Kening Leona mengernyit mendengar pernyataan yang dilontarkan West barusan. Bingung, itulah yang mampu menggambarkan isi hatinya sekarang.
“Apa maksudmu?” tanya Leona mengubah posisi duduk, sehingga kakinya menyentuh pinggir bawah atap berbentuk kubah itu.
West menelan ludah ketika baru sadar dengan apa yang dikatakannya. Rupanya dansa, langit bertabur bintang, kisah cinta Zeus dan Callisto, ditambah dengan ciuman membuat pria itu tak dapat lagi membendung perasaan yang selama ini tersimpan.
“Aku mencintaimu, Leona,” ucap West tak bisa lagi mengelak.
“Bukan itu maksudku. Tapi kalimat terakhir.” Leona mengamati wajah West secara detail. “Sejak kapan kau jatuh cinta kepadaku?”
Pikiran Leona mulai ke mana-mana. Ada begitu banyak dugaan yang ada di pikiran sekarang. Apa mungkin perkiraannya benar?
West menegakkan lagi tubuhnya. Dia kembali mengalihkan paras kepada Leona.
“Aku sudah ja&
Leona memejamkan mata seraya menarik napas dalam. Aroma daun dan rumput yang lembab menyeruak ke hidungnya. Dia sangat menyukai suasana pedesaan seperti ini, dibanding hiruk pikuk kota bercampur polusi yang menyesakkan.“Kau bahagia sekali,” komentar West melihat wajah semringah Leona. Mereka baru saja tiba di rumah kayu, tempat wanita itu melakukan training untuk menurunkan berat badan.“Aku sangat suka tinggal di sini. Rasanya tidak ingin kembali ke kota,” sahut Leona masih tersenyum lebar.“Kita bisa tinggal di sini lagi setelah kau membalas perbuatan Mark.”“Kita?” Kening Leona mengernyit.“Ya. Kau lupa dengan janjimu tadi malam? Kita akan memulainya perlahan.”Leona berdecak sambil geleng-geleng kepala. “Apa kau sesenang itu?”“Lebih dari yang kau duga,” balas West menarik pinggang berisi Leona.Mereka kini berhadap-hadapan, sehing
West masih menunggu Leona naik ke atas kursi kayu yang ditidurinya. Namun wanita itu sepertinya enggan, khawatir khilaf lagi dan mengulangi kesalahan yang sama. Saat ini saja, jantung yang berada di dalam tubuh berisi itu berdebar dengan cepat.Pria itu akhirnya mengalah, lalu turun ke bawah. Dia duduk berhadapan dengan Leona di lantai berbahan kayu.“Sepertinya kita butuh kopi,” kata Leona seraya berdiri.“Tidak perlu.” West menggeleng.Leona tetap melangkah menuju dapur, bersiap membuatkan kopi panas. Dia mengembuskan napas yang sejak tadi tertahan. Kalian tahu apa penyebabnya? Oh, tentu saja karena malam, dingin dan penerangan minim. Ditambah dengan paras tampan West yang benar-benar menarik perhatian setiap kaum hawa.“West,” panggil Leona.“Ya?” Pria itu mendongakkan kepala agar bisa melihat Leona dengan baik.“Bolehkah kali ini aku minum cappuccino?” tanya Leona dengan
Leona memajukan wajah ke depan menunggu West melanjutkan perkataannya. Pria itu malah diam setelah mengucapkan kalimat yang menggantung.“Wanita itu apa?” tanya Leona tak sabar.Sejak tadi ia dibuat penasaran, kenapa West mengaitkan kisah mereka.“West?” panggil Leona menyentakkan West yang menatap nanar ke arah api unggun.“Ya?”“Wanita itu apa?” ulangnya lagi.Netra biru West mengitari paras Leona yang luar biasa dilanda keingintahuan. Bibir tipis itu sedikit terbuka, kemudian tertutup lagi.Sorot mata Leona sangat menuntut, sehingga West tidak bisa lagi menghindar sekarang. Sejenak pria itu dilanda keraguan, apakah harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak?Tangannya bergerak naik membelai wajah Leona yang sangat dicintai. Tidak ada yang berubah dengan perasaannya, walau paras itu tak lagi secantik dulu. Bagi West, Leona tetap wanita yang berarti di dalam hidupnya.&ld
