Leona menggelengkan kepala sambil memejamkan mata sebentar. Langkah kakinya terus bergerak menuju dapur. Tangan meraba dada kiri yang masih berdebar sejak ia memeluk West tadi.
“Sepertinya aku terlalu senang, sehingga jantung ini jadi tidak beraturan,” racaunya pada diri sendiri.
Senyum kembali terurai di wajah yang sudah tidak chubby lagi. Kedua tangan Leona berpindah naik ke pipinya. Dia menepuknya pelan masih belum percaya dengan berat badan yang turun mencapai angka lima belas kilogram.
“Kau harus tetap semangat, Leona. Sedikit lagi,” katanya menyemangati diri, “aku sudah tidak sabar menanti saatnya tiba.”
Leona mengambil adonan roti yang telah disediakannya tadi malam dari lemari yang menggantung di dapur. Ternyata sudah mengembang dan tinggal dipanggang. Dia mengeluarkan satu kepal adonan, kemudian meninjunya keras-keras.
“Aku akan menghajarmu, Mark,” gerutunya seolah menghajar wajah sa
Leona tercenung mendengar cerita cinta West yang ternyata di luar dugaan. Dia berpikir pria itu tidak menyukai wanita, tapi pikirannya ternyata salah besar. Lelaki yang ia kenal satu bulan lebih tersebut mencintai seseorang secara sepihak.Di saat dirinya berpikir, lelaki di dunia ini brengsek dan tukang selingkuh, West berhasil membuktikan kesetiaan. West masih mencintai wanita itu meski tidak bisa memilikinya.“Apakah wanita itu sudah menikah sekarang?” Pertanyaan lain diajukan lagi oleh Leona.Dia menoleh kepada Cassie yang nyaris menumpahkan minuman karena tersedak. Leona segera meraih tisu dan menyerahkannya kepada wanita berambut pirang tersebut.Bahu yang berukuran ideal milik Cassie terangkat sebentar ke atas. “Entahlah. Shaun tidak menceritakannya kepadaku. Yang jelas wanita itu sudah melakukan kesalahan besar, karena telah menolak pria sebaik Bos.”Leona mengangguk membenarkan perkataan rekan kerja West ini. Satu b
West berdiri di depan pintu kamar yang kini terbuka lebar. Pria itu memegang bantal dan selimut dengan kedua tangan. Pandangannya tampak sayu mengitari paras Leona. Jantungnya bertalu-talu melihat wanita itu. Suasana mendadak menjadi syahdu, karena penerangan yang minim. Ada apa dengan mereka berdua? Padahal sebelumnya biasa-biasa saja selama satu bulan ini tidur satu kamar. (Beuh ini nggak penting. Abaikan haha) “I can’t sleep without you, Leona,” lirih West masih menatap lekat wanita itu. Leona menarik napas yang terasa berat karena ada perasaan aneh di dalam hati. Dia berusaha tersenyum, tapi tidak bisa. “Boleh aku tidur di sini lagi?” tanya West hati-hati. Wanita itu menelan ludah mendengar pertanyaan yang diajukan West. Kepalanya perlahan mengangguk. “Thank you,” ucap lelaki itu kemudian melangkah memasuki kamar. “Kau mau ke mana?” West kembali bertanya setelah meletakkan bantal dan selimut. “Aku?
