Bagian 46"Gimana, Mas? Mas sudah dapat kerjaan?" tanya Nia sesaat setelah aku tiba di rumah. "Belum," jawabku singkat, lalu menjatuhkan bobotku di atas kursi yang mulai reot ini. Maklum, umur kursi ini sudah cukup tua. Dulu orang tuaku membeli kursi ini saat aku masih SMP."Kok belum, sih? Mas tahu nggak, aku bosan di rumah terus. Aku pengen jalan-jalan, pengen shopping, pengen makan di restoran mahal seperti biasanya. Aku enggak tahan hidup seperti ini, Mas," keluhnya padaku. Bahkan lelahku saja belum hilang karena lelah seharian mencari pekerjaan. Sudah ditambah lagi dengan ocehannya yang membuat lelahku semakin bertambah."Aku nggak mau tahu, Mas harus mendapatkan pekerjaan secepatnya. Gajinya juga harus lebih besar dari gaji Mas di perusahaan tempat Mas bekerja sebelumnya," ucapnya dengan entengnya. "Kamu bisa ngomong seperti itu karena kamu tidak tahu bagaimana sulitnya mencari pekerjaan, Nia. Tolong jangan meminta hal yang macam-macam, Nia. Mas tidak akan sanggup untuk memenu
Bagian 47(Kembali ke POV Sandra) Rumah yang dulu penuh kehangatan, kini telah berganti dengan suasana yang sunyi dan sepi. Sebelum kehadiran Nia, hubunganku dengan Mas Ilyas begitu harmonis. Mas Ilyas sangat pengertian dan juga romantis, walaupun kadang-kadang sikapnya sering menyebalkan karena ingin menang sendiri. Namun, aku bahagia hidup bersamanya.Cinta dan kasih sayang yang aku miliki telah kupersembahkan hanya untuk Mas Ilyas seorang. Tapi apa balasannya? Justru cinta dan kesetiaanku dibalas dengan pengkhianatan.Aku tidak pernah menyesali keputusanku untuk berpisah darinya. Mungkin kami memang tidak ditakdirkan bersama. Mulai sekarang, aku harus terbiasa hidup sendiri, menjalani hidup tanpa bayang-bayang Mas Ilyas."Bu, ada tamu." Mbok Yuli membuyarkan lamunanku yang sejenak teringat pada Mas Ilyas, lelaki yang sudah mendampingiku selama empat tahun ini."Siapa, Mbok?" tanyaku penasaran. "Seorang lelaki, Bu."Lelaki? Siapa gerangan yang datang bertamu pagi-pagi begini?"Ma
Bagian 48Sudah hampir dua puluh menit mengikuti mobil Mas Romi, tapi mobilnya belum berhenti juga. Sudah banyak warung dan juga restoran yang dilewati, tapi Mas Romi masih tetap melanjutkan perjalanan. Aku mengambil ponsel, kemudian menekan nomornya untuk menanyakan rumah makan atau restoran mana sebenarnya yang akan kami tuju. Tapi Mas Romi tidak menjawab panggilanku. Tiba-tiba, mobil Mas Romi berbelok ke kiri, memasuki kawasan perumahan yang belum pernah kudatangi sebelumya.Aku mengernyitkan kening, bukankah kami mau sarapan? Kenapa malah memasuki kawasan ini? Apa mungkin di kawasan ini ada rumah makan atau restoran yang merupakan tempat favoritnya Mas Romi? Berbagai pertanyaan menari-nari di dalem benakku. Dari tadi aku hanya bisa menduga-duga saja.Sampai pada akhirnya mobil Mas Romi berhenti di depan sebuah rumah minimalis dengan perpaduan cat putih dengan hijau. Halaman rumah ditumbuhi bunga-bunga yang beraneka ragam, membuat mataku takjub melihatnya.Mas Romi turun dari mo
