"Bye." Marissa melambaikan tangan kepada Roy yang lalu melajukan mobilnya."Aku pulang," ucap Marissa saat memasuki rumahnya.Baru saja memasuki rumah, Marissa dikejutkan dengan kehadiran arwah Ria di ruang tamu."Hai!" Ria menyapa."Tunggu sebentar. Aku mau bersih-bersih dulu," ujar Marissa dalam hati.Marissa pun pergi ke kamarnya lalu bersih bersih dan mengganti pakaian. Setelah itu, ia keluar rumah menuju apartemen yang ditinggali Ria."Lantai berapa?" Marissa bertanya kepada Ria."Sepuluh," jawab Ria.Marissa pun menaiki lift ke lantai sepuluh."Ruangan nomor berapa?""194."Marissa pun menyusuri lorong untuk mencari ruangan nomor 194. Beberapa menit kemudian, ia pun sampai di ruangan nomor 194. Saat hendak mengetuk pintu, Marissa mendengar suara tangisan dari dalam ruangan.Tok tok tok"Permisi," ucap Marissa.Suara tangisan itu berhenti. Lalu pintu dibuka oleh seorang wanita paruh baya."Permisi, saya temannya Ria. Saya ingin menyampaikan pesan terakhir dari Ria. Sebelum mening
"Bye." Marissa melambaikan tangan kepada Roy yang lalu melajukan mobilnya."Aku pulang," ucap Marissa saat memasuki rumahnya.Baru saja memasuki rumah, Marissa dikejutkan dengan kehadiran arwah Ria di ruang tamu."Hai!" Ria menyapa."Tunggu sebentar. Aku mau bersih-bersih dulu," ujar Marissa dalam hati.Marissa pun pergi ke kamarnya lalu bersih bersih dan mengganti pakaian. Setelah itu, ia keluar rumah menuju apartemen yang ditinggali Ria."Lantai berapa?" Marissa bertanya kepada Ria."Sepuluh," jawab Ria.Marissa pun menaiki lift ke lantai sepuluh."Ruangan nomor berapa?""194."Marissa pun menyusuri lorong untuk mencari ruangan nomor 194. Beberapa menit kemudian, ia pun sampai di ruangan nomor 194. Saat hendak mengetuk pintu, Marissa mendengar suara tangisan dari dalam ruangan.Tok tok tok"Permisi," ucap Marissa.Suara tangisan itu berhenti. Lalu pintu dibuka oleh seorang wanita paruh baya."Permisi, saya temannya Ria. Saya ingin menyampaikan pesan terakhir dari Ria. Sebelum mening
Jam empat pagi, Marissa sudah mandi dan memakai pakaian training. Ia kini sedang menyiapkan barang-barang yang akan ia bawa untuk naik gunung nanti. Ada pakaian, alat mandi, peralatan masak dan bahan makanan, tenda, dan juga kitab anak iblis.Marissa juga membawa puluhan lembar daun bidara untuk melawan para iblis dan jin di gunung nanti. Setelah selesai memasukkan barang-barang di tas ransel besar miliknya, Marissa pun berniat untuk memakai skincare.Setelah selesai memakai skincare, Marissa berniat keluar kamar untuk mengecek Farissa. Saat membuka pintu, Marissa terlonjak kaget ketika Nia dan Roy muncul di depan pintu.Marissa mendengus. "Ngagetin aja."Nia menyengir. "Kamu sudah selesai siap-siap?""Baru saja selesai," sahut Marissa."Numpang wifinan di kamarmu, ya. Aku ngerasa gerah," ujar Nia."Masuk aja."Saat Marissa hendak menuju kamar Farissa, Farissa sudah terlebih dahulu keluar dari kamar. "Aku sudah siap," ucap Farissa."Oke." Marissa kembali ke kamarnya lalu berseru, "Ayo
