Bagian 24"Sandra, akhir-akhir ini Mas perhatikan kamu sering keluar rumah. Apa saja yang kamu lakukan? Kamu tidak macam-macam kan, di luar sana?" Tiba-tiba Mas Ilyas menanyakan pertanyaan itu. Ternyata ia telah terpengaruh oleh hasutan Nia, si wanita ular berwujud manusia itu."Kuakui, aku memang sering keluar rumah, Mas. Aku merasa kesepian di rumah ini, makanya aku menghabiskan waktu di luar sana," jawabku sekenanya."Kesepian? Sekarang kan, sudah ada Nia, sahabatmu. Harusnya kamu tidak merasa kesepian lagi dong, Sandra.""Iya, Mas benar, sudah ada Nia. Awalnya aku berharap bahwa sahabatku itu akan selalu ada bersamaku seperti saat dulu. Tapi nyatanya sama saja. Malah sekarang aku semakin kesepian karena Mas dan dia sering pulang malam. Anehnya Mas dan Nia seringkali pulang barengan. Entah disengaja ataupun tidak, yang jelas hanya kalian berdua lah yang tahu!" Mas Ilyas terlihat tidak suka mendengar kalimat terakhir yang kuucapkan. Ya, aku memang sengaja berkata seperti itu untuk
Bagian 25"Kalian siapa? Berani-beraninya datang ke rumahku dan berniat ingin mengambil mobil itu. Kalian tidak takut jika aku melaporkan kalian, hah?" Tangan Mas Ilyas mengepal, seolah siap melayangkan serangan kepada kedua pria yang sedang berdiri di hadapan kami saat ini."Sabar, Mas. Kita dengerin dulu penjelasan mereka. Jangan pakai emosi. Hadapilah semuanya dengan kepala dingin. Mari kita bicara baik-baik." Aku berusaha menenangkan Mas Ilyas agar ia tidak terbawa emosi."Bicara baik-baik gimana? Mereka itu mau ngambil mobil aku loh, Sandra!" Protes Sandra."kamu diam saja, Nia. Biarkan kutanyakan dulu maksud mereka dan siapa yang menyuruhnya.""Tapi Sandra--""Kamu diam dulu, Nia!" Aku sengaja memotong ucapannya."Bapak-bapak, sekarang cepat katakan maksud dan tujuan kalian datang kemari, dan siapa yang telah menyuruh kalian mengambil mobil itu."Aku pura-pura tidak mengetahuinya, padahal aku juga ikut merencanakan ini."Kami adalah orang suruhan Pak Rian. Kami ditugaskan untuk
Bagian 26Permintaan kecil? Mungkin menurutnya itu hanya permintaan kecil. Tapi bagiku tidak. Nia benar-benar sombong! "Uang tabungan dipegang oleh Sandra. Mas hanya punya sedikit. Palingan hanya ada sekitar enam puluh jutaan di rekening Mas. Kamu tenang saja, nanti Mas akan minta uangnya pada Sandra. Apa sih, yang nggak buat kamu. Mas akan turuti semua permintaan kamu asalkan servisnya lebih oke lagi."Astagfirullah … lagi-lagi aku hanya bisa beristighfar sambil mengelus dada.Rupanya, Mas Ilyas punya uang sebanyak enam puluh juta, tapi ia tidak pernah cerita padaku. Pantas akhir-akhir ini uang yang dikasih Mas Ilyas tidak sama dengan bulan-bulan sebelumnya. Alasannya karena perusahaan tempatnya bekerja sedang sepi. Ternyata Mas Ilyas membohongiku. Ia memiliki tabungan sendiri, pasti tabungan itu akan ia gunakan untuk bersenang-senang bersama gundiknya itu. Aku tidak akan membiarkannya."Masalah servisan mah gampang! Apa menurut Mas, selama ini masih kurang oke?" "Sudah mantap kok!
