Irham tidak kembali ke kelas sejak istirahat. Qiya sudah tau kalau pacarnya itu kabur bersama Rendi. Sekarang Qiya bingung mau pulang sama siapa. Pesan yang tadi ia kirim ke Yasir tak juga mendapat balasan.
Saat Qiya akan memesan grab, tiba-tiba ada motor yang berhenti di hadapannya. Kak Bara.
"Belum pulang?" Tanya Bara.
Qiya hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Si Irham kabur ya? Si Acil juga tadi balik pas jam 12, ngantuk katanya."
Qiya tau sekarang, kenapa pesannya tidak dibaca oleh Yasir ternyata orangnya tidur. Ah sudahlah, tidak bisa diharapkan. Ia juga malu jika harus nebeng pulang ke Bara. Masa dulu setiap Bara nawarin pasti di tolak sekarang masa harus minta anterin pula
Qiya berjalan di samping Irham menuju kelas. Pagi ini mereka berangkat bersama tapi Irham tidak mengajaknya bicara sama sekali. Bahkan Qiya diabaikan hingga sekarang."Irham jelek kalo cuekin gue, Bye!" Ucap Qiya lalu berjalan meninggalkan Irham yang mengernyit bingung."Bukannya di rayu-rayu malah di katain," gumam Irham yang masih menatap punggung kecil Qiya.Sampai kelas, Qiya terlihat acuh dan tidak menatap Irham sama sekali. Irham tidak mau ambil pusing. Harusnya kan dia yang marah, kenapa Qiya malah ikutan?"Auranya dingin sekali pren!!!" Seru Ajeng yang menyadari interaksi Qiya dan Irham yang tidak baik."GELUD GELUUD GELUUDD" teriak Rendi.
Qiya tidak menemukan Irham di dalam kelas, tapi tasnya masih ada di atas meja cowok itu. Qiya langsung sadar kalau setiap istirahat Irham akan lebih banyak menghabiskan waktunya di warung belakang.Ia bergegas pergi ke sana. Tapi di tengah jalan ia berpikir lagi, pasti di warung belakang isinya cowok doang.Qiya merogoh ponselnya di saku rok berniat menghubungi Irham, namun sudah panggilan ketiga tidak juga diangkat. Ah benar juga, pesannya semalam saja hanya di baca dan teleponnya semalam di tutup sepihak.Qiya menghembuskan nafasnya. "Ribet banget sih punya pacar!" Keluhnya.Akhirnya Qiya menelepon Yasir untuk menanyakan keberadaan Irham di warung belakang."Ada Irham gak?" Tanya Q
Qiya sampai rumah dengan ekspresi wajah yang kusut banget. Pokonya gak enak dipandang. Yasir memperhatikan Qiya dengan intens. Rasanya tadi siang ekspresi Qiya masih biasa saja, sekarang sudah kusut kaya nahan sesuatu."Lo mau boker ya?" Tanyanya asal.Qiya mendelik tajam kemudian melangkah ke dapur untuk meminum air dingin. Badan, tenggorokan dan otaknya panas sekali.Setelah mendinginkan tenggorokannya Qiya jalan dengan sedikit terburu-buru ke kamarnya. Ia sudah tidak mampu lagi menahan air mata yang entah sejak kapan membendung di pelupuk matanya.Setelah masuk ke kamar, Qiya menutup pintu dan langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur. Kepalanya ia tenggelamkan di atas bantal agar suara isak tangisnya sedikit teredam. Kenapa rasanya s
Bel masuk berbunyi sekitar 5 menit lagi. Qiya dan teman-teman kelasnya sudah mulai kembali berkumpul di kelas walaupun masih pada ngobrol.Akhir-akhir ini guru jarang masuk karena sibuk dengan kelas 12 yang beberapa hari lagi akan melaksanakan ujian nasional. Jadi kelas Qiya pasti makin rusuh. Dan entah setan mana yang merasuki teman kelas Qiya, terutama Qiya dan Ajeng. Karena mereka tidak kabur padahal guru sering tidak masuk. Biasanya freeclass selalu dimanfaatkan oleh beberapa murid untuk pergi."Nih. Bekalnya enak, besok bawa lagi ya!" Ujar Irham sambil menyodorkan kotak bekal milik Qiya yang sudah habis ludas tanpa sisa sedikit pun."Ogah!""Galak lagii..." gumam Irham sambil melenggang pergi ke bangkunya.
