Dengan pinggangnya yang dirangkul oleh Xander, Tania mengitari mansion. Seperti melakukan tour di tempat wisata. Mansion ini terlalu luas. Berkali-kali lebih luas dari mansion Xander yang sebelumnya.Mansion bergaya Eropa klasik ala abad pertengahan yang terdiri dari empat lantai dengan lift di dalamnya. Lantai teratas menjadi area pribadi untuk keluarga. Kamar utama dan kamar bayi berada di lantai empat. Sementara lantai ke tiga digunakan sebagai ruang kerja. Xander mendesain semuanya dengan sempurna. Halaman mansion yang sangat luas dengan taman bermain di sisi kiri mansion. Lalu di halaman belakang terdapat tempat pacuan kuda. Kolam renang, air mancur, dan taman bunga yang menambah keindahan istana itu."Sejak kapan kau menyiapkan semua ini?" tanya Tania. Dia berjongkok di tepi kolam renang. Menepuk-nepuk air dengan tangannya."Tidak lama setelah kau pergi," jawab Xander. Ia berdiri di sebelah Tania. Telapak tangannya berada di puncak kepalanya.Tania mendongak. Dahinya mengernyit
Tania duduk dengan kaki menyilang di tengah ranjang. Sementara Xander duduk di belakangnya. Mengeringkan rambut Tania yang basah setelah sama-sama masuk ke dalam kolam renang.Setelah selesai mengeringkan rambut Tania, Xander kemudian menyisirnya. Dengan perlahan ia merapikan rambut panjang Tania."Kenapa Mommy dan Daddy belum sampai juga? Aku sudah merindukan baby Lio." Tania bersuara sambil memainkan handuk yang telah selesai digunakan untuk mengeringkan rambutnya."Mommy dan Daddy pasti mengajaknya jalan-jalan dulu. Mungkin sebentar lagi mereka pulang." Xander menanggapi. Tania mengangguk dengan bibir sedikit maju ke depan. Baru berpisah sebentar saja ia sudah merindukan bayinya.Tania menoleh ke arah pintu, ketika samar-samar ia mendengar suara. "Apa kau mendengar sesuatu?" Tania menolehkan kepalanya ke belakang. Dia bertanya pada Xander."Mendengar apa?" tanya Xander balik. Ia memutar kepala Tania ke depan. Kembali menyisir rambutnya yang belum selesai."Seperti suara anjing," j
When your heart is in your dream. No request is too extreme. When you wish upon a star. As dreamers do....Lagu pengantar tidur yang dinyanyikan Tania menghilang bersamaan dengan matanya yang mulai tertutup. Gerakan tangannya yang mengayun box bayi juga mulai berhenti. Tania terlelap. Kepalanya yang tidak tersangga apapun hampir terjatuh ketika Xander yang baru datang dengan sigap menumpunya. Xander merunduk. Mencium Lio yang tertidur dengan pulas, sebelum kemudian mengangkat Tania dalam gendongan. "Xander...." Tania bergumam pelan. Ia membuka matanya, hanya untuk melihat wajah Xander dan menutup matanya kembali. "It's okay. Tidurlah," bisik Xander. Ia membawa Tania ke kamar mereka, merebahkan tubuhnya di ranjang dengan hati-hati. Lalu ia sendiri ikut naik ke atas. Merentangkan satu tangannya sebagai bantalan Tania.Tania merapatkan tubuhnya pada Xander. Menenggelamkan wajahnya di dada bidangnya dan melingkarkan tangan di pinggangnya. Lalu kembali terlelap dengan nyaman.Xander te
"Kami minta maaf ya tidak bisa menghadiri pesta pernikahanmu," ucap Angeline tidak enak. Karena sibuk mencari Tania, ia dan Alex tidak datang ke acara pernikahan Arthur. Xander tidak langsung menelepon setelah membawa Tania pergi. Jadilah mereka pikir Tania menghilang entah ke mana. "Tidak masalah, Mrs. Artadewa. Kirimkan saja hadiahnya ke rumahku," balas Arthur, dan setelah ia langsung mendapat sikutan di perutnya dari Dokter Tania. Wanita itu memberikan pelototan pada suaminya. Membuat malu saja."Kau ini. Aku hanya bercanda." Arthur berdecak sebal. Ia mengusap perutnya yang terasa sakit. Sikutan istrinya tidak main-main.Sementara Angeline terkekeh ringan. Arthur dan istrinya datang ke Amerika untuk menemui Tania. Mereka bertanya alamat padanya sebelumnya sebelum sampai kemari."Tania di mana?" Dokter Tania bertanya."Sebentar ya." Angeline meminta salah seorang pelayan untuk memanggilkan Tania di kamarnya. Lalu tidak lama kemudian, wanita yang dicari itu muncul dengan lari kecil.
