Salsa mendesah sambil membuang alat tes kehamilan ke tempat sampah yang ada di sebelah wastafel. Dia menatap cermin dan mengembuskan napas keras. Lima tahun belakangan ini, entah berapa buah alat tes kehamilan itu dia gunakan, tetapi tak jua pernah menunjukkan garis dua. Padahal segala cara telah dia tempuh, mulai dari program hamil, pengobatan alternatif, dan program gaya hidup sehat. Namun, tak tampak tanda-tanda dia akan segera hamil."Sayang!" Ketukan di pintu kamar mandi dan suara Saga membuyarkan lamunan Salsa. Dengan langkah pelan wanita berambut panjang itu menyeret kakinya dan membuka pintu. "Kamu kenapa?" Saga menyentuh dahi Salsa dengan punggung telapak tangannya. Dahi pria itu mengernyit melihat raut sang istri yang kusut."Aku enggak papa," jawab Salsa sambil berjalan ke arah ranjang, membuat Saga semakin bingung.Salsa merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang dialasi sprei putih, lalu menutupi seluruh tubuh hingga kepalanya. Saga menggeleng melihat perangai wanitanya. D
Hai, ini season 2 kisah Salsa, ya. gak banyak. Hanya 11 bab sebab yang kemarin banyak yang protes endingnya gantung. Sebenarnya udah ada cuma kemarin aku maju-mundur up-nya. Happy reading. ------------------------------------------------- Salsa mendorong piring ke tengah meja dengan wajah kesal. Bukan tidak menghargai sarapan yang sudah disiapkan asisten rumah tangganya, tetapi menu yang dia minta tidak tersedia hingga mood-nya memburuk. Ditambah lagi aroma parfum Saga membuatnya kesal setengah mati. "Sayang, dimakan sarapannya, kalau kamu gak makan nanti dedek bayinya kelaparan." Saga membujuk sang istri. Sejak hamil anak ketiga tingkah Salsa tak karuan. Ada saja yang salah di mata wanita itu. "Aku gak mau, aku eneg sama nasi dan roti. Aku mau mie." Salsa menjawab ketus. Menurutnya aturan Saga terlalu berlebihan, toh makan mie instan tidak akan membuat orang mati. Saga menghela napas dalam, menghadapi wanita hamil dibutuhkan kesabaran luar biasa. Kalau dia boleh memilih lebi
Aku seperti patung melihat Reva duduk di pangkuan Saga. Ingin mencecar keduanya dengan makian, tetapi lidahku seakan kelu. Melihat posisi mereka seluruh daya di ragaku tersedot keluar, andai tak berpegangan erat ke gagang pintu mungkin tubuhku sudah ambruk ke lantai."Eh, Salsa, maaf, ini gak seperti yang kamu bayangkan." Reva cepat-cepat menjauh dari Saga dan berusaha menjelaskan kalau apa yang kulihat tidak seburuk yang aku pikirkan. Terlambat, aku sudah melihat apa yang dia lakukan."Saga, ngomong dong. Nanti Salsa salah paham sama hubungan kita." Reva menatap Saga dengan raut cemas di wajahnya, tetapi nada suaranya yang dibuat-buat membuatku muak, sesekali dia menatapku yang masih berdiri di ambang pintu."Tidak ada lagi yang mau kau bicarakan, kan?" Saga menatap Reva dan bertanya dengan raut datar seolah tak terjadi apa-apa membuatku semakin kesal.Aku melihat Reva menggeleng pelan. Baik Saga dan wanita itu saling menatap mengundang rasa ngilu ke dalam dada. Aku cemburu? Benar se
"Ma ...." Aku mengge-liat merasakan tepukan pelan di pipi. Ketika membuka mata aku melihat El sedang menatapku. "El, kok, gak sekolah?" Aku bertanya sambil menyandarkan punggung ke kepala tempat ti-dur. "Libur, Ma, kan, hari minggu." "Oh, ya?" Dahiku berkerut. Aku menghela napas, terlalu sibuk menangisi sikap Saga sampai lupa dengan sekitar termasuk El. "Kenapa liat Mama kayak gitu?" "Mama sakit?" Aku menggeleng pelan, mataku terasa panas ketika El meletakkan telapak tangannya di dahiku. Anak itu sudah tumbuh besar, di usia sepuluh tahun sikap dan pembawaannya jauh lebih dewasa. Dia juga sangat sensitif pada keadaanku, aku bersyukur memilikinya. El, satu-satu lelaki yang tak akan pernah menyakitiku. "Ba-dan Mama panas, kayaknya Mama demam. Aku telpon dokter, ya." Aku menahan tangan El yang hendak bangkit mengambil ponselku yang tergeletak di atas nakas. Benda itu aku abaikan sejak kemarin, tepatnya setelah perdebatan dengan Saga tadi malam. "Gak usah, Mama baik-baik aja.
