Home / Romansa / Memar Termanis / 16. Apa Kabar

Share

16. Apa Kabar

Author: Mira Lee
last update Last Updated: 2024-11-30 12:39:35

Pertunjukan fashion show sedang berlangsung megah, lampu-lampu sorot menerangi panggung dan para model yang berjalan anggun. Namun, di tengah kemegahan itu, salah satu staf tiba-tiba menyadari sesuatu yang tidak beres. Kabel listrik di dekat kursi penonton di depan terlihat mengeluarkan percikan kecil. Dengan sigap, dia segera mematikan aliran listrik sebelum insiden yang lebih buruk terjadi.

Staf tersebut berpandangan dengan Paula, salah satu model dari agensi terkenal, yang meskipun tampak tenang, jelas memperlihatkan wajah panik. Dia terkunci dengan tubuh yang tegang dan kaku.

Setelah acara selesai, beberapa anggota tim, termasuk sang desainer, segera menghampiri Paula.

“Nona Paula, Anda baik-baik saja?” tanya sang desainer dengan nada penuh kekhawatiran.

Paula menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Saya baik-baik saja, Madam,” jawabnya dengan suara tenang, meskipun wajahnya masih terlihat pucat.

Namun, suasana di kursi penonton berubah menjadi tegang. Kepala staf p
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Memar Termanis   17. Takut Kehilangan

    📍J&T Entertainment - Lobby Perusahaan -Setelah selesai makan siang bersama suaminya, Nicholas, Elisabeth menuruni tangga menuju lobby. Langkahnya terhenti seketika saat matanya menangkap sosok Paula yang baru saja memasuki pintu utama. Paula tampak anggun seperti biasa, namun Elisabeth bisa melihat ketegangan di wajah wanita itu. Tas jinjing yang dipegangnya terlihat lebih erat dari biasanya. Elisabeth berdiri di tempatnya, mencoba menenangkan emosi yang mendadak menyeruak. Ia menahan diri untuk tidak mendekati Paula.Sebelum Elisabeth bisa mengambil keputusan untuk bergerak, suara ceria menyapanya dari arah belakang.Valentine tersenyum sambil melambaikan tangan. “Tante Elisabeth! Apa kabar? Sudah selesai makan siang?”Elisabeth berbalik, memaksakan senyum kecil. “Oh, hai, Valentine. Ya, tante baru saja selesai. Kamu sendiri?”“Baru aja balik. Tante, mau ngopi di kafe? Saya punya waktu sebentar sebelum meeting.”Elisabeth menatap Paula sekali lagi yang kini tengah berbincang de

    Last Updated : 2024-12-01
  • Memar Termanis   18. Sebagai Tawanan

    📍RestaurantMalam ini, Paula akhirnya duduk berdua bersama Dante untuk makan malam. Restoran itu dipenuhi suasana hangat dan tenang, dengan alunan musik lembut yang menyatu sempurna dengan atmosfer elegan. Dante terlihat puas ketika Paula tidak menolak ajakannya kali ini.“Bagaimana pekerjaanmu, Paula?” tanya Dante sambil menyesap segelas anggur, matanya memperhatikan Paula dengan penuh perhatian.Paula tersenyum tipis dan meletakkan sendoknya. “Sejauh ini baik dan lancar, gege.”Dante mengangguk kecil. “Syukurlah kalau begitu,” katanya dengan nada hangat. “Kalau gege sendiri, bagaimana? Paula bertanya balik. Dante pun mengangguk pelan, menatao Paula. “Semuanya juga berjalan lancar.”Perlahan, suasana itu sedikit hening. Tapi kemudian, Dante membuka pembahasan baru. “Bagaimana dengan Dk? Apakah ada masalah di sekolahnya?” tanya Dante dengan nada penasaran dan hati-hati.Paula menyandarkan tubuhnya ke kursi, wajahnya terlihat tenang. “Wali kelasnya atau guru belum ada yang menghubu

    Last Updated : 2024-12-02
  • Memar Termanis   19. Le Crazy Horse

    📍Le Crazy Horse-Ruangan Ganti: Paula-Sore itu, Paula sedang bersiap-siap untuk pertunjukannya malam ini. Busananya yang memikat hanya menutupi bagian-bagian sensitif tubuhnya, dan makeup bold-nya menyempurnakan penampilan menawannya. Di depan cermin rias, ia dengan teliti memasang anting di telinga kanannya.Tiba-tiba, pintu ruang ganti terbuka, dan Javeline melangkah masuk tergesa-gesa. Napasnya tersengal, tapi wajahnya dipenuhi semangat.“Paula! Tebak aku bawa berita apa?” serunya, matanya berbinar saat menatap Paula dari balik cermin.Paula berhenti sejenak dan mengerutkan kening. Suaranya tetap tenang. “Berita apa?”“Ayo, tebak dulu!” Javeline tersenyum lebar, seolah ingin memperpanjang rasa penasaran.“Oh, come on! Jangan main tebak-tebakan deh,” Paula mendesah, meletakkan anting terakhirnya dengan kesal kecil. Tapi sebelum sempat ia melanjutkan keluhannya, pintu kembali terbuka. Kali ini, seorang pria masuk tanpa aba-aba.Paula terdiam. Matanya membulat. Seluruh tubuhnya sep