Pukul lima sore, mereka berempat sampai ke puncak. Nia langsung memotret sunset sebanyak-banyaknya. Sedangkan Marissa, Roy, Farissa duduk berjejer menikmati sunset sambil meminum teh hangat.Di bawah puncak gunung terlihat perkotaan yang megah. Di atas gunung banyak kabut dan awan. Suhunya sangat dingin. Marissa sampai menurunkan beanie hatnya sampai ke jidatnya saking dinginnya.Di sela-sela menikmati sunset, Roy menggenggam tangan Marissa lalu menciumnya. "Aku ada sesuatu buat kamu," ujarnya."Apa?"Roy merogoh saku celananya untuk mengambil sebuah benda berwarna merah."Buka," ucap Roy sambil menyerahkan kotak tersebut.Marissa menekuk dahinya, sibuk bertanya-tanya dalam benaknya. Ia pun membuka kotak tersebut. Pupilnya melebar ketika melihat ada sepasang anting emas dengan bandul berlian. Ini adalah anting impiannya dari brand Roy Mason.Anting tersebut sangat mahal. Harganya seribu lima ratus dollar atau sekitar dua puluh tiga juta rupiah.Marissa lalu memeluk Roy erat-erat. Maris
"Farissa!" Marissa, Roy, dan Nia terus berseru memanggil nama Farissa.Mereka berhenti sejenak di antara pepohonan. Sudah lebih dari satu jam mereka mencari Farissa namun tak kunjung ketemu."Aku aku sudah sampai di kerajaan Azalah?" Marissa bertanya dalam hati."Berjalanlah lagi, sebentar lagi kamu akan sampai," jawab Alard."Ayo jalan lagi, guys," seru Marissa."Aku capek banget, Mar," keluh Nia."Yaudah, istirahat sebentar aja."Mereka pun akhirnya duduk. Mereka sangat haus. Namun sayangnya mereka tidak ada yang membawa minum. Setelah beberapa menit istirahat, Marissa bangkit lagi."Ayo kita lanjutin!"Roy dan Nia mengangguk. Mengikuti langkah Marissa. Tiba-tiba Marissa berhenti ketika melihat sandal Farissa yang tergeletak di tanah."Ada sandal Farissa," seru Marissa."Mana mana? Oh iya, itu sandalnya Farissa. Tapi Farissa kemana?" Nia menyahut."Kamu sudah sampai di pintu gerbang kerajaan Azalah," ujar Alard kepada Marissa.Marissa menerawang tempat ia berpijak lewat mata batinnya
Beberapa detik setelah Marissa menyedot Lauzalah, muncul Azalah dari sebuah ruangan. Azalah kaget ketika melihat Marissa dan Farissa. Sementara wanita yang duduk di sebelah singgasana Lauzalah menangis."Ibu," ucap Azalah yang lalu menghampiri wanita itu."Kenapa kalian mengusik suamiku?" Wanita itu menangis histeris."Tenangkan dirimu, Ratu Laras," ucap salah satu pelayan."Ratu Laras… apakah kamu manusia yang menikah dengan iblis?" tanya Marissa."Iya, kenapa? Kalian tega sekali membunuh suamiku.""Aku tidak membunuhnya. Aku hanya mengurungnya.""Lancang," ucap Azalah geram.Saat Azalah ingin menyerang Marissa, Marissa mengambil kendi yang diberikan oleh arwah Risa yang tiba-tiba datang menolongnya. Marissa membuka kendi itu lalu mengarahkannya ke Azalah sambil mengucap, أزالة ، عودي إلى الظلمة تمامًا كما خرجت" من الظلا."Azalah pun tersedot ke dalam kendi tersebut. Wanita yang dipanggil Ratu Laras tersebut duduk bersimpuh sambil menangisi Azalah.Marissa yang tak tega pun menghampi
Nia berada di kamar Marissa untuk menemaninya. Roy dan Paman Pandu sudah pulang beberapa menit yang lalu. Kini, Marissa dan Nia sibuk bernyanyi seakan lupa beberapa jam lalu Marissa bertaruh nyawa di dimensi lain."Mau ke balkon? Sekalian lihat sunset," tawar Marissa."Ide bagus." Nia menanggapi, setuju akan saran Marisssa.Marissa membuka pintu balkon lalu melangkahkan kaki keluar ruangan diikuti Nia."Waw, indah banget langitnya." Nia berseru, wajahnya berbinar-binar menatap langit."Makanya aku suka banget ke balkon," sahut Marissa."Ini pertama kalinya aku ke balkon kamarmu. Kalau tahu sebagus ini, aku bakal sering ke sini," ujar Nia."Makanya sering-sering kesini.""Iya, besok aku akan sering-sering kesini."Marissa duduk di kursi sambil menaruh laptop dan speaker kecil miliknya di atas meja. Marissa lalu memutar musik pop.Nia sibuk memotret langit menggunakan ponselnya. Sesekali ia ikut bernyanyi dan menari-nari mengikuti alunan lagu pop yang terputar.Marissa tertawa melihat ti