"Senin besok libur! Gue gak tau di rumah harus ngapain," keluh Qiya."Untungnya ujian kelas 12 gak lama, semoga gue bertahan di rumah jadi babu!" Ucapnya lagi.Irham terkekeh dengan ekor mata yang melirik Qiya yang sedang berjalan di sampingnya. "Kewajiban anak cewek kan memang begitu.""Iyaa.. tapi kalo di babuinnya sama kak Yasir gue gak sudi!!! Status gue sama dia di rumah kan sama! Sama-sama jadi anak! Tapi kenapa gue doang yang disuruh ini itu? Mana dia juga ikutan nyuruh!"Irham tertawa mendengarnya. Ia jadi membayangkan jika nanti adiknya sudah remaja, boleh juga di perlakukan seperti Yasir memperlakukan Qiya, kayaknya seru."Gue jadi mikir, lo nanti ke adek lo gitu gak?" Tany
Qiya mendongak menatap langit yang ditutupi awan hitam. Setetes demi tetes air hujan mulai turun dan lama-lama semakin deras.Qiya berlari ke sebuah halte untuk berteduh menghindari hujan. Ia memang suka dengan hujan, tapi jika kehujanan seperti sekarang Qiya juga tidak mau.Sore ini Qiya baru pulang bermain dengan teman SMPnya. Sekarang karena hujan ia jadi bingung harus pulang naik apa. Minta di jemput sama Yasir juga pasti di tolak karena kakaknya itu paling tidak suka kedinginan lagipula ponselnya mati.Sekitar 10menit Qiya berteduh di halte datang tiga orang pemuda. Setelah memarkir motornya dengan tergesa, ketiganya menghampiri Qiya yang sekarang sudah ketakutan karena tidak mengenali mereka.Ia menjauh dan bersiap untuk lari me
Berkali-kali pesan Qiya hanya Irham baca tanpa di balas. Setelah drama telponan yang akhirnya di putus sepihak oleh Irham, Qiya berusaha menghubungi pacarnya walaupun tidak di respond. Kesel sih tapi ya lucu gemes, ini Irham beneran ngambek atau sengaja biar Qiya pengen nyubit? Pikirnya.Qiya terus menelepon Irham walaupun tidak satu pun dari panggilannya yang di angkat. Akhirnya ia memutuskan untuk membuka aplikasiGrabdan memesan satu makanan favorite sang pacar. Ia kirim ke alamat rumahnya dengan sebuah pesan yang ia titipkan ke abangGrabnya untuk merayu Irham agar tidak ngambek lagi dan mau membalas pesan-pesannya.Qiya :Sudah otw ke rumahorangnya, mas?Grab :Baru otw teh.
Satu bulan kemudianAcara graduation kelas 12 di adakan hari ini di lapang outdoor sekolah. Dan nanti malam akan ada acara promnight di sebuah hotel yang tak jauh dari sekolah.Qiya datang menghadiri acara graduation ini karena paksaan Sarah. Kalau bukan karena dipaksa Qiya akan memilih tidur dirumah seperti Yasir.Sarah udah terlihat sedih banget sejak datang ke sekolah. Gadis itu akan LDR dengan Alan yang memilih kuliah di Jakarta. Bukan karena tidak sanggup berjauhan, tapi Sarah takut Alan akan kembali menjadi buaya yang mendekati banyak cewek di kampusnya nanti. Apalagi Sarah tidak bisa memantaunya secara langsung.Tangis Sarah pecah saat Alan menghampirinya seusai pemasangan mendali di panggung. Mereka berpelukan dengan Alan yang
Belum lama putus, Qiya sudah terlihat bersemangat lagi. Sudah kembali menjadi Qiya yang biasanya. Hal itu memang terdengar positif untuk Qiya. Tapi tidak dengan penglihatan orang sekitarnya. Terutama Arumi, entah sejak kapan kabar Qiya putus dengan Irham sudah menyebar ke seantero sekolah. Oh hampir saja lupa, ini semua karena ulah Rendi tempo hari. Qiya mendengus kesal saat berjalan melewati Arumi ketika akan pergi ke kantin. Qiya cukup menyesal menolak tawaran Rena yang ingin menemaninya ke toilet sebelum menyusul teman-temannya yang lain."Emang dasar jalang sih ya... baru aja putus udah bisa ketawa ketiwi lagi. Parahnya sih udah ada cowo baru? Kesian deh cowo barunya."Sindiran itu membuat langkah Qiya terhenti. Dia bilang apa? Jalang? Ya ampun kasar sekali. Sebelumnya Qiya tidak mau meladeni, tapi kata Jalang yang keluar dari mulut Arumi sangat mengganggu harga dirinya."Jalangan siapa ya? Sama cewek yang mepet-mepetin pacar orang?