Dilamar oleh seorang laki-laki yang dicintainya, dengan dikelilingi oleh bintang-bintang yang menyaksikan. Memang bukan bintang sungguhan. Tapi ini sudah lebih dari cukup untuknya berkata sangat indah.Tania tidak pernah memberitahu Xander. Tapi lelaki ini seolah tahu apa keinginannya. Semua ini terlalu indah. Xander yang bersimpuh di depannya dengan cincin di tangannya. Xander terus saja memberikan kejutan untuk Tania. Mulai dari resort, mansion, dan sekarang ini. Jantungnya berdegup kencang. Rasanya benaknya sudah cukup penuh dengan rasa bahagia. Tania pasti bodoh jika ia menjawab pertanyaan Xander dengan kata tidak. Karena itu ia bersiap mengangguk ketika Xander lebih dulu berkata, "Cepat jawab, Lea. Aku sudah pegal dalam posisi seperti ini."Hilang sudah moment romantis yang tercipta. Perasaan haru Tania juga terbawa terbang oleh perkataan Xander. Ucapan Xander yang dia ucapkan dengan nada bercandanya sukses membuat Tania kesal."Ah, kau merusak suasananya." Tania memukul pundak
Tania mengayunkan kakinya dengan langkah riang. Kedua tangannya direntangkan, menikmati suasana sore yang hangat. Salju tidak turun hari ini.Di belakangnya, Xander memperhatikan dengan gelengan kepalanya. Wanita itu sudah menjadi seorang ibu. Tapi terkadang tingkahnya masih bocah. Sebelumnya Xander memang mengajak Tania jalan-jalan keluar. Tapi bukan keluar dari area mansion. Mungkin bisa berjalan-jalan di kebun bunga, atau di manapun yang masih berada di area mansion. Tidak perlu keluar pun mereka bisa jalan-jalan, karena untuk mengelilingi mansion Xander saja membutuhkan waktu berjam-jam.Tapi Tania yang tidak mau. Wanita itu ingin berjalan-jalan keluar mansion. Merengek, membuat Xander tidak bosa menolaknya. Karena itu Xander merasa wanita itu masih kekanakan."Xander, ayo ke sana." Tania menoleh ke belakang dengan tangan yang menunjuk ke depan. Tapi tanpa menunggu jawaban Xander lebih dulu, wanita itu langsung menghampiri deretan jajanan pinggir jalan yang tidak jauh dari tempat
Sebuah upacara pernikahan dilaksanakan hari ini. Gedung pesta telah dihias sedemikian rupa. Tampak sangat mewah dan elegan. Bernuansa putih dengan sentuhan warna-warna lain dari bunga-bunga yang disusun dengan apik di setiap sudut dinding. Para tamu yang tidak terhitung jumlahnya telah hadir mengisi setiap kursi yang ada. Makanan dari berbagai macam negara tersaji dengan baik. Kemudian di luar gedung, para wartawan berkerumun di sepanjang garis yang menjauhkan mereka dari pintu masuk. Ingin mengabadikan setiap proses pernikahan ke dalam berita yang tidak akan dilewatkan untuk dilihat dan dibaca oleh orang-orang.Hari ini, pernikahan Xander dan Tania akan dilaksanakan. Setelah banyak masalah yang mereka berdua telah hadapi, sekarang waktunya, menyatukan cinta mereka dalam sebuah ikatan pernikahan.Waktu rasanya berlalu begitu cepat. Tiba-tiba saja Tania akan menikah dengan Xander. Tidak ada yang bisa menggambarkan perasaan bahagianya.&n