Marissa menyendiri di kafe. Ia ingin menghindari Roy karena pasti Roy akan mencarinya ke rumahnya. Marissa sebenarnya tak rela jika harus berpisah dengan Roy.Tapi mau bagaimana lagi? Marissa sudah terlanjur berjanji dengan Farissa. Marissa sebenarnya tak menyangka Farissa akan mengajukan permintaan yang sangat berat bagi Marissa. Marissa merasa Farissa kini jauh berbeda dengan Farissa yang dulu.Marissa memutuskan untuk fokus kepada tugas yang ia kerjakan di laptop daripada terus memikirkan hal-hal yang membuatnya pusing. Marissa menepuk jidatnya, ia lupa bahwa materi tugasnya ada di dalam ponselnya.Marissa pun membuka ponselnya yang sebelumnya ia matikan daya. Baru saja ponselnya menyala, muncul banyak sekali notifikasi dan panggilan tak terjawab dari Roy dan Nia. Beberapa detik kemudian, masuk panggilan dari Nia.Marissa pun mengangkatnya. "Iya, hallo?""MARISSA!" Nia berseru kencang. Marissa sampai menjauhkan ponselnya dari telinganya."Gak usah teriak-teriak!""Hehe, maaf. Tapi
"Aku, Sky Putra Raja, menjadikanmu, Farissa Putri Abraham, istri ku, untuk kumiliki mulai hari ini dan seterusnya, dalam keadaan baik, buruk, sehat, sakit, kaya ataupun miskin, hingga kematian memisahkan kita," ucap Sky lantang."Aku, Farissa Putri Abraham, menjadikanmu, Sky Putra Raja, suamiku, untuk kumiliki mulai hari ini dan seterusnya, dalam keadaan baik, buruk, sehat, sakit, kaya ataupun miskin, hingga kematian memisahkan kita," balas Farissa.Mereka pun berciuman dan berpelukan. Riuh tepuk tangan kembali terdengar. Para pemain musik mulai memainkan musik hingga terdengar alunan musik yang indah yang membuat suasana menjadi semakin hangat.Seluruh keluarga dan kerabat pun berfoto bersama dengan kedua pasangan pengantin. Setelah itu, diadakan acara lempar bunga. Marissa dan Farissa pun membelakangi para tamu lalu melempar buket bunga ke belakang.Yang menangkap kedua bunga tersebut adalah Nia dan seorang laki-laki bernama Joy. Joy adalah teman kampus mereka. Bertepatan dengan itu
Roy: Aku mau ngelamar kamuMarissa terkejut dan membeku saat membaca pesan dari Roy. "Ya Tuhan, ini beneran?" gumamnya.Marissa: Kamu serius?Roy: Seriuslah. Aku sama Bunda udah nyiapin seserahan. Kami akan kerumahmu nanti sore. Dandan yang cantik ya, sayang.Marissa merasa senang, cemas, bingung pokoknya semua rasanya seperti campur aduk. Ia sampai berjingkrak-jingkrak saking merasa campur aduk. Ia memandangi dirinya di depan cermin sambil berucap, "Serius cewek kayak aku mau dilamar nanti? Acak-acakan gini kayak orang utan kok bisa cepat dapat calon suami, ya.""Tapi aku memang cantik, sih," lanjutnya sambil berpose layaknya model."Aku harus nyiapin pakaian buat nanti." Marissa buru-buru menggeledah lemarinya. Banyak baju yang ia hamburkan hingga menjadi berantakan. "Aduh, aku harus pakai yang mana?" Marissa frustasi. "Oh iya. Lebih baik aku bilang ke Mama Papa sekalian tanya saran pakaian yang cocok dipakai nanti."Marissa pun keluar kamar dan berjalan ke kamar kedua orangtuanya.
