Setelah tiga hari dirawat Qiya memaksa ingin pulang. Memang benar, siapa yang betah tinggal di ruang rawat? Karena Qiya benar-benar memaksa, mau tidak mau Dokter memberinya izin untuk pulang hari ini, dengan catatan, setiap minggu harus cek kondisi bahunya yang belum membaik.
Laras mulai membereskan barang-barang mereka untuk kembali dibawa pulang, Qiya sudah berganti baju dan sangat siap mau pulang. Wajahnya terlihat cerah karena tersenyum lebar sejak Dokter memberinya izin pulang hari ini.
Laras sudah selesai membereskan barang-barang mereka dan sedang menunggu suaminya yang tadi mengurus administrasi.
"Aku boleh sekolah kapan Ma?" Tanya Qiya.
Laras menoleh, "ya kalo udah sembuh lah,"
Di minggu sore ini, Qiya duduk di bangku teras rumahnya sendirian, ia hanya ditemani dengan buku novel dan segelas susu. Cuaca sedikit mendung membuat udara dingin mulai terasa menyentuh kulit putih Qiya. Gadis itu hanya memakai celana training dan kaos oblong lengan pendek. Ia sedikit menyesal karena tidak memakai sweater, tapi juga malas kembali ke kamar karena cuaca sore ini sangat bagus untuk dinikmati.Qiya larut dalam alur cerita novel fiksi yang dibacanya sampai tidak menyadari ada seseorang yang datang di depan gerbang meminta di bukakan pintu. Orang itu kemudian mengklakson beberapa kali berharap Qiya menyadari kehadirannya.Mendengar suara bising di depan gerbang Qiya mendongak melihat pelaku kebisingan itu. Karena tidak memakai kacamata Qiya jadi sedikit sulit mengenali seseorang yang berdiri di sana.
Qiya berjalan menuju meja makan untuk sarapan. Gadis itu sudah rapi dengan seragam sekolah dan tas gendong merah di punggungnya. Senyum manis terus terukir di bibir tipisnya, rasa senang menguasai gadis itu karena hari ini ia sudah di izinkan masuk sekolah kembali setelah sekitar 2 minggu meliburkan diri.Bahunya masih belum pulih total tapi sudah beransur membaik karena rutin menjalani terapi. Walaupun belum leluasa menggerakkan tangan sebelah kirinya tapi semangat Qiya tidak luntur karena hal itu. Ia benar-benar bahagia karena bisa kembali sekolah dan bertemu dengan teman-temannya.Masa PPL Yasir pun sudah tinggal sisa dua minggu, setelah itu mereka kembali ke sekolah dan belajar seperti biasa. Satu minggu masih masa mengajar, dan satu minggu lagi waktu mereka untuk mempersiapkan laporan dan presentasi hasil kerja mereka selama satu b
Tidak biasanya Qiya dan Ajeng betah tinggal dikelas padahal guru di jam terakhir tidak mengajar dan mereka hanya diberi tugas merangkum yang entah akan diperiksa atau tidak nantinya.Walaupun mereka tetap dikelas sampai jam pulang, mereka berdua tidak menyentuh tugas yang di berikan sama sekali, Qiya lebih sibuk bercerita sedangkan Ajeng memperhatikannya sambil memakan cemilan yang di beli di kantin. Berbeda dengan Rena, Imel, Rissa dan Sarah. Hanya mereka berempat yang mematuhi mengerjakan tugas walaupun tetap ikut nimbrung mendengarkan cerita Qiya.Mereka berkumpul di pojok kelas yang jauh dari tempat duduk Irham, kata Qiya supaya cowok itu tidak mendengar. Dan entah angin darimana, Irham juga tidak kabur siang ini padahal setiap guru gak masuk, cowok itu juga ikutan gak masuk kelas apalagi ini di jam terakhir.