Bagian 27Rupanya kedua penghianat ini sedang berusaha untuk menipuku!"Kartu ATM-ku sedang diblokir, Mas. Jadi aku nggak bisa ngambil uang dulu untuk sementara waktu." "Nggak masalah, Sandra. Kamu kan, bisa langsung ke Bank buat ngambil uangnya. Lagian uang sebanyak dua ratus juta mana bisa diambil di ATM," sahut Nia. "Eh, maaf, aku cuma asal bicara," ucapnya lagi saat Mas Ilyas menatapnya seolah memberi kode.Ketahuan kan, sekarang, dasar manusia-manusia pembohong!"Sepertinya kamu sangat tahu tentang rencana Mas Ilyas. Bahkan Mas Ilyas belum mengatakan berapa nominalnya padaku, kamu sudah mengetahuinya terlebih dahulu. Ada apa ini? dari gelagatnya, sepertinya ada udang di balik batu," tukasku sambil menatapnya dengan tatapan tajam.Nia terlihat salah tingkah, ia langsung meraih gelas yang berisi air mineral lalu meneguknya hingga tandas."Aku cuma asal ngomong!" Nia berusaha berkilah, sayangnya aku sudah telanjur mengetahui rencana mereka."Jangan-jangan, kamu yang menyuruh Mas Il
Bagian 28"Bukankah sebentar lagi kamu akan bercerai dengan suamimu?" Aku tidak mengira jika Mas Romi akan menanyakan pertanyaan seperti itu."Maaf, Mas. Aku tidak suka jika Mas ikut campur dalam urusan pribadiku," tegasku. Aku kemudian mengeluarkan amplop cokelat dari dalam tas, lalu menaruhnya di atas meja kerja Mas Romi."Terima kasih, Mas. Aku permisi," pamitku. Kurasa urusanku dengan Mas Romi sudah selesai."Tunggu, Sandra." Mas Romi mengambil amplop cokelat itu dan menyerahkannya ke tanganku. "Ambillah kembali, aku ikhlas membantumu. Tak mengapa jika kamu tidak mau bersahabat denganku. Aku mengerti! Btw, jika butuh bantuan lagi silakan hubungi aku. Aku siap membantu." Lelaki berbadan tegap itu menyunggingkan senyum padaku. "Baik, Mas. Terima kasih atas pengertiannya. Aku pamit dulu.""Hati-hati di jalan ya, Sandra. Aku akan menelponmu jika aku butuh teman curhat. Sesekali nggak apa-apa, kan?"Aku tidak meresponnya, pura-pura tidak mendengar.Saat hendak memutar knop pintu, aku
Bagian 29"Terima kasih, Mas. Tidak ada lagi kata yang bisa kuucapkan selain terima kasih," ucapku pada Mas Romi setelah kami meninggalkan rumah itu.Sebenarnya berat rasa hatiku untuk menjual rumah tersebut, karena didalamnya banyak kenangan indah yang tercipta. Tapi setelah mengetahui bahwa Mas Ilyas menjadikan rumah tersebut sebagai tempat untuk berzina, maka aku semakin yakin untuk menjualnya.Mas Romi hanya tersenyum mendengarnya."Aku boleh minta imbalan nggak?" tanyanya kemudian.Seketika aku mengernyitkan kening mendengar permintaannya. Bukannya tadi Mas Romi mengatakan kalau ia tidak butuh imbalan, apa mungkin ia berubah pikiran?Aku kembali mengeluarkan amplop cokelat dari dalam tas. Saat hendak menyerahkannya, Mas Romi langsung menolak. "Bukan itu, aku tidak membutuhkannya. Aku hanya meminta ditraktir makan siang. Sudah waktunya makan siang dan aku sangat lapar. Lihat nih, cacing-cacing di perutku udah pada demo," ucapnya sambil menunjuk perutnya.Aku hanya bisa tertawa me
Bagian 30Setelah berhasil menjual rumah, sekarang saatnya menguras uang di ATM Mas Ilyas.Syukurlah Mas Ilyas pernah memberitahu pin ATM-nya padaku. Waktu itu kami sedang menuju supermarket untuk membeli kebutuhan pokok. Saat dalam perjalanan baru sadar ternyata aku lupa memasukkan dompet ke dalam tasku. Mas Ilyas langsung menghentikan mobilnya di depan ATM, memberikan kartu ATM-nya serta memberitahu PIN nya padaku. Kini, aku sudah berada di depan mesin ATM. Segera kumasukkan kartu tersebut ke mesin ATM. Menunggu beberapa saat, memilih bahasa, lanjut memasukkan PIN. Saat aku memasukkan PIN-nya, ternyata salah. Seingatku itu nomor pin yang dimasukkan saat menarik sejumlah uang waktu itu. Kenapa bisa salah?Aku mencoba lagi untuk yang kedua kalinya. Memasukkan tanggal pernikahan kami. Brankas milik Mas Ilyas yang berada di dalam kamar bisa dibuka menggunakan pin itu. Siapa tahu bisa, tidak ada salahnya untuk mencoba. Kutekan lagi enam digit angka yang merupakan tanggal pernikahan kam