Mata Tania beradu dengan tatapan lekat Xander. Mata yang semula menatap lembut, dengan cepat berganti menjadi kilatan menginginkan. "Kau bangun?" Xander berbisik pelan.Tania mengangguk dengan wajahnya yang polos. Riasan sudah dibersihkan dari wajahnya. "Masih mau tidur lagi?"Mata Tania masih terasa berat. Masih mengantuk. Tapi ia malah menggeleng untuk pertanyaan kedua Xander itu. Ia menatap wajah Xander yang berada di atasnya. Ia menahan napas tanpa sadar. Tahu apa arti tatapan mata itu. Jantungnya menjadi berdetak lebih cepat dari yang seharusnya. "Tidurlah lagi. Kau pasti merasa lelah," ucap Xander. Melihat mata sayu Tania, ia berniat menarik dirinya menjauh. Tapi Tania dengan cepat menahannya. Kedua tangan Tania melingkari punggung Xander. Menariknya untuk semakin dekat dengannya. "Aku tidak lelah," ucapnya menyerupai bisikan. Lalu pipinya tiba-tiba memanas. Ia memalingkan wajahnya.Xander menyentuh dagu Tania. Mengarahkan matanya untuk hanya menatap dirinya. Mereka sama-sam
Butuh waktu kurang lebih satu bulan untuk Tania benar-benar pulih dari luka tembak yang dialaminya. Dan selama itu, hanya saat inilah yang paling ditunggu Tania. Bertemu dengan ayah kandungnya.Xander selalu beralasan akan membawanya menemuinya jika kondisinya sudah pulih. Dan baru sekarang dia melakukannya. Tania sempat marah karena Xander dan orang tuanya yang menyembunyikan ini darinya. Meski Tania sendiri yang berkata tidak ingin mengetahui siapa ayah kandungnya. Tapi jika dia memang sudah sangat dekatnya, tapi tetap ingin bertemu."Kau yakin ingin bertemu dengannya?" tanya Xander sembari menggenggam jemari Tania. Berjalan bersama ke tempat di mana Abraham ditahan.Tania mengangguk yakin. "Kau tahu apa yang dia lakukan padamu bukan? Kenapa masih saja ingin bertemu dengannya?" Tania hanya tersenyum menanggapinya."Maaf, tapi Tuan Abraham tidak ingin dikunjungi oleh siapapun." Penjaga tahanan menyampaikan ucapan dari Abraham ketika dia memberitahu ada yang ingin menemuinya.Raut w
"Mommy, di mana Xander?" Tania bertanya pada Angeline yang tengah menyuapinya. Xander tidak berkata akan pergi atau apa padanya. Tapi dia tidak terlihat sejak dua jam lalu. "Xander sedang bersama Lio," jawab Angeline, yang tentu saja berbohong. Lio sedang tidur di ruangan lain. Dijaga oleh babysitter. Sementara Xander pergi keluar. Menemui Abraham di kantor polisi.Angeline mengetuk Abraham yang berani-beraninya mencelakai anaknya sendiri. Lelaki itu memang tidak memiliki perasaan sama sekali. Tapi tidakkah dia sedikit saja merasa kasihan pada darah dagingnya? Dia memang lelaki jahat.Angeline berharap Tanai tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Karena dia pasti akan menyesal nantinya. Menyesal memiliki darah yang sama dengan orang yang berniat membunuhnya. Angeline tidak ingin putrinya tahu."Mommy, sudah." Tania menolak ketika Angeline kembali ingin menyuapkan bubur ke mulutnya."Ya sudah. Ini minumnya." Angeline meletakkan mangkuk berisi bubur yang tinggal beberapa suapan. Lalu
"Kondisimu sudah semakin membaik. Sebentar lagi kau mungkin bisa pulang."Tania menyengir. Menampilkan deretan giginya yang putih bersih. "Aku kasihan melihatnya. Dia menangis saat aku sakit. Jadi aku harus cepat sembuh supaya dia tidak menangis lagi," ucapnya sembari melirik Xander yang berdiri didekat ranjang dengan tangan bersidekap.Xander mendengus. Sementara Tania dan dokter yang tengah memeriksanya tertawa. Tania langsung menghentikan tawanya, karena jahitan di punggungnya. Sementara sang dokter, karena Xander