Bagian 49"Apa maksud dari semua ini, Mas? Terus terang, aku tidak suka dengan semua ini," protesku kepada Mas Romi. Setelah selesai sarapan, Mas Romi kemudian mengajakku duduk di taman belakang rumahnya dan aku pun mengeluarkan semua uneg-unegku."Maaf ya, Sandra. Aku tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin menuruti permintaan Mira, hanya ingin menyenangkan hatinya saja," jawabnya. Mas Romi terlihat merasa bersalah padaku."Dengan memberi Mira harapan palsu, begitu? Bukankah akan sakit baginya kalau dia tau yang sebenarnya? Bahwa kita tidak memiliki hubungan apa-apa?""Hanya ini satu-satunya cara agar Mira tidak sedih lagi, Sandra. Mira selalu meminta agar aku menikah. Mira ingin sekali memiliki ibu. Aku tidak ingin melihatnya sedih karena terus-menerus merindukan ibunya. Makanya aku nekat melakukan hal ini.""Memangnya kemana istrimu, Mas? Kenapa Mas melibatkanku dalam hal ini?"Aku tidak habis pikir, bisa-bisanya Mas Romi melibatkanku dalam hal ini. "Istri?" Mas Romi malah terta
Bagian 50"Siapa dia, Sandra?" tanya Mas Ilyas padaku sesaat setelah aku tiba di rumah.Mas Romi sengaja mengantarku pulang dan kami mengendarai mobil masing-masing. Padahal aku sudah menolaknya, tetapi Mas Romi bersikeras ingin mengantarku. Mas Romi langsung menjawab pertanyaan Mas Ilyas dengan mengatakan kalau ia sahabatku. Sepertinya Mas Ilyas cemburu, tapi aku tidak peduli.Mas Ilyas mengajakku untuk mengobrol berdua, bicara empat mata, tapi aku menolak. Aku tahu, pasti ia akan merayuku agar mau balikan lagi dengannya. Aku tidak akan memberinya celah untuk mendekatiku lagi. Cukup sudah.Sebelumnya, aku sudah menyuruhnya memilih dan mengambil keputusan. Namun, apa jawabannya? Ia tetap ngotot ingin menikahi Nia. Dan sekarang ia ingin merayuku kembali? Tidak akan bisa!"Sandra, tolonglah, berikan kesempatan Mas untuk bicara denganmu.""Bicara di sini aja, Mas! Katakan saja apa yang ingin kamu katakan!""Enggak di sini, Sandra. Di sini ada orang lain. Mas hanya ingin bicara berdua de
Bagian 51Sandra adalah sahabatku sejak kecil. Kami bertemu pertama kali di tempat pembuangan sampah. Saat itu, aku dan Ibu bertemu Sandra dan juga ibunya. Kami sama-sama memulung barang bekas untuk dijual kembali. Setelah itu, ibuku dan ibunya Sandra semakin akrab. Bahkan ibunya Sandra mengajak kami untuk tinggal di samping gubuk mereka karena kasihan pada kami yang tidak memiliki tempat tinggal. Ibuku menerima tawaran dari ibunya Sandra dengan senang hati. Kami pun membangun rumah yang terbuat dari kardus di samping rumah Sandra. Yang punya lahan itu baik sekali, beliau mengizinkan kami untuk menempati lahannya yang masih kosong. Tapi kami harus siap untuk pindah jika sewaktu-waktu sang pemilik lahan menyuruh pindah.Dari SD, SMP, sampai SMA, aku dan Sandra selalu sama-sama. Sandra sangat pintar, ia selalu menjadi juara kelas. Aku justru memanfaatkannya untuk mengerjakan semua tugas sekolah. Jika Sandra menolak, aku akan mengancamnya. Sandra pasti akan menuruti semua keinginanku
Bagian 52Tidak kusangka jika Mas Rian akan bersikap seperti ini padaku. Padahal selama ini Mas Rian tidak pernah sekalipun memperlakukanku seperti ini. Berkata kasar saja tidak pernah.Aku tidak boleh menyerah, aku harus berusaha lebih keras lagi. Mas Rian sangat mencintaiku, jadi wajar ia bersikap seperti ini. Mungkin ia masih marah atas kesalahan yang telah kuperbuat padanya."Mas, maafin aku, aku nyesel, Mas. Tolong berikan kesempatan kedua untukku!" Aku terus memohon padanya, berharap Mas Rian akan berubah pikiran."Bahkan sampai detik ini, kamu belum juga menjatuhkan talak padaku. Berarti kamu masih sayang padaku kan, Mas?""Dugaanmu salah, Nia. Justru aku ingin membuatmu menderita, makanya sampai detik ini aku belum juga menjatuhkan talak untukmu.""Bohong! Aku tahu Mas sangat mencintaiku. Kamu berbohong kan, Mas!""Terserah, aku tidak peduli! Menyingkirlah dari hadapanku," bentaknya. Ya ampun, sifatnya berubah drastis. Yang dulunya baik dan romantis, kini telah berubah kasar d
