Saga tersenyum sambil memejamkan mata ketika sepasang tangan memeluknya dari belakang. Rasa nyaman merambat pelan ke seluruh aliran darah membuat setiap inci tubuhnya dirasuki rasa nyaman."Pagi, Sayang. Tidurmu nyenyak?" sapa Salsa menyandarkan kepalanya ke punggung tegap Saga."Lumayan." Saga berbalik, lalu memasang tampang murung. "Akan lebih baik kalau kita tidur satu kamar, satu ranjang," sungutnya.Salsa tertawa kecil. Sepagi ini pria itu sudah merajuk. "Maka nikahi aku lagi," tantangnya. Jemari wanita itu bermain di rambut hitam lebat Saga.Saga merangkum wajah Salsa memandang dengan binar cinta. "Kapan? Besok?" Wanita itu terkikik. "Tidak. Kau tahu tujuan kita belum tercapai, bahkan aku baru saja mulai."Saga terdiam mendengar kata-kata wanita itu yang pagi ini terlihat sangat sexy dengan gaun tidur di atas lutut berwarna peach, berbahan sutra dengan belahan dada rendah, membuat Saga mati-matian menahan hasratnya."Sayang, berjanjilah padaku untuk selalu berhati-hati. Aku tid
Nanyendra tua terpekur mendengar penjelasan putra semata wayangnya, Arkan. Perusahaan yang dibangun di atas pondasi airmata dan penderitaan orang lain mulai goyah. Bahkan, berada di ambang kehancuran. Dia tidak mengira jika di balik pimpinan Star Luxury berdiri kokoh seorang pria yang sangat berkuasa. Nanyendra sejak dulu selalu menghindar bekerjasama dengan Liam Grup. Dia tidak ingin dibayangi dosa masa lalu. Nyatanya, malah sang putra yang terjebak. Pria tua itu tidak mengira bocah lelaki saksi mata perbuatan bejatnya dulu tumbuh menjadi pria dewasa yang kini hendak menuntut balas. Pria itu seakan siap membuka kotak pandora, menebar aib, dan malapetaka kepada seluruh keluarganya.Andai dulu dia tidak tamak dan diperbudak nafsu, tentu masa tuanya tidak akan segelap ini. Dosa seakan memeluk jiwanya erat hingga hidup pria tua itu tidak pernah bahagia, setiap saat dibayangi rasa bersalah yang membuatnya tak pernah tenang."Maaf, Pa ... aku mengecewakanmu," pinta Arkan sendu tak mampu m
"Kumohon ... kasihani aku.""Hah! Apa kau mengasihaniku dulu?! Kau bahkan tega mematahkan hatiku setelah kulakukan apa pun untuk menyenangkanmu.""Aku tidak pernah memintamu. Kau salah paham selama ini. Aku hanya menganggapmu sahabat. Tidak lebih.""Munafik! Kau memilih Liam setelah tahu aku hanya putra angkat.""Tidak. Aku dan Liam memang dijodohkan sejak kecil. Kami sengaja menutupinya. Dan aku hanya mencintai dia.""Akh, pendusta! Lihat saja, akan kuhancurkan kesombonganmu hingga kau merasa tidak akan mampu menatap mata suamimu.""Tidak! Kumohon jangan. Jangan! Ah ... Saga! Tolong Ibu, Nak."..."Tuan kita sudah sampai."Saga mengerjap beberapa kali. Sejak dari bandara memorinya terhempas ke masa lalu. Lekat di ingatannya bagaimana perlawanan sang ibu mempertahankan kehormatannya dari serangan brutal Nanyendra. Saga ada di sana, pria laknat itu mengikat dan menyumpal mulutnya, lalu membiarkan Saga kecil menyaksikan pemerkosaan terhadap ibunya. Meski wanita itu memohon, menghiba,