memberikan tatapan tajam padanya."Aku keluar dulu ya. Kau bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu."Tania mengangguk. Lalu mengucapkan terima kasih sebelum dokter itu keluar dari ruangannya."Kau menghancurkan reputasiku, kau tahu?" Xander berkata kesal. Ia memberikan pelototan kecil sebelum mengambil perban di atas nakas.Tania mengernyit, sebelum kemudian terkekeh kecil. "Kau malu ya, Daddy?" godanya. Xander yang terkenal tegas dan garang, menangis. Xander menggeram
Xander melangkah masuk ke dalam ruangan yang ditempati Tania. Istrinya akhirnya dipindahkan ke ruangan lain. Tubuhnya sudah tidak lagi ditempeli dengan berbagai alat penunjang hidup. Dia bahkan sudah membuka matanya sekarang. Tania tengah menatap Xander dengan mata sayunya. Bibir pink alaminya tampak pucat. Sementara bahunya dililit dengan kain kasa. Dengan lemah, wanita itu mencoba tersenyum pada Xander."Xander...."Xander menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak. "Sakit sekali ya?" ucapnya menyerupai bisikan. Meski sudah sadar, Xander tahu Tania tidak baik-baik saja. Dia masih kesakitan. Tania tampak seperti ingin berbicara. Tapi terlalu lemah untuk melakukannya. Satu kata saja sudah cukup sulit.Xander membelai rambut Tania. Menggeleng. "Tidak perlu bicara apa-apa dulu. Tidurlah. Kau butuh banyak istirahat.""Dimana baby Lio? Apa dia tidak mencariku?" tanya Tania dengan nada sangat pelan. Napasnya terengah. Xander harus benar-benar mendengarkan dengan baik. "Hm
Xander membopong tubuh lemah Tania keluar. Berjalan cepat memasuki pelataran rumah sakit. Para dokter dan perawat sudah bersiap. Membawa Tania ke ruang operasi untuk segera ditangani."Maaf, Tuan. Tapi Anda diizinkan untuk ikut masuk."Xander mengepalkan tangan. Menghembuskan napas berat, dia tidak membantah. "Selamatkan istriku apapun yang terjadi," ucapnya sebelum pintu ruangan tertutup.Xander duduk di kursi depan ruangan itu. Tangannya terkepal kuat. Raut emosi menumpuk di wajahnya. Penampilan Xander sudah berantakan. Kemeja putihnya sudah bercampur dengan warna merah. Xander sudah sangat siap membunuh orang.Lelaki itu. Jangan harap Xander akan melepaskannya. Jika sampai Tania kenapa-kenapa, ia pastikan Abraham Denovan akan mendapatkan perlakuan yang setimpal.Xander menoleh ketika mendengar suara derap langkah kaki mendekat. Alex dan Angeline berjalan cepat menghampirinya. Lio berada di gendongan Angeline. Tangisnya terdengar kencang.Xander berdiri dan ingin mengambil putranya
Xander mengeratkan mantel hijau tebal di tubuh Tania, sebelum merangkul pinggangnya dan berjalan bersama keluar mansion."Mommy dan Daddy?" Tania menoleh sekilas ke belakang untuk melihat apakah mereka sudah siap atau belum. Lio juga bersama mereka."Mommy dan Daddy akan menyusul. Kita ke bendara lebih dulu."Tania mengangguk. Xander membukakan pintu mobil, dan Tania masuk ke dalam. Ketika lelaki itu juga akan masuk, Christian datang. Xander menatap Tania. Memberitahukan dengan gerakan bibir sebelum berjalan sedikit menjauh dari mobil. Ada sesuatu yang tidak beres. Terlihat dari ekspresi Christian."Tuan, Abraham menghilang.""Maksudmu?" Xander mengernyit."Posisinya masih bisa dilacak sekitar tiga puluh menit yang lalu. Tapi setelah itu dia menghilang. Dia meninggalkan mansionnya dan pergi entah ke mana," jelas Christian. Xander memang meminta Christian untuk mengawasi Abraham. Setelah dia membuat kejutan besar yang sudah pasti menghancurkan karirnya, Abraham tidak akan tinggal dia
