Leona mengubah posisi menjadi duduk. Dia menatap lekat paras yang sudah tidak lagi muda itu. Berpisah selama sepuluh tahun membuat wanita paruh baya itu tampak begitu tua sekarang.
“Mommy kenapa jadi begini?” tanya Leona dengan pandangan masih mengitari paras ibunya.
“Begini apanya, Le?” Nyonya Parker malah mengajukan pertanyaan lagi.
“Dulu waktu aku membawa Mark ke sini, Mommy dan Daddy menolaknya mentah-mentah. Sekarang, kalian berdua memperlakukan West dengan berbeda.” Leona menegakkan tubuh sebelum berujar lagi. “Kenapa? Apakah karena West keturunan bangsawan juga?”
Nyonya Parker menggelengkan kepala dengan seulas senyum. “Aku sudah katakan sebelumnya, bukan? Feeling seorang ibu tidak pernah salah, Sayang. Saat kau membawa pria itu pertama kali ke rumah sebelas tahun yang lalu, aku sudah bisa melihat gelagat tidak baik darinya.”
Dia berhenti sebentar
Leona membuang napas lesu ketika berdiri di depan cermin. Gaun yang akan dikenakan ke pesta dansa nanti malam tidak cukup untuk tubuhnya yang masih berisi. Dia tampak frustasi karena tidak ada satupun gaun yang bisa dikenakan.“Sebaiknya aku tidak datang ke pesta nanti malam, Lou,” desahnya kehilangan semangat.Louisa menggeleng tegas. “Tidak bisa. Kau harus datang, Le! Cloe keponakanmu, bagaimana bisa kau tidak hadir?”Wanita bertubuh gemuk itu merentangkan kedua tangan. Netra abu-abunya melirik sekilas ke diri sendiri. “Kau tidak lihat ini?”“Aku sudah sarankan kau untuk membeli satu gaun waktu kita ke mall, tapi kau tidak mau.” Louisa berdecak pelan.“Untuk apa membeli pakaian yang akan dikenakan satu kali, Lou? Kau lupa kalau aku harus menurunkan berat badan lagi sampai menyentuh angka ideal!?”Tentu saja alasan sebenarnya bukan begitu. Dia bisa saja membeli satu, kemudian menge
Ballroom tempat diadakan pesta dansa menjelang pernikahan keponakan Leona mulai dipadati tamu undangan. Mereka yang diundang berasal dari keluarga bangsawan yang bermukim di daerah Outville. Beberapa di antaranya juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga Parker.Leona melangkah gugup setelah turun dari mobil yang dikemudikan West. Mereka memilih pergi berdua, karena kendaraan yang ditumpangi keluarga Parker sudah padat.“Kalian pergi saja berdua sana,” suruh Louisa satu jam yang lalu.“Benar. Nanti ketika pesta kalian juga akan bersama lagi,” timpal Lily mengerling usil kepada adiknya.Mereka berdua seolah sepakat menjodohkan Leona dengan West. Menurut Louisa dan Lilly, adiknya cocok dengan pria yang baru saja mereka kenal.“Kenapa berdiri di sana, Le?” tanya Nyonya Parker ketika melihat Leona bergeming di dekat pintu masuk ballroom.Wanita dengan tubuh berisi itu tersenyum
Leona menatap lama netra biru West, ketika tubuh terus bergerak ke kiri dan kanan mengikuti irama musik yang melambat. Rasa penasaran akan wanita yang dicintai pria itu sebentar lagi terjawab. Ketika sudah lelah berdansa, dia melingkarkan kedua tangan di balik pundak West. Mereka berdua saling beradu pandang untuk waktu yang lama.“Kau mau ke luar?” bisik West kemudian.Wanita itu mengangguk setuju.“Ayo ikut denganku,” ajak West menyeret tubuh Leona dengan gerakan dansa berputar lalu beranjak pelan menuju pintu keluar ballroom.Keduanya tertawa setelah berada di luar ballroom menyadari tingkah konyol yang baru saja dilakukan. Bayangkan, di saat semua orang masih larut dengan pesta, mereka malah melarikan diri.“Kau gila!” decak Leona dengan napas sesak oleh tawa.West mengangguk singkat sebelum menarik tangan Leona. “Kita akan melakukan hal yang lebih gila lagi di usia ini, Leona.&