Aku menggigit bi-bir sembari berpikir, apakah Dani bisa dipercaya? Dulu, dia orang kepercayaan yang selalu membantu semua pekerjaanku. Darinya aku bisa mendapatkan banyak informasi yang tak diketahui banyak orang. Entah dari mana lelaki itu tahu, yang pasti dia memiliki banyak koneksi. Namun, sekarang aku tak bisa mempercayainya. Pasti dia akan menyembunyikan informasi perihal Saga. Pesan yang sudah kutulis kuhapus kembali. Aku akan mencari tahu sendiri apa yang sedang terjadi. Dengan uang aku bisa membayar seseorang memata-matai Saga dan Reva. Aku harus berhati-hati menyelidiki hubungan keduanya, sebab Saga juga memiliki banyak mata dan telinga. "Salsa, makan dulu."Aku menyimpan ponsel ke dalam saku gaun baby dollku lalu menghampiri Buk Halimah yang sedang menyiapkan makan malam. "Kayaknya aku gak selera makan, Buk." Selera makanku hilang sejak tadi siang. Padahal menu yang terhidang adalah makanan kesukaanku.Aku bisa melihat Buk Halimah menghela napas. "Setidaknya makan sedikit.
Sejak kapan Reva kenal dengan Nadia? Pertanyaan itu menyelinap ke dalam benakku. Aku lama tidak berkomunikasi dengan Arkan, mungkin sekitar dua atau tiga tahun yang lalu dia memutuskan keluar dari perusahaan dan meminta bagian sahamnya diberikan untuk Elang. Selentingan kabar angin kudengar lelaki itu bekerja ke luar negeri. Aku juga tidak pernah mendapat kabar kapan Nadia menyelesaikan rehabilitasi di rumah sakit gangguan jiwa. Darahku berdesir kencang ketika kedua wanita itu berjalan menghampiri Saga dan Dani. Aku bahkan harus menekan dada untuk menghalau sesak yang hendak bersarang. Tak mungkin, kan, Saga memiliki hubungan dengan salah satu wanita itu?"Hai, Saga, senang kau menerima ajakanku." Suara Reva terdengar renyah menyapa.Aku menggeser posisi kursi dengan sangat pelan agar berada tepat di belakang Saga supaya bisa mencuri dengar pembicaraan mereka. Beruntung di antara kami dibatasi tumbuhan hias yang menutupi punggungku. "Aku tidak punya banyak waktu. Katakan saja apa ya
Aku mengenakan jubah tidur ketika Alia tak menjawab panggilanku. Ke mana gadis itu? Biasanya di setiap perjalanan bisnis sebelum aku bangun dia sudah rapi menunggu di sofa sambil memeriksa beberapa dokumen. Apa Alia tertidur karena semalam aku memaksanya lembur untuk mengobrak-abrik instagram Reva. Aku penasaran apa pertemuan kami kebetulan atau wanita itu sengaja mendekatiku? Sayangnya setelah menscroll sampai dasar tak ditemukan petunjuk apa pun, hanya foto Reva seorang dan koleksi barang-barang mewahnya. Aku berjalan keluar kamar sambil memanggil Alia. Kamar hotel yang kutempati tipe presiden suite yang memiliki ruangan lebih luas dari tipe kamar yang lain. Memiliki dua kamar, ruang tamu, dan dapur sendiri. Tak menemukan gadis itu di ruang tamu aku mencarinya ke dapur, mungkin saja dia sedang menyeduh teh di sana. Benar saja, dia sedang duduk menghadap meja makan."Alia, aku mencarimu dari tadi, bisa buatkan aku segelas teh hangat?" Aku meminta dari tempatku berdiri, langkahku ter
