Bab 12“Rey ... Rey ....” Risma menangis, tangannya gemetar melihat begitu banyak darah.“Tolong, siapa saja tolong bantu aku membawanya ke rumah sakit.” Risma melihat sekeliling, lalu dari arah belakangnya seseorang mendekat.“Aku akan membantumu, Mbak!” ucap Lita, dan Imran—suaminya—segera memapah Rey untuk membawanya ke rumah sakit.Sesampai di rumah sakit tindakan langsung dilakukan. Risma sempat mengambil gawai Rey di mobil, hendak menghubungi Nyonya Riana, Ibunya Rey.“Halo, Rey,” ucap Riana di seberang“Ini Risma, Nyonya. Tuan Rey masuk rumah sakit, jadi korban penusukan.” Risma mengadu sambil menangis.“Apa?! Rumah sakit mana? Aku kesana sekarang!”Risma memutuskan panggilan setelah memberi tahu rumah sakitnya. Tak berapa lama Nyonya Riana datang dan duduk disampingnya. Sekilas Risma menceritakan semua yang terjadi. Dan seperti yang ia duga, Nyonya Risma tak bisa memaafkannya.“Jadi ini semua gara-gara kamu?! Ku kira wanita mana yang membuatnya sampai terbang ke sini. Jadi kam
“Dia adalah Aida, asisten pribadiku, dulunya. Sekarang aku tugaskan dia untuk menemanimu, Risma.” Nyonya Riana memperkenalkan wanita itu kepadaku.“Tapi kenapa, Nyonya? Saya bukan pengusaha ataupun orang penting yang harus didampingi asisten pribadi. Maaf, saya menolaknya, Nyonya.”“Kau tak usah menganggapnya asisten, jadikan dia temanmu, Risma. Dia akan membantumu membalas keluarga suamimu itu.” Rey menimpali.“Kamu dan Rey bukan muhrim, dan kamu masih bersuami, tak baik selalu kelihatan bersama. Jadi, lebih baik kau bersama Aida saja,” ujar Nyonya Riana.“Sudahlah, kau menurut saja, semua sudah kuatur. Kau turuti saja semua rencana ini,” kata Rey meyakinkan Risma.“Mulai besok Aida akan tinggal di bersamamu, ujarnya kemudian.Risma menghela napas. “Baiklah, Tuan.”“Oke, Risma. Aku manggil nama aja ya? Kayaknya kita seumuran. Kita pergi sekarang.” Aida menarik tangan Risma.“Sebentar, aku pamit dulu. Tuan Rey, Nyonya Riana, saya permisi dulu.” Risma sedikit membungkukkan badannya.Ia
Azan berkumandang, aku segera bangun dan melakukan kewajiban sebagai umat muslim, berserah diri kepada Tuhan atas apa yang akan terjadi selanjutnya.Aku kebawah hendak memasak sarapan, tapi ternyata di dapur sudah ramai, para asisten rumah tangga tampak sibuk di tugasnya masing-masing.Aku kembali keatas, hendak mandi dan mempersiapkan diri. Di pintu lemari sudah digantung pakaian yang akan kupakai hari ini, aku tersenyum, biasanya aku yang melakukan pekerjaan itu, menyiapkan baju dan perlengkapan Rey sebelum kerja, tapi sekarang aku yang dilayani. Memang roda kehidupan akan berputar.“Risma, sudah belum? Ayo sarapan dulu, kita harus segera berangkat kerumah mertuamu.” Terdengar suara Aida di depan pintu.“Iya, sebentar lagi selesei.” Teriakku dari dalam kamar.Aku mengambil gawaiku dan menghubungi Ibu, memberitahunya bahwa akan ada yang menjemput kepulangan Arif dan tak usah kuatir masalah biaya karena sudah dibayar lunas.Arif dan Ririn akhirnya boleh pulang. Ya, Ririn juga boleh pu
