"APA?? MENOLAK AMIRA??!"
Suara Sinta terdengar menggelegar ke seluruh ruangan tepat setelah Pram mengatakan maksudnya untuk membatalkan perjodohannya dengan Amira Aryasena. Pengakuannya membuat Sinta berang.
"Tenanglah sayang," Suaminya, Bakrie Sanjaya berusaha menenangkannya. Ia melirik ke arah puteranya memberi kode agar berhenti membuat ibunya semakin marah.
"Ibu, bukan Amira yang kucintai. Aku tidak ingin menikah dengannya!" Tegas Pram, mengabaikan kode keras dari ayahnya. Sinta kembali duduk dengan lemas sambil memijit pelipisnya.
"Tapi Pram, ini semua akan sulit. Perjodohanmu sudah kami atur dan sudah banyak kolega kita yang mengetahuinya," Ujar Bakrie turut membujuk puteranya.
"Ini masih belum terlambat, Ayah. Kita hanya perlu mengonfirmasi bahwa Ibu telah menjodohkanku dengan gadis yang salah. Ini semua hanya salah paham."
"Gad
"Pak Direktur...?"Suara yang lamat-lamat terdengar masuk ke telinga Pram membuatnya perlahan-lahan membuka matanya. Namun pandangannya masih mengabur dan kepalanya sedikit pusing.Ia perlahan bangkit dan tersadar bahwa kini ua sedang berada di atas ranjang, namun ini bukan ranjangnya. Masih dengan mata yang mengabur, ia mengitari pandangannya ke sekeliling ruangan. Ya, ruangan ini asing baginya...Sebenarnya ada di mana dia sekarang...?"Pak Direktur... Sudah sadar?"Sebutan yang sangat familiar bagi Pram namun entah kenapa tidak dengan suaranya. Entahlah apakah ini efek dari kepalanya yang masih pusing.Pram menatap ke sumber suara. Bayangan seorang wanita bergaun midi coklat keemasan dan rambut dikuncir satu ke belakang akhirnya membuatnya familiar."Anara??"Sosok itu semakin mendekat. Pram mengerjapkan matanya berkali-kali untuk mencoba melihat lebih jelas namun gagal."Kelihatannya Pak
Dan pada akhirnya Pram memang harus menikahi Amira!"Nak, percayalah pada Ibu. Meskipun pernikahan ini diawali dengan kurang baik, tapi pasti pernikahan ini adalah yang tepat untukmu. Amira adalah jodohmu. Jadi Ibu mohon lupakanlah perasaanmu untuknya adiknya itu, dan mulailah hidup berbahagia bersama Amira dan calon anak kalian yang sedang dikandungnya."Sinta memeluk puteranya sambil menangis. Meskipun ia tahu Pram tidak bahagia atas pernikahan ini, tapi sebagai seorang ibu dia tetap berusaha untuk membesarkan hati puteranya.Pram membalas pelukan ibunya dengan erat. "Tenanglah, Bu. Aku akan tetap menjalani pernikahan ini dengan baik."Ya, Pram sudah bertekad untuk bertanggung jawab atas segalanya. Dan ia akan melupakan cintanya pada Anara.Pernikahannya dan Amira dilangsungkan dengan begitu meriah. Amira sendiri tampil sangat cantik dengan gaun pernikah
Pram menatap kaku mobil yang sudah hancur di hadapannya. Sejak mendapat telepon dari pihak kepolisian yang mengatakan bahwa istrinya tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas, jiwanya serasa mati. Bahkan hingga kini.Pram menatap darah yang tercecer di sekitar mobil yang hancur dengan pilu.Darah Amira.Pram memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya pilu. Dan hatinya menjadi luar biasa sakit. Ia memang tidak menyukai Amira, namun bukan berarti ia menginginkan kematiannya.Untuk pertama kalinya, air mata Pram tumpah karena Amira.Di rumah sakit, sembari menunggu kedatangan para keluarga, Pran merenung sambil menenangkan Lila yang sedang menangis di sampingnya.Amira tidak tewas sendirian dalam kecelakaan itu. Melainkan bersama mahasiswa selingkuhannya. Pram secara khusus meminta Ammar menyelidiki segalanya lebih cepat mengenai
"Pak Direktur... "Sapaan lembut Anara membuat Pram terjaga. Ia menengadah. Anara tersenyum samar padanya. Matanya masih sembab karena sudah terlalu banyak menangis.Pram hanya membalasnya dengan tersenyum samar juga. Ia pun masih sama berdukanya. Pemakaman Amira baru saja selesai dan kini mereka semua sedang berkumpul di rumah Pram. Di ruang tengah, orang tua Pram sibuk menghibur besan mereka. Sementara Pram memilih menyendiri di taman samping rumahnya."Boleh saya duduk disini?" Tanya Anara sopan. Pram mengangguk. Anara pun duduk di sampingnya."Saya tahu pasti berat bagi Pak Direktur karena kehilangan Kak Mira. Kalian berdua saling mencintai. Keluarga kecil kalian sangat bahagia." Ucap Anara lembut. Sementara Pram hanya tersenyum samar sambil merasa perih di dalam hatinya karena apa yang dikatakan Anara samasekali tidak benar."Pak Direktur akan butuh w