Terlentang di atas kasur empuk favoritenya. Qiya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah keputusannya baik atau tidak, yang pasti sekarang Qiya kembali merasakan ragu.Ia merutuki kelabilannya lagi kali ini. Rasanya baru kemarin Qiya bertekad tidak akan bersama Irham ataupun Bara walaupun hatinya ada diantara dua cowok itu.Qiya tidak ingin menyakiti atau memberi harapan kepada salah satu dari mereka.Ya.. itulah yang Qiya pikirkan sebelum berbincang dengan Bara di kantin berdua.Entah apa yang Qiya pikirkan saat itu hingga bisa-bisanya mulut manisnya berkata "oke, kita jalanin dulu."Qiya mendengus kala otaknya mengingat jawabannya itu. Ia menarik salah satu bantalnya kemudian menutup kepalanya dengan bantal itu. "Aaaaarrrggghhh Zelqiya lo labil banget!!!"Qiya berguling-guling gelisah di atas kasur. Pusing memikirkan apa yang akan terjadi dengan hubungannya.Eh tapi, kalau Qiya
"Qiyaa.. lo sama Irham gak balikan?" Tanya Bara hati-hati.Qiya menoleh sebentar lalu tersenyum. Kakinya terus melangkah ke arah kantin berdampingan dengan langkah Bara."Balikan ya??" Tanya Bara lagi karena tidak mendapat jawaban."Nggaa.. kenapa? Mau pepet gue lagi?" Qiya tersenyum jail ke arah Bara."Iyalahh... target udah jomblo masa gak di gas."Qiya tertawa. "Jangan kak.. kita gini aja, gue gak mau kelabilan hati gue buat lo ngerasain apa yang di rasain Irham. Sekarang gue, lo bahkan Irham temenan aja. Oke?""Gue sebenernya gak bisa. Tapi mau gak kalo kita jalanin dulu? Gue gak maksa. Gimana nyamannya lo aja. Walaupun gue maunya kita ada status, kalo lo gak mau gue gak papa."Qiya berpikir sampai mereka tiba di kantin. Memesan es cekek untuk mereka berdua dan teman-teman Bara di lapang. Mereka duduk tak jauh dari penjual es. Duduk berhadapan dengan mata yang saling menatap."Oke, kita jalanin dulu."Mata Bara
Pukul 12 malam, Yasir baru pulang kerumah setelah puas bermain di rumah Fatur. Sebelum masuk ke kamarnya, Yasir menoleh ke arah meja makan karena tak sengaja melihat seseorang yang terduduk sambil memainkan ponselnya.Yasir mendekat dan melihat Qiya sedang memakan mie instan sembari menonton drama korea kecintaannya. Yasir meraih gelas lalu menuangkan air untuk ia minum.Yasir duduk di hadapan Qiya, menyimpan gelasnya di meja dan mengambil toples biskuit disana."Halal gak yaa kalo jual adek kaya lo?"Qiya mendongak kaget dengan pertanyaan Yasir. Ia menatap sinis ke arah sang kakak. "Menurut lo?!""Menurut gue mah halal.. daripada bikin pusing. Mending jual.""Apaan sih?"Yasir mendengus. Lalu memakan lagi biskuitnya. "Lo balikan sama si Irham?""Mana ada."Yasir mengerutkan
Istirahat kedua, Bara berjalan ke arah kelas Qiya dengan senyum lebarnya. Hatinya berbunga-bunga walaupun otaknya hampir depresi karena mikirin cara buat pepet Qiya sedikit lagi. Tapi depresi terlalu hiperbola buat penggambaran keadaan otak Bara.Tangannya menggenggam satu kotak susu kesukaan Qiya. Biarlah ia dikatakan mengambil kesempatan disaat Qiya baru saja putus, bahkan putusnya pun karena Bara.Sampai di depan pintu kelas Qiya, Bara menarik nafas dulu sebelum masuk. Entah karena rasa bahagianya sedang membuncah karena Qiya atau memang Bara saja yang sedang lebay. Pokoknya saat ini Bara degdeggan berat.Setelah dirasa siap, Bara membuka pintu kelas itu lalu mengedarkan pandangannya mencari kekasih hatinya. Bara hanya melihat beberapa cewek teman kelas Qiya sedang merebahkan kepalanya juga ada Rendi yang sibuk dengan ponsel serta telinga memakai earphone.Bara menghampiri cewek yang