    Last Updated : 2024-12-03
  • Memar Termanis   20. Sedikit Terusik

    📍Wang’s House-Ruang Kerja Jexon-Ruangan kerja itu sunyi, hanya diterangi lampu temaram yang memancarkan cahaya keemasan. Di balik meja kerjanya, Jexon duduk terpaku. Jemarinya mengetuk pelan permukaan meja, sementara pikirannya terus berputar. Baru saja ia pulang dari menonton pertunjukan Paula di Le Crazy Horse, tetapi pikirannya masih tersangkut di sana—pada sosok Paula.Ada sesuatu yang berbeda kali ini. Pertunjukan itu, caranya bergerak, caranya memikat semua mata di ruangan, seolah menghipnotis Jexon. Ia merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya: sebuah rasa nyaman yang aneh, tetapi tak sepenuhnya menyenangkan.Jexon menghela napas panjang, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. “Pikiran macam apa ini?” gumamnya lirih, nyaris tidak terdengar. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menyingkirkan bayangan Paula dari pikirannya.Namun, semakin ia mencoba, semakin kuat bayangan itu menghantuinya. Akhirnya, dengan gerakan cepat, ia meraih ponselnya di atas

    Last Updated : 2024-12-04
  • Memar Termanis   21. Target Dalam Dekapan

    📍Bridal BoutiqueSore itu, suasana butik bridal terasa hangat namun hening. Rach berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin berpotongan anggun yang dihiasi renda halus. Matanya mengamati bayangannya sendiri, namun ada sorot gelisah yang sulit disembunyikan.Hanes berdiri tak jauh darinya, mengenakan setelan formal. Senyumnya lembut, penuh kasih, seolah ingin menenangkan hati calon istrinya. “Kamu terlihat cantik, Rach,” ucapnya, suaranya rendah namun tulus.Rach hanya mengangguk kecil tanpa berkata apa-apa. Ia mencoba tersenyum, meski matanya tidak memancarkan kebahagiaan yang seharusnya ada di hari seperti ini.Setelah selesai fitting, mereka turun ke lantai bawah. Di sebuah sofa empuk, Hanes dan Rach duduk bersebelahan, berbicara dengan sang desainer.“Jadi, untuk gaunnya…” Hanes mulai berbicara sambil melirik Rach. Ia tersenyum kecil dan melanjutkan, “Saya ingin gaun ini sesuai dengan keinginan Rach. Apa pun yang dia mau, tolong buat seperti itu.”Desainer itu mengan

    Last Updated : 2024-12-05
  • Memar Termanis   22. Target Dalam Dekapan - 02

    📍J&T Entertaiment-Lobby-Di ruang lobi J&T Entertainment, beberapa hadiah dari penggemar tersusun rapi di atas meja panjang. Kotak-kotak berwarna cerah dengan pita dan kartu ucapan memenuhi ruangan, menghadirkan suasana penuh kasih dan dukungan.Paula berdiri di dekat meja, matanya berbinar melihat tumpukan hadiah yang sebagian besar ditujukan padanya. “Banyak sekali,” gumamnya, setengah tak percaya.Javeline, manajernya, berjalan mendekat sambil menggulung lengan bajunya. “Aku dan Pak Kim akan membawa hadiah-hadiah ini ke mobil van,” katanya seraya mulai mengangkat salah satu kotak besar. Dia tersenyum sekilas, menatap Paula. “Kamu naik saja di atas.”Paula menoleh, senyumnya tulus. “Hm, makasih, Ce. Aku mau ke lantai atas siap-siap mau latihan.” Suaranya lembut, tapi terdengar nada lelah di baliknya. Dia memindahkan tas kecil ke pundak kirinya, sementara tangan kanannya tetap menggenggam beberapa barang yang belum sempat ditaruh.Javeline mengangguk sambil mengatur pegangan pada