Sepasang manik hitam dikelilingi warna biru terlihat saat kelopak mulai terangkat. Senyum terurai di parasnya melihat wajah cantik yang masih terlelap. West tak pernah menyangka akan melewati malam yang menggairahkan dengan Leona.Jari-jari West perlahan bergerak menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian kening Leona. Dia membelai lembut pinggir pipi yang mulai mengecil, tidak lagi se-chubby dulu. Ah, wanita itu mulai memperlihatkan seperempat dari kecantikan yang ia miliki.Kilat bayangan pertemuan West dengan perempuan yang berhasil mencuri hatinya tiga belas tahun silam, kembali melintas di pikiran. Perasaannya kembali meluap ketika mengingat pertemuan pertama dengan gadis itu.Perasaan itu muncul lagi, bisik West dalam hati.Kepala pria itu bergerak maju mendekati wajah Leona. Sebuah kecupan diberikan di kening beberapa detik. Ketika ingin melabuhkan ciuman di bibirnya, Leona mulai bergerak pelan. Tubuhnya menggeliat di bawah selim
Leona mendongakkan kepala sehingga tatapannya bertemu dengan mata biru milik West. Dia tersenyum kecut.“Jangan bercanda, West. Tidak lucu,” katanya melonggarkan pelukan.West meraih kedua tangan Leona, kemudian mengusap punggungnya dengan ibu jari. Kepalanya menggeleng pelan ketika dia menatap lurus wanita itu.“Apa aku terlihat sedang bercanda?”Wanita itu menelan ludah mendengar perkataan West. Matanya berkedip cepat, lalu bergerak ke tempat lain.“Aku ini wanita yang masih berstatus sebagai istri orang lain,” desisnya memutar balik tubuh menghadap meja dapur.“Aku bisa menunggu sampai kau resmi bercerai.”Leona mendesah pelan. “Aku tidak ingin dijadikan pelarian dan tidak ingin menjadikanmu sebagai pelarian,” tanggapnya mengulangi lagi perkataan sebelumnya.West maju selangkah, sehingga berada tepat di belakang Leona. Dia menumpu kedua tangan di pinggir meja, kemud
Leona menatap lurus ke depan dengan bibir mengerucut. Pertanyaan yang diajukan dua jam lalu tidak mendapatkan jawaban dari West.“Kau akan mendapatkan jawabannya setelah tiba di tempat tujuan nanti.”Hanya itu yang dikatakan West sebelumnya. Alhasil, Leona harus bersabar menanti mereka tiba di tempat yang dimaksudkan oleh pria itu.“Kau mau ini?” tanya Leona menyerahkan roti gandum yang dibawa dari rumah.West melihat sekilas, lantas menggeleng. “Aku sedang mengemudi, jadi tidak bisa makan. Apalagi setelah ini tanjakan dan tikungan.”Leona menarik napas singkat sebelum membuka plastik pembungkus. Dia menyobek roti tersebut, kemudian mendekatkannya ke mulut West.“Buka mulutmu. Kau pasti lapar.”Senyuman terukir di paras pria itu sebelum membuka mulut, agar bisa menampung sobekan roti. Dia mengunyah dengan cepat. Suapan lain diberikan lagi oleh Leona sampai roti tersebut habis.&ld
Leona tak menyangka West memiliki kisah yang menyedihkan seperti itu. Bayangkan, sang Ayah meninggal ketika beradu argumen dengan dirinya. Kemudian Ibunya meninggal ketika usaha yang dikelola West harus gulung tikar, setelah ditipu oleh seseorang. Ditambah lagi dengan kisah cinta yang tak kalah menyesakkan.“Kau masih belum menjawab pertanyaanku tadi, West.” Leona bersuara ketika mereka melangkah menuju mobil.“Pertanyaan yang mana?” Pria itu menoleh sekilas sebelum membuka pintu mobil.“Wanita yang kau cintai.” Leona benar-benar penasaran dengan perempuan itu. Apakah yang terjadi tadi malam memberi kesan berarti pada dirinya?West membuka pintu mobil, tanpa menjawab pertanyaan wanita itu. “Masuk dulu.”Leona menarik napas panjang sebelum duduk di kursi penumpang.“Kau harus menceritakannya, West,” desak Leona saat pria itu duduk di kursi kemudi.West berdecak sambil tertawa.