Bagian 53"Oh, jadi ini alasanmu menolak untuk balikan denganku, Mas? Jadi, ini wanita pujaan hatimu? Wanita ini yang sudah menggantikan posisiku di hatimu, iya?Aku tidak menyangka jika ternyata seleramu serendah itu, Mas," ucapku kepada Mas Rian.Sandra terlihat kesal padaku saat aku mengucapkan kalimat itu. Ia menatapku dengan tatapan tidak suka. Tapi aku tidak peduli."Apa? Kalian berdua mencintai Sandra? Tidak, kalian tidak boleh mencintai Sandra. Lebih baik buang jauh-jauh perasaan itu karena hanya aku yang pantas buat Sandra. Sampai detik ini, Sandra masih menjadi istriku dan aku tidak akan pernah menceraikannya," tegas Mas Ilyas.Setelah apa yang dilakukan wanita itu padanya, Mas Ilyas ternyata masih menginginkan Sandra. Tidak! Mas Ilyas tidak boleh kembali lagi kepada Sandra. Aku tidak rela."Mas Ilyas, Hentikan. Lepaskan Sandra. Kembalilah padaku. Aku janji enggak akan ninggalin kamu lagi, Mas." Aku meraih tangan Mas Ilyas tapi Mas Ilyas langsung menepisnya."Setelah Rian me
Bagian 63"Sandra, izinkan aku menyematkan cincin ini di jari manismu, ya. Pertanda bahwa aku telah mengikat hatimu," pinta Mas Romi.Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Terharu, senang, bahagia semuanya berpadu menjadi satu."Ma, kalau cuma pegang tangan doang boleh ya? Nggak dosa kan megang tangan calon istri sendiri?" "Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!""Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!"Mas Romi meraih tanganku, lalu menyematkan cincin di jari manisku. Ia kemudian mengecupnya. Membuatku tersipu malu."Udah ya pegangan tangannya. Sekarang mari kita tentukan tanggal pernikahan kalian. Mama sudah tidak sabar pengen punya mantu!" Mamanya Mas Romi tersenyum manis padaku. Membuatku teringat kepada almarhumah mama mertua. Sifatnya tidak jauh beda dengan mamanya Mas Romi. Ah, aku jadi rindu padanya."Leb
Bagian 62"Mas Romi datang bersama keluarganya, Mbok? Pagi-pagi begini? Serius?" Aku masih tidak percaya dengan apa yang disampaikan Mbok Yuli barusan."Iya, Non. Sekarang mereka sedang nungguin Non sambil menikmati teh dan juga pisang crispy buatan Mbok. Non kenapa? Kok wajahnya jadi tegang begitu? Deg-degan ya mau ketemu sama calon mertua?" Mbok Yuli masih sempat-sempatnya menggodaku."Tuh kan, pipinya bersemu merah," ledeknya."Mbok apa-apaan, sih? Biasa aja kok!" Aku memalingkan wajah agar Mbok Yuli tidak bisa lagi melihat raut wajahku. Jujur, aku deg-degan dan juga grogi."Kapan nemuin tamunya kalau kita ngobrol terus di sini? Yasudah, Non siap-siap ya. Mbok mau turun lagi ke bawah."Aku pun menganggukkan kepala dan buru-buru menutup pintu kamar.Apa Mas Romi serius dengan ucapannya semalam? Apa ia sungguh-sungguh mencintaiku? Ia bahkan membawa keluarganya untuk bertemu denganku.Ah, kenapa aku jadi salah tingkah begini sih? Nggak biasanya aku begini. Gegas aku berjalan ke kamar