Irham menghentikan motornya di parkiran kedai dekat SMP mereka dulu. Tempat yang pernah mereka datangi saat masih berpacaran. Rasanya Qiya ingin menangis melihat tempat ini. Satu memori indah bersama Irham berputar lagi.Irham mengajak Qiya masuk ke dalam. Sepi. Pengunjung kedai memang anak sekolah. Berhubung sekarang masih jam masuk jadi kedai pasti sepi.Mereka duduk di pojok kedai, tempat yang dulu mereka tempati juga. Tempat ini sangat cocok untuk mengobrol."Ada apa?" Tanya Qiya langsung.Jujur saja, Qiya canggung sekarang. Entah harus bersikap bagaimana. Qiya tidak bisa bersikap sebagai teman seperti sebelum mereka balikan. Rasanya masih aneh."Tegang amat.." ucap Irham santai.Tapi Qiya tau, Irham juga sama canggungnya. Sorot mata Irham membuktikan kecanggungan. Namun, sepertinya Qiya juga harus santai untuk menghargai usaha Irham menyembu
Di kantin, Qiya memesan nasi goreng untuk sarapannya. Ia duduk sendirian. Kantin tidak begitu ramai karena masih pagi. Qiya merasa gak salah karena memilih kabur ke kantin sendiri.Tapi ketenangannya gak bertahan lama setelah gerombolan Bara datang dengan kericuhannya. Mereka jalan masuk kantin sambil bercanda. Belum lagi suara bisik bisik cewe cewe alay yang mengangumi mereka mulai terdengar di telinga Qiya.Earphone yang tadinya mati sekarang mulai Qiya nyalakan karena gak mau dengar kebisingan.Suara lagu mulai mengalun masuk ke telinga Qiya menyamarkan suara bising kantin, ia menaikan sedikit volumenya sampai suara bising itu benar-benar tidak terdengar.Qita tersentak kaget saat ibu kantin penjual nasi goreng meletakan satu piring nasi goreng dan sebotol air mineral di hadapannya."Ibu ngagetin aja.""Gimana gak kaget, orang neng pake tutup
Esoknya, Qiya sekolah seperti biasa namun dengan perasaan berbeda. Suasana hatinya masih sedih dan kehilangan. Baru kali ini Qiya merasa benar-benar putus cinta seperti kebanyakan orang.Mata Qiya sedikit bengkak karena menangis semalam. Ada beberapa teman sekolahnya yang menatap aneh ke arah Qiya saat mereka berpapasan.Sampai di kelas, Qiya melihat ke bangku Irham yang masih kosong. Belum ada tas, rupanya cowok itu belum datang.Qiya menghela nafas panjang, ia bingung bagaimana nanti Qiya harus ketemu Irham. Ia tidak tau harus bereaksi apa, bertingkah seperti apa. Qiya benar-benar belum siap.Rasanya sekolah dihari kemarin masih baik-baik saja dengan Irham. Masih bercanda dan lainnya. Sekarang, semuanya telah berubah.Tepakan di bahunya membuat Qiya terkejut. Ia menoleh dan mendapati Rena disana. Baru datang juga."Kenapa lo?"Qiya menggeleng lesu lalu jalan ke arah bangkunya meninggalkan Rena. Rena merasa Qiya tidak baik-baik saja.
Sampai di rumah Qiya. Ternyata ada Irham duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Qiya mulai gugup saat melihat Irham disana. Apalagi tatapan Irham yang terlihat kesal sekali."Kak Bara pulang aja. Terima kasih."Bara mengerti keadaan, tapi ia berniat menjelaskan dulu kepada Irham daripada Irham harus marah ke Qiya.Qiya semakin panik saat melihat Bara malah turun dari motornya. Qiya menarik baju Bara agar kembali menaiki motornya lalu pergi saja dari rumahnya."Kak Bara.. pulang ajaa yaa.""Gue jelasin dulu sama Irham.""Gak perlu kak, gak papa kok. Nanti sama gue aja."Bara menatap Qiya meyakinkan. "Nanti lo yang dimarahin padahal lo gak salah apa-apa."Bara berjalan menghampiri Irham yang sekarang terlihat menghampiri Bara juga. Mata Irham semakin tajam apalagi saat bertatapan dengan Bara. Tapi Bara malah terlihat biasa saja.