"Reva beberapa kali datang ke kantor menemuiku menawarkan untuk membeli saham miliknya, tapi aku tahu itu hanya alasan saja, sebab setiap datang yang dibahas tentang dirimu. Dia mengatakan betapa beruntungnya kamu menjadi istriku. Dia membandingkan dengan sepupunya yang harus depresi karena pernikahannya berantakan.""Sepupu Reva adalah Nadia. Kau tahu itu?" Aku menyela cerita Saga, gemas sekali mengetahui di belakangku Reva berusaha mendekati lelaki itu."Aku tahu, Sayang, karena itu aku tak pernah menanggapi cerita Reva. Dia terus-menerus datang sampai akhirnya kamu memergoki kami.""Tapi kenapa dia duduk di pangkuanmu?" Aku masih menaruh curiga, tidak mungkin kan Reva tiba-tiba saja duduk di sana.Saga tertawa. "Kamu kalau sedang cemburu cantiknya nambah."Aku bisa merasakan pipiku memanas, mungkin warnanya sudah merah sekarang mendengar rayuan Saga, sejak dulu lelaki itu sangat pintar membuat hatiku melambung."Gak usah ngalihin topik. Ayo cerita." Aku mendesak saga karena penas
"Kau yakin dia pelakunya?" Jake, teman Saga di kepolisian kembali bertanya untuk memastikan. "Kita tak bisa menuduh seseorang melakukan kejahatan tanpa bukti yang kuat, bisa-bisa kita dituntut balik." "Aku sangat yakin dengan firasatku. Jamie sudah lama mengincar Salsa, dia juga mengincar perusahaanku. Harusnya dulu aku halangi pembebasan bersyaratnya." Wajah Saga memerah menahan marah. Rasa takut juga menyelinap masuk ke dadanya membayangkan apa yang dilakukan orang-orang ja-hat itu pada Salsa. "Kita harus meminta deskripsi wajah para penc-ulik itu, sedikit informasi sangat berharga saat ini. Saga hendak menjawab, tetapi ponselnya berdering menampilkan nomor tak dikenal. "Sebaiknya kau jawab, mungkin itu pelakunya.' Jake memberi saran. Saga menurut. Dia menggeser ikon hijau lalu menempelkan ponsel ke telinga. "Ya ...." "Saga, aku Reva." "Bicara yang penting saja atau aku tutup." "Ini tentang Salsa." Kelopak mata Saga melebar mendengar penjelasan Reva, pegangan di ponsel pun
"Apa?!" Tangan Saga yang memegang ponsel mengerat, andai benda itu tak terbuat dari bahan keras mungkin sudag hancur karena genggaman Saga yang sangat kuat. "Aku segera pulang. Kalian tunggu aku!" "Ada apa Tuan?" Dani gegas mengemasi berkas-berkas di atas meja ketika melihat wajah gusar Sagara Liam. "Kita pulang ke villa sekarang!" Tanpa babibu Saga bangkit dari kursi lalu meninggalkan meja beserta relasi bisnisnya begitu saja. Dani segera ambil alih dengan memberi kode agar asistennya segera menyelesaikan proses penyelesaian dokumen kerjasama sambil meminta maaf atas sikap sang tuan. "Tuan, ada apa?" Dani ngos-ngosan mengejar langkah Saga, tetapi laki-laki itu masih diam. Dia masuk ke dalam mobil sambil menghubungi seseorang. "Jake, datang ke Villa di Bogor sekarang." Saga mengusap wajahnya, raut cemas sangat kentara di wajahnya. "Aku tidak terima alasan apa pun. Aku tunggu!" Dani tak lagi bertanya sebab bila Saga terlihat sangat kesal artinya ada sesuatu yang buruk sedang terj
"Apa?!" Jaime membalikkan badan dengan cepat ketika mata-matanya melaporkan kalau Saga hendak mengakuisisi perusahaannya. Bahkan, rencana itu sudah berjalan karena Sagara Liam sudah mengutus beberapa orang kepercayaan melobi para pemegang saham di perusahaannnya. Amarah membuncah di dada Jamie, ditambah Nadia melaporkan, kalau rencana mengundang Salsa ke ho-tel gagal total. Awalnya dia sangat senang mengetahui Nadia berhasil meyakin Salsa bertemu dengan alasan ingin menjernihkan masalah mereka. Sebenarnya