"Dari hasil pemeriksaan, pasien dinyatakan hamil." Ucapan dokter membuat tubuh Anggun membeku."A-apa? Aku hamil?" Anggun berucap tak percaya."Iya. Usia kandungannya baru dua minggu. Tolong dijaga baik-baik kandungannya. Saya akan beri vitamin dan surat kontrol. Nanti bisa kontrol ditemani suaminya.""Suami? Apakah dunia sedang bercanda?" ujar Anggun dalam hati.Marissa menatap Anggun dengan tatapan kasihan. Dia ingin menyadarkan Anggun melalui kata-kata tapi ia tak tega melihat wajah Anggun yang pias. Setelah keluar dari ruangan dokter, Anggun menangis sejadi-jadinya."Maafkan aku, Mar. Mungkin ini karma karena aku berniat mencelakaimu. Tolong bantu aku… aku harus bagaimana?""Aku sudah memaafkanmu. Kamu harus sabar dan ikhlas menerima anak di rahimmu. Bagaimanapun dia bayi tak berdosa. Jangan kamu sakiti apalagi menggugurkannya. Kamu tidak mau 'kan terjadi hal buruk lagi? Maka jaga kandunganmu.""Lalu bagaimana dengan kuliahku?""Kamu bisa menggunakan pakaian oversize ketika ke kamp
Marissa tidak berangkat sekolah karena ia masih merasa lemas dan tak bertenaga. Kini dia hanya duduk bersandar ke headboard sambil menonton film. Tiba-tiba terdengar suara motor Roy yang sangat Marissa hafal.Marissa pun berhenti memutar film lalu beranjak dan turun ke lantai bawah dan menghampiri Roy. "Aku gak berangkat kuliah. Maaf gak ngabarin kamu karena aku lupa."Roy menyerahkan beberapa batang coklat kepada Marissa. "Cepat sembuh, sayang."Marissa menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih, Roy." Ia mengecup pipi Roy.Roy melotot kaget. Ia memegangi tangan Marissa lalu meremasnya. "Aaa aku salting berat. Kamu harus tanggung jawab."Marissa mengecup pipi Roy lagi. "Aku sudah tanggung jawab.""Itu malah bikin aku tambah salting, Mar.""Memang tujuan aku begitu. Aku suka lihat wajah kamu pas salting.""Kalau begitu aku juga mau cium kamu." Roy turun dari motornya.Namun Marissa segera berlari memasuki rumah sambil tertawa. Roy menatap Marissa dengan tatapan yang dibuat seolah-o
Cesy mencekik Excel sampai Excel tersedak dan sesak nafas. Excel memegangi tangan Cesy yang terasa sangat dingin. Cesy menatap Excel sangat tajam."Puas kamu merusak seluruh hidupku? Kamu memang pria brengsek. Kamu seharusnya gak pantas hidup. Kamu adalah manusia paling bejat yang pernah aku kenal," ucap Cesy berapi-api."Aku minta maaf." Excel melirih."Apakah kata maaf bisa mengembalikan semuanya yang sudah hancur tak tersisa? Kenapa? Kenapa kamu lebih memilih meninggikan ego dan sikapmu yang temperamental dari pada menahannya dan berusaha bersikap lembut kepadaku? Tidak perlu lembut, tapi bersikaplah dengan normal kepadaku. Apa itu sangat susah?""Iya aku tahu aku salah. Aku juga tidak ingin mempunyai gangguan mental dan sikap temperamental. Ini semua bukan pilihanku.""Menjadi korban kebejatanmu juga bukan keinginanku." Cesy berteriak. Ia melepaskan cekikkannya dengan kasar.Excel buru-buru mengatur nafas lalu turun dari kasur dan bersujud kepada Cesy. "Tolong jangan ganggu aku la