Kening Leona mengernyit mendengar pernyataan yang dilontarkan West barusan. Bingung, itulah yang mampu menggambarkan isi hatinya sekarang.“Apa maksudmu?” tanya Leona mengubah posisi duduk, sehingga kakinya menyentuh pinggir bawah atap berbentuk kubah itu.West menelan ludah ketika baru sadar dengan apa yang dikatakannya. Rupanya dansa, langit bertabur bintang, kisah cinta Zeus dan Callisto, ditambah dengan ciuman membuat pria itu tak dapat lagi membendung perasaan yang selama ini tersimpan.“Aku mencintaimu, Leona,” ucap West tak bisa lagi mengelak.“Bukan itu maksudku. Tapi kalimat terakhir.” Leona mengamati wajah West secara detail. “Sejak kapan kau jatuh cinta kepadaku?”Pikiran Leona mulai ke mana-mana. Ada begitu banyak dugaan yang ada di pikiran sekarang. Apa mungkin perkiraannya benar?West menegakkan lagi tubuhnya. Dia kembali mengalihkan paras kepada Leona.“Aku sudah ja&
Leona memejamkan mata seraya menarik napas dalam. Aroma daun dan rumput yang lembab menyeruak ke hidungnya. Dia sangat menyukai suasana pedesaan seperti ini, dibanding hiruk pikuk kota bercampur polusi yang menyesakkan.“Kau bahagia sekali,” komentar West melihat wajah semringah Leona. Mereka baru saja tiba di rumah kayu, tempat wanita itu melakukan training untuk menurunkan berat badan.“Aku sangat suka tinggal di sini. Rasanya tidak ingin kembali ke kota,” sahut Leona masih tersenyum lebar.“Kita bisa tinggal di sini lagi setelah kau membalas perbuatan Mark.”“Kita?” Kening Leona mengernyit.“Ya. Kau lupa dengan janjimu tadi malam? Kita akan memulainya perlahan.”Leona berdecak sambil geleng-geleng kepala. “Apa kau sesenang itu?”“Lebih dari yang kau duga,” balas West menarik pinggang berisi Leona.Mereka kini berhadap-hadapan, sehing
West masih menunggu Leona naik ke atas kursi kayu yang ditidurinya. Namun wanita itu sepertinya enggan, khawatir khilaf lagi dan mengulangi kesalahan yang sama. Saat ini saja, jantung yang berada di dalam tubuh berisi itu berdebar dengan cepat.Pria itu akhirnya mengalah, lalu turun ke bawah. Dia duduk berhadapan dengan Leona di lantai berbahan kayu.“Sepertinya kita butuh kopi,” kata Leona seraya berdiri.“Tidak perlu.” West menggeleng.Leona tetap melangkah menuju dapur, bersiap membuatkan kopi panas. Dia mengembuskan napas yang sejak tadi tertahan. Kalian tahu apa penyebabnya? Oh, tentu saja karena malam, dingin dan penerangan minim. Ditambah dengan paras tampan West yang benar-benar menarik perhatian setiap kaum hawa.“West,” panggil Leona.“Ya?” Pria itu mendongakkan kepala agar bisa melihat Leona dengan baik.“Bolehkah kali ini aku minum cappuccino?” tanya Leona dengan