Salsa masih setia memandangi dua lelaki beda usia yang masih terlelap di sampingnya. Semalam El tak mau lepas dari pelukan Saga dan dirinya. Batita itu merengek ingin tidur bersama. Bibirnya melengkung senyum, sementara hati wanita itu tak henti mengucap syukur atas kebahagiaan yang kini direngkuhnya. Salsa tak pernah mengira setelah semua hinaan, tangis, dan keputusasaan yang mengurung dirinya, awan keberuntungan melingkupi seluruh hidupnya. Menyibak kabut yang menghalangi jalannya.Andai dulu dia keras kepala dan memperturutkan hati, tentu hingga detik ini dia masih terpuruk dalam kubangan duka. Saga, pria itu laksana cahaya yang menuntunnya kembali ke arah yang seharusnya. Pria itu rumahnya, tempat dia pulang dan berlindung dari kerasnya hidup."Terus tersenyum seperti itu. Kau terlihat sangat cantik," ucap Saga serak.Salsa memalingkan wajahnya karena malu tepergok memandangi pria itu. Saga tersenyum, menarik tangan istrinya. Pria itu gemas dengan wajah malu-malu Salsa ditambah r
"Apa semua ini benar ..." lirih Salsa parau.Saga melihat sekilas foto yang diperlihatkan Salsa, hening sejenak, lalu dia kembali menatap wanita itu."Benar, itu aku. Wanita itu bahkan ada di sini menemaniku," ucap Saga dingin.itu udara yang dihirup Salsa laksana butiran kaca yang melukai pernafasannya. Perlahan dua kristal bening jatuh di pipi. Dia mati, bahkan sebelum kematian itu datang...Terdengar tawa kemenangan dari Nadia. Wanita itu puas melihat Salsa kembali terluka."Ah ... Tuan Saga, kau melakukan hal yang benar dengan membuang wanita itu," ucap Nadia menunjuk Salsa dengan dagunya. "Sampah memang tempatnya di tempat sampah, bukan di sekitar kita."Kau benar. Buanglah sampah di tempatnya," tukas Salsa cepat. Nadia mendelik, tersinggung dengan kata-kata Salsa. "Apa maksudmu?"Salsa menghela napas. Meski dia tersakiti, walau sekarang hatinya patah dan berantakan, wanita itu tidak akan membiarkan Nadia menang mudah. Dia akan menyeret istri Arkan itu hancur bersamanya."Aku
"Panti asuhan?!" seru Arkan tak percaya. "Nadia, apa itu benar?" tanyanya.Nadia bergeming. Dia bahkan tidak berusaha membantah. Hal itu membuat amarah di dada Arkan berkobar dengan cepat.Dia menyentak lengan Nadia dengan kasar. "Kenapa?! Kenapa kau tega melakukan ini? Membawa pulang satu anak, tetapi menelantarkan darah dagingmu sendiri!" ucap Arkan geram, matanya berkilat penuh amarah.Nadia meringis merasakan cengkeraman Arkan di lengannya. "Karna aku terlalu mencintaimu. Aku takut kehilanganmu," jawabnya menghiba. "Tidak. Kau hanya mencintai hartanya," sela seseorang yang tiba-tiba saja hadir di ruangan itu, membuat tak hanya Arkan dan Nadia yang terkejut, tetapi juga Salsa. Dahi wanita itu berkerut, dia menatap Saga yang terlihat tenang. Salsa lalu menyadari pria yang kini memeluk pinggangnya posesif telah merencanakan sesuatu di belakangnya."Maya? dr. Wisnu? Kalian di sini?" tanya Arkan heran melihat kedatangan keduanya.Dokter Wisnu hanya mengangguk sedangkan Maya tersenyum
Salsa mengusap tangan Saga yang bergetar samar. Dia sadar pria itu sedang menahan diri untuk tidak menghajar Nanyendra. Sekarang wanita tersebut tahu kenapa pria itu membenci Nanyendra, hingga mendarah daging. Masa lalu Saga sungguh tragis, pantas saja dia tumbuh menjadi pribadi dingin dan tidak mudah percaya pada orang lain.Di sisi lain, Arkan membeku. Tidak mengira sang panutan memiliki masa lalu yang sangat kelam. Marah, malu, dan iba satu dalam dada pria itu. "Maafkan aku. Aku menyesal," mohon Nanyendra lirih. Mata tuanya meneteskan air mata."Dosamu bukan itu saja," ucap Saga dingin. "Kau juga merencanakan pembunuhan kepada orang tuaku dengan menyabotase mobil mereka," tuduhnya.Nanyendra berbalik, menatap Saga. "Tidak! Aku memang bajingan. Tapi, tidak akan pernah membunuh," bantahnya. Saga tersenyum sinis. "Tidak mungkin seorang pembunuh mengaku.""Aku berani bersumpah bukan--""Mereka pantas mati!" sela Lidia dingin. Semua mata menatap wanita paruh baya itu. Suasana menceka
