasti mereka enggak akan mau berbelanja di butik ini. Aku mohon, Mas!" Aku menangkupkan kedua tangan, berharap Mas Rian mendengar permintaanku."Maafin Mas, Sandra. Mas hanya terbawa emosi. Mas sudah mencarimu ke mana-mana. Tiap hari tiada lelah untuk mencari keberadaanmu. Mas juga sudah bertanya pada Romi, dia bilang tidak mengetahui keberadaanmu. Tapi nyatanya dia bohong, bahkan dia sedang menemuimu sekarang. Benar-benar licik!" Mas Rian terlihat kecewa pada Mas Romi. Padahal ini bukanlah salah Mas Romi. Ia melakukan itu atas permintaanku."Aku memang sengaja meminta Mas Romi agar tidak memberitahu siapapun tentang keberadaanku. Aku ingin hidup tenang, Mas. Sudah terlalu banyak masalah dan ujian hidup yang harus kuhadapi. Itu sebabnya aku memilih untuk pergi jauh, aku tidak ingin diganggu oleh siapapun. Jadi tolong mengertilah!"Aku sengaja menjauh dari Mas Rian
Bagian 59Enam bulan sudah aku menetap di tempat kediamanku yang sekarang. Sekarang, hari-hariku disibukkan dengan urusan butik. Seminggu sekali aku juga menyempatkan diri mengikuti pengajian untuk memperdalam ilmu agama. Kuakui ilmu agama yang kumiliki masih sangat dangkal. Aku harus sering-sering mengikuti pengajian untuk menambah kecintaanku kepada Allah SWT, sang pemilik kehidupan.Aku tahu, di balik ujian dan cobaan hidup yang diberikan oleh Allah padaku, pasti ada hikmah di balik semua itu."Sarapan yuk, Non. Nasi gorengnya sudah Mbok hidangkan di atas meja!" Ucapan Mbok Yuli tersebut seketika membuyarkan lamunanku."Iya, Mbok. Kita sarapan sama-sama ya," ajakku sambil menyunggingkan senyum manis kepada wanita yang sudah kuanggap seperti orang tuaku tersebut. "Baik, Non, mari!" Mbok Yuli tidak lagi memanggilkan dengan sebutan Bu Sandra, kini beliau memanggilku dengan sebutan Non. Padahal aku sudah memintanya untuk memanggilku dengan menyebut namaku saja, tapi beliau tidak mau
Bagian 58Akhirnya rumah ini pun terjual. Rumah yang sudah dihuni selama empat tahun lebih. Rumah yang dulu di dalamnya terdapat kehangatan dan kasih sayang. Tapi itu dulu, sekarang semuanya telah sirna. Saatnya membuka lembaran baru dan mengubur semua kenangan pahit. "Mbok, mohon maaf ya. Sandra tidak bisa lagi mempekerjakan Mbok. Rumah ini sudah dijual dan sebentar lagi akan ditempati oleh pemilik yang baru. Maaf jika Sandra ada salah selama Mbok tunggal di sini," ucapku saat memberikan gaji terakhir kepada Mbok Yuli beserta pesangonnya. Mata si Mbok terlihat berembun, mungkin ia sedih karena tidak bisa tinggal di rumah ini lagi. Sebenarnya aku jauh lebih sedih dibanding Mbok Yuli. Telah kehilangan suami, sekarang bahkan rumah ini juga terpaksa kujual.Jujur saja, aku tidak menginginkan harta yang berlimpah. Keinginanku cukup sederhana. Hanya ingin hidup bahagia bersama suami. Tapi ya sudahlah! Hati akan semakin sakit jika mengingatnya terus-menerus."Mbok nggak tahu harus tingg
Bagian 57Bel berbunyi, aku pun segera membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang. Saat membuka pintu, aku terkejut karena Nia masih berada di depan rumahku. Padahal aku sudah terang-terangan mengusirnya. Kukira yang datang adalah Mas Romi, karena tadi sudah berjanji akan datang bersama calon pembeli rumah ini. Ternyata yang datang justru Mas Rian. Entah kenapa, aku sedang tidak ingin bertemu dengan Mas Rian. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya. Yang jelas, aku tidak ingin ditemui oleh lelaki manapun kecuali jika itu menyangkut hal penting."Ngapain kamu datang kemari, Mas?""Mas ada perlu denganmu, Sandra. Lagian sudah lama Mas tidak datang kemari. Kenapa? Sepertinya kamu tidak suka dengan kehadiran Mas?" Mas Rian malah balik bertanya padaku. "Hanya Sandra kah yang penting bagimu, Mas? sahut Nia, ia sepertinya kesal karena mantan suaminya itu mengunjungiku."Tentu! Lagian untuk apa kamu menanyakan hal itu? Kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa, jadi kamu tidak usah ikut
Bagian 56Sesampainya di tempat parkiran, aku terkejut melihat Mas Romi yang sedang berdiri di samping mobilku."Mas Romi? Ngapain kamu di sini?" tanyaku sesaat setelah menghampirinya."Nungguin kamu, jawabnya santai."Nungguin aku? Aku tidak pernah menyuruhmu untuk menungguku. Kamu tahu dari mana kalau aku sedang berada di tempat ini?" tanyaku penuh selidik. "Si Mbok yang memberitahu bahwa kamu sedang ziarah saat aku mendatangi rumahmu."Ah, aku lupa mengatakan kepada si Mbok agar jangan memberitahukan keberadaanku kepada siapapun."Sandra, kamu lupa ya? Tempo hari 'kan kamu yang menghubungiku untuk meminta bantuanku. Masih muda kok' sudah pikun," ledeknya sambil menertawakanku. Menyebalkan!Memang benar aku menghubungi Mas Romi tempo hari untuk meminta bantuannya. Pasalnya, aku akan menjual rumah yang sekarang kutempati. Aku ingin menghapuskan semua kenangan dengan Mas Ilyas. Aku berharap semoga dengan menjual rumah itu, bisa melupakan semua kenangan bersama Mas Ilyas. Aku ingin mo
Bagian 55POV Sandra Di sinilah aku sekarang. Mengunjungi makam ibu dan juga mama mertua. Ibu dan mama mertua memang dimakamkan di tempat pemakaman yang sama, makam mereka berdua pun berdampingan.Aku duduk di atas tanah, di antara makam Ibu dan mama mertua, lalu memandangi makam mereka secara bergantian.Saat menatap batu nisannya, kembali aku teringat pada wajah Ibu dan juga wajah mama mertua. Sungguh aku sangat merindukan kedua wanita yang sangat kusayangi tersebut. Tapi sayangnya, aku hanya bisa memendam rindu ini. Hanya untaian doa yang bisa kukirimkan. Semoga Ibu dan mama mertua bahagia di alam sana."Maafkan Sandra, Bu, Ma, Sandra telah gagal mempertahankan rumah tangga Sandra dengan Mas Ilyas. Sandra tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Mas Ilyas."Air mata mengalir begitu saja dari kelopak mata tanpa bisa dibendung saat mengucapkan kalimat itu. Fisikku memang kuat, tapi tidak dengan hatiku. Hatiku begitu sakit dan terluka. Sekuat tenaga mencoba untuk tetap tegar, tapi k