"Tidak!!" Tolak Pram tegas. Masih kurang dari sebulan sejak kematian Amira, bagaimana bisa kini keluarganya memintanya menikahi Anara??Pram tidak bereaksi apapun saat ibunya mengatakan rencana itu di bandara. Meskipun kemarahan langsung membara dalam hatinya, namun ia tidak mau membuat keributan di sana. Jadi ia membawa ibunya ke restoran terdekat untuk membicarakannya."Apa maksudmu, Pram? Bukankah seharusnya kau bahagia dengan rencana ini?""Ibu, makam Amira bahkan masih basah. Bagaimana mungkin aku langsung terpikir untuk mencari penggantinya?""Tapi, Nak. Bukankah kau tidak mencintai Amira?"Pram terdiam. Ia menarik napas sebelum kembali menjawab, "Memang aku tidak mencintainya, Ibu. Tapi aku masih menghormatinya sebagai ibu dari puteriku."Tiba-tiba Sinta langsung bersemangat. "Karena itulah kami ingin menikahkanmu lagi, Pram!"
Raut wajah Lila langsung berubah kala ia kembali tiba dirumah. Sangat berbeda ketika ia masih di rumah keluarga Aryasena. Hati Pram kembali mencelos. Namun ia bisa memakluminya.Lila masih kecil dan di usia ini tentu saja kehilangan figur seorang ibu sangat berat untuknya.Lila menatap foto Amira yang terpajang di sudut dinding rumah. Setelah kematian Amira, Pram mengubah posisinya menjadi di sudut ruangan. Agar ia dan Lila tidak sering melihat dan teringat kembali padanya.Namun saat ini dengan mudah Lila menemukannya. Gadis kecilnya itu kini melangkah hampa ke arah foto Amira. Pram bisa melihat, tatapan Lila kembali mati seperti sebelumnya."Mamaaaaa...... "Dan Lila pun kembali menangis lagi. Menangis sekeras-kerasnya sambil memanggil ibunya.Air mata Pram jatuh lagi. Dengan langkah yang berat, ia mendekati Lila dan langsung m
"Hai Abi!"Pagi hari Abi yang indah seketika hancur tatkala mendengar sapaan dari sebuah suara yang sangat dikenalnya. Ia menoleh.Anara berdiri di depan pintu unit apartemen tepat di sebelah Abi. Ia tampak segar pagi ini dengan kemeja hijau mint yang sangat pas membungkus tubuhnya dan rok midi hitam, serta rambut panjangnya yang digerai rapi.Abi mengernyit. Bingung.Seingatnya, penghuni sebelah adalah sepasang suami istri yang baru saja menikah. Kenapa tiba-tiba Anara ada di depan pintu unit apartemen mereka? Apa mungkin Anara mengenal pasangan itu?"Hallo tetangga!" Sapa Anara lagi, tersenyum ceria sambil memamerkan deretan giginya yang rapi dan putih. Ia juga melambai kecil pada Abi.Abi terbatuk seketika.Apa katanya? Tetangga?Tetangga!?!"Bena
Dan tentu saja, hari itu di Universitas Bina Darma, semua yang terjadi sesuai dugaan Anara."Hei!! Bukannya itu Anara Aryasena?!!""Wah...!! Dewi Estella!!""My God! Dewi Estella benar-benar ada di sini??!""Ya Tuhan... Dia benar-benar dewi! Dia sangat cantik!"Anara tersenyum sambil tetap melenggang anggun di sepanjang kawasan Universitas Bina Darma. Karena ia sedang berada di kampus, ia mencoba mengenakan busana yang lebih pantas. Dan ternyata, setelah blazer hitam dari desainer ternama, rambut yang diikat rendah ke belakang dengan sedikit anak rambut yang terurai di bagian depan, dan cukup dengan riasan minimalis yang cantik, pesonanya sukses mengguncang semua orang. Di tambah dengan kacamata hitam dan blazer yang tidak dikancing dan memperlihatkan dalaman berupa kemeja berwarna abu-abu, ia terlihat lebih kasual namun amat sangat keren. Setiap mata yang memandang tak hen
