Beranda / Thriller / Mayat di Balik Plafon / 120. Mulai Terbongkar

Share

120. Mulai Terbongkar

Penulis: Annisarz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Wahh, bajingan lo Raf! Hati-hati kalau sampai Adhisti tahu ini semua, bisa-bisa dia nggak bakal lagi mau ngomong sama lo barang ketemu lo doang!” pekik kawan Rafa.

“Halahh, udah deh lo diem aja! Buruan bakik sana! Katanya ngantuk, sekarang malah ngoceh di sini!” ujar Rafa sembari sedikit menjitak kawannya itu.

“Ya udah, yang bener lo jaga warnetnya! Jangan main cewek terus!” sergah kawannya sambil membenahi posisi tas selempang dada kecil.

“Bodo amat!” pekik Rafa menyahut.

Baru saja sang kawan mengingatkan perkara kelakuan Rafa yang selama ini tersembunyi, Rafa malah meraih ponselnya lalu menelepon sebuah nomor dengan nama kontak ‘Szi’ dalam ponselnya.

“Hai, Sayang! Nanti malam mau makan apa? Gue turutin semua yang lo mau!” pekik Rafa.

[“Ahh, yang serius kamu? Memang kamu ada uang? Nanti kalau aku sebut restoran terkenal kamu nggak mampu lagi ajak aku ke sana!”] sahut suara seorang wanita sedikit mendayu.

“Udah sebut aja dulu nama tempatnya, mumpung dompet masih tebel, nih!” u
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mayat di Balik Plafon   121. Incarannya

    “Kenapa diam, Biy?! Biy, lo incer gue selama ini hah?! Buat apa lo nyimpen foto gue bahkan di saat kita nggak kenal?!” sergah Adhisti. “Jangan bilang semua cerita lo soal Melody itu bohong! Jangan bilang ternyata Melody itu korban lo? Dan gue bakal jadi korban lo selanjutnya?!” “Ngomong apaan sih lo, Dhis! Gue belum jelasin! Jangan main nuduh!” sergah Abbiyya. “Apa?! Apa yang mau lo jelasin? Mau bohong lagi?!” sergah Adhisti. “Ahhh, gue tahu sekarang! Apa karena ini lo berusaha mati-matian keluarin gue dari penjara bahkan sampai bela-belain lencana lo itu? Karena lo udah incar gue dari lama ‘kan! Dan abah! Kenaoa lo nggak pernah cerita kalau lo kenal sama abah?!” sergah Adhisti kini napasnya tampak amat memburu. Abbiyya yang saat itu sedikit syok dengan semua rahasia yang selama ini berusaha ia tutup rapat tiba-tiba harus terbongkar dengan sebegini rancunya. “Ahh, ternyata Rio bener! Kalian itu! Lo, Rio, Bang Rafa! Senuanya sama!! Kalian semua sama bejatnya! Biasanya ada kelihat

  • Mayat di Balik Plafon   122. Pergi Darinya

    Adhisti yang saat itu berada di atas motor ojek yang ia cegat di depan kantor polisi tampak membuka ponselnya dengan tergesa sambil sesekali sesenggukan. “Neng, jangan nangis, Neng! Nanti dikira saya culik, Neng lagi!” lirih sang ojek sambil melihat Adhisti dari kaca jendelanya. “Siapa yang bilang?! Sini biar gue tampil. Udah bapak fokus nyetir aja!” sergah Adhisti lalu kembali fokus pada ponselnya. Gadis itu tampak segera mencabut kartu perdananya dan mematahkannya seketika. Napasnya yang memburu tampak menggambarkan emosi dan kekecewaannya. “Kenapa nggak ada cowok yang bener di hidup gue?! Jadi selama ini kebaikan Abbiyya cuma karena gue jadi incaran dia? Kenapa dia harus kaya gini? Kalau orang yang gue percaya aja bisa lakuin hal kaya gini, gimana sama orang kain?!” gumam Adhisti lalu mengusap air matanya. Sesampainya gadis itu di depan pelataran Apartemen Bumi Tua 1996 ia segera membayar sang ojek lalu berlari masuk ke dalam apartemen. “Gue harus menjauh dari Abbiyya! Dia bi