Bagian 31Benar-benar sudah ngelunjak si Nia. Didiamkan malah semakin berani!"Perlu kutegaskan padamu, Nia. Aku tidak akan pernah meminjamkan mobilku untukmu sekalipun kamu sudah ijin kepada Mas Ilyas, suamiku. Ini mobilku bukan mobil Mas Ilyas. Kamu tidak berhak memakai mobilku. Aku tidak sudi," tegasku."Kok' kamu gitu sih, Sandra? Mobil itu 'kan dibeli pakai uang Mas Ilyas, bukan uangmu. Pelit bangat, sih!""Nia, kamu jangan kurang ajar ya. Aku tidak suka melihatmu seperti itu. Kamu sadar nggak, kamu hanya numpang di rumahku, harusnya kamu tahu dan sadar diri.""Memang dasar kamunya aja yang pelit. Aku cuma mau pinjam sebentar saja nggak boleh."Sambungan telepon pun terputus secara sepihak. Nia benar-benar membuatku naik darah.Merasa kesal, aku langsung menghubungi ponsel Mas Ilyas. Aku tidak terima karena Mas Ilyas sudah menyetujui permintaan Nia tanpa bertanya kepadaku terlebih dahulu. Jangan ia pikir kalau aku akan menurutinya. Tidak bisa!"Halo, Sandra, ada apa?" sapanya dar
Bagian 63"Sandra, izinkan aku menyematkan cincin ini di jari manismu, ya. Pertanda bahwa aku telah mengikat hatimu," pinta Mas Romi.Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Terharu, senang, bahagia semuanya berpadu menjadi satu."Ma, kalau cuma pegang tangan doang boleh ya? Nggak dosa kan megang tangan calon istri sendiri?" "Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!""Boleh, tapi sebentar saja. Kalau lama-lama bisa menimbulkan dosa. Makanya, buruan nikah biar halal." "Iya, sebentar saja, kok!"Mas Romi meraih tanganku, lalu menyematkan cincin di jari manisku. Ia kemudian mengecupnya. Membuatku tersipu malu."Udah ya pegangan tangannya. Sekarang mari kita tentukan tanggal pernikahan kalian. Mama sudah tidak sabar pengen punya mantu!" Mamanya Mas Romi tersenyum manis padaku. Membuatku teringat kepada almarhumah mama mertua. Sifatnya tidak jauh beda dengan mamanya Mas Romi. Ah, aku jadi rindu padanya."Leb
Bagian 62"Mas Romi datang bersama keluarganya, Mbok? Pagi-pagi begini? Serius?" Aku masih tidak percaya dengan apa yang disampaikan Mbok Yuli barusan."Iya, Non. Sekarang mereka sedang nungguin Non sambil menikmati teh dan juga pisang crispy buatan Mbok. Non kenapa? Kok wajahnya jadi tegang begitu? Deg-degan ya mau ketemu sama calon mertua?" Mbok Yuli masih sempat-sempatnya menggodaku."Tuh kan, pipinya bersemu merah," ledeknya."Mbok apa-apaan, sih? Biasa aja kok!" Aku memalingkan wajah agar Mbok Yuli tidak bisa lagi melihat raut wajahku. Jujur, aku deg-degan dan juga grogi."Kapan nemuin tamunya kalau kita ngobrol terus di sini? Yasudah, Non siap-siap ya. Mbok mau turun lagi ke bawah."Aku pun menganggukkan kepala dan buru-buru menutup pintu kamar.Apa Mas Romi serius dengan ucapannya semalam? Apa ia sungguh-sungguh mencintaiku? Ia bahkan membawa keluarganya untuk bertemu denganku.Ah, kenapa aku jadi salah tingkah begini sih? Nggak biasanya aku begini. Gegas aku berjalan ke kamar
