Salsa panik luar biasa saat mendapati bayinya tidak ada di dalam kamar. Padahal dia hanya meninggalkannya ke kamar mandi beberapa menit saja. Hampir seluruh pelayan ditanyai, tetapi mereka semua menjawab tidak tahu. Bahkan, setiap sudut rumah sudah disisirnya kecuali kamar pribadi Saga.Sejak Salsa melahirkan dua bulan yang lalu, Saga menjadi super duper over protective. Pria tersebut tidak membolehkan wanita itu mengerjakan apa pun bahkan untuk sekadar mengambil air putih. Saga melengkapi kamar si wanita dengan intercom yang terhubung ke semua ruangan di rumah itu. Salsa mencoba memprotes, tetapi ujung-ujungnya pria bermata sipit itu malah memutuskan tinggal serumah dengannya. Tentu saja hal itu membuatnya heran. Dia hanya sakit melahirkan bukan sakit parah dan menular hingga harus diawasi dua puluh empat jam. Namun, dia tak berani menyanggah yang pada akhirnya akan menghadirkan masalah baru untuknya.Sedikit ragu Salsa mendorong pintu berwarna putih itu. Melongok ke dalam mencari ke
Senyum tak berhenti merekah di bibir tipis Nadia, begitupun Arkan. Setelah tadi siang dokter kandungan pilihan wanita itu mengatakan jika bayi di rahimnya berjenis kelamin laki-laki. Kabar itu segera menyebar dengan cepat ke seluruh keluarga Nanyendra. Akhirnya, untuk pertama kalinya setelah Arkan, mereka memiliki penerus laki-laki karena kedua adik dan keponakannya perempuan.Sang mama bahkan sudah menyiapkan nama untuk calon cucu dan sudah merencanakan pesta meriah untuk menyambut kelahirannya. Padahal kandungan Nadia baru berumur enam bulan. Rasa bangga dan puas menghinggapi hati wanita itu meski ada sedikit ragu terlintas, tetapi cepat dia enyahkan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jika sesuai dengan rencana dia akan segera membawa pulang pewaris Nanyendra tiga bulan lagi, tepat saat keberangkatan Arkan ke luar negeri. Nadia yakin jika dewi fortuna akan selalu memihaknya.*"Sayang, jangan main ponsel terus, makan dulu," tegur Arkan lembut ketika melihat Nadia asyik mengetuk-n
"Kasihan, dia tertidur karena kelelahan menangis." Halimah menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi kening Elang.Salsa yang duduk di tepi ranjang tersenyum getir sambil menatap putranya. Masih terdengar sesekali sisa tangis El. Dua minggu sudah mereka kembali ke tanah air. Halimah tidak mengerti kenapa Saga membiarkan keduanya pulang tanpa pria itu, tetapi dia tidak ingin banyak bertanya. Halimah menghormati privasi mereka. Dia akan mendengarkan dan memberi saran jika diminta."Mungkin El merindukan Sagara atau sebaliknya," ucap Halimah mencoba memancing reaksi Salsa.Salsa menunduk dan mengangguk. "Mungkin. El sangat dekat dengan Tuan Saga. Saya rasa dia belum terbiasa tanpa kehadiran beliau.""Bagaimana denganmu? Apa kamu juga merindukannya?" pancing Halimah lagi.Salsa terkekeh, menatap Halimah dengan senyum kecut. "Apa pantas saya merindukannya?""Kenapa tidak?""Saya bukan siapa-siapa, Buk. Mana pantas bersanding dengan Tuan Saga."Halimah menatap Salsa lembut. "Nak, ma