    Last Updated : 2024-12-06
  • Memar Termanis   23. Teror Yang Terlihat Jelas

    📍ApartemenSore itu, Celine menoleh ketika suara pintu apartemen berderit. Andreas melangkah masuk dengan santai, melepas jaketnya, lalu melemparkannya ke punggung kursi. Tatapannya sekilas bertemu dengan Celine yang sudah duduk di sofa sejak tadi.Tanpa berkata apa-apa, pria itu mendekat dan duduk di sebelahnya, menyandarkan punggung dengan santai. Suasana hening, hanya suara jam dinding yang terdengar jelas.“Kamu dari mana?” tanya Celine akhirnya, suaranya terdengar pelan tapi tegas.Andreas menghela napas pendek, seolah pertanyaan itu melelahkan. “Bertemu dengan Rach, tadi,” jawabnya datar.Celine memutar tubuh sedikit, menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Bertemu? Aku pikir… sekarang kalian sering bertemu.”Andreas mengangkat alis, senyumnya tipis namun dingin. “Itu lebih bagus, kan?” balasnya sambil menatap tajam, sorot matanya seperti mencoba membaca pikiran Celine.Tatapan itu membuat Celine merasa seperti sedang dihakimi. Dia meremas ujung bantal sofa, berusaha me

    Last Updated : 2024-12-07
  • Memar Termanis   24. Teror Yang Sebenarnya Di Mulai

    Paula terisak, air mata mengalir deras di pipinya sementara tubuhnya gemetar hebat. Di depan sofa, kotak hadiah dengan isi mengerikan itu tergeletak, menjadi sumber ketakutannya. Tangan Paula mencengkeram lututnya, seolah mencoba menahan diri agar tidak jatuh sepenuhnya dalam kepanikan.Jexon berdiri beberapa langkah darinya. Ada ekspresi samar di wajahnya—campuran rasa bersalah palsu dan kelegaan aneh. Namun, ketika melihat betapa hancurnya Paula, dia mendekat. Tanpa sepatah kata, dia menarik tubuh Paula ke dalam pelukannya.“Tenang, Paula. Saya ada di sini,” bisiknya lembut sambil mengelus kepala Paula. Sentuhannya terasa menenangkan, meski di balik gerakannya, ada kegembiraan gelap yang ia sembunyikan.Paula menggigit bibir bawahnya, mencoba mengontrol isaknya. “Kenapa ini terjadi pada saya, pak Jexon?” suaranya terdengar pecah. “Siapa yang bisa melakukan hal seburuk ini?”Jexon tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia terus membelai rambut Paula, memberikan kesan protektif. “Saya

    Last Updated : 2024-12-08

Latest chapter

  • Memar Termanis   62. Apa Kabar

    Pikiran itu berputar liar, tak mau berhenti, seperti badai yang tak kunjung reda. Bayangan kecelakaan-kecelakaan akhir-akhir ini menghantui Jexon, mengisi setiap sudut ruang kosong dalam kepalanya. Ia mencoba merasionalisasi, tapi semakin keras ia berpikir, semakin banyak pertanyaan tanpa jawaban yang muncul.Jexon menatap kosong ke tumpukan dokumen di mejanya, di ruangan kerja yang luas dan sunyi itu. Udara di sekeliling terasa berat, terlalu penuh dengan pikiran yang menggantung. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gejolak di dadanya. Namun pikirannya segera kembali ke sosok Andreas—seseorang yang baru ini mulai masuk dalam kecurigaannya.“Dalang dari semua ini,” gumam Jexon pelan, nada suaranya rendah dan penuh tekanan. Andreas Liu. Nama itu terus berulang di benaknya, menghantui seperti bayangan gelap yang tak mau pergi.Dengan gerakan cepat, Jexon meraih ponselnya di meja. Jari-jarinya menekan layar, mencari nama kontak yang ia butuhkan. Seketika, ia menghubungi Ar

  • Memar Termanis   61. Dendam Yang Ingin Dibalas

    📍Rumah Sakit Kamar rumah sakit itu terasa hangat, meski aroma antiseptik yang khas masih terasa di udara. Rean terbaring di ranjang dengan infus yang terpasang di tangannya. Wajahnya sudah tidak terlihat pucat, tapi senyumnya tak pernah pudar saat melihat Paula masuk membawa sekotak buah dan bunga mawar putih di tangannya. “Rean, gimana kabarnya?” tanya Paula sambil mendekat ke sisi ranjang. Suaranya lembut, penuh perhatian. “Lebih baik, auntie Paula. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang,” jawab Rean, meski suaranya terdengar sedikit lemah. Di sudut ruangan, Dk, terlihat duduk menemani Rean sahabatnya di kamar pasien itu. “Auntie!” panggil Dk beranjak mendekati Paula. Paula tersenyum. “Hai, Dk. Maaf ya, kalau auntie baru sempat jenguk sahabat kamu.” Sambil mengusap kepala bocah itu. Dk mengangguk dengan semangat. “Iya, gpp auntie. Kami berdua, cuma lihat berita ditelevisi.” Paula mengerutkan kening, merasa penasaran. “Oh ya? Apa yang kamu lihat?” “Tent