Napas keluar memburu dari hidung dan bibir Leona bersamaan. Darah seakan mendidih melihat kehadiran Mark di rumah keluarganya. Sejak menikah, pria itu tidak pernah berkunjung ke sini. Untuk apa kali ini ia mendatangi kedua orang tua Leona?“West.” Pegangan tangan Leona mengetat. Wajahnya tampak tegang sekarang.“Jangan khawatir, Leona. Pria itu tidak akan bisa memfitnahmu di depan keluargamu,” tanggap West mengawasi gerak-gerik mobil jenis sedan berwarna hitam itu.“Apa maksudmu?”West melepaskan genggaman tangan Leona, kemudian memintanya untuk tetap berada di dalam mobil.“Aku akan temui pria itu,” kata West membelai lembut pinggir kepala Leona.Tanpa menunggu jawaban dari Leona, pria itu segera turun dari mobil. Dia berjalan tanpa ragu mendekati pria yang baru saja keluar dari mobil porsche.Leona kembali mendongakkan kepala agar bisa melihat kedua pria tersebut. Perasaannya semakin t
Leona tersenyum lega setelah kedua orang tuanya menerima kembali kehadiran dirinya di rumah. Dia tak pernah menyangka disambut dengan tangan terbuka. Mata abu-abu itu sejak tadi memancarkan kebahagiaan.“Kau itu terlalu overthinking, Leona,” komentar West ketika mereka duduk di taman belakang rumah.Tilikan netra abu-abu yang menatap kagum hamparan hijau pekarangan kediaman keluarga Parker, beralih kepada West.“Bagaimana kau bisa mengambil hati kedua orang tuaku?” Leona menyipitkan mata. “Mereka tidak pernah seramah ini dengan orang asing.”West tertawa lalu mengulurkan tangan di sandaran bangku taman. Jari-jarinya bermain dengan rambut hitam lurus Leona.“Kau lupa lagi kalau aku ini penipu andal, Leona.” West memandang lekat wajah Leona dari samping. “Mungkin mereka berterima kasih karena merasa aku telah menjagamu.”Bibir Leona melengkung ke bawah saat kepala mengangguk
Tujuh bulan kemudianLeona sedang duduk di sofa ruang tamu rumah yang telah ditempatinya satu tahun belakangan. Dia sedang menonton televisi yang menayangkan berita kriminal. Di sampingnya ada West yang juga ikut menyaksikan siaran udara tersebut.Hari ini sidang vonis atas kepemilikan narkotika yang dituduhkan kepada Mark digelar, sehingga mereka berdua menantikan bagaimana hasil dari sidang tersebut. Setelah itu, Mark akan melakukan sidang lainnya atas tuduhan penipuan yang pernah dilakukan kepada West. Ternyata begitu banyak skandal yang telah dilakukannya, sehingga tuntutan menjadi berlipat.“Apa kau yakin ingin menjual rumah itu, Sayang?” tanya West memecah keheningan seraya memainkan rambut hitam istrinya.Oya, sekarang mereka telah resmi menjadi suami istri yang sah di mata hukum. West langsung mengurus berkas pernikahan, setelah sidang putusan akhir perceraian Leona dan Mark. Kini ia telah memiliki wanita itu secara ut
Leona bangun di pagi hari dengan senyum merekah. Dia masih belum percaya bisa berhasil mengelabui Mark. Wanita itu berpikir orang yang akan menjadi mantan suaminya adalah pria yang pintar. Ternyata tidak, pria itu bisa ditipu oleh perempuan bernama Tatiana.“Sepertinya kau bahagia sekali,” gumam West dengan mata separuh terbuka.Leona menoleh ke kiri, melihat suaminya berusaha membuka mata. Kepala yang dihiasi rambut burgundy itu mengangguk cepat.“Kita berhasil, West!!” seru Leona mengulang lagi antusiasme yang sempat diperlihatkan tadi malam.“You did it, Honey,” puji West memberi kecupan di bibir istrinya.Kening yang berukuran ideal itu langsung mengernyit. Bau mulut West yang terendus barusan membuatnya kembali mual. Tangan Leona langsung menutup bibir sendiri. Wanita itu menyingkirkan selimut, tak peduli dengan tubuh yang tidak mengenakan sehelai benang pun.“Kau kenapa, Sayang?”