Bagian 61"Sebaiknya kalian pulang saja, Mas. Beri aku waktu untuk berpikir karena aku belum bisa memutuskan sekarang."Setelah diam cukup lama, akhirnya aku angkat bicara."Nggak bisa gitu dong, Sandra. Kamu harus jawab sekarang juga. Mas sudah sangat lama menunggumu. Mas mohon, mau ya jadi istrinya Mas." Mas Rian tetap memaksa. Ia sama sekali tidak mau mendengarku."Rian, sebaiknya kita pulang. Kasih waktu untuk Sandra berpikir. Lagian, Ini sudah malam dan Sandra mau beristirahat." Mas Romi memberi saran."Kamu saja yang pulang. Aku tidak akan pulang sebelum Sandra menerima lamaranku." Mas Rian tetap bersikeras pada pendiriannya."Rian, jangan paksa Sandra. Beri waktu padanya untuk memikirkan jawabannya. Biarkan dia beristirahat malam ini sambil memikirkan siapa yang akan dipilihnya.""Tidak, aku maunya malam ini.""Memang benar-benar keras kepala ya! Kamu nggak bisa diajak bicara baik-baik. Jangan salahkan jika aku berbuat kasar padamu." Mas Romi terlihat kesal melihat sikap Mas Ri
Bagian 60"Hentikan, Mas. Tolong jangan membuat keributan di sini. Jika pelanggan butik ini melihat ada keributan di sini, pasti mereka enggak akan mau berbelanja di butik ini. Aku mohon, Mas!" Aku menangkupkan kedua tangan, berharap Mas Rian mendengar permintaanku."Maafin Mas, Sandra. Mas hanya terbawa emosi. Mas sudah mencarimu ke mana-mana. Tiap hari tiada lelah untuk mencari keberadaanmu. Mas juga sudah bertanya pada Romi, dia bilang tidak mengetahui keberadaanmu. Tapi nyatanya dia bohong, bahkan dia sedang menemuimu sekarang. Benar-benar licik!" Mas Rian terlihat kecewa pada Mas Romi. Padahal ini bukanlah salah Mas Romi. Ia melakukan itu atas permintaanku."Aku memang sengaja meminta Mas Romi agar tidak memberitahu siapapun tentang keberadaanku. Aku ingin hidup tenang, Mas. Sudah terlalu banyak masalah dan ujian hidup yang harus kuhadapi. Itu sebabnya aku memilih untuk pergi jauh, aku tidak ingin diganggu oleh siapapun. Jadi tolong mengertilah!"Aku sengaja menjauh dari Mas Rian
Bagian 59Enam bulan sudah aku menetap di tempat kediamanku yang sekarang. Sekarang, hari-hariku disibukkan dengan urusan butik. Seminggu sekali aku juga menyempatkan diri mengikuti pengajian untuk memperdalam ilmu agama. Kuakui ilmu agama yang kumiliki masih sangat dangkal. Aku harus sering-sering mengikuti pengajian untuk menambah kecintaanku kepada Allah SWT, sang pemilik kehidupan.Aku tahu, di balik ujian dan cobaan hidup yang diberikan oleh Allah padaku, pasti ada hikmah di balik semua itu."Sarapan yuk, Non. Nasi gorengnya sudah Mbok hidangkan di atas meja!" Ucapan Mbok Yuli tersebut seketika membuyarkan lamunanku."Iya, Mbok. Kita sarapan sama-sama ya," ajakku sambil menyunggingkan senyum manis kepada wanita yang sudah kuanggap seperti orang tuaku tersebut. "Baik, Non, mari!" Mbok Yuli tidak lagi memanggilkan dengan sebutan Bu Sandra, kini beliau memanggilku dengan sebutan Non. Padahal aku sudah memintanya untuk memanggilku dengan menyebut namaku saja, tapi beliau tidak mau
Bagian 58Akhirnya rumah ini pun terjual. Rumah yang sudah dihuni selama empat tahun lebih. Rumah yang dulu di dalamnya terdapat kehangatan dan kasih sayang. Tapi itu dulu, sekarang semuanya telah sirna. Saatnya membuka lembaran baru dan mengubur semua kenangan pahit. "Mbok, mohon maaf ya. Sandra tidak bisa lagi mempekerjakan Mbok. Rumah ini sudah dijual dan sebentar lagi akan ditempati oleh pemilik yang baru. Maaf jika Sandra ada salah selama Mbok tunggal di sini," ucapku saat memberikan gaji terakhir kepada Mbok Yuli beserta pesangonnya. Mata si Mbok terlihat berembun, mungkin ia sedih karena tidak bisa tinggal di rumah ini lagi. Sebenarnya aku jauh lebih sedih dibanding Mbok Yuli. Telah kehilangan suami, sekarang bahkan rumah ini juga terpaksa kujual.Jujur saja, aku tidak menginginkan harta yang berlimpah. Keinginanku cukup sederhana. Hanya ingin hidup bahagia bersama suami. Tapi ya sudahlah! Hati akan semakin sakit jika mengingatnya terus-menerus."Mbok nggak tahu harus tingg