  • Mayat di Balik Plafon   123. Penjelasan Sia-Sia

    “Lo salah paham, Dhis!! Gue nggak kaya apa yang ada di pikiran lo! Gue bisa jelasin semuanya! Semua apa yang mau lo tahu gue janji gue bakal jelasin ke lo!” pekik Abbiyya. Rafandra tampak melebarkan tangannya guna menutup Adhisti dari Abbiyya yang sedikit maju dan mendekatkan dirinya ke arah Rafa dan Adhisti. “Lo tenangin diri lo dulu, Chaay! Biar gue yang ngomong sama Abbiyya, okey?” lirih Rafa sembari sedikit berbalik menatap Adhisti lalu sebentar mengecup keningnya. “Lo ikut gue, kita ngobrol di dalam. Dan jangan paksa Chaaya buat ngomong dulu sama lo. Dia butuh waktu buar semua kekacauan yang menyangkut lo!” pekik Rafa. Abbiyya tak bisa menolak, daripada dirinya tak bisa menyampaikan kebenaran dan membuat Adhisti tak lagi salah sangka padanya, lebih baik ia yang mengalah bukan? Rafa membawa Abbiyya masuk ke dalam ruangan warnet. Baru saja pria itu duduk di sebelah Rafa, Adhisti tampak berlari melewati depan warnet. Mungkin saja gadis itu berniat untuk pulang dan mengunci diri

  • Mayat di Balik Plafon   124. Martabak Manis

    Rafa berjalan menyusuri koridor lantai tujuh dengan sebuah kantong plastik berisi kardus martabak manis rasa cokelat, kacang, keju kesukaan Adhisti. Sebelum pria itu membuka pintunya atau barang hanya mengetuknya, ia membuka ponselnya lalu menekan salah satu nomor yang pagi tadi ia hubungi. Siapa lagi jika bukan Szi. [“Hai, Sayang! Apa kau telah memeriksa daftar harganya? Bagaimana? Kita jadi berkencan malam ini bukan? Aku sedang sibuk berdandan di depan cermin untuk memberikan penampilan menarikku malam ini padamu!”] cerocos Szi saat baru saja telepon itu tersambung. “Ehm, Sayang! Dengarin gue. Lo tahu Chaaya ‘kan? Dia ada masalah dan gue belum tahu bisa tinggalin dia atau enggak. Jadi gimana kalau, kalau kita tunda makan malam kita? Kita masih punya esok ‘kan?” pinta Rafa sedikit canggung. [“Kau bercanda ‘kan?!”] sergah Szi tampak langsung meninggikan nada bicaranya. “Sayang, gue serius. Chaaya sedang dalam masalah sekarang. Gue nggak bisa tinggalin dia sekarang. Dia dalam baha

  • Mayat di Balik Plafon   125. Periksa?

    Usai membersihkan dirinya di kamar mandi, Adhisti tak mendapati keberadaan Rafa di unit apartemennya. Ia menduga kakaknya itu tekah lebih dahulu berangkat kerja. Adhisti membuka tudung saji dan melihat satu kotak martabak manis yang masih utuh dan tampqak tak tersentuh itu. “Jadi semalam Bang Rafa beneran bawain martabak manis buat gue? Duh, apa iya ya gue semalam nglantur trus minta Bang Rafa nemenin gue lagi? Sialan! Kalau bener gitu ini salah gue, dong? Duhh, Chaaya Adhisti bajingan! Kenapa sih lo lengket banget sama Rafa sampai apa-apa harus dia?!” gerutu Adhisti sembari menarik kursi dan duduk di sana sembari tangannya meraih satu potong martabak manis itu. “Ehmm, enak juga! Pasti semalem gue lapar banget sampe tidur lelap gitu! Ehmm, gimana nggak laper, emang belum makan dari siang! Tapi ya males banget makan! Huh! Si Abbiyya kenapa sih?! Nggak bisa apa dia jadi cowok baik-baik?! Padahal gue pikir dia cowok tersempurna yang pernah gue temui! Tapi ternyata?! Bajingan!” umpat A