"Tolong berhentilah mengganggu Excel. Dia sudah mendapatkan ganjarannya. Kamu sudah menang, Cesy," ucap Marissa.Raut wajah Cesy berubah sedih. "Aku masih dendam padanya.""Untuk apa kamu dendam? Jika kamu berhenti mengganggunya dan dia dinyatakan pulih dari gangguan jiwanya maka ia akan dipenjara. Bukannya itu adalah balasan yang setimpal atas perbuatannya selama ini kepadamu?"Cesy diam, tampak berpikir. Beberapa detik kemudian ia mengangguk. "Baiklah. Aku akan memberinya pelajaran satu kali lagi lalu aku akan berhenti mengganggunya."Marissa hanya geleng-geleng kepala. Memang kalau orang sudah dendam pasti akan melampiaskan dendamnya sampai ia puas termasuk Cesy. Ia bahkan masih ingin memberi pelajaran kepada Excel.Tiba-tiba perasaan Marissa menjadi tidak enak. Tapi ini menyangkut Roy.•••Saat sedang bersantai di balkon, tiba-tiba ponsel Marissa berbunyi. Saat Marissa mengeceknya, rupanya ada telepon dari Roy. Marissa pun segera mengangkatnya."Halo, Roy?""Halo, Mar. Kamu kesini
"Cesy yang beberapa hari kemarin datang ke rumah saya?" tanya Yuni."Benar, Kak. Dia sudah meninggal bunuh diri." Ucapan Marissa membuat Yuni kaget sampai melotot."Bu-bunuh diri?""Iya. Dia bunuh diri dalam keadaan hamil.""Kok bisa?"Marissa pun menceritakan tentang cerita sebenarnya tentang Cesy. Ia juga menceritakan tentang ia yang dimimpikan Cesy. Marissa tidak peduli Yuni percaya atau tidak."Ya Tuhan, kasihan sekali Cesy. Aku tidak menyangka hidupnya setragis itu. Kemarin saat Cesy kesini saya sempat merekam perbincangan kami," ujar Yuni."Boleh saya dengar rekamannya?" pinta Marissa."Boleh-boleh." Yuni pun menghidupkan ponselnya dan memutar rekaman pembicaraannya dengan Cesy."Kak Yuni, perkenalkan aku Cesy. Aku kesini ingin berbagi cerita," ucap Cesy."Silahkan. Saya akan menjadi pendengar yang baik.""Jadi, saya punya mantan pacar yang toxic. Dia selalu melakukan kekerasan kepada saya. Saya sangat tertekan dan trauma. Apa yang harus saya lakukan?""Di a melakukan kekerasan
Terlihat di CCTV ada wanita memakai sweater ungu yang tak lain adalah Anggun memasukkan kecoa di dalam gelas yang dibawa oleh pelayan. Semuanya langsung menengok ke sekitar mencari Anggun. Anggun pun ketahuan dan digeret oleh para pengunjung ke tengah-tengah mereka.Marissa seperti mengenali Anggun. Ia melepas masker Anggun dan seketika matanya membulat. "Anggun?!"Roy pun tak kalah terkejut. "Apa salahku, Nggun?" tanya Roy.Anggun merampas maskernya dari tangan Marissa lalu memakainya kembali. Ia lalu berucap, "Salahmu adalah membangun kafe ini! Kafemu membuat kafe ayahku tidak laris. Kamu merebut pelanggan kafe ayahku!""Ya Tuhan … kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu? Rezeki sudah diatur," sahut Marissa."Halah, kalian jangan sok suci. Sekarang aku minta uang ganti rugi karena kalian menyaingi kafe ayahku.""Untuk apa kami ganti rugi? Apa yang kami lakukan sudah benar menurut kami." Marissa berucap. "Semuanya, apakah yang kami lakukan salah?"Para pengunjung menggeleng. "Tidak."
TringTiba-tiba notifikasi ponsel Marissa berbunyi. Marissa pun duduk di anakan tangga mengecek ponselnya. Ternyata ada pesan dari grub kampus.Grub kampus: Kabar duka datang dari seorang mahasiswi baru bernama Cesy. Ia ditemukan meninggal di kamarnya karena gantung diri. Mari kita panjatkan doa supaya Cesy tenang di alam sana. Terima kasih atas perhatiannya.Marissa membeku. Tangannya sampai bergetar hingga ia menjatuhkan ponselnya. Ia kaget dan hampir berteriak ketika ada yang menepuk bahunya. Saat Marissa menoleh, rupanya itu adalah Anggun. "Kamu tadi jadi bahan pembicaraan orang-orang di perpustakaan karena kamu ngomong sendiri seolah-olah ada orang disampingmu. Kamu tadi ngomong sama siapa?" ujar Anggun.Marissa menjadi bertambah terkejut. Ia semakin terkejut ketika melihat di seberang jalan ada Cesy yang melambaikan tangan kepadanya sambil menggendong seorang bayi yang tidak memakai pakaian sedikitpun seperti baru lahir.Anggun menepuk bahu Marissa. "Kamu kenapa melotot gitu?"