Hari ini waktunya jumsih atau jumat bersih. Rutin dilaksanakan setiap bulan di hari jumat minggu terakhir bulan itu. Semua murid kerja bakti membersihkan seluruh area sekolah. Tidak semua murid sebenarnya, karena sebagian besarnya hanya berperan merecoki saja. Ada juga yang duduk berkelompok lalu ngobrol asal.
Jumat kali ini Qiya dipaksa bebersih karena teman kelasnya sudah sangat kesal setiap jumsih selalu saja Qiya dan teman-temannya tidak pernah ikut kerja bakti. Terkecuali Rena dan Imel. Dua sobat Qiya itu rajinnya bukan main.
"Iya iya siniin sapunya! Gue sapuin sampe ke tanah-tanahnya!" Kesal Qiya sambil merebut sapu dari tangan sekretaris kelas.
Tangannya mulai lihai menyapu lantai lorong kelas Qiya. Ia yang sedang kesal ditambah kesal lagi oleh Irham yang terus mengikuti langkah
Bugh bugh bugh...."BARA!!!"Yasir menarik badan Bara menjauhkannya dari Fatur. Mereka semua tidak menyangka Bara akan melakukan sejauh ini. Yang mereka tau, Bara orang paling tenang dan santai menghadapi permasalahan hatinya. Kenapa sekarang Bara jadi emosi?Fatur memegang sudut bibirnya yang berdarah, ia mulai terpancing emosi karena menjadi sasaran emosi Bara padahal ia tidak merasa salah sama sekali.Fatur menatap manik Bara dengan tajam. Ia mengabaikan rasa perih di beberapa bagian mukanya karena pukulan telak dari Bara yang begitu tiba-tiba."MAKSUD LO APA ANYING!!" Bentaknya dihadapan Bara. Kakinya melangkah mendekati temannya itu.
"Kak, kak Fatur berantem ya? Sama siapa? Kok mukanya bonyok gitu?" Tanya Qiya saat melihat Yasir pulang.Yasir tak menggubris pertanyaan Qiya, ia tidak tau harus menceritakan apa kepada adiknya. Ini semua berhubungan dengan Qiya, tapi rasanya lebih baik Qiya tidak tahu.Qiya terus mengikuti langkah kakaknya yang berjalan ke arah kulkas dan mengambil minuman dingin."Lo ngapain sih kaya anak ayam ngikutin mulu!""Ish!! Lo denger gak gue tanya tadi?"Yasir menyimpan botol air dingin ke tempatnya lagi, "bukan urusan lo!" Jawabnya dengan sinis.Padahal jelas, semuanya karena Qiya. Batin Yasir.Tak menyerah begitu saja. Bukan Qiya namanya kalau tidak mendapat jawaban atas rasa penasarannya. Gadis itu terus mengikuti langkah Yasir bahkan sampai ke kamarnya.Membuat Yasir merasa sangat jengkel. Ia mendengus, "Qiya.. gak semua pertanyaan lo harus ada jawabannya!""Kali ini kayaknya pertanyaan yang paling harus ada ja
Setelah bel istirahat terdengar, dengan langkah cepat Qiya berjalan menuju kantin untuk membeli minum. Panas sekali badannya, tenggorokannya kering, dan kakinya pegal sekali berdiri lama menghormat kepada bendera.Setelah memesan minum Qiya duduk di salah satu bangku kantin bersama Irham dan Ajeng. Ia merebahkan kepalanya di atas meja."Gilaaa.. gerah banget!!!" Keluh Qiya.Irham mengibas-ngibaskan tangannya di depan Qiya berharap sedikit memberi angin untuk menyejukan gadisnya. Ajeng yang melihatnya mendengus sebal. Sudah panas makin panas aja tubuhnya liat orang mesra-mesraan di depan matanya."Bisa gak sih gak usah bucin? Pacar gue gak ada disini!! Males banget jadi kamcong," sindir Ajeng."Tuhkan gak bisa banget ya lo sekali aja gak sirik sama gue.""Ish diem-diem. Pusing banget deh dengerin kalian ribut mulu! Akur napa akur" kesal Qiya.Tiba-tiba ponselnya berdering menunjukan panggilan video dari Raiya. Tanpa pikir panjang