  • Mayat di Balik Plafon   126. Seperti Kekasih

    “Bang Rafa jalan sama cewek? Tapi siapa? Perasaan dia nggak pernah deket sama cewek mana pun? Tapi kalau dilihat dari gelagatnya, kayanya udah lama deket deh! Nggak mungkin ‘kan kalau baru kenal udah berani rangkul-rangkul?” bisik Adhisti. Tak ingin terus berprasangka, akhirnya Adhisti mengikuti sang kakaknya menyusulnya ke toko pakaian yang tadi dimasuki oleh Rafa dan gadis misterius itu. Sementara Adhisti fokus mencari keberadaan sang kakak dalam toko pakaian yang lumayan besar itu, Rafa tampak terlibat sedikit cekcok dengan gadis itu. “Apaan sih! Kenapa maksa aku ke sini! Semalam aku udah bilang ‘kan?! Kalau kamu nggak datang, hubungan kita selesai! Kita putus! Kenapa sekarang malah paksa bawa aku ke sini?! Mau nyogok pake baju-baju yang bakal kamu beliin?!” sergah Szi. “Sayang, tolonglah ngertiin posisi gue, gue satu-satunya keluarga Chaaya sekarang. Gue satu-satunya cowok yang ada di rumah itu yang bertanggung jawab atas keselamatan Chaaya adik gue!” papar Rafandra berusaha m

  • Mayat di Balik Plafon   127. Hubungan Rahasia

    Rafa terdiam. Pria itu sebentar memikirkan jawaban yang tepat yang tak akan membuat adiknya semakin curiga padanya. “Chaaya nggak boleh tahu alasan gue sebenarnya! Gue nggak pernah serius sama Szi. Dan sebenarnya Szi cuma cewek yang jadi pelampiasan kalau gue nggak bisa dapetin Chaaya!” batin Rafa. Rafandra tentu merahasiakan hubungannya dari Adhisti karena jika sampai adiknya itu tahu dirinya telah memiliki kekasih, pastilah Adhisti mulai menjaga jarak darinya. Dan itu yang tak Rafa inginkan. Ia selalu ingin dekat dan mengambil kesempatan dari Adhisti. Dan itu pasti akan berkurang jika Adhisti mengetahui hubungannya dengan Szi. “Bang?! Kok diem?!” sergah Adhisti. “Gue masih butuh waktu buat pastiin Szi cewek yang pantas buat semuanya, Chaay! Gue nggak mau lo habisin waktu buat kenal banyak orang. Gue mau pasti dulu dia cewek yang baik yang bisa sayang sama lo juga,” dusta Rafa. Adhisti sedikit memicingkan matanya lalu mengangguk sebentar. “Tapi dia tahu kalau kita sering tidur

  • Mayat di Balik Plafon   128. Tak Sedarah

    “Maksud lo apa kaya gitu?! Mana mungkin Adhisti dan Rafa bukan saudara?!” sergah Abbiyya seolah dirinya baru ditimpa kenyataan pahit bagai petir yang menyambar di siang bolong. “Haha! Kebohongan kalau lo nggak tahu ke mana maksud pembicaraan gue ini, Abbiyya! Silakan cari tahu sendiri kebenarannya kaya gimana. Dan selamat menemukan banyak kenyataan lain yang lo nggak akan pernah bayangkan!” kekeh Rio laku bangkit dari kursinya bersamaan dengan seorang polisi yang membawanya pergi dari sana karena waktu berkunjung telah usai. “Mana mungkin?! Mana mungkin Adhisti dan Rafandra buka saudara kandung?! Tapi, kalau yang Rio bilang soal Adhisti anak adopsi, itu mungkin aja ‘kan? Pak Bardji aja mengadopsi gue. Gimana kalau Adhisti memang anak adopsi? Dan Rafa, ah sialan!!” pekik Abbiyya sedikit menggebrak mejanya. Pria itu langsung meninggalkan ruangan itu dengan tergesa. Ia tak percaya jika Adhisti dan Rafa bukanlah saudara kandung, tapi kenyataan bahwa Bardji suka mengadopsi anak jalanan

Bab terbaru

  • Mayat di Balik Plafon   142. Akhir Segala Penderitaan

    “Berhenti dan angkat tangan atau kami tembak!” teriak seorang petugas kepolisian yang telah berada di ambang pintu bersama beberapa pasukan polisi lainnya. Rafandra yang mendengar pekikan itu seketika menghentikan aksinya dan menajamkan matanya. “Bajingan!” umpatnya. “Daripada tidak sama sekali, lebih baik semua sekarang saja!” sergahnya lagi laku tampak hendak kembali menarik Adhisti ke depannya. Namun seorang polisi dengan tanggap mengetahui kondisi tersebut segera menembakkan ultimatum ke udara bersamaan dengan beberapa petugas yang dengan sigap memisahkan Adhisti dan Rafa saat Rafandra terkejut atas suara tembakan itu. Dua orang petugas wanita itu langsung melepaskan Adhisti dari tali sementara dua petugas polisi lainnya langsung menahan Rafandra yang terus memberontak. “Semestinya memang gue bunuh lo, Chaay! Anjing!! Mati lo anak tiri!!” teriak Rafa begitu para petugas kepolisian menggiringnya pergi dari ruangan itu. Adhisti menangis lalu dengan cepat tangannya yang sedikit