Bab 15“Risma ... sayang.” Tiba-tiba Mas Rido memegang tanganku.Aku menghempaskannya kasar. Tidak sudi dipegang oleh tangannya.“Aku masih suamimu, kamu pasti tak akan membiarkanku tidur di jalan kan? Bukannya dulu kamu bilang susah senang kita sama-sama? Sekarang aku baru kesusahan ayo kita berjuang bersama, biarkan aku dan Mala tinggal di rumahmu, ya?” Mas Rido mengatakan permintaan yang sungguh tidak masuk akal.“Aku tidak sudi! Aku beri waktu sampai besok untuk meninggalkan rumah ini. Terserah kalian mau kemana.” Aku berlalu pergi.“Risma, bagaimana keadaan Arif dan Ririn?” Mas Rido berteriak.Aku berhenti.“Yang jelas mereka lebih bahagia tinggal bersamaku,” ucapku tanpa menoleh kebelakang, lalu masuk ke dalam mobil. Di sana Aida sudah menungguku.“Sudah?” tanya Aida.Aku mengangguk.“Mau langsung pulang?” tanyanya kemudian.“Kita kerumah sakit dulu, aku ingin menjenguk Rey.”Aida langsung pamit begitu mengantarku ke rumah sakit. Ia bilang ada urusan mendadak.Aku segera menuju
Bab 16Sepeninggal Risma, Rido dan Mala berdebat masalah tempat tinggal. Rido meminta Mala agar mengizinkan dia dan Ibunya tinggal di rumah Mala yang lama.“Tolonglah, Sayang. Izinkan aku dan Ibuku tinggal di rumahmu, apa kamu tega kalau Ibuku tinggal di pinggir jalan?” Rido berusaha membujuk Mala.“Mas, Ibumu itu cerewet, aku nggak bakalan betah tinggal satu rumah dengan Ibumu, kalau sementara sih nggak papa, tapi kalau selamanya ikut kita, aku tak akan setuju!” Mala tetap nggak mau kalah.“Seenaknya kamu bilang aku ini cerewet, kamu ini menantu pembawa si*l, gara-gara kamu Risma jadi membenci Rido, dan aku tidak mendapat jatah uang lagi!” Bu Nining ikut tersulut emosi.“Ibu udah pikun, ya? Dulu siapa yang awalnya berusaha deketin aku sama Mas Rido? Siapa yang bilang pengin punya menantu cantik dan bisa nyanyi dangdut? Kenapa sekarang nyalahin aku?” sungut Mala.“Sudahlah kalian berdua, sekarang kita mau tinggal dimana? Rumah sudah dijaga oleh pengawal rentenir itu, kita nggak bisa m
Bab 17“Kau ....?” ucap mereka bersamaanMala menabrak Bu Riana.Plak!“Akhirnya aku bisa menamparmu, Pelak*r!” Bu Riana tiba-tiba langsung menampar Mala.Mala hanya terdiam. Mukanya pucat pasi. Cemas dan malu menjadi perhatian banyak orang. Dia tak menyangka kalau ini adalah rumah milik keluarga Sasongko.“Ada apa ini? Kenapa anda menampar istri saya?” Rido datang dan berdiri di depan Mala, menghadap Bu Riana.“Siapa kamu?” Bu Riana bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan Rido.“Dia suami saya yang akan menjadi mantan karena sudah menikah lagi, Nyonya.” Risma datang dan menjawab pertanyaannya.“Oh, jadi kamu tetap jadi pelak*r ya! Kamu tahu, Risma? Dulu jal*ng ini jadi pembantu di rumah adikku kemudian merayunya, membuat istrinya salah paham dan bertengkar. Untung adikku bisa membuktikan kalau jal*ng ini yg kegatelan, dia memasukkan obat perangs*ng di kopi Wira—adiknya— dan merayunya di tempat tidur. Untung belum terjadi hal itu istrinya mengetahuinya. Akhirnya dia dipecat dan enta
Bab 18Rey ingin mengejarnya tapi perempuan itu masih memeluknya dengan erat.**“Lepaskan, Jane. Aku risih.” Rey berusaha melepas pelukan Jane.“Nggak mau, aku masih kangen. Kenapa kamu nggak bilang kalau balik lagi ke Indonesia? Kamu tahu? Dulu saat kamu memutuskan untuk ke US aku ingin menyusulmu ke sana tapi papa sama mama nggak mengizinkan.” Jane tetap memeluk Rey.Akhirnya dengan sedikit kasar, Rey berhasil menyingkirkan tangan Jane di perutnya.“Darimana kamu tahu aku di sini?” tanya Rey curiga.“Dari ART-mu di rumah. Aku tadi main ke sana, nyariin tante, tapi mereka bilang tante kesini, kamu baru keluar dari rumah sakit ya? Sakit apa?” cerca Jane.“Bukan urusanmu! Aku mau pergi dulu. Kamu di sini saja sama Ibuku.” Rey berjalan cepat mencari Risma.“Iya, Jane. Kamu di sini aja ya bareng tante?” pinta Bu Riana.“Nggak mau, Tante. Aku mau ikut Rey, biar semua tahu kalau aku dan Rey sudah bertunangan.Pyar! Terdengar suara gelas pecah.“Maaf, tanganku licin.” Risma mengambil peca