Sambil menutup mulutnya karena tak menyangka dengan apa yang dia lihat, kaki Retania pun tak mampu bergerak. Dirga di depan sana, sedang tercebur ke dalam kolam renang akibat di pukul ayahnya. Melihat luka yang tergambar jelas di wajah Dirga, hati Retania ikut merasakan sakit. Dia jadi teringat pembicaraan mereka dulu."Kau tahu Reta, ada terlalu banyak hal yang kubenci di dunia ini.""Oh ya? Apa saja?""Aku benci belajar, benci keluargaku, dan terutama, aku benci ayahku."Retania terdiam, lalu akhirnya menyahut, "kenapa?""Karena dia itu pria paling brengsek di dunia. Karena kebrengsekannya, aku harus lahir di dunia ini. Dan dia juga mencampakkan ibuku, sampai akhirnya ibuku meninggalkan dunia ini tanpa ikut membawaku."Retania terdiam lagi. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga yang bahagia dan terhormat. Tidak pe
Beberapa saat sebelumnya..."Kau...benar-benar datang?"Lyan menyambut kedatangan Dirga dengan ekspresi tidak percaya. Namun Dirga bisa melihat rasa iba di matanya. Seakan-akan akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya setelah ini."Tentu saja. Mana mungkin aku berbohong padamu, kan?" Sahut Dirga santai sambil melepaskan helmnya dan turun dari motornya. "Sekarang bawa aku menemui ibunya Deana." Dirga langsung menarik tangan Lyan sementara Lyan masih terperangah.Lyan segera membawanya menemui Bu Narita dan memperkenalkan Dirga padanya. Bu Narita kemudian menjelaskan secara ringkas mengenai tugas yang harus Dirga lakukan kemudian memberikan seragam pakaian pada Dirga. Dan sama seperti Lyan, Dirga juga terlihat tampan dengan seragam itu."Kalian berdua benar-benar good-looking!" Puji Bu Narita saat melihat Lyan dan Dirga berdiri beriringan.&
Retania menaikkan kembali gaunnya namun tidak ada sedikit pun rasa malu yang tergambar di wajahnya meski aksi kemesraannya dipergoki oleh Anara. Berbeda dengan Abi yang kini tampak gugup, Retania justru merasa murka. Sekalipun dia sangat mengagumi Anara sebelumnya, tapi sikap wanita itu sangat ini benar-benar membuatnya amarahnya sudah berada di puncak kepala.Siapa juga yang bakalan suka kalau diganggu saat sedang mesra-mesranya?"Maaf kalau aku terdengar terlalu ikut campur... ""Anda memang terlalu ikut campur, Nona Anara!!" Potong Retania cepat dengan emosi yang terdengar jelas dari nada suaranya. Anara terdiam. Ia mengepalkan tangannya.Dasar, bocah-bocah zaman sekarang memang banyak tingkah!"Anda seharusnya tahu kalau kami sedang membutuhkan privasi. Kalaupun Anda melihatnya, bukankah sebaiknya Anda diam saja?" Cecar Retania.
"Nak, kita mendadak kekurangan pelayan. Mariani mendadak sakit. Deana bilang ada teman kalian yang mau jadi pelayan, benar begitu?" Tanya Narita dengan kecemasan di wajahnya."E-eh, iya Bu," Sahut Lyan gugup. Teman yang mau jadi pelayan? Dirga kah?"Bisa tolong hubungi temanmu itu? Dari tadi Ibu sudah mencoba menelepon Deana tapi tidak diangkat.""Baiklah, Bu. Sebentar ya."Lyan pamit untuk menelepon Dirga. Sebenarnya dia ragu untuk menawarkan ini pada Dirga. Karena di sini ada ayah beserta ibu tirinya. Dan juga Retania yang malam ini resmi mengumumkan hubungan romantisnya dengan Abi di depan publik."Hai Lyan. Ada apa? Kau butuh bantuan?" Nada ceria Dirga terdengar di seberang sana."Kami... Sedang butuh pelayan tambahan di sini. Salah seorang pelayan ada yang mendadak sakit. Apa kau..bisa datang?""Tentu! Acara k
"Boleh aku tahu ada ada sebenarnya dengan kehidupan puteri kalian yang katanya bahagia bersama jodohnya?"Wisnu dan Jeanita semakin pucat pasi mendengar perkataan Abi dengan nada ejekan di sana. Jeanita meggamit erat lengan suaminya, kode agar sebaiknya mereka pergi saja dari sana. Dan akhirnya, sepasang suami istri itu pun pergi.Abi menghela napas lega. Ia pun kembali memilih kudapannya. Seorang pelayan baru saja meletakkan beberapa jenis kudapan baru di atas meja hidang. Melihat salah satu kudapan tradisional favoritnya tersaji di sana, Abi langsung mengambilnya dengan penuh semangat."Wah, akhirnya ada juga kue tradisional! Ini kesukaanku! Terima kasih... Eh?? Lily?!"Suara Abi berubah menjadi pekikan saat menyadari siapa sosok pelayan yang barusan menghidangkan kudapan di atas meja. Dan ternyata itu adalah Lyan!"Lily? Kenapa bisa ada di sini?"