Leona memajukan wajah ke depan menunggu West melanjutkan perkataannya. Pria itu malah diam setelah mengucapkan kalimat yang menggantung.“Wanita itu apa?” tanya Leona tak sabar.Sejak tadi ia dibuat penasaran, kenapa West mengaitkan kisah mereka.“West?” panggil Leona menyentakkan West yang menatap nanar ke arah api unggun.“Ya?”“Wanita itu apa?” ulangnya lagi.Netra biru West mengitari paras Leona yang luar biasa dilanda keingintahuan. Bibir tipis itu sedikit terbuka, kemudian tertutup lagi.Sorot mata Leona sangat menuntut, sehingga West tidak bisa lagi menghindar sekarang. Sejenak pria itu dilanda keraguan, apakah harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak?Tangannya bergerak naik membelai wajah Leona yang sangat dicintai. Tidak ada yang berubah dengan perasaannya, walau paras itu tak lagi secantik dulu. Bagi West, Leona tetap wanita yang berarti di dalam hidupnya.&ld
Satu bulan kemudianLeona melihat gaun berukuran nol yang dibeli hampir tiga bulan yang lalu. Gaun berwarna tosca dan satu lagi berwarna maroon. Dia tertawa pelan menyadari West selalu membelikan warna baju serupa dengan gaun yang dikenakan saat pertama kali melihatnya di pesta dansa.Selama satu bulan ini, dia masih belum percaya kalau laki-laki lajang itu mencintainya sejak lama. Leona benar-benar tidak menyangka bisa mendapatkan cinta sebesar itu dari West, pria yang lamarannya ditolak dulu.“Aku harus kenakan yang mana?” gumamnya ragu memilih warna gaun yang akan dikenakan.Dia menggigit bibir bawah seraya mengarahkan telunjuk bergantian kepada dua gaun tersebut. Leona memejamkan mata dengan tangan terus bergerak ke kiri dan kanan. Ketika jari telunjuknya berhenti, kelopak netra abu-abu itu langsung terbuka. Pilihannya jatuh kepada gaun berwarna maroon.Leona menarik napas dalam-dalam, sebelum mengambil gaun itu. Di
Tujuh bulan kemudianLeona sedang duduk di sofa ruang tamu rumah yang telah ditempatinya satu tahun belakangan. Dia sedang menonton televisi yang menayangkan berita kriminal. Di sampingnya ada West yang juga ikut menyaksikan siaran udara tersebut.Hari ini sidang vonis atas kepemilikan narkotika yang dituduhkan kepada Mark digelar, sehingga mereka berdua menantikan bagaimana hasil dari sidang tersebut. Setelah itu, Mark akan melakukan sidang lainnya atas tuduhan penipuan yang pernah dilakukan kepada West. Ternyata begitu banyak skandal yang telah dilakukannya, sehingga tuntutan menjadi berlipat.“Apa kau yakin ingin menjual rumah itu, Sayang?” tanya West memecah keheningan seraya memainkan rambut hitam istrinya.Oya, sekarang mereka telah resmi menjadi suami istri yang sah di mata hukum. West langsung mengurus berkas pernikahan, setelah sidang putusan akhir perceraian Leona dan Mark. Kini ia telah memiliki wanita itu secara ut
Leona bangun di pagi hari dengan senyum merekah. Dia masih belum percaya bisa berhasil mengelabui Mark. Wanita itu berpikir orang yang akan menjadi mantan suaminya adalah pria yang pintar. Ternyata tidak, pria itu bisa ditipu oleh perempuan bernama Tatiana.“Sepertinya kau bahagia sekali,” gumam West dengan mata separuh terbuka.Leona menoleh ke kiri, melihat suaminya berusaha membuka mata. Kepala yang dihiasi rambut burgundy itu mengangguk cepat.“Kita berhasil, West!!” seru Leona mengulang lagi antusiasme yang sempat diperlihatkan tadi malam.“You did it, Honey,” puji West memberi kecupan di bibir istrinya.Kening yang berukuran ideal itu langsung mengernyit. Bau mulut West yang terendus barusan membuatnya kembali mual. Tangan Leona langsung menutup bibir sendiri. Wanita itu menyingkirkan selimut, tak peduli dengan tubuh yang tidak mengenakan sehelai benang pun.“Kau kenapa, Sayang?”