Bagian 57Bel berbunyi, aku pun segera membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang. Saat membuka pintu, aku terkejut karena Nia masih berada di depan rumahku. Padahal aku sudah terang-terangan mengusirnya. Kukira yang datang adalah Mas Romi, karena tadi sudah berjanji akan datang bersama calon pembeli rumah ini. Ternyata yang datang justru Mas Rian. Entah kenapa, aku sedang tidak ingin bertemu dengan Mas Rian. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya. Yang jelas, aku tidak ingin ditemui oleh lelaki manapun kecuali jika itu menyangkut hal penting."Ngapain kamu datang kemari, Mas?""Mas ada perlu denganmu, Sandra. Lagian sudah lama Mas tidak datang kemari. Kenapa? Sepertinya kamu tidak suka dengan kehadiran Mas?" Mas Rian malah balik bertanya padaku. "Hanya Sandra kah yang penting bagimu, Mas? sahut Nia, ia sepertinya kesal karena mantan suaminya itu mengunjungiku."Tentu! Lagian untuk apa kamu menanyakan hal itu? Kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa, jadi kamu tidak usah ikut
Bagian 56Sesampainya di tempat parkiran, aku terkejut melihat Mas Romi yang sedang berdiri di samping mobilku."Mas Romi? Ngapain kamu di sini?" tanyaku sesaat setelah menghampirinya."Nungguin kamu, jawabnya santai."Nungguin aku? Aku tidak pernah menyuruhmu untuk menungguku. Kamu tahu dari mana kalau aku sedang berada di tempat ini?" tanyaku penuh selidik. "Si Mbok yang memberitahu bahwa kamu sedang ziarah saat aku mendatangi rumahmu."Ah, aku lupa mengatakan kepada si Mbok agar jangan memberitahukan keberadaanku kepada siapapun."Sandra, kamu lupa ya? Tempo hari 'kan kamu yang menghubungiku untuk meminta bantuanku. Masih muda kok' sudah pikun," ledeknya sambil menertawakanku. Menyebalkan!Memang benar aku menghubungi Mas Romi tempo hari untuk meminta bantuannya. Pasalnya, aku akan menjual rumah yang sekarang kutempati. Aku ingin menghapuskan semua kenangan dengan Mas Ilyas. Aku berharap semoga dengan menjual rumah itu, bisa melupakan semua kenangan bersama Mas Ilyas. Aku ingin mo
Bagian 55POV Sandra Di sinilah aku sekarang. Mengunjungi makam ibu dan juga mama mertua. Ibu dan mama mertua memang dimakamkan di tempat pemakaman yang sama, makam mereka berdua pun berdampingan.Aku duduk di atas tanah, di antara makam Ibu dan mama mertua, lalu memandangi makam mereka secara bergantian.Saat menatap batu nisannya, kembali aku teringat pada wajah Ibu dan juga wajah mama mertua. Sungguh aku sangat merindukan kedua wanita yang sangat kusayangi tersebut. Tapi sayangnya, aku hanya bisa memendam rindu ini. Hanya untaian doa yang bisa kukirimkan. Semoga Ibu dan mama mertua bahagia di alam sana."Maafkan Sandra, Bu, Ma, Sandra telah gagal mempertahankan rumah tangga Sandra dengan Mas Ilyas. Sandra tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Mas Ilyas."Air mata mengalir begitu saja dari kelopak mata tanpa bisa dibendung saat mengucapkan kalimat itu. Fisikku memang kuat, tapi tidak dengan hatiku. Hatiku begitu sakit dan terluka. Sekuat tenaga mencoba untuk tetap tegar, tapi k