Malam hari menjelang sidang keduaLeona sedang duduk di dalam mobil mendengar pengarahan yang diberikan West kepadanya. Malam ini adalah misi terakhir yang harus dijalankan menjelang persidangan. Target yang ditetapkan harus tercapai sebelum sidang kedua.“Karena ini misi terakhir kita, pastikan kau tidak melakukan kesalahan seperti sebelumnya,” terang West ketika mereka berempat berembuk di dalam mobil van, tak jauh dari kediaman Mark.Leona mengangguk paham. Berhasil atau tidaknya dari rentetan penipuan yang telah dilakoni West beberapa tahun belakangan ini, ada pada misi terakhir.“Pastikan kau memasukkan obat ini ke dalam minumannya, Leona,” ujar Cassie menyerahkan satu butir pil kepada wanita itu.“Apa ini?” tanya Leona dengan kening berkerut.“Itu pil yang bisa membuatnya melayang ke langit ketujuh,” jelas wanita berambut pirang itu.“Maksudmu sejenis narkoti
Beberapa hari kemudianLeona memutar tubuh ke kiri dan kanan, memastikan penampilan sebagai Tatiana Clark sudah sempurna. Cassie baru saja selesai mengaplikasikan make-up khas Tatiana. Eyeliner bersayap di bagian sudut kelopak mata dan lipstik berwarna merah menyala.Kali ini ia mengenakan gaun berwarna maroon yang pernah dibelikan West untuknya. Leona sengaja datang menjelang pulang jam kerja, karena Mark akan mengajaknya langsung ke rumah. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.“Kau terlihat cantik sekali, Sayang,” puji West tiba-tiba memeluk Leona dari belakang.Wanita itu tersenyum melihat pantulan diri mereka di cermin. Beberapa hari belakangan ini suasana hatinya benar-benar membaik. Bayangkan dia telah melakukan dua aksi penipuan dengan target politisi kelas kakap.“Semua karena kerja kerasmu, Suamiku,” balas Leona masih tersenyum ringan.West menggelengkan kepala. “Se
Manik abu-abu milik Leona perlahan mengerjap, berusaha untuk terbuka. Samar tampak sosok pria sedang berbaring di samping seraya menatap dirinya.“Aku pasti rindu denganmu, West. Sehingga bermimpi kau ada di sini,” gumamnya dengan suara serak.Kelopak mata lebar itu kembali tertutup dengan senyum lebar. Mustahil jika West ada di sini, karena baru tiga jam yang lalu ayahnya menghubungi pria itu dan mengatakan Leona ada di Outville. Perjalanan dari Earth Ville menuju Outville memakan waktu setidaknya lima jam.“Sayangnya kau benar, Leona,” ucap suara bariton membuat senyum Leona semakin lebar.“Tidak mungkin. Rasanya tiga jam yang lalu Daddy menghubungi—” Kedua mata Leona langsung terbuka nyalang sebelum kalimat yang diucapkan selesai.“Astaga! Apa itu benar-benar dirimu, Sayang? Aku tidak bermimpi?” cicit Leona mengusap kedua mata, kemudian meraba pipi kiri West.Pria yang tidur d
Leona mengamati perubahan raut wajah ibunya. Seperti ada yang disimpan oleh wanita paruh baya itu. Dia memiringkan kepala mengejar mata Emilia.“Mom?” panggil Leona ketika belum mendapatkan jawaban darinya.Pandangan mata yang sudah tua itu meredup. “Jangan menyalahkan West atas apa yang terjadi, Le.”Meski tidak diutarakan, Emilia sudah tahu apa yang membuat putrinya pergi ke Outville seorang diri di malam hari. Apalagi jika bukan berpikiran West ingin membalas perbuatan Mark dengan memperalat Leona.Wanita berambut burgundy itu mengembuskan napas frustasi seraya mengusap keras kening sendiri. “Jangan menyalahkannya bagaimana, Mom? Sudah jelas dia menjadikanku sebagai alat untuk mendapatkan lagi harta yang telah ditipu. Dia yang menyarankanku untuk membalas perbuatan Mark.”“Dia datang ketika aku berada di jembatan, pura-pura menawarkan bantuan. Dan aku masuk ke dalam perangkapnya,”