Bagian 61"Sebaiknya kalian pulang saja, Mas. Beri aku waktu untuk berpikir karena aku belum bisa memutuskan sekarang."Setelah diam cukup lama, akhirnya aku angkat bicara."Nggak bisa gitu dong, Sandra. Kamu harus jawab sekarang juga. Mas sudah sangat lama menunggumu. Mas mohon, mau ya jadi istrinya Mas." Mas Rian tetap memaksa. Ia sama sekali tidak mau mendengarku."Rian, sebaiknya kita pulang. Kasih waktu untuk Sandra berpikir. Lagian, Ini sudah malam dan Sandra mau beristirahat." Mas Romi memberi saran."Kamu saja yang pulang. Aku tidak akan pulang sebelum Sandra menerima lamaranku." Mas Rian tetap bersikeras pada pendiriannya."Rian, jangan paksa Sandra. Beri waktu padanya untuk memikirkan jawabannya. Biarkan dia beristirahat malam ini sambil memikirkan siapa yang akan dipilihnya.""Tidak, aku maunya malam ini.""Memang benar-benar keras kepala ya! Kamu nggak bisa diajak bicara baik-baik. Jangan salahkan jika aku berbuat kasar padamu." Mas Romi terlihat kesal melihat sikap Mas Ri
Bagian 60"Hentikan, Mas. Tolong jangan membuat keributan di sini. Jika pelanggan butik ini melihat ada keributan di sini, pasti mereka enggak akan mau berbelanja di butik ini. Aku mohon, Mas!" Aku menangkupkan kedua tangan, berharap Mas Rian mendengar permintaanku."Maafin Mas, Sandra. Mas hanya terbawa emosi. Mas sudah mencarimu ke mana-mana. Tiap hari tiada lelah untuk mencari keberadaanmu. Mas juga sudah bertanya pada Romi, dia bilang tidak mengetahui keberadaanmu. Tapi nyatanya dia bohong, bahkan dia sedang menemuimu sekarang. Benar-benar licik!" Mas Rian terlihat kecewa pada Mas Romi. Padahal ini bukanlah salah Mas Romi. Ia melakukan itu atas permintaanku."Aku memang sengaja meminta Mas Romi agar tidak memberitahu siapapun tentang keberadaanku. Aku ingin hidup tenang, Mas. Sudah terlalu banyak masalah dan ujian hidup yang harus kuhadapi. Itu sebabnya aku memilih untuk pergi jauh, aku tidak ingin diganggu oleh siapapun. Jadi tolong mengertilah!"Aku sengaja menjauh dari Mas Rian
Bagian 59Enam bulan sudah aku menetap di tempat kediamanku yang sekarang. Sekarang, hari-hariku disibukkan dengan urusan butik. Seminggu sekali aku juga menyempatkan diri mengikuti pengajian untuk memperdalam ilmu agama. Kuakui ilmu agama yang kumiliki masih sangat dangkal. Aku harus sering-sering mengikuti pengajian untuk menambah kecintaanku kepada Allah SWT, sang pemilik kehidupan.Aku tahu, di balik ujian dan cobaan hidup yang diberikan oleh Allah padaku, pasti ada hikmah di balik semua itu."Sarapan yuk, Non. Nasi gorengnya sudah Mbok hidangkan di atas meja!" Ucapan Mbok Yuli tersebut seketika membuyarkan lamunanku."Iya, Mbok. Kita sarapan sama-sama ya," ajakku sambil menyunggingkan senyum manis kepada wanita yang sudah kuanggap seperti orang tuaku tersebut. "Baik, Non, mari!" Mbok Yuli tidak lagi memanggilkan dengan sebutan Bu Sandra, kini beliau memanggilku dengan sebutan Non. Padahal aku sudah memintanya untuk memanggilku dengan menyebut namaku saja, tapi beliau tidak mau
Bagian 58Akhirnya rumah ini pun terjual. Rumah yang sudah dihuni selama empat tahun lebih. Rumah yang dulu di dalamnya terdapat kehangatan dan kasih sayang. Tapi itu dulu, sekarang semuanya telah sirna. Saatnya membuka lembaran baru dan mengubur semua kenangan pahit. "Mbok, mohon maaf ya. Sandra tidak bisa lagi mempekerjakan Mbok. Rumah ini sudah dijual dan sebentar lagi akan ditempati oleh pemilik yang baru. Maaf jika Sandra ada salah selama Mbok tunggal di sini," ucapku saat memberikan gaji terakhir kepada Mbok Yuli beserta pesangonnya. Mata si Mbok terlihat berembun, mungkin ia sedih karena tidak bisa tinggal di rumah ini lagi. Sebenarnya aku jauh lebih sedih dibanding Mbok Yuli. Telah kehilangan suami, sekarang bahkan rumah ini juga terpaksa kujual.Jujur saja, aku tidak menginginkan harta yang berlimpah. Keinginanku cukup sederhana. Hanya ingin hidup bahagia bersama suami. Tapi ya sudahlah! Hati akan semakin sakit jika mengingatnya terus-menerus."Mbok nggak tahu harus tingg