Warning!part ini ada bagian 21+nya. Tapi ngga terlalu vulgar. Tapi bisa bikin yang baca baper sendiri ------------------- "Terima kasih Anda mau berkunjung. Kami berhutang budi pada Anda," ucap Arkan diplomatis. Setelah dia dan Saga keluar dari kamar inap Nadia di sebuah rumah sakit jiwa. Wanita itu mengalami depresi berat, hingga harus dirawat intensif. "Aku tidak sedang menanam budi. Ini hanya rasa kemanusiaan saja," balas Saga. "Aku sudah membeli saham publik perusahan kalian. Ditambah saham yang dimiliki Salsa. Mulai saat ini Nanyendra Grup bukan milikmu lagi. Apa kau tahu itu?" tanyanya menyelidik. Arkan mengangguk. "Pengacara saya sudah memberi tahu. Bukankah dari awal itu bukan hak kami," aku Arkan lemah. Terdengar helaan napas berat Saga. "Awalnya aku memang ingin menghancurkan kalian, mengambil apa yang menjadi hakku. Tapi, kemudian aku sadar tak guna menyimpan dendam, hanya akan merusak diri. Lagipula dua puluh lima tahun berlalu perusahaan itu masih tegak. Ada kerja ker
"Kau yakin dia pelakunya?" Jake, teman Saga di kepolisian kembali bertanya untuk memastikan. "Kita tak bisa menuduh seseorang melakukan kejahatan tanpa bukti yang kuat, bisa-bisa kita dituntut balik." "Aku sangat yakin dengan firasatku. Jamie sudah lama mengincar Salsa, dia juga mengincar perusahaanku. Harusnya dulu aku halangi pembebasan bersyaratnya." Wajah Saga memerah menahan marah. Rasa takut juga menyelinap masuk ke dadanya membayangkan apa yang dilakukan orang-orang ja-hat itu pada Salsa. "Kita harus meminta deskripsi wajah para penc-ulik itu, sedikit informasi sangat berharga saat ini. Saga hendak menjawab, tetapi ponselnya berdering menampilkan nomor tak dikenal. "Sebaiknya kau jawab, mungkin itu pelakunya.' Jake memberi saran. Saga menurut. Dia menggeser ikon hijau lalu menempelkan ponsel ke telinga. "Ya ...." "Saga, aku Reva." "Bicara yang penting saja atau aku tutup." "Ini tentang Salsa." Kelopak mata Saga melebar mendengar penjelasan Reva, pegangan di ponsel pun
"Apa?!" Tangan Saga yang memegang ponsel mengerat, andai benda itu tak terbuat dari bahan keras mungkin sudag hancur karena genggaman Saga yang sangat kuat. "Aku segera pulang. Kalian tunggu aku!" "Ada apa Tuan?" Dani gegas mengemasi berkas-berkas di atas meja ketika melihat wajah gusar Sagara Liam. "Kita pulang ke villa sekarang!" Tanpa babibu Saga bangkit dari kursi lalu meninggalkan meja beserta relasi bisnisnya begitu saja. Dani segera ambil alih dengan memberi kode agar asistennya segera menyelesaikan proses penyelesaian dokumen kerjasama sambil meminta maaf atas sikap sang tuan. "Tuan, ada apa?" Dani ngos-ngosan mengejar langkah Saga, tetapi laki-laki itu masih diam. Dia masuk ke dalam mobil sambil menghubungi seseorang. "Jake, datang ke Villa di Bogor sekarang." Saga mengusap wajahnya, raut cemas sangat kentara di wajahnya. "Aku tidak terima alasan apa pun. Aku tunggu!" Dani tak lagi bertanya sebab bila Saga terlihat sangat kesal artinya ada sesuatu yang buruk sedang terj