Malam hari menjelang sidang keduaLeona sedang duduk di dalam mobil mendengar pengarahan yang diberikan West kepadanya. Malam ini adalah misi terakhir yang harus dijalankan menjelang persidangan. Target yang ditetapkan harus tercapai sebelum sidang kedua.“Karena ini misi terakhir kita, pastikan kau tidak melakukan kesalahan seperti sebelumnya,” terang West ketika mereka berempat berembuk di dalam mobil van, tak jauh dari kediaman Mark.Leona mengangguk paham. Berhasil atau tidaknya dari rentetan penipuan yang telah dilakoni West beberapa tahun belakangan ini, ada pada misi terakhir.“Pastikan kau memasukkan obat ini ke dalam minumannya, Leona,” ujar Cassie menyerahkan satu butir pil kepada wanita itu.“Apa ini?” tanya Leona dengan kening berkerut.“Itu pil yang bisa membuatnya melayang ke langit ketujuh,” jelas wanita berambut pirang itu.“Maksudmu sejenis narkoti
Beberapa hari kemudianLeona memutar tubuh ke kiri dan kanan, memastikan penampilan sebagai Tatiana Clark sudah sempurna. Cassie baru saja selesai mengaplikasikan make-up khas Tatiana. Eyeliner bersayap di bagian sudut kelopak mata dan lipstik berwarna merah menyala.Kali ini ia mengenakan gaun berwarna maroon yang pernah dibelikan West untuknya. Leona sengaja datang menjelang pulang jam kerja, karena Mark akan mengajaknya langsung ke rumah. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.“Kau terlihat cantik sekali, Sayang,” puji West tiba-tiba memeluk Leona dari belakang.Wanita itu tersenyum melihat pantulan diri mereka di cermin. Beberapa hari belakangan ini suasana hatinya benar-benar membaik. Bayangkan dia telah melakukan dua aksi penipuan dengan target politisi kelas kakap.“Semua karena kerja kerasmu, Suamiku,” balas Leona masih tersenyum ringan.West menggelengkan kepala. “Se
Manik abu-abu milik Leona perlahan mengerjap, berusaha untuk terbuka. Samar tampak sosok pria sedang berbaring di samping seraya menatap dirinya.“Aku pasti rindu denganmu, West. Sehingga bermimpi kau ada di sini,” gumamnya dengan suara serak.Kelopak mata lebar itu kembali tertutup dengan senyum lebar. Mustahil jika West ada di sini, karena baru tiga jam yang lalu ayahnya menghubungi pria itu dan mengatakan Leona ada di Outville. Perjalanan dari Earth Ville menuju Outville memakan waktu setidaknya lima jam.“Sayangnya kau benar, Leona,” ucap suara bariton membuat senyum Leona semakin lebar.“Tidak mungkin. Rasanya tiga jam yang lalu Daddy menghubungi—” Kedua mata Leona langsung terbuka nyalang sebelum kalimat yang diucapkan selesai.“Astaga! Apa itu benar-benar dirimu, Sayang? Aku tidak bermimpi?” cicit Leona mengusap kedua mata, kemudian meraba pipi kiri West.Pria yang tidur d
Leona mengamati perubahan raut wajah ibunya. Seperti ada yang disimpan oleh wanita paruh baya itu. Dia memiringkan kepala mengejar mata Emilia.“Mom?” panggil Leona ketika belum mendapatkan jawaban darinya.Pandangan mata yang sudah tua itu meredup. “Jangan menyalahkan West atas apa yang terjadi, Le.”Meski tidak diutarakan, Emilia sudah tahu apa yang membuat putrinya pergi ke Outville seorang diri di malam hari. Apalagi jika bukan berpikiran West ingin membalas perbuatan Mark dengan memperalat Leona.Wanita berambut burgundy itu mengembuskan napas frustasi seraya mengusap keras kening sendiri. “Jangan menyalahkannya bagaimana, Mom? Sudah jelas dia menjadikanku sebagai alat untuk mendapatkan lagi harta yang telah ditipu. Dia yang menyarankanku untuk membalas perbuatan Mark.”“Dia datang ketika aku berada di jembatan, pura-pura menawarkan bantuan. Dan aku masuk ke dalam perangkapnya,”