Satu bulan kemudianLeona melihat gaun berukuran nol yang dibeli hampir tiga bulan yang lalu. Gaun berwarna tosca dan satu lagi berwarna maroon. Dia tertawa pelan menyadari West selalu membelikan warna baju serupa dengan gaun yang dikenakan saat pertama kali melihatnya di pesta dansa.Selama satu bulan ini, dia masih belum percaya kalau laki-laki lajang itu mencintainya sejak lama. Leona benar-benar tidak menyangka bisa mendapatkan cinta sebesar itu dari West, pria yang lamarannya ditolak dulu.“Aku harus kenakan yang mana?” gumamnya ragu memilih warna gaun yang akan dikenakan.Dia menggigit bibir bawah seraya mengarahkan telunjuk bergantian kepada dua gaun tersebut. Leona memejamkan mata dengan tangan terus bergerak ke kiri dan kanan. Ketika jari telunjuknya berhenti, kelopak netra abu-abu itu langsung terbuka. Pilihannya jatuh kepada gaun berwarna maroon.Leona menarik napas dalam-dalam, sebelum mengambil gaun itu. Di
Keesokan hariSeperti yang telah direncanakan, Leona dan Cassie akan pergi ke tempat klinik kecantikan untuk melakukan perawatan wajah. Leona harus mendapatkan treatment agar bintik halus di area pipi dan tulang hidung bisa dihilangkan.“Apa kau yakin freckless ini akan hilang dalam sekali perawatan?” tanya Leona ragu ketika dalam perjalanan menuju beauty clinic.Cassie menoleh sebentar sebelum fokus lagi mengemudi. Bahunya terangkat sebentar, kemudian turun.“Semoga. Setahuku klinik ini yang terbaik di Earth Ville.” Cassie menyalakan lampu sein kiri sebelum menyalip kendaraan di depan. “Berdasarkan testimoni yang kubaca, pasiennya puas dengan hasil yang didapatkan. Kita lihat saja hasilnya nanti.”Leona harap-harap cemas sekarang. Tentu saja bukan hanya karena bintik di wajahnya, tapi juga karena akan berjumpa dengan Mark besok. Belum lagi ia harus menjelma menjadi sos
Leona mengempaskan tubuh rampingnya di tempat tidur. Dia menghabiskan waktu seharian mempersiapkan semua kebutuhan untuk memulai aksi menipu Mark. Ada begitu banyak pakaian, tas dan sepatu branded yang mereka beli. Ditambah lagi dengan softlens berwarna violet.Awalnya Leona keberatan, karena tentu saja ini akan menghabiskan banyak uang. Namun, Cassie berdalih semua sesuai dengan perintah West. Benda-benda tersebut akan dibutuhkan ketika dia menyamar nanti.Wanita itu menarik napas berat saat melihat rambutnya yang sudah berubah warna. Tawa singkat keluar dari sela bibir ketika ingat bagaimana berdebat dengan Cassie sebelum mengganti warnanya.“Aku tidak mau mengubah rambut hitamku, Cas!!” tolak Leona keberatan.“Kau harus mengubahnya, Leona. Mark bisa mengenalimu nanti,” balas Cassie. Menurutnya mengubah warna rambut adalah bagian penting dari rencana. Leona harus tampil berbeda dan jauh dari image dirin
Sepasang mata biru kecil sedang memandang paras cantik yang masih tidur pulas. Senyuman tersungging di bibir tipis yang berwarna pink keunguan milik West. Tangannya menarik tubuh ramping itu ke depan, agar bisa merapatkan pelukan mereka.Sejak tadi malam, Leona selalu menempel. Katanya dengan begitu baru bisa tidur, karena terlalu banyak pikiran. Dia stres memikirkan persidangan hari ini.Jangan ditanyakan lagi bagaimana menderitanya West menahan diri selama berjam-jam. Haha!“Leona,” panggil West menepuk pelan lengannya, “kau harus bangun sekarang. Kita akan memasangkan silikon dan baju karet untuk tubuhmu.”“Ehmmm ….” gumam wanita itu dengan mata masih terpejam.“Bangun, Saya
Mobil berjenis van itu meluncur menuju pengadilan tempat sidang perceraian Leona dan Mark digelar. Wanita itu duduk dengan West di belakang, sedangkan Cassie dan Shaun di depan. Perjalanan diisi dengan berbagai percakapan seputar rencana yang akan mereka jalankan setelah sidang selesai.Leona menoleh ke bagian belakang van yang dibatasi kaca tebal. Di sana terlihat stelan blazer berwarna hitam bermerek dengan bahan kualitas terbaik. Pakaian itu akan dikenakan olehnya ketika bertemu dengan Mark nanti siang.“Kau yakin dia tidak akan mengenalku?” Entah berapa kali Leona mengajukan pertanyaan tersebut sejak tadi.“Yakin 100%. Dia tidak akan bisa mengenalimu nanti. Aku jamin.” West mengerling kepada Cassie. “Cassie sangat lihai untuk masalah make-u