Bab 19Arif berlari ke arah Risma dan bersembunyi di belakangnya.**Aku tertawa terbahak-bahak melihat kondisi Ibu yang memprihatinkan. Gimana tidak? Air yang dipakai menyiram sepertinya adalah air bekas buangan makanan saat cuci piring, jadi ada mie yang nyangkut, ada sayuran yang nyangkut bahkan ada secuil daging yang nyasar di rambut Ibu yang disasak tinggi.Tidak hanya aku, tetapi yang lain yang masih ada di situ pun ikut menertawai Ibu mertuaku. Arif sudah kusuruh masuk ke kamar agar tidak menjadi sasaran kemarahan Ibu mertuaku.“Mana anak sial*n itu? Akan kubun*h dia karena mempermalukanku.” Bu Nining benar-benar emosi karena ulah anakku.“Sembarangan kalau ngomong! Anak yang kau umpat itu adalah cucumu sendiri. Tega bener Ibu mau membunuh cucumu sendiri! Sudah nggak usah nyari Arif, Ibu sebaiknya pulang sekarang! Badan ibu bau banget!” aku pura-pura menutup hidungku.“Mana bisa aku pulang dalam keadaan seperti ini! Pokoknya aku mau menginap di sini. Titik.” Ibu mertua malah d
Bab 30 PoV MalaAku benci anak-anak. Mereka berisik, pengganggu dan bikin emosiku naik. Kalau bukan karena duitnya, aku juga nggak mau dinikahin lelaki seperti Mas Rido. Apalagi ditambah kedua anaknya. Selalu bikin emosi. Mereka anak yang nakal, selalu membantah saat kusuruh, makanya aku memberitahu Mas Rido agar mendidik dengan kekerasan biar mereka jadi anak yang penurut.Selama ini baik-baik saja, aku pun nggak perlu mengeluarkan uangku karena membayar sekolah mereka, justru aku mengajari mereka mencari uang dengan mengamen di jalan. Bukannya aku Ibu tiri yang baik?Tapi entah darimana si Risma, istri pertama dari Mas Rido tahu tentang pernikahanku dan Mas Rido. Si*lnya dia pulang dan mengambil semua harta yang telah diberikan kepada Mas Rido, bahkan perhiasan yang telah kukumpulkan pun diambilnya juga. Puncaknya saat rumah itu dirobohkan. Harusnya sertifikat itu diganti atas namaku biar dia gak bisa macam-macam.Rumah Mas Rido sudah dirobohkan, rumah mertua yang cerewet itu sudah
Bab 29Risma masih duduk di cafe itu sendirian. Menikmati segelas kopi susu hangat. Dia tersenyum. Akhirnya mereka akan mendapat balasan atas perbuatan mereka.Risma mengambil gawai dan menghubungi seseorang.“Halo, Lit. Lagi sibuk nggak?”“Enggak, lagi nyantai aja di rumah, gimana?” ucap Lita dari seberang telepon.“Bisa bertemu sekarang? Aku di rich cafe.”“siap! Otewe!”“Oke. Kutunggu.”Risma memesan minuman dan camilan untuk Lita. Tak lama kemudian, Lita pun datang karena memang letak cafe itu tak jauh dari rumahnya.“Mbak Risma, tumben ngajak ketemu, Mbak!” Begitu tiba, Lita langsung duduk di depan Risma.“Iya, Lit. Aku mau nanya soal yang aku minta tolong dulu.” Risma mendekatkan minuman dan makanan ke depan Lita.Lita tersenyum. “Makasih. Iya, Mbak. Aku sudah nyari tetanga-tetangga yang mau jadi saksi atas kekejaman Rido dan keluarganya, ada tiga orang. Dua wanita dan satu pria.”“Wah, makasih banget, Lit. Mereka melihat langsung atau gimana?” Risma antusias.“Wanita pertama Bu