Leona melihat koper besar yang dibawa dari rumah hampir empat bulan yang lalu. Pandangannya beralih ke arah foto dan kertas memo yang ada di tangan kiri. Dia menggigit kuku, sehingga membuat polesan cat di bagian ujung ibu jari terkikis. Berbagai dugaan muncul di pikiran saat ini.“West sengaja menjadikanku alat untuk mengambil lagi harta yang telah digelapkan oleh Mark,” duganya beberapa jam lalu.Dia berpikir bahwa West berkedok membantunya untuk membalaskan dendam, agar bisa mengambil lagi harta yang telah ditipu oleh Mark.“Ternyata West tidak benar-benar mencintaiku. Dia menyelidiki Mark dengan tujuan lain.” Pikiran negatif lain kembali muncul di pikiran wanita itu.Entah berapa kali ia melirik ke arah pintu masuk, tapi belum ada tanda-tanda West dan kedua rekannya muncul. Leona menarik napas singkat, kemudian meletakkan foto Mark dan kertas memo di atas meja. Setelahnya, ia berdiri dan bersiap untuk pergi dari sana.Le
West, Shaun dan Cassie terdiam mendengar pertanyaan Leona barusan. Mereka saling berpandangan satu sama lain beberapa saat. West kemudian memalingkan paras melihat istrinya.“Aku sudah berjanji untuk mengatakan semuanya padamu setelah menikah.” Dia menarik napas panjang sebelum kembali bersuara. “Baiklah, sekarang akan kuceritakan yang sebenarnya.”Cassie dan Shaun menundukkan kepala sebelum West mengatakan apa yang terjadi selama tiga belas tahun ini.“Setelah kau pergi dari rumah, Ibumu menghubungiku. Dia sangat mencemaskan keadaanmu, karena berada jauh darinya.” Pria itu mengubah posisi duduk menghadap Leona.Leona mengamati ekspresi suaminya ketika bercerita. Tampak kesedihan dari caranya memandang.“Emilia berpikir hanya aku yang bisa melindungimu. Dia memintaku untuk mencarikan orang yang bisa mengawasimu, Leona,” sambung West kemudian.“Kau melakukannya?” desis Leona tak perc
West meniup punggung tangan kanan Leona yang memerah, karena digosok terlalu keras dalam waktu yang lama di bawah air. Dia mengoleskan obat merah, kemudian membalutkan perban. Setelahnya pandangan netra biru kecil itu beranjak naik ke wajah cantik istrinya.“Kau tidak perlu melakukan ini, Sayang. Lihatlah kau melukai dirimu sendiri,” ujar West lembut. Tangannya meraih pipi tirus Leona, lalu mengusapnya lembut.“Aku hanya ingin menghilangkan bekas bibirnya di sini, West,” sahut Leona dengan kening mengernyit.“Sssttt … jangan menangis lagi,” hibur West menyeka bulir bening yang siap turun di sudut mata abu-abu milik Leona.Mereka berdua sudah berada lagi di rumah, sehingga tidak ada lagi pernak-pernik yang dikenakan ketika menyamar. Sepanjang perjalanan Leona lebih banyak diam. Dia merenung dan memikirkan apakah akan terus melanjutkan semua ini atau berhenti.Andai saja West tidak mengeluarkan uang yang ban