itu hanya siasat untuk menjebak istri Sagara Liam tersebut. Namun, entah mengapa tiba-tiba saja dibatalkan begitu saja. Impian Jamie untuk memiliki Salsa pupus sudah. Padahal Jamie sudah membayangkan hal-hal romantis bersama Salsa meski harus membuat si wanita tak sadarkan diri. "Kau keluar!" Jamie memberi isyarat mata-matanya keluar hingga di ruang kerjanya hanya tinggal Nadia. "Beri aku alasan yang masuk akal kenapa rencanamu gagal?" Wajah Nadia memucat, dia menundukkan kepal
"Jadi namanya Salsa?"Nadia menganguk. "Dia mantan istri Arkan."Masih tampak kemarahan di wajah Nadia ketika kata-kata Saga terngiang-ngiang di benak. Dia pikir lelaki itu akan tergoda kecantikan, tapi yang terjadi melihat saja tidak padanya. Dia semakin kesal ketika mengetahui bahwa suami Salsa seorang miliarder terkenal. Selama ini dia hanya mendengar nama Sagara Liam dari mulut Arkan dan rekan-rekannya, mereka memuji kehebatan laki-laki itu membuat Nadia penasaran sekaya dan setampan apa si laki-laki. Dia sangat girang ketika Reva mengajaknya ke pesta di mana lelaki itu datang sebagai tamu. Ketika berhadapan langsung dengan laki-laki itu, sejenak dia terpana oleh ketampanan Saga. Angannya sejenak melayang membayangkan betapa enaknya menjadi kekasih si lelaki. Namun kemarahan segera membakar dadanya setelah mengetahui istri dari laki-laki itu adalah Salsabila, wanita yang memporak-porandakan hidupnya. Nadia tidak ingin kalah setapak pun dari Sala, dia tidak terima dengan nasib baik
"Jadi gimana?" Saga menatap Salsa yang masih cemberut. Meski kehamilan wanita itu sudah masuk minggu ke-16, dia semakin sensitif. Apa-apa Saga harus mengerti tanpa dijelaskan. Ya, kali, laki-laki itu cenayang bisa tahu apa yang ada di dalam pikiran sang istri."Aku gak mau! Pokoknya kamu harus cari sampai dapat." Salsa memberengut. Dia melangkah ke kamar dengan kaki menghentak. Andai saja kaki Salsa punya kekuatan seperti Hulk, mungkin dalam satu minggu sekali laki-laki itu harus mengganti semua granit di rumahnya.Saga berdecak keras sambil meraup wajahnya dengan kasar. Menghadapi permintaan istri yang sedang hamil benar-benar melelahkan. Kalau boleh memilih, lebih baik dia memberikan iPhone gratis kepada sepuluh orang daripada harus mencari apa yang diminta Salsa. Bukan apa-apa, masa iya wanita itu meminta dicarikan jambu klutuk yang masih 'nemplok' di pohon? Di tengah malam pula. Kalau di toko buah mungkin banyak, tetapi memanjat langsung dari pohon di pekarangan orang? Cari mam-pu
"Reva beberapa kali datang ke kantor menemuiku menawarkan untuk membeli saham miliknya, tapi aku tahu itu hanya alasan saja, sebab setiap datang yang dibahas tentang dirimu. Dia mengatakan betapa beruntungnya kamu menjadi istriku. Dia membandingkan dengan sepupunya yang harus depresi karena pernikahannya berantakan.""Sepupu Reva adalah Nadia. Kau tahu itu?" Aku menyela cerita Saga, gemas sekali mengetahui di belakangku Reva berusaha mendekati lelaki itu."Aku tahu, Sayang, karena itu aku tak pernah menanggapi cerita Reva. Dia terus-menerus datang sampai akhirnya kamu memergoki kami.""Tapi kenapa dia duduk di pangkuanmu?" Aku masih menaruh curiga, tidak mungkin kan Reva tiba-tiba saja duduk di sana.Saga tertawa. "Kamu kalau sedang cemburu cantiknya nambah."Aku bisa merasakan pipiku memanas, mungkin warnanya sudah merah sekarang mendengar rayuan Saga, sejak dulu lelaki itu sangat pintar membuat hatiku melambung."Gak usah ngalihin topik. Ayo cerita." Aku mendesak saga karena penas