Bab 28“Hei! Bangun kalian! Dasar gelandangan! Pergi dari depan tokoku! Bikin rusak pemandangan aja, jangan tidur di sini nanti pembeliku pada kabur.” Rido dan Mala yang masih tidur dibangunkan oleh pemilik toko itu.Rido kaget, mendadak pusing dibangunkan secara kasar.“Yang sopan dong, Pak. Masa numpang tidur semalam aja kayak gitu! Aku bukan gelandangan. Semalam hujan jadi numpang neduh aja!” Rido tak terima dikatai gelandangam oleh pemilik toko.“Terserah apa katamu. Pergi dari sini! Aku mau buka toko.” Usir pemilik itu lagi.“Mala, bangun yuk, kita cari pom bensin buat numpang mandi.” Rido membangunkan Mala yang masih lelap tidur.“Iya, Mas.” Mala mengucek mata dan merapikan rambutnya.“Di depan sana ada pom, kita mandi lalu ke kantor polisi buat ngelaporin adiknya si Risma. Kita tuntut biar dapat uang ganti rugi,” ucap Rido sambil membereskan baju yang dipakai sebagai alas tidur.“Aku nggak mau dan nggak setuju, Mas! Tuntut aja langsung nggak usah lewat polisi, ngapain sih!” Mal
“Apa?! Lalu gimana? Dia mengizinkan kita di sana kan, Mas? Nanti kalau tinggal di sana lama kelamaan kita bisa menguasai rumah itu. Kamu nggak perlu kerja kita udah kaya raya, Mas!”**“Mauku juga gitu, kita tinggal di sana enak, nggak usah kerja. Risma itu sebenarnya bod*h, pasti dia mengizinkan kita tinggal di sana.” Rido yakin mereka akan bisa tinggal di rumah Risma.Saat ini Risma sedang bersiap mengantarkan kedua anaknya ke pondok, semua keluarga Risma ikut berangkat, Aida dan Rey pun turut serta. Risma memutuskan untuk melupakan saja permasalahan dengan Rey kemarin, toh juga mereka tidak ada hubungan apa-apa.Arif dan Ririn ikut rombongan Ustaz, sedangkan lainnya berada di mobil Rey.“Mbak? Sekali lagi aku tanya, Kamu beneran mau mengizinkan Mala tinggal di rumahmu?” Rian membuka percakapan di dalam mobil.“Maksudmu apa, Yan?” Rey menyela pertanyaan Rian.“Risma mau mengizinkan Mala tinggal di rumahnya, Bang! Gila nggak Mbak Risma?” ucap Rian.“Apa?! Aku tidak setuju! Aida kenap
Bab 26Bugh! Bugh! Bugh!Terdengar suara orang dipukul“Akhirnya kita ketemu juga!”**Rian memukuli Rido sekuat tenaga. Ia melampiaskan semua emosinya. Dia sungguh tak terima keponakannya mengalami semua kejadian itu.“Kamu lelaki bangs*t, brengs*k, menjij*kkan, pengecut beraninya sama anak kecil. Ayo lawan aku seperti kau memukul Arif!” Rian berkacak pinggang di depan Mas Rido yang tersungkur. Kekuatan Rian memang tak main-main karena ia seorang pelatih beladiri.“A—aku tak sengaja,” jawab Rido terbata.Bugh!“Sori, tak sengaja juga!” Rian sengaja mengejek Rido.Ia menghentikan pukulannya setelah melihat Rido terkapar tak berdaya, wajahnya sudah bengkak dan berdarah. Karena seorang pelatih, Rian pun tahu titik mana yang bukan daerah vital.“Apa maumu datang ke sini!” Rian bertanya kepada Rido saat melihatnya sudah sadar“Aku ingin minta maaf dan meminta Risma agar mengizinkan kami tinggal di sini.” Rido menjawab dengan terbata-bata.“Kami?” ulang Rian memperjelas.Rido mengangguk. “
Pagi hari Risma bersiap-siap untuk menyambut Ustadz Soleh, memang setelah tinggal di rumah ini, Risma memutuskan untuk memanggil ustadz setiap hari untuk mengajari kedua anaknya mengaji dan ilmu agama. Setelah mengikuti beberapa kali mengaji bareng, Risma melihat ada peningkatan Arif dalam mengatur Emosinya, sedangkan Ririn sudah mulai ceria dan banyak berceloteh seperti dulu.“Syaikh Ali al-Shabuni dalam Rawa'iul Bayan menjelaskan bahwa orang tua dianjurkan untuk mendidik anaknya agar menutup aurat, khususnya perempuan, pada saat mereka berumur sepuluh tahun. Ketika umur anak sudah sepuluh tahun mintalah mereka untuk berhijab dan menutup auratnya.” Ustadz Soleh memberikan tausiahnya. Risma pun merasa tertampar, selama ini memang dia tak pernah menutup auratnya, apalagi mengajari anak perempuannya.“Maaf, Bu Risma. Sepertinya hari ini terakhir saya bisa mengajar mengaji, karena besok saya dipanggil pondok untuk mengajar disana. Semoga Ilmu yang selama ini saya berikan bisa berguna bag