Lyan menatap dirinya di depan cermin di hadapannya. Ia merapikan penampilannya sekali lagi, memastikan seragam pelayan kombinasi hitam dan putih yang diberikan ibunya Deana ini tidak kusut sama sekali. Ia juga memperhatikan rambutnya yang sudah tertata rapi, disanggul kecil di belakang. Riasannya yang sederhana juga sudah pas. Bagaimanapun, sesuai arahan ibunya Deana, ia tidak perlu berpenampilan berlebihan.Lyan tersenyum sekali lagi sambil menyemangati diri. Jujur sebenarnya ia gugup sekali. Ini pertama kalinya ia bekerja di acara keluarga kelas atas. Reputasi keluarga Hardoyo sebagai pengusaha tambang sungguh tidak main-main. Dan karena ini pesta yang tidak terlalu besar, Lyan justru semakin gugup. Para tamu akan lebih mudah mengenalinya. Dan seperti cerita Dirga sebelumnya, Lyan cukup khawatir akan ada yang coba mempermainkannya."Semangat Lyan! Semangat!" Ia masih berusaha keras memberi sugesti pada dirinya sendiri. Kemudian
"Katakan padaku, siapa kau sebenarnya?" Tanya Dirga sambil menyodorkan sebuah minuman kaleng ke arah Lyan. Saat ini ia, Lyan, dan juga Deana sedang nongkrong di kafetaria kampus."Apa maksudmu?" Tanya Lyan heran.Dirga meneguk minumannya lalu menjawab, "yah, kau benar-benar orang yang penuh rahasia. Dan penuh kejutan juga. Kemarin kau ternyata kenal dengan dosen baru kita. Dan tiba-tiba hari ini kau mengenal artis itu juga. Besok besok siapa lagi yang akan kau kenal? Presiden Amerika? Atau apa jangan-jangan kau ini juga anak mafia?"Deana terkikik geli mendengar perkataan Dirga. Sementara Lyan segera melempar pelan kotak tisu yang ada di hadapannya ke arah Dirga dan cepat di tangkap cowok itu."Jangan-jangan kau juga keturunan ilmuwan? Guruku ini kan sangat pintar!" Celetuk Dirga lagi"Hentikan! Kau ini!" Kali ini Lyan juga tertawa kecil mendengar ledekan itu."Mungkin Lyan juga keturunan peraih Nobel Perdamaian
"Wahhh, pemandangannya bagus sekali disini!" Celetuk Anara riang ketika kakinya menyentuh lantai rooftop. Pemandangan seluruh kota terlihat dari atas sini. Sangat indah.Di ujung sana, Abi berdiri namun ia hanya membalikkan tubuhnya. Tapi Anara sangat yakin pria itu pasti menyadari kedatangannya. Ia tersenyum. Abi sungguh pintar memilih tempat yang bagus dan romantis untuk mereka berbicara berdua saja."Maaf lama menunggu, Abi..."Abi langsung membalikkan tubuhnya dan menatap Anara serius."Katakan apa tujuanmu sebenarnya!"Rahang Anara mengeras dan raut wajahnya tidak lagi seriang sebelumnya. Hatinya terluka karena hingga detik ini tidak ada keramahan dari Abi samasekali padahal Anara sudah melakukan berbagai hal sejauh ini untuk bisa dekat dengannya.Namun Anara berusaha untuk tetap memasang senyum manisnya. "Apa maksudmu, Abi? Aku t
Dan tentu saja, hari itu di Universitas Bina Darma, semua yang terjadi sesuai dugaan Anara."Hei!! Bukannya itu Anara Aryasena?!!""Wah...!! Dewi Estella!!""My God! Dewi Estella benar-benar ada di sini??!""Ya Tuhan... Dia benar-benar dewi! Dia sangat cantik!"Anara tersenyum sambil tetap melenggang anggun di sepanjang kawasan Universitas Bina Darma. Karena ia sedang berada di kampus, ia mencoba mengenakan busana yang lebih pantas. Dan ternyata, setelah blazer hitam dari desainer ternama, rambut yang diikat rendah ke belakang dengan sedikit anak rambut yang terurai di bagian depan, dan cukup dengan riasan minimalis yang cantik, pesonanya sukses mengguncang semua orang. Di tambah dengan kacamata hitam dan blazer yang tidak dikancing dan memperlihatkan dalaman berupa kemeja berwarna abu-abu, ia terlihat lebih kasual namun amat sangat keren. Setiap mata yang memandang tak hen