  • Memar Termanis   60. Hubungan Serius

    Berita Eksklusif: Kencan Paula dan Jexon!Hari ini, dunia hiburan digemparkan dengan kabar hangat seputar hubungan romantis antara Paula, model terkenal dari agensi J&T Entertainment, dan Jexon, CEO agensi tersebut. Foto-foto yang diambil secara diam-diam oleh paparazi menunjukkan keduanya berpelukan di rumah sakit, menciptakan spekulasi besar di media.📍J&T Entertainment -Ruang Presdir-“Ini foto yang beredar semalam?” tanya Nicholas, presiden direktur J&T Entertainment, sambil menyelipkan senyum tipis. Matanya menatap tajam pada sebuah foto di tangannya.Albert, asistennya, mengangguk mantap. “Iya, Pak Presdir. Ini diambil oleh seorang wartawan.”Nicholas menghela napas lega, menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit di balik meja kerjanya. “Kalau begini, sepertinya mereka sudah menyelesaikan masalah mereka.” Ucapannya terdengar ringan, namun jelas menyiratkan kebahagiaan.****Sebaliknya, suasana di rumah keluarga Wang penuh dengan ketegangan. Elisabeth, ibu Jexon, menatap layar tel

  • Memar Termanis   59. Menutup Mata Dan Memaafkan

    Celine tersentak, tersadar dari lamunannya. Dia melihat punggung Andreas yang semakin jauh di ujung koridor hotel. Dengan tergesa-gesa, dia mengejarnya. Langkah kakinya terdengar berdebum pelan di atas karpet tebal.“Andreas!” serunya, suaranya gemetar.Andreas tetap berjalan tanpa menoleh, namun tubuhnya menegang saat Celine menggenggam pergelangan tangannya. Ia berhenti, tapi tidak langsung berbalik.“Kamu mau ke mana?” tanya Celine, suaranya memohon, hampir putus asa. Matanya yang berkaca-kaca menatap punggung pria itu.Andreas menarik napas panjang sebelum akhirnya berbalik. Wajahnya dingin, matanya tajam seperti pisau. “Mau balik. Saya harus temui Abex dan mencari Serena,” jawabnya dengan nada rendah tapi tegas, seolah tidak ingin ada diskusi lebih lanjut.“J-jangan pergi,” pinta Celine sambil menggenggam tangannya lebih erat. “T-tidak ada yang menemaniku di sini.”Andreas mendengus, tawa pendek yang lebih terdengar seperti ejekan. Dia menatap Celine dengan tatapan sinis. “Tidak

  • Memar Termanis   58. Dia Adalah Serena

    📍J&T Entertainment-Ruangan Presiden Direktur-Elisabeth membuka pintu ruangan dengan gerakan cepat, langkahnya penuh tekad saat memasuki ruang kerja suaminya. Suara hak sepatu yang menghantam lantai terdengar nyaring, mengisi keheningan di ruangan itu. Matanya tajam, seperti ingin menembus setiap rahasia yang tersembunyi di balik wajah tenang Nicholas.Nicholas mendongak dari berkas-berkas di mejanya, lalu bersandar santai di kursi, menatap istrinya dengan sikap tenang. “Ada apa, Elisabeth?” tanyanya dengan suara datar, meski sorot matanya meneliti ekspresi di wajah wanita itu.Elisabeth berdiri tegak di depan meja, kedua tangannya mengepal, menggenggam emosi yang hampir meledak. “Sudah dua hari aku menunggu kamu mengatakannya sendiri,” ucapnya, suaranya tajam. “Tapi sepertinya kamu tidak berniat untuk mengakuinya, Nicholas.”Nicholas menarik napas dalam-dalam. Tanpa berkata apa-apa, dia berdiri perlahan dari kursinya dan berjalan mendekati Elisabeth. Sorot matanya kini serius, ta