Aku mengenakan jubah tidur ketika Alia tak menjawab panggilanku. Ke mana gadis itu? Biasanya di setiap perjalanan bisnis sebelum aku bangun dia sudah rapi menunggu di sofa sambil memeriksa beberapa dokumen. Apa Alia tertidur karena semalam aku memaksanya lembur untuk mengobrak-abrik instagram Reva. Aku penasaran apa pertemuan kami kebetulan atau wanita itu sengaja mendekatiku? Sayangnya setelah menscroll sampai dasar tak ditemukan petunjuk apa pun, hanya foto Reva seorang dan koleksi barang-barang mewahnya. Aku berjalan keluar kamar sambil memanggil Alia. Kamar hotel yang kutempati tipe presiden suite yang memiliki ruangan lebih luas dari tipe kamar yang lain. Memiliki dua kamar, ruang tamu, dan dapur sendiri. Tak menemukan gadis itu di ruang tamu aku mencarinya ke dapur, mungkin saja dia sedang menyeduh teh di sana. Benar saja, dia sedang duduk menghadap meja makan."Alia, aku mencarimu dari tadi, bisa buatkan aku segelas teh hangat?" Aku meminta dari tempatku berdiri, langkahku ter
Sejak kapan Reva kenal dengan Nadia? Pertanyaan itu menyelinap ke dalam benakku. Aku lama tidak berkomunikasi dengan Arkan, mungkin sekitar dua atau tiga tahun yang lalu dia memutuskan keluar dari perusahaan dan meminta bagian sahamnya diberikan untuk Elang. Selentingan kabar angin kudengar lelaki itu bekerja ke luar negeri. Aku juga tidak pernah mendapat kabar kapan Nadia menyelesaikan rehabilitasi di rumah sakit gangguan jiwa. Darahku berdesir kencang ketika kedua wanita itu berjalan menghampiri Saga dan Dani. Aku bahkan harus menekan dada untuk menghalau sesak yang hendak bersarang. Tak mungkin, kan, Saga memiliki hubungan dengan salah satu wanita itu?"Hai, Saga, senang kau menerima ajakanku." Suara Reva terdengar renyah menyapa.Aku menggeser posisi kursi dengan sangat pelan agar berada tepat di belakang Saga supaya bisa mencuri dengar pembicaraan mereka. Beruntung di antara kami dibatasi tumbuhan hias yang menutupi punggungku. "Aku tidak punya banyak waktu. Katakan saja apa ya
Aku menggigit bi-bir sembari berpikir, apakah Dani bisa dipercaya? Dulu, dia orang kepercayaan yang selalu membantu semua pekerjaanku. Darinya aku bisa mendapatkan banyak informasi yang tak diketahui banyak orang. Entah dari mana lelaki itu tahu, yang pasti dia memiliki banyak koneksi. Namun, sekarang aku tak bisa mempercayainya. Pasti dia akan menyembunyikan informasi perihal Saga. Pesan yang sudah kutulis kuhapus kembali. Aku akan mencari tahu sendiri apa yang sedang terjadi. Dengan uang aku bisa membayar seseorang memata-matai Saga dan Reva. Aku harus berhati-hati menyelidiki hubungan keduanya, sebab Saga juga memiliki banyak mata dan telinga. "Salsa, makan dulu."Aku menyimpan ponsel ke dalam saku gaun baby dollku lalu menghampiri Buk Halimah yang sedang menyiapkan makan malam. "Kayaknya aku gak selera makan, Buk." Selera makanku hilang sejak tadi siang. Padahal menu yang terhidang adalah makanan kesukaanku.Aku bisa melihat Buk Halimah menghela napas. "Setidaknya makan sedikit.