Salsa setia menundukan kepala seolah-olah menikmati hidangan makan malam, yang dimasak special untuk menyambut kepulangan Saga dan Thalia. Nama wanita yang belakangan dikenalkan pria itu sebagai sahabatnya.Thalia sangat cantik dan begitu anggun. Pembawaannya yang ceria dan baik mampu memberi aura positif di rumah ini. Wanita itu berprofesi sebagai pengacara dan memiliki Firma hukum sendiri yang cukup bonafid. Berbanding tegak lurus dengan prestasinya yang banyak memenangkan kasus hukum, baik perdata atau pidana hingga banyak perusahaan terkenal menggandengnya menjadi mitra.Begitupun Saga yang memercayakan urusan hukum Liam Grup padanya. Sepanjang makan malam merupakan siksaan bagi Salsa. Makanan yang ditelannya seolah-olah duri yang menyakiti tenggorokannya, air pun terasa pahit di lidah dan udara yang dihirupnya seperti racun yang membuat dadanya begitu sesak. Apalagi melihat interaksi keduanya yang begitu akrab, membuat ngilu merayap perlahan ke seluruh aliran darahnya. Namun, di
Nadia berjingkat sambil menggenggam ponsel menjauhi ranjang, lalu membuka pintu balkon yang terhubung dengan kamarnya. "Ada apa?" tanyanya sambil melirik ke arah kamar. Dia kesal setengah mati ketika ponselnya berdering di tengah malam."Bos, wanita itu meminta lebih. Jika tidak, perjanjiannya batal," jawab seseorang di seberang sana."Apa!" bentak Nadia tertahan, dia cepat membekap mulutnya ketika menyadari Arkan bisa mendengar suaranya. "Jangan macam-macam. Bukankah perjanjiannya jelas di awal. Jangan coba memeras saya!""Iya, Bos. Tapi, dia mengancam tidak akan makan dan meminum semua vitamin yang dikasih dokter.""Dasar tolol! Paksa. Tapi, ingat jangan sampai menyakitinya." "Sudah, Bos. Wanita ini keras kepala. Saya takut terjadi sesuatu."Nadia memijit kepalanya yang mulai berdenyut. Satu bulan menjelang melahirkan masalah baru timbul. Dia tidak ingin gagal jika tak mau disingkirkan sebagai nyonya besar di keluarga Nanyendra."Urus dulu. Besok saya ke sana. Dan ingat, jangan sa
Salsa heran tidak mendengar suara El menyambutnya. Biasanya begitu mendengar deru mobilnya, bocah itu akan berlarian mengejar dan menghambur ke pelukannya.Bergegas dia menuju kamar El dan melihat Saga tengah menyelimuti putranya sembari mengecup kening El. Harus diakuinya meski pria itu jarang sekali menampilkan ekspresi di depannya, tetapi bila bersama El, dia menjelma menjadi seorang yang hangat, penyayang, dan sangat memanjakan bocah itu. Hal yang patut disyukuri oleh Salsa karena putranya tidak kekurangan kasih sayang."Baru pulang?" Salsa tersentak, terlalu lama memandang El, dia tidak menyadari jika Saga berdiri di depannya."Iya," jawab Salsa menundukkan kepalanya. Entah mengapa dia tidak sanggup menatap pria itu setelah kejadian semalam."Sudah makan?" tanya Saga lagi sambil menyelipkan beberapa helai rambut Salsa yang keluar dari cepolannya ke belakang telinga.Salsa gugup hingga surut selangkah. Tidak mengira Saga memperlakukannya semanis ini. "Sudah, tadi saya makan malam
Arkan tidak bisa menghilangkan senyum dari wajahnya. Tangannya bahkan erat menggenggam jemari Salsa seolah takut wanita itu pergi lagi, sementara Salsa hanya menunduk, pikirannya kosong. Dia belum mampu mencerna apa yang terjadi. Dia juga tidak bisa menjelaskan bagaimana bisa berakhir di sebuah cafe dengan Arkan di sampingnya."Sa ... aku tidak pernah mengira kita akan ketemu lagi." Arkan menatap Salsa lembut. "Aku rindu ...."Salsa tersenyum sinis. "Rindu?! Jadi seperti ini dirimu? Jelas-jelas kau pria beristri, tetapi dengan mudahnya mengatakan rindu kepada wanita lain," sindirnya ketus."Terserah kamu ngomong apa, Sa ... yang pasti aku tidak akan membiarkan kamu pergi lagi," jawab Arkan membelai punggung tangan Salsa dan hendak mengecupnya.Namun, wanita itu cepat menarik tangannya. Rasa muak memenuhi hatinya. Apalagi mengingat apa yang telah dilakukan pria itu. Salsa bersedekap. "Kamu enggak amnesia, 'kan, Mas?! Dulu, begitu mudahnya kamu mengkhianatiku. Membuangku seolah-olah ak