Bagian 57Bel berbunyi, aku pun segera membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang. Saat membuka pintu, aku terkejut karena Nia masih berada di depan rumahku. Padahal aku sudah terang-terangan mengusirnya. Kukira yang datang adalah Mas Romi, karena tadi sudah berjanji akan datang bersama calon pembeli rumah ini. Ternyata yang datang justru Mas Rian. Entah kenapa, aku sedang tidak ingin bertemu dengan Mas Rian. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya. Yang jelas, aku tidak ingin ditemui oleh lelaki manapun kecuali jika itu menyangkut hal penting."Ngapain kamu datang kemari, Mas?""Mas ada perlu denganmu, Sandra. Lagian sudah lama Mas tidak datang kemari. Kenapa? Sepertinya kamu tidak suka dengan kehadiran Mas?" Mas Rian malah balik bertanya padaku. "Hanya Sandra kah yang penting bagimu, Mas? sahut Nia, ia sepertinya kesal karena mantan suaminya itu mengunjungiku."Tentu! Lagian untuk apa kamu menanyakan hal itu? Kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa, jadi kamu tidak usah ikut
Bagian 56Sesampainya di tempat parkiran, aku terkejut melihat Mas Romi yang sedang berdiri di samping mobilku."Mas Romi? Ngapain kamu di sini?" tanyaku sesaat setelah menghampirinya."Nungguin kamu, jawabnya santai."Nungguin aku? Aku tidak pernah menyuruhmu untuk menungguku. Kamu tahu dari mana kalau aku sedang berada di tempat ini?" tanyaku penuh selidik. "Si Mbok yang memberitahu bahwa kamu sedang ziarah saat aku mendatangi rumahmu."Ah, aku lupa mengatakan kepada si Mbok agar jangan memberitahukan keberadaanku kepada siapapun."Sandra, kamu lupa ya? Tempo hari 'kan kamu yang menghubungiku untuk meminta bantuanku. Masih muda kok' sudah pikun," ledeknya sambil menertawakanku. Menyebalkan!Memang benar aku menghubungi Mas Romi tempo hari untuk meminta bantuannya. Pasalnya, aku akan menjual rumah yang sekarang kutempati. Aku ingin menghapuskan semua kenangan dengan Mas Ilyas. Aku berharap semoga dengan menjual rumah itu, bisa melupakan semua kenangan bersama Mas Ilyas. Aku ingin mo
Bagian 55POV Sandra Di sinilah aku sekarang. Mengunjungi makam ibu dan juga mama mertua. Ibu dan mama mertua memang dimakamkan di tempat pemakaman yang sama, makam mereka berdua pun berdampingan.Aku duduk di atas tanah, di antara makam Ibu dan mama mertua, lalu memandangi makam mereka secara bergantian.Saat menatap batu nisannya, kembali aku teringat pada wajah Ibu dan juga wajah mama mertua. Sungguh aku sangat merindukan kedua wanita yang sangat kusayangi tersebut. Tapi sayangnya, aku hanya bisa memendam rindu ini. Hanya untaian doa yang bisa kukirimkan. Semoga Ibu dan mama mertua bahagia di alam sana."Maafkan Sandra, Bu, Ma, Sandra telah gagal mempertahankan rumah tangga Sandra dengan Mas Ilyas. Sandra tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Mas Ilyas."Air mata mengalir begitu saja dari kelopak mata tanpa bisa dibendung saat mengucapkan kalimat itu. Fisikku memang kuat, tapi tidak dengan hatiku. Hatiku begitu sakit dan terluka. Sekuat tenaga mencoba untuk tetap tegar, tapi k