Bara masuk ke dalam kamar mandi di kamar Riza. Ia merasa mual karena tadi ia sempat meminum minuman yang tidak pernah ia sentuh sedikit pun. Ia terpaksa, ia berharap bisa sedikit melupakan masalahnya dengan meminum sesuatu yang haram itu.Dan ternyata tubuhnya tidak mampu menerimanya dengan baik. Toleransi alkoholnya cukup rendah padahal ia hanya meminum sedikit.Bara bahkan tidak berani pulang kerumahnya, takut jika Bundanya sampai tau dan kecewa dengan kelakuannya. Ada rasa menyesal di lubuk hati terdalamnya karena memilih jalan seperti ini.Berkali-kali kalimat ceramah terlontar dari mulut teman-temannya yang malam ini ikut berkumpul di rumah Riza. Mereka sedikit kecewa dengan apa yang Bara lakukan. Tapi sebagai seorang remaja mereka juga mengerti posisi Bara."Heh!! Ngapain lo Bar di dalem? Lama banget. Coli lo?" Tanya Riza dengan sedikit berteriak.Bara yang kesadarannya lumayan hilang hanya diam walaupun telinganya masih mendengar
Di balkon kamar, seorang gadis sibuk membaca novel yang belum tuntas ia baca. Ditemani dengan segelas coklat panas yang sudah mulai dingin karena terlupakan dan tidak di minum.Suara notifikasi dari ponselnya bahkan ia abaikan. Alur novel nampaknya lagi seru-serunya sampai ia tidak memperdulikan sekitar. Selimut kecil yang tersampir di bahunya membantu ia melawan udara dingin malam hari.Notif ke tiga yang terdengar dari ponselnya baru bisa membuatnya mengalihkan perhatian. Ia meraih ponsel yang tersimpan di sampingnya, membuka pesan yang ternyata dari Yasir.Satu buah video diterimanya lalu ia buka karena jarang sekali kakaknya mengiriminya video. Jangan sampai ini video gak jelas, ia akan marah besar kepada kakaknya karena ia sudah rela menunda membaca novel karena sebuah video ini.
Hari ini jadwalnya pak Hamdi mengajar di kelas Qiya. Tepat saat bel masuk berbunyi guru itu pun langsung muncul di pintu kelas. Entah mengapa, kata telat di kamus pak Hamdi tidak pernah ada. Beliau selalu tepat waktu dalam segala hal. Itu memang contoh yang baik jika para murid berpikir positif, tapi tidak dengan otak-otak murid yang selalu menyumpahi kebiasaan tepat waktu pak Hamdi. Bukan hanya karena mereka harus datang lebih pagi ketika pelajaran pak Hamdi ada di jam pertama, tapi karena sanksi yang akan mereka terima jika telat di jam pelajaran pak Hamdi. Guru itu tidak segan-segan mencoret nama siswa dari daftar absen yang dipegangnya. Juga tidak akan mendapat nilai di rapot karena dianggap tidak ada di daftar murid pelajaan pak Hamdi. Untuk itu, bagi sebagain murid bandel sepe
Sejak subuh hujan turun lumayan deras. Bergelung di bawah selimut pasti terasa nikmat. Udaranya dingin membuat mata Qiya tergoda untuk kembali terpejam. Selepas sholat subuh Qiya benar-benar melaksanakan permintaan matanya dan merebahkan tubuhnya lagi di atas kasur. Ia pikir 30menit cukup untuk menikmati cuara pagi ini. Tapi ia salah, ternyata sudah satu jam berlalu. Waktu seolah mendukung Qiya untuk tidak pergi sekolah, rasanya cepat sekali. Gedoran dari pintu kamar membuat Qiya mendengus, ia sudah hafal siapa pelakunya. "Iya udah banguunn!! Lo mau sekolah emang?" Teriaknya tanpa berniat membuka pintu. "Iyalah, gue ada jadwal wali kelas! Kudu masuk. Buruan siap-siap," jawab Yasir dari luar. "Ah hujan kali.. mending tidur. Gue gak
Jam istirahat sudah habis dari beberapa menit yang lalu. Tapi guru tidak juga masuk. Mungkin para guru sama malasnya dengan murid disaat hujan seperti ini. Bukannya reda, malah semakin deras. Udaranya bahkan lebih terasa dingin daripada hujan sebelumnya. Mungkin karena hujannya sejak subuh.Qiya keluar kelas bersama Ajeng dan Rissa. Niatnya mau duduk santai menikmati hujan di bangku lorong yang mengarah ke area SMP. Di tengah-tengah antara area SMA dan SMP hanya dipisahkan oleh pagar setinggi dada dan taman yang ukurannya sedang. Hujan gini pasti sejuk memandang taman itu.Tapi niat mereka harus urung karena bangku lorong basah oleh air hujan yang terbawa angin beberapa kali ke arah lorong ini. Pantas saja bangkunya basah.Mereka tidak kembali ke kelas karena tergiur untuk main hujan s