Nadia terus mondar-mandir di depan ruang operasi sebuah klinik bersalin. Wajahnya terlihat cemas. Berkali-kali melihat ke pintu berharap seseorang keluar dari sana."Gimana, Wisnu, bayinya baik-baik saja?" tanya Nadia ketika melihat seorang keluar dari ruang operasi."Baik, tapi wanita itu belum sadar. Kondisinya memprihatinkan.Nadia tersenyum sinis. "Aku tidak peduli jika wanita itu mati, malah bagus. Jadi, aku tidak perlu repot menutup mulutnya."Wisnu menggeleng tak percaya jika wanita di depannya ini sangat kejam. Tidak serupa dengan wajahnya yang terlihat baik dan lembut. Andai tahu seperti itu mungkin dia akan menolak keras ketika Maya, istrinya, meminta dia menjadi dokter pribadi Nadia. Wanita itu telah merusak ketenangan hidupnya dan mengancam karir, serta keutuhan rumah tangganya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selama Nadia menyimpan videonya."Sekarang aku minta master video itu," ucap Wisnu tak sabar ingin lepas dari Nadia."Nanti, setelah anakku lahir. Pastikan aku s
"Kau yakin dia pelakunya?" Jake, teman Saga di kepolisian kembali bertanya untuk memastikan. "Kita tak bisa menuduh seseorang melakukan kejahatan tanpa bukti yang kuat, bisa-bisa kita dituntut balik." "Aku sangat yakin dengan firasatku. Jamie sudah lama mengincar Salsa, dia juga mengincar perusahaanku. Harusnya dulu aku halangi pembebasan bersyaratnya." Wajah Saga memerah menahan marah. Rasa takut juga menyelinap masuk ke dadanya membayangkan apa yang dilakukan orang-orang ja-hat itu pada Salsa. "Kita harus meminta deskripsi wajah para penc-ulik itu, sedikit informasi sangat berharga saat ini. Saga hendak menjawab, tetapi ponselnya berdering menampilkan nomor tak dikenal. "Sebaiknya kau jawab, mungkin itu pelakunya.' Jake memberi saran. Saga menurut. Dia menggeser ikon hijau lalu menempelkan ponsel ke telinga. "Ya ...." "Saga, aku Reva." "Bicara yang penting saja atau aku tutup." "Ini tentang Salsa." Kelopak mata Saga melebar mendengar penjelasan Reva, pegangan di ponsel pun
"Apa?!" Tangan Saga yang memegang ponsel mengerat, andai benda itu tak terbuat dari bahan keras mungkin sudag hancur karena genggaman Saga yang sangat kuat. "Aku segera pulang. Kalian tunggu aku!" "Ada apa Tuan?" Dani gegas mengemasi berkas-berkas di atas meja ketika melihat wajah gusar Sagara Liam. "Kita pulang ke villa sekarang!" Tanpa babibu Saga bangkit dari kursi lalu meninggalkan meja beserta relasi bisnisnya begitu saja. Dani segera ambil alih dengan memberi kode agar asistennya segera menyelesaikan proses penyelesaian dokumen kerjasama sambil meminta maaf atas sikap sang tuan. "Tuan, ada apa?" Dani ngos-ngosan mengejar langkah Saga, tetapi laki-laki itu masih diam. Dia masuk ke dalam mobil sambil menghubungi seseorang. "Jake, datang ke Villa di Bogor sekarang." Saga mengusap wajahnya, raut cemas sangat kentara di wajahnya. "Aku tidak terima alasan apa pun. Aku tunggu!" Dani tak lagi bertanya sebab bila Saga terlihat sangat kesal artinya ada sesuatu yang buruk sedang terj