Bara tidur terlentang di atas kasurnya, matanya menatap lurus ke langit-langit kamarnya yang hanya berwarna putih polos. Pikirannya tidak lepas dari kecurigaan kepada Qiya. Hanya hal kecil yang ditanyakan Qiya dan membuat gadis itu tersenyum malu mampu membuat Bara kepikiran sampai malam.Ia sedikit takut jika kecurigaannya ternyata benar, yaa walaupun kecurigaan yang ia pikirkan berawal dari hal kecil. Tapi entah kenapa, perasaannya merasa aneh. Bagaimana jika Qiya menyukai Fatur yang jelas-jelas teman bahkan sahabat dekatnya. Apakah Yasir mengetahui hal ini?Bara tidak menyadari bahwa Qiya selalu memperhatikan Fatur, ia terlalu sibuk dengan rasa senangnya ketika Qiya sesekali melirik ke arah kumpulan mereka. Padahal mungkin, bisa saja yang Qiya lirik adalah Fatur bukan dirinya."Aaah
"Yuhuuuy!!!!!" Teriak Bara ketika ia sampai di warung belakang sekolah yang sangat amat ia rindukan selama satu bulan ini."Wedeehh kakak guru nihh udah pada selesai tugas" sahut Alan menyambut kedatangan adik kelasnya yang hari ini mulai kembali sekolah seperti biasa."Salim dulu salim sama kakak-kakak guru" ucap Riza sembari menyodorkan punggung tangannya kepada orang-orang yang ada di warung belakang.Genta memukul punggung tangan yang di sodorkan Riza. "Tunggu gue tahun depan! Bakal jadi kakak guru juga!""Aing doain maraneh supayapada kuat mental ngurusin bocah SD," kata Riza.Alan dan anak kelas 3 lainnya tertawa mendengar penuturan Riza, mereka jadi ingat tahun
Angin sore berembus tenang menerpa kulit putih Qiya yang sedang mengoprek ponselnya guna memesan gojek. Ia berdiri seorang diri di depan minimarket tak jauh dari alun-alun. Sempat melirik jam yang tertera di layar paling atas ponselnya, 15.40. Apakah selama itu Qiya jalan-jalan tanpa tujuan di sekitaran alun-alun bersama Rissa, Rena Dan Imel? Oh seperti biasa, Ajeng dan Sarah orang paling mager di ajak kemana-mana sepulang sekolah apalagi tanpa tujuan. Padahal rasanya, mereka hanya duduk di bangku alun-alun sambil minum es kocok milo yang mereka beli dekat masjid alun-alun. Sepertinya, mereka memang tidak sadar waktu karena keasikan ngobrol disana. Qiya tidak menghubungi Yasir untuk menjemputnya, ia tidak tau hari ini kakaknya itu masih sibuk mengurusi Laporan untuk sidang yang ting
Senyuman Bara sore ini terlihat sedikit berbeda dari biasanya. Ia sangat senang dengan apa yang ia ketahui tentang Qiya satu minggu yang lalu.Hari ulang tahun gadis itu.Awalnya Bara hanya bertanya asal menanyakan tanggal lahir sang kekasih kepada Yasir, dan ternyata waktunya tinggal sebentar lagi. Yasir bilang, Qiya itu orangnya sering lupa dengan tanggal lahirnya sendiri, hal itu membuat orang di sekitar Qiya ikut melupakan hari spesial gadis itu.Hanya keluarga dan Raiya yang selalu mengingat tanggal spesial di hidup Qiya. Mungkin sekarang akan tambah dengan Bara orang yang berjanji akan sangat menghapal ulang tahun Qiya.Dengan semangat yang sangat menggebu, Bara pergi untuk mencari kado. Ia sebenarnya belum tau mau membeli kado apa, tapi ia harap tidak akan sulit mendapat sesuatu yang akan disukai oleh kekasih hatinya."Bar, ini udah keliling 2 kali nih lo masih belum kepikiran mau beli apa?" Tanya Riza. Ia menghembuskan nafasnya
Suasana kelas masih telihat sepi, hanya ada beberapa tas milik murid rajin di kelas Qiya. Gadis itu mendudukan bokongnya di kursi lalu merebahkan kepalanya di atas meja. Rasanya ia sudah berangkat sekolah siang, tapi tetap saja terasa kepagian. Memang susah kalau pengen datang telat di sekolah ini. "Hello epribadehh!!!" Saking malasnya, Qiya enggan mendongak untuk melihat siapa yang berisik di kelas sepi seperti ini. "Woy! Banguuunnn!!! Semangat dong! Kan udah tua!" Kata Irham, sang pelaku kebisingan yang sangat mengganggu Qiya. "Ish! Diem ih berisik!" "Masih pagi masa udah mau tidur?" "Terserah gue dong,"
Belum lama putus, Qiya sudah terlihat bersemangat lagi. Sudah kembali menjadi Qiya yang biasanya. Hal itu memang terdengar positif untuk Qiya. Tapi tidak dengan penglihatan orang sekitarnya. Terutama Arumi, entah sejak kapan kabar Qiya putus dengan Irham sudah menyebar ke seantero sekolah. Oh hampir saja lupa, ini semua karena ulah Rendi tempo hari. Qiya mendengus kesal saat berjalan melewati Arumi ketika akan pergi ke kantin. Qiya cukup menyesal menolak tawaran Rena yang ingin menemaninya ke toilet sebelum menyusul teman-temannya yang lain."Emang dasar jalang sih ya... baru aja putus udah bisa ketawa ketiwi lagi. Parahnya sih udah ada cowo baru? Kesian deh cowo barunya."Sindiran itu membuat langkah Qiya terhenti. Dia bilang apa? Jalang? Ya ampun kasar sekali. Sebelumnya Qiya tidak mau meladeni, tapi kata Jalang yang keluar dari mulut Arumi sangat mengganggu harga dirinya."Jalangan siapa ya? Sama cewek yang mepet-mepetin pacar orang?