"Apa?!" Jaime membalikkan badan dengan cepat ketika mata-matanya melaporkan kalau Saga hendak mengakuisisi perusahaannya. Bahkan, rencana itu sudah berjalan karena Sagara Liam sudah mengutus beberapa orang kepercayaan melobi para pemegang saham di perusahaannnya. Amarah membuncah di dada Jamie, ditambah Nadia melaporkan, kalau rencana mengundang Salsa ke ho-tel gagal total. Awalnya dia sangat senang mengetahui Nadia berhasil meyakin Salsa bertemu dengan alasan ingin menjernihkan masalah mereka. Sebenarnya itu hanya siasat untuk menjebak istri Sagara Liam tersebut. Namun, entah mengapa tiba-tiba saja dibatalkan begitu saja. Impian Jamie untuk memiliki Salsa pupus sudah. Padahal Jamie sudah membayangkan hal-hal romantis bersama Salsa meski harus membuat si wanita tak sadarkan diri. "Kau keluar!" Jamie memberi isyarat mata-matanya keluar hingga di ruang kerjanya hanya tinggal Nadia. "Beri aku alasan yang masuk akal kenapa rencanamu gagal?" Wajah Nadia memucat, dia menundukkan kepal
"Jadi namanya Salsa?"Nadia menganguk. "Dia mantan istri Arkan."Masih tampak kemarahan di wajah Nadia ketika kata-kata Saga terngiang-ngiang di benak. Dia pikir lelaki itu akan tergoda kecantikan, tapi yang terjadi melihat saja tidak padanya. Dia semakin kesal ketika mengetahui bahwa suami Salsa seorang miliarder terkenal. Selama ini dia hanya mendengar nama Sagara Liam dari mulut Arkan dan rekan-rekannya, mereka memuji kehebatan laki-laki itu membuat Nadia penasaran sekaya dan setampan apa si laki-laki. Dia sangat girang ketika Reva mengajaknya ke pesta di mana lelaki itu datang sebagai tamu. Ketika berhadapan langsung dengan laki-laki itu, sejenak dia terpana oleh ketampanan Saga. Angannya sejenak melayang membayangkan betapa enaknya menjadi kekasih si lelaki. Namun kemarahan segera membakar dadanya setelah mengetahui istri dari laki-laki itu adalah Salsabila, wanita yang memporak-porandakan hidupnya. Nadia tidak ingin kalah setapak pun dari Sala, dia tidak terima dengan nasib baik
"Jadi gimana?" Saga menatap Salsa yang masih cemberut. Meski kehamilan wanita itu sudah masuk minggu ke-16, dia semakin sensitif. Apa-apa Saga harus mengerti tanpa dijelaskan. Ya, kali, laki-laki itu cenayang bisa tahu apa yang ada di dalam pikiran sang istri."Aku gak mau! Pokoknya kamu harus cari sampai dapat." Salsa memberengut. Dia melangkah ke kamar dengan kaki menghentak. Andai saja kaki Salsa punya kekuatan seperti Hulk, mungkin dalam satu minggu sekali laki-laki itu harus mengganti semua granit di rumahnya.Saga berdecak keras sambil meraup wajahnya dengan kasar. Menghadapi permintaan istri yang sedang hamil benar-benar melelahkan. Kalau boleh memilih, lebih baik dia memberikan iPhone gratis kepada sepuluh orang daripada harus mencari apa yang diminta Salsa. Bukan apa-apa, masa iya wanita itu meminta dicarikan jambu klutuk yang masih 'nemplok' di pohon? Di tengah malam pula. Kalau di toko buah mungkin banyak, tetapi memanjat langsung dari pohon di pekarangan orang? Cari mam-pu
"Reva beberapa kali datang ke kantor menemuiku menawarkan untuk membeli saham miliknya, tapi aku tahu itu hanya alasan saja, sebab setiap datang yang dibahas tentang dirimu. Dia mengatakan betapa beruntungnya kamu menjadi istriku. Dia membandingkan dengan sepupunya yang harus depresi karena pernikahannya berantakan.""Sepupu Reva adalah Nadia. Kau tahu itu?" Aku menyela cerita Saga, gemas sekali mengetahui di belakangku Reva berusaha mendekati lelaki itu."Aku tahu, Sayang, karena itu aku tak pernah menanggapi cerita Reva. Dia terus-menerus datang sampai akhirnya kamu memergoki kami.""Tapi kenapa dia duduk di pangkuanmu?" Aku masih menaruh curiga, tidak mungkin kan Reva tiba-tiba saja duduk di sana.Saga tertawa. "Kamu kalau sedang cemburu cantiknya nambah."Aku bisa merasakan pipiku memanas, mungkin warnanya sudah merah sekarang mendengar rayuan Saga, sejak dulu lelaki itu sangat pintar membuat hatiku melambung."Gak usah ngalihin topik. Ayo cerita." Aku mendesak saga karena penas