Xander sudah sampai di mansion. Ia menghentikan langkah saat berpapasan dengan Alex di lorong lantai empat. Xander melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Daddy belum tidur?" tanyanya."Kau berbicara apa dengannya?" Xander mengernyit. Tapi kemudian ia paham maksud pertanyaan Alex. Daddynya pasti sudah tahu semuanya. Xander tidak perlu menjelaskan lagi."Hanya memberi peringatan pada Abraham Denovan," jawab Xander santai.Alex menghela napas berat. "Daddy tahu kau pasti sangat marah dengan apa yang dilakukan laki-laki itu pada Tania. Daddy juga sangat marah saat mengetahuinya," ucapnya. "Tapi kau jangan menjadi gegabah seperti ini."Alex sangat ingin menemui Abraham dan menghajarnya secara langsung ketika ia mengetahui ketika lelaki itu hampir mencelakai putrinya. Tapi Alex tahu ia tidak bisa gegabah."Pamanmu Robert, mengenal Abraham dengan baik. Dia pernah mencalonkan diri menjadi anggota dewan. Lawannya adalah Abraham." Alex memulai ceritanya. "Abraham orang yang tida
"Apa saja yang kau lakukan di sana?"Tania merengut. "Aku tidak yakin kau tidak tahu. Para bodyguard mu pasti sudah memberitahumu kan?""Benar. Tapi aku ingin mendengarnya sendiri darimu." Dan mengetahui apa yang kau rasakan saat bertemu dengan ayah kandungmu. Lanjutnya dalam hati.Tania dan Angeline baru saja pulang dari acara amal. Meski bodyguard sudah memberitahukan semuanya. Tapi ia ingin Tania sendiri yang memberitahu."Di sana ramai sekali. Banyak orang yang memberikan amal," cerita Tania. Lalu wajahnya yang tampak biasa sebelumnya berubah cemberut. "Tapi karena ada wartawan juga, aku jadi tidak suka.""Kenapa?" Xander memberikan tanggapan. Ia mendongak menatap istrinya."Banyak orang yang jadi pamer tahu. Mereka berlomba memberikan uang paling banyak untuk amal. Lalu menceritakannya di depan kamera. Seharusnya kan tidak boleh seperti itu. Jika memang ikhlas ingin beramal ya beramal saja. Kenapa harus dipamer-pamerkan?"Xander tersenyum melihat bibir Tania yang maju ke depan ke
"Setelah sukses dengan menjadi anggota dewan di Spanyol, Bulgaria, dan Inggris, Abraham Denovan akhirnya kembali negaranya untuk mencalonkan dirinya sebagai presiden pada pemilihan presiden yang akan datang. Nama lelaki kelahiran 1965 itu begitu cemerlang dalam dunia perpolitikan. Sikap tanggung jawab dalam menjalankan setiap tugasnya tidak bisa diragukan.""Namun, baru-baru ini berhembus kabar miring tentangnya. Belum dipastikan kebenarannya, tapi Abraham Denovan diduga suka bermain dengan perempuan malam, meski telah memiliki seorang istri. Dia juga memiliki seorang anak dari salah satu teman tidurnya itu. Anak itu–""Mommy."Angeline langsung mematikan layar televisi yang menampilkan berita itu ketika Tania memanggil. Wajahnya yang semula datar berganti menjadi senyuman saat Tania berjalan mendekat."Mommy." Tania duduk di sebelah Angeline. "Mommy sedang apa?"Angeline menggeleng. "Mommy melihat berita. Tapi karena tidak menarik, Mommy jadi malas melihatnya," jawabnya. "Di mana Lio