"Apa?!" Jaime membalikkan badan dengan cepat ketika mata-matanya melaporkan kalau Saga hendak mengakuisisi perusahaannya. Bahkan, rencana itu sudah berjalan karena Sagara Liam sudah mengutus beberapa orang kepercayaan melobi para pemegang saham di perusahaannnya. Amarah membuncah di dada Jamie, ditambah Nadia melaporkan, kalau rencana mengundang Salsa ke ho-tel gagal total. Awalnya dia sangat senang mengetahui Nadia berhasil meyakin Salsa bertemu dengan alasan ingin menjernihkan masalah mereka. Sebenarnya itu hanya siasat untuk menjebak istri Sagara Liam tersebut. Namun, entah mengapa tiba-tiba saja dibatalkan begitu saja. Impian Jamie untuk memiliki Salsa pupus sudah. Padahal Jamie sudah membayangkan hal-hal romantis bersama Salsa meski harus membuat si wanita tak sadarkan diri. "Kau keluar!" Jamie memberi isyarat mata-matanya keluar hingga di ruang kerjanya hanya tinggal Nadia. "Beri aku alasan yang masuk akal kenapa rencanamu gagal?" Wajah Nadia memucat, dia menundukkan kepal
"Jadi namanya Salsa?"Nadia menganguk. "Dia mantan istri Arkan."Masih tampak kemarahan di wajah Nadia ketika kata-kata Saga terngiang-ngiang di benak. Dia pikir lelaki itu akan tergoda kecantikan, tapi yang terjadi melihat saja tidak padanya. Dia semakin kesal ketika mengetahui bahwa suami Salsa seorang miliarder terkenal. Selama ini dia hanya mendengar nama Sagara Liam dari mulut Arkan dan rekan-rekannya, mereka memuji kehebatan laki-laki itu membuat Nadia penasaran sekaya dan setampan apa si laki-laki. Dia sangat girang ketika Reva mengajaknya ke pesta di mana lelaki itu datang sebagai tamu. Ketika berhadapan langsung dengan laki-laki itu, sejenak dia terpana oleh ketampanan Saga. Angannya sejenak melayang membayangkan betapa enaknya menjadi kekasih si lelaki. Namun kemarahan segera membakar dadanya setelah mengetahui istri dari laki-laki itu adalah Salsabila, wanita yang memporak-porandakan hidupnya. Nadia tidak ingin kalah setapak pun dari Sala, dia tidak terima dengan nasib baik
"Jadi gimana?" Saga menatap Salsa yang masih cemberut. Meski kehamilan wanita itu sudah masuk minggu ke-16, dia semakin sensitif. Apa-apa Saga harus mengerti tanpa dijelaskan. Ya, kali, laki-laki itu cenayang bisa tahu apa yang ada di dalam pikiran sang istri."Aku gak mau! Pokoknya kamu harus cari sampai dapat." Salsa memberengut. Dia melangkah ke kamar dengan kaki menghentak. Andai saja kaki Salsa punya kekuatan seperti Hulk, mungkin dalam satu minggu sekali laki-laki itu harus mengganti semua granit di rumahnya.Saga berdecak keras sambil meraup wajahnya dengan kasar. Menghadapi permintaan istri yang sedang hamil benar-benar melelahkan. Kalau boleh memilih, lebih baik dia memberikan iPhone gratis kepada sepuluh orang daripada harus mencari apa yang diminta Salsa. Bukan apa-apa, masa iya wanita itu meminta dicarikan jambu klutuk yang masih 'nemplok' di pohon? Di tengah malam pula. Kalau di toko buah mungkin banyak, tetapi memanjat langsung dari pohon di pekarangan orang? Cari mam-pu
"Reva beberapa kali datang ke kantor menemuiku menawarkan untuk membeli saham miliknya, tapi aku tahu itu hanya alasan saja, sebab setiap datang yang dibahas tentang dirimu. Dia mengatakan betapa beruntungnya kamu menjadi istriku. Dia membandingkan dengan sepupunya yang harus depresi karena pernikahannya berantakan.""Sepupu Reva adalah Nadia. Kau tahu itu?" Aku menyela cerita Saga, gemas sekali mengetahui di belakangku Reva berusaha mendekati lelaki itu."Aku tahu, Sayang, karena itu aku tak pernah menanggapi cerita Reva. Dia terus-menerus datang sampai akhirnya kamu memergoki kami.""Tapi kenapa dia duduk di pangkuanmu?" Aku masih menaruh curiga, tidak mungkin kan Reva tiba-tiba saja duduk di sana.Saga tertawa. "Kamu kalau sedang cemburu cantiknya nambah."Aku bisa merasakan pipiku memanas, mungkin warnanya sudah merah sekarang mendengar rayuan Saga, sejak dulu lelaki itu sangat pintar membuat hatiku melambung."Gak usah ngalihin topik. Ayo cerita." Aku mendesak saga karena penas