Aku mengenakan jubah tidur ketika Alia tak menjawab panggilanku. Ke mana gadis itu? Biasanya di setiap perjalanan bisnis sebelum aku bangun dia sudah rapi menunggu di sofa sambil memeriksa beberapa dokumen. Apa Alia tertidur karena semalam aku memaksanya lembur untuk mengobrak-abrik instagram Reva. Aku penasaran apa pertemuan kami kebetulan atau wanita itu sengaja mendekatiku? Sayangnya setelah menscroll sampai dasar tak ditemukan petunjuk apa pun, hanya foto Reva seorang dan koleksi barang-barang mewahnya. Aku berjalan keluar kamar sambil memanggil Alia. Kamar hotel yang kutempati tipe presiden suite yang memiliki ruangan lebih luas dari tipe kamar yang lain. Memiliki dua kamar, ruang tamu, dan dapur sendiri. Tak menemukan gadis itu di ruang tamu aku mencarinya ke dapur, mungkin saja dia sedang menyeduh teh di sana. Benar saja, dia sedang duduk menghadap meja makan."Alia, aku mencarimu dari tadi, bisa buatkan aku segelas teh hangat?" Aku meminta dari tempatku berdiri, langkahku ter
Sejak kapan Reva kenal dengan Nadia? Pertanyaan itu menyelinap ke dalam benakku. Aku lama tidak berkomunikasi dengan Arkan, mungkin sekitar dua atau tiga tahun yang lalu dia memutuskan keluar dari perusahaan dan meminta bagian sahamnya diberikan untuk Elang. Selentingan kabar angin kudengar lelaki itu bekerja ke luar negeri. Aku juga tidak pernah mendapat kabar kapan Nadia menyelesaikan rehabilitasi di rumah sakit gangguan jiwa. Darahku berdesir kencang ketika kedua wanita itu berjalan menghampiri Saga dan Dani. Aku bahkan harus menekan dada untuk menghalau sesak yang hendak bersarang. Tak mungkin, kan, Saga memiliki hubungan dengan salah satu wanita itu?"Hai, Saga, senang kau menerima ajakanku." Suara Reva terdengar renyah menyapa.Aku menggeser posisi kursi dengan sangat pelan agar berada tepat di belakang Saga supaya bisa mencuri dengar pembicaraan mereka. Beruntung di antara kami dibatasi tumbuhan hias yang menutupi punggungku. "Aku tidak punya banyak waktu. Katakan saja apa ya
Aku menggigit bi-bir sembari berpikir, apakah Dani bisa dipercaya? Dulu, dia orang kepercayaan yang selalu membantu semua pekerjaanku. Darinya aku bisa mendapatkan banyak informasi yang tak diketahui banyak orang. Entah dari mana lelaki itu tahu, yang pasti dia memiliki banyak koneksi. Namun, sekarang aku tak bisa mempercayainya. Pasti dia akan menyembunyikan informasi perihal Saga. Pesan yang sudah kutulis kuhapus kembali. Aku akan mencari tahu sendiri apa yang sedang terjadi. Dengan uang aku bisa membayar seseorang memata-matai Saga dan Reva. Aku harus berhati-hati menyelidiki hubungan keduanya, sebab Saga juga memiliki banyak mata dan telinga. "Salsa, makan dulu."Aku menyimpan ponsel ke dalam saku gaun baby dollku lalu menghampiri Buk Halimah yang sedang menyiapkan makan malam. "Kayaknya aku gak selera makan, Buk." Selera makanku hilang sejak tadi siang. Padahal menu yang terhidang adalah makanan kesukaanku.Aku bisa melihat Buk Halimah menghela napas. "Setidaknya makan sedikit.