Terlentang di atas kasur empuk favoritenya. Qiya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah keputusannya baik atau tidak, yang pasti sekarang Qiya kembali merasakan ragu.Ia merutuki kelabilannya lagi kali ini. Rasanya baru kemarin Qiya bertekad tidak akan bersama Irham ataupun Bara walaupun hatinya ada diantara dua cowok itu.Qiya tidak ingin menyakiti atau memberi harapan kepada salah satu dari mereka.Ya.. itulah yang Qiya pikirkan sebelum berbincang dengan Bara di kantin berdua.Entah apa yang Qiya pikirkan saat itu hingga bisa-bisanya mulut manisnya berkata "oke, kita jalanin dulu."Qiya mendengus kala otaknya mengingat jawabannya itu. Ia menarik salah satu bantalnya kemudian menutup kepalanya dengan bantal itu. "Aaaaarrrggghhh Zelqiya lo labil banget!!!"Qiya berguling-guling gelisah di atas kasur. Pusing memikirkan apa yang akan terjadi dengan hubungannya.Eh tapi, kalau Qiya
"Qiyaa.. lo sama Irham gak balikan?" Tanya Bara hati-hati.Qiya menoleh sebentar lalu tersenyum. Kakinya terus melangkah ke arah kantin berdampingan dengan langkah Bara."Balikan ya??" Tanya Bara lagi karena tidak mendapat jawaban."Nggaa.. kenapa? Mau pepet gue lagi?" Qiya tersenyum jail ke arah Bara."Iyalahh... target udah jomblo masa gak di gas."Qiya tertawa. "Jangan kak.. kita gini aja, gue gak mau kelabilan hati gue buat lo ngerasain apa yang di rasain Irham. Sekarang gue, lo bahkan Irham temenan aja. Oke?""Gue sebenernya gak bisa. Tapi mau gak kalo kita jalanin dulu? Gue gak maksa. Gimana nyamannya lo aja. Walaupun gue maunya kita ada status, kalo lo gak mau gue gak papa."Qiya berpikir sampai mereka tiba di kantin. Memesan es cekek untuk mereka berdua dan teman-teman Bara di lapang. Mereka duduk tak jauh dari penjual es. Duduk berhadapan dengan mata yang saling menatap."Oke, kita jalanin dulu."Mata Bara
Pukul 12 malam, Yasir baru pulang kerumah setelah puas bermain di rumah Fatur. Sebelum masuk ke kamarnya, Yasir menoleh ke arah meja makan karena tak sengaja melihat seseorang yang terduduk sambil memainkan ponselnya.Yasir mendekat dan melihat Qiya sedang memakan mie instan sembari menonton drama korea kecintaannya. Yasir meraih gelas lalu menuangkan air untuk ia minum.Yasir duduk di hadapan Qiya, menyimpan gelasnya di meja dan mengambil toples biskuit disana."Halal gak yaa kalo jual adek kaya lo?"Qiya mendongak kaget dengan pertanyaan Yasir. Ia menatap sinis ke arah sang kakak. "Menurut lo?!""Menurut gue mah halal.. daripada bikin pusing. Mending jual.""Apaan sih?"Yasir mendengus. Lalu memakan lagi biskuitnya. "Lo balikan sama si Irham?""Mana ada."Yasir mengerutkan
Istirahat kedua, Bara berjalan ke arah kelas Qiya dengan senyum lebarnya. Hatinya berbunga-bunga walaupun otaknya hampir depresi karena mikirin cara buat pepet Qiya sedikit lagi. Tapi depresi terlalu hiperbola buat penggambaran keadaan otak Bara.Tangannya menggenggam satu kotak susu kesukaan Qiya. Biarlah ia dikatakan mengambil kesempatan disaat Qiya baru saja putus, bahkan putusnya pun karena Bara.Sampai di depan pintu kelas Qiya, Bara menarik nafas dulu sebelum masuk. Entah karena rasa bahagianya sedang membuncah karena Qiya atau memang Bara saja yang sedang lebay. Pokoknya saat ini Bara degdeggan berat.Setelah dirasa siap, Bara membuka pintu kelas itu lalu mengedarkan pandangannya mencari kekasih hatinya. Bara hanya melihat beberapa cewek teman kelas Qiya sedang merebahkan kepalanya juga ada Rendi yang sibuk dengan ponsel serta telinga memakai earphone.Bara menghampiri cewek yang