Aku mengenakan jubah tidur ketika Alia tak menjawab panggilanku. Ke mana gadis itu? Biasanya di setiap perjalanan bisnis sebelum aku bangun dia sudah rapi menunggu di sofa sambil memeriksa beberapa dokumen. Apa Alia tertidur karena semalam aku memaksanya lembur untuk mengobrak-abrik instagram Reva. Aku penasaran apa pertemuan kami kebetulan atau wanita itu sengaja mendekatiku? Sayangnya setelah menscroll sampai dasar tak ditemukan petunjuk apa pun, hanya foto Reva seorang dan koleksi barang-barang mewahnya. Aku berjalan keluar kamar sambil memanggil Alia. Kamar hotel yang kutempati tipe presiden suite yang memiliki ruangan lebih luas dari tipe kamar yang lain. Memiliki dua kamar, ruang tamu, dan dapur sendiri. Tak menemukan gadis itu di ruang tamu aku mencarinya ke dapur, mungkin saja dia sedang menyeduh teh di sana. Benar saja, dia sedang duduk menghadap meja makan."Alia, aku mencarimu dari tadi, bisa buatkan aku segelas teh hangat?" Aku meminta dari tempatku berdiri, langkahku ter
Sejak kapan Reva kenal dengan Nadia? Pertanyaan itu menyelinap ke dalam benakku. Aku lama tidak berkomunikasi dengan Arkan, mungkin sekitar dua atau tiga tahun yang lalu dia memutuskan keluar dari perusahaan dan meminta bagian sahamnya diberikan untuk Elang. Selentingan kabar angin kudengar lelaki itu bekerja ke luar negeri. Aku juga tidak pernah mendapat kabar kapan Nadia menyelesaikan rehabilitasi di rumah sakit gangguan jiwa. Darahku berdesir kencang ketika kedua wanita itu berjalan menghampiri Saga dan Dani. Aku bahkan harus menekan dada untuk menghalau sesak yang hendak bersarang. Tak mungkin, kan, Saga memiliki hubungan dengan salah satu wanita itu?"Hai, Saga, senang kau menerima ajakanku." Suara Reva terdengar renyah menyapa.Aku menggeser posisi kursi dengan sangat pelan agar berada tepat di belakang Saga supaya bisa mencuri dengar pembicaraan mereka. Beruntung di antara kami dibatasi tumbuhan hias yang menutupi punggungku. "Aku tidak punya banyak waktu. Katakan saja apa ya
Aku menggigit bi-bir sembari berpikir, apakah Dani bisa dipercaya? Dulu, dia orang kepercayaan yang selalu membantu semua pekerjaanku. Darinya aku bisa mendapatkan banyak informasi yang tak diketahui banyak orang. Entah dari mana lelaki itu tahu, yang pasti dia memiliki banyak koneksi. Namun, sekarang aku tak bisa mempercayainya. Pasti dia akan menyembunyikan informasi perihal Saga. Pesan yang sudah kutulis kuhapus kembali. Aku akan mencari tahu sendiri apa yang sedang terjadi. Dengan uang aku bisa membayar seseorang memata-matai Saga dan Reva. Aku harus berhati-hati menyelidiki hubungan keduanya, sebab Saga juga memiliki banyak mata dan telinga. "Salsa, makan dulu."Aku menyimpan ponsel ke dalam saku gaun baby dollku lalu menghampiri Buk Halimah yang sedang menyiapkan makan malam. "Kayaknya aku gak selera makan, Buk." Selera makanku hilang sejak tadi siang. Padahal menu yang terhidang adalah makanan kesukaanku.Aku bisa melihat Buk Halimah menghela napas. "Setidaknya makan sedikit.