  • Memar Termanis   57. Flashback On: Akhir Yang Tragis

    Satu minggu berlalu. Suasana rumah terasa sepi, hanya terdengar suara angin yang sesekali menggesek jendela kayu. Clara duduk di sofa kecil yang mulai memudar warnanya, tubuhnya tenggelam dalam keheningan. Matanya menatap kosong ke arah lantai, seolah mencoba mencari sesuatu yang hilang di dalam pikirannya. Langkah-langkah ringan terdengar dari belakang, dan suara Andreas memecah keheningan. “Ce,” panggil Andreas dengan nada ceria. Clara mengangkat wajahnya perlahan, matanya lelah. “Ada apa, Andreas?” tanyanya singkat, tanpa banyak ekspresi. Andreas tersenyum lebar, wajahnya polos dan penuh semangat seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan baru. “Aku berhasil menemukan alamat rumah Jexon,” katanya antusias. “Aku akan ke sana. Aku harus bicara dengannya!” Kata-kata Andreas seperti pisau yang menusuk hati Clara. Ia mencoba mempertahankan senyumnya, meski dalam hatinya ia merasa hancur. Andreas tampak begitu bersemangat, namun kabar tentang Jexon justru membuat Clara semakin

  • Memar Termanis   56. Flashback On: Keinginanku

    Flashback OnMalam itu, udara dingin menyelimuti kota kecil di China. Clara duduk di ruang tamu sebuah rumah sederhana yang mereka sewa sementara. Perutnya yang besar tampak jelas di balik sweater tebal yang ia kenakan. Andreas berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan sorot mata khawatir yang sulit disembunyikan.“Ce, aku mohon… jangan terlalu memaksakan diri. Kamu harus istirahat.” Andreas berjalan mendekat, suaranya lirih namun penuh tekanan, tangannya terulur seolah ingin menenangkan wanita di hadapannya.Clara mendongak, tatapannya tajam meskipun terlihat lelah. “Aku tidak bisa, Andreas. Kita sudah sampai sejauh ini. Aku akan menemui Jexon dan mengatakan kepadanya, kalau aku sudah menjaga kandungan ini.”Andreas menghela napas panjang, menatap wanita yang kini begitu bertekad. “Tapi cece tidak bisa terus begini, ce. Apa cece pikir Jexon akan langsung berubah hanya karena cece memberitahunya soal anak ini?”“Pasti,” Clara memotong, matanya berkaca-kaca namun penuh keyakinan. “Di

  • Memar Termanis   55. Ingatan Yang Kembali

    Deringan telepon memecah keheningan dalam kamar mewah yang diterangi cahaya senja dari balik tirai tipis. Andreas mengerjapkan matanya perlahan, mengangkat kepala dari bantal empuk, sementara tangannya yang lain tetap menjadi sandaran untuk kepala Celine. Rambut panjang wanita itu menyebar di atas dadanya, dan tubuh mereka hanya terbungkus selimut putih tebal.Dia meraba-raba meja nakas tanpa banyak gerakan, khawatir membangunkan wanita di sampingnya. Setelah menemukan ponselnya, ia menggeser layar dengan satu gerakan malas.“In calling.”“Hm?” sahut Andreas singkat, suaranya berat, masih diselimuti kantuk.Suara seorang pria terdengar di ujung telepon, tenang tetapi penuh tekanan. “Lampu itu sudah saya kendorkan. Itu jatuh tepat di kepala Paula. Tapi… seseorang mendorongnya. Dia selamat, dan kecelakaan malah menimpa orang lain.”Andreas memijat keningnya, mendengar detail tersebut dengan mata yang kini terbuka lebar. “Tidak masalah,” jawabnya dingin. “Ini lebih dari cukup untuk memb

  • Memar Termanis   54. Teror Yang Terus Berdatangan

    📍J&T EntertainmentLangkahnya terhenti tepat di depan Paula. Wanita muda itu juga berhenti, pandangan mereka bertemu untuk sesaat sebelum Paula mengalihkan wajahnya ke arah lain.“Jexon, ayo!” Valentine memanggilnya dari kejauhan, suaranya tajam seperti pisau yang memotong udara.“Duluan aja.” Jexon menjawab tanpa menoleh. Nadanya datar, seolah tak ingin diganggu.Valentine menghela napas, wajahnya mulai memerah karena kesal. Tatapannya tajam menyorot Paula, yang tanpa sepatah kata memilih berjalan menjauh ke arah kanan. Namun, Jexon tak membiarkannya pergi begitu saja. Dengan langkah cepat, hampir seperti berlari kecil, dia mengejar Paula.“Paula,” panggilnya seraya meraih pergelangan tangan wanita muda itu. Genggamannya kuat, memastikan Paula tak bisa melangkah lebih jauh.Paula menghentikan langkahnya, tetapi tidak berbalik. Tatapannya tetap lurus ke depan, menghindari Jexon.“Saya mau bicara sama kamu. Ini penting,” ujar Jexon tegas, nada suaranya lebih serius dari biasanya.Per

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status