Irham menghentikan motornya di parkiran kedai dekat SMP mereka dulu. Tempat yang pernah mereka datangi saat masih berpacaran. Rasanya Qiya ingin menangis melihat tempat ini. Satu memori indah bersama Irham berputar lagi.Irham mengajak Qiya masuk ke dalam. Sepi. Pengunjung kedai memang anak sekolah. Berhubung sekarang masih jam masuk jadi kedai pasti sepi.Mereka duduk di pojok kedai, tempat yang dulu mereka tempati juga. Tempat ini sangat cocok untuk mengobrol."Ada apa?" Tanya Qiya langsung.Jujur saja, Qiya canggung sekarang. Entah harus bersikap bagaimana. Qiya tidak bisa bersikap sebagai teman seperti sebelum mereka balikan. Rasanya masih aneh."Tegang amat.." ucap Irham santai.Tapi Qiya tau, Irham juga sama canggungnya. Sorot mata Irham membuktikan kecanggungan. Namun, sepertinya Qiya juga harus santai untuk menghargai usaha Irham menyembu
Di kantin, Qiya memesan nasi goreng untuk sarapannya. Ia duduk sendirian. Kantin tidak begitu ramai karena masih pagi. Qiya merasa gak salah karena memilih kabur ke kantin sendiri.Tapi ketenangannya gak bertahan lama setelah gerombolan Bara datang dengan kericuhannya. Mereka jalan masuk kantin sambil bercanda. Belum lagi suara bisik bisik cewe cewe alay yang mengangumi mereka mulai terdengar di telinga Qiya.Earphone yang tadinya mati sekarang mulai Qiya nyalakan karena gak mau dengar kebisingan.Suara lagu mulai mengalun masuk ke telinga Qiya menyamarkan suara bising kantin, ia menaikan sedikit volumenya sampai suara bising itu benar-benar tidak terdengar.Qita tersentak kaget saat ibu kantin penjual nasi goreng meletakan satu piring nasi goreng dan sebotol air mineral di hadapannya."Ibu ngagetin aja.""Gimana gak kaget, orang neng pake tutup
Esoknya, Qiya sekolah seperti biasa namun dengan perasaan berbeda. Suasana hatinya masih sedih dan kehilangan. Baru kali ini Qiya merasa benar-benar putus cinta seperti kebanyakan orang.Mata Qiya sedikit bengkak karena menangis semalam. Ada beberapa teman sekolahnya yang menatap aneh ke arah Qiya saat mereka berpapasan.Sampai di kelas, Qiya melihat ke bangku Irham yang masih kosong. Belum ada tas, rupanya cowok itu belum datang.Qiya menghela nafas panjang, ia bingung bagaimana nanti Qiya harus ketemu Irham. Ia tidak tau harus bereaksi apa, bertingkah seperti apa. Qiya benar-benar belum siap.Rasanya sekolah dihari kemarin masih baik-baik saja dengan Irham. Masih bercanda dan lainnya. Sekarang, semuanya telah berubah.Tepakan di bahunya membuat Qiya terkejut. Ia menoleh dan mendapati Rena disana. Baru datang juga."Kenapa lo?"Qiya menggeleng lesu lalu jalan ke arah bangkunya meninggalkan Rena. Rena merasa Qiya tidak baik-baik saja.
Sampai di rumah Qiya. Ternyata ada Irham duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Qiya mulai gugup saat melihat Irham disana. Apalagi tatapan Irham yang terlihat kesal sekali."Kak Bara pulang aja. Terima kasih."Bara mengerti keadaan, tapi ia berniat menjelaskan dulu kepada Irham daripada Irham harus marah ke Qiya.Qiya semakin panik saat melihat Bara malah turun dari motornya. Qiya menarik baju Bara agar kembali menaiki motornya lalu pergi saja dari rumahnya."Kak Bara.. pulang ajaa yaa.""Gue jelasin dulu sama Irham.""Gak perlu kak, gak papa kok. Nanti sama gue aja."Bara menatap Qiya meyakinkan. "Nanti lo yang dimarahin padahal lo gak salah apa-apa."Bara berjalan menghampiri Irham yang sekarang terlihat menghampiri Bara juga. Mata Irham semakin tajam apalagi saat bertatapan dengan Bara. Tapi Bara malah terlihat biasa saja.