Leona melihat koper besar yang dibawa dari rumah hampir empat bulan yang lalu. Pandangannya beralih ke arah foto dan kertas memo yang ada di tangan kiri. Dia menggigit kuku, sehingga membuat polesan cat di bagian ujung ibu jari terkikis. Berbagai dugaan muncul di pikiran saat ini.“West sengaja menjadikanku alat untuk mengambil lagi harta yang telah digelapkan oleh Mark,” duganya beberapa jam lalu.Dia berpikir bahwa West berkedok membantunya untuk membalaskan dendam, agar bisa mengambil lagi harta yang telah ditipu oleh Mark.“Ternyata West tidak benar-benar mencintaiku. Dia menyelidiki Mark dengan tujuan lain.” Pikiran negatif lain kembali muncul di pikiran wanita itu.Entah berapa kali ia melirik ke arah pintu masuk, tapi belum ada tanda-tanda West dan kedua rekannya muncul. Leona menarik napas singkat, kemudian meletakkan foto Mark dan kertas memo di atas meja. Setelahnya, ia berdiri dan bersiap untuk pergi dari sana.Le
West, Shaun dan Cassie terdiam mendengar pertanyaan Leona barusan. Mereka saling berpandangan satu sama lain beberapa saat. West kemudian memalingkan paras melihat istrinya.“Aku sudah berjanji untuk mengatakan semuanya padamu setelah menikah.” Dia menarik napas panjang sebelum kembali bersuara. “Baiklah, sekarang akan kuceritakan yang sebenarnya.”Cassie dan Shaun menundukkan kepala sebelum West mengatakan apa yang terjadi selama tiga belas tahun ini.“Setelah kau pergi dari rumah, Ibumu menghubungiku. Dia sangat mencemaskan keadaanmu, karena berada jauh darinya.” Pria itu mengubah posisi duduk menghadap Leona.Leona mengamati ekspresi suaminya ketika bercerita. Tampak kesedihan dari caranya memandang.“Emilia berpikir hanya aku yang bisa melindungimu. Dia memintaku untuk mencarikan orang yang bisa mengawasimu, Leona,” sambung West kemudian.“Kau melakukannya?” desis Leona tak perc
West meniup punggung tangan kanan Leona yang memerah, karena digosok terlalu keras dalam waktu yang lama di bawah air. Dia mengoleskan obat merah, kemudian membalutkan perban. Setelahnya pandangan netra biru kecil itu beranjak naik ke wajah cantik istrinya.“Kau tidak perlu melakukan ini, Sayang. Lihatlah kau melukai dirimu sendiri,” ujar West lembut. Tangannya meraih pipi tirus Leona, lalu mengusapnya lembut.“Aku hanya ingin menghilangkan bekas bibirnya di sini, West,” sahut Leona dengan kening mengernyit.“Sssttt … jangan menangis lagi,” hibur West menyeka bulir bening yang siap turun di sudut mata abu-abu milik Leona.Mereka berdua sudah berada lagi di rumah, sehingga tidak ada lagi pernak-pernik yang dikenakan ketika menyamar. Sepanjang perjalanan Leona lebih banyak diam. Dia merenung dan memikirkan apakah akan terus melanjutkan semua ini atau berhenti.Andai saja West tidak mengeluarkan uang yang ban