Bab 24“Apa?! Memangnya apa yang terjadi?”**Mala terdiam.“Jawab Mala!” bentak Rido.“Se—Sebenarnya ini bukan rumahku. Rumah ini dulu diberi oleh pacarku, sekarang istrinya minta dikembalikan.”“Apa?! Jadi benar kamu ini seorang pelak*r?!” Rido tak sadar diri kalau dia juga terpikat dengan pelak*r ini.“Kamu pikir aku dapat uang darimana selama ini kalau bukan uang dari pria-pria itu?! Aku pun mau menikah denganmu karena kupikir kamu ini orang kaya, tapi ternyata malah zonk. Uang itu punya istrimu! Nyesel aku nikah sama kamu!” Mala mulai marah.“Aku yang harusnya nyesel! Kalau tak nikah sama kamu, aku pasti sudah tinggal di rumah mewah milik Risma itu!” Rido tak mau kalah.“Mas, aku heran, kenapa keluarga Sasongko bisa memberikan rumah itu? Jangan-jangan dia pake pelet? Kan nggak mungkin bisa gitu aja ngasih rumah kalo nggak pake apa-apa?” Mala berasumsi.“Mungkin juga, itu sebabnya juga aku dari kemarin memikirkan Risma dan ingin kembali padanya. Si*l licik juga dia pakai dukun! Ki
“Bangun! Dasar suami pemalas! Bisanya nyusahin aja!” sungut Mala.Semakin hari Mala semakin jengkel dengan kelakuan Rido yang pemalas dan tak mau bekerja. Mereka berdua terbiasa hidup enak menggunakan uang Risma, sehingga saat Risma tak lagi memberi uang, mereka kelabakan.“Aku lapar, mana uang buat beli makanan?! Mala meminta uang kepada Rido. Rido yang baru bangun masih setengah sadar Cuma menoleh ke arah Mala.“Aku kan nggak kerja, Sayang, darimana bisa dapat uang? Kamu masih punya simpanan di Bank kan?” ucap Rido.“Nggak ada! Sudah kubelikan perhiasan, tapi diambil sama Si Risma Sial*n itu! Kamu juga jadi cowok lembek banget sih! Harusnya kamu tu bisa tegas! Mana uang dari jual motor diambil semua sama Ibumu!” kamu beneran nggak ada simpanan juga, Mas?” cerca Mala.“Nggak ada, Mala. Kamu tau sendiri tiap Risma kirim uang sudah kubagi kamu dan Ibu, jadi mana ada uang!” “Kalau begitu cepat keluar dari rumah ini dan cari uang! Jangan pulang kalau tak bawa uang!” Mala mendorong t
Pagi ini Risma, Aida dan Rey berencana untuk memilih sekolah untuk Arif dan Ririn. Sebenarnya Rey hanya ingin mengajak Risma, tapi Risma tidak mau kalau hanya berdua, takut timbul fitnah. Jadilah mereka pergi bertiga walaupun awalnya Aida menolak, males menjadi obat nyamuk katanya, tapi setelah dibujuk akhirnya mau juga.Risma selesei mandi, seorang ART mengetuk pintu kamarnya.“Nyonya, ada Ibu mertua Nyonya di depan,” ucapnya dibalik pintu.“Iya, tunggu sebentar.” Risma segera membuka pintu kamarnya. Dalam hati ia heran kenapa pagi-pagi Ibu mertua sudah datang ke sini.Risma menemui Bi Inah, ART yang tadi mengetuk pintu kamarnya.“Bi, kan sudah kubilang, jangan panggil aku nyonya, nggak pantas, ah. Aku ini dulunya juga ART lho, sama seperti Bi Inah ini.”“Tapi sekarang kan Nyonya menjadi majikan saya, tidak pantas kalau manggil nama, bagaimana kalau saya panggil Mbak Risma saja?” Bi Inah memberikan usul.“Boleh kalau itu, Bi.” Risma tersenyum. Risma mendengar suara langkah menuruni