  • Mayat di Balik Plafon   141. Miliknya Seutuhnya?

    “Mmmphh!” pekik Adhisti kian kencang menggerakkan tubuhnya berusaha lepas dari jeratan tali dan juga kakak angkatnya sendiri. “Sst, Chaaya. Kau tak perlu khawatir, aku tak akan menyakitimu selagi kamu menuruti semua perintahku. Kau tahu, aku sangat tersiksa karena semua penolakanmu, Sayang. Dan kurasa sekarang waktunya yang tepat! Bukan begitu?” ujar Rafa. Adhisti menggelengkan kepalanya hingga akhirnya lakban yang sebenarnya telah mengendur itu berhasil terbuka. “Pembunuh!! Lo pembohong Rafa!! Kenapa lo lakuin semua ini, hah?! Mawar! Dan kenapa harus gue?!” sergah Adhisti. Rafa terkekeh lalu tangannya meraih dagu Adisti dan sedikit mengangkatnya. “Kau mau tahu apa alasannya? Baiklah, kurasa aku masih memiliki sedikit waktu dongeng sebelum aku bisa melepaskan semuanya padamu.” Rafandra bangkit dari jongkoknya dan membiarkan Adhisti masih terikat namun dengan mulut yang terbuka. “Gue nggak suka sama keputusan abah yang memilih mengadopsi lo, Chaaya! Gue sadar sejak umur gue enam

  • Mayat di Balik Plafon   140. Sang Pelaku

    Sementara Rafa membawa Adhisti ke sebuah tempat yang entah berada di mana itu, Abbiyya tengah berada di ruang forensik bersama Angel untuk membuka hasil tes darah Rafa dan Adhisti. “Abbiyya, aku ingin mengatakan hal yang serius sebelum kau membuka surat ini. Semalam aku mendapatkan telepon dari pusat. Mereka ingin mencocokkan sebuah sampel tambahan yang mereka temukan dalam penyelidikan ulang mereka,” papar Angel memandang Abbiyya serius. “Maksudnya?” sahut Abbiyya sembari membuka amplop hasil tes darah itu. “Pimpinan menemukan sebuah DNA baru yang bukan merupakan DNA Rio, Adhisti, maupun Mawar. Itu DNA yang lain. Saat aku memeriksanya, DNA itu cocok dengan DNA Rafa!” pekik Angel. Bersamaan dengan pernyataan Angel, Abbiyya pun telah membaca laporan hasil tes darah itu. ‘TIDAK ADA KECOCOKAN DARAH ANTARA RAFANDRA DEBGAN CHAAYA ADHSITI. KEDUANYA BUKAN SAUDARA SEDARAH’ Mata Abbiyya menajam. “Tunggu! DNA di bukti pembunuhan?! Maksudmu Rafa berhubungan dengan kematian Mawar?!” serga

  • Mayat di Balik Plafon   139. Membongkar Diri Sendiri

    “Surat adopsi?” gumam Adhisti lalu segera membuka benda itu dan membacanya dengan cepat. Matanya yang awalnya hanya menyipit tiba-tiba semakin membulat saat membaca namanya ada di sana. “Ja-jadi, jadi yang Abbiyya bilang itu bener?! Gue, gue bukan anak kandung abah? Abah adopsi gue setelah gue dan keluarga gue kecelakaan?” gumam Adhisti lalu air mata mulai mengalir deras. “Tapi mana mungkin?! Kenapa gue nggak inget sedikit pun?!” sergah Adhisti. “Bang Rafa juga nggak pernah bilang soal ini! Dia harus kasih semua penjelasan sama gue!” pekik Adhisti lalu langsung bangkit dengan surat itu ditangannya. Entah jalan pikiran semacam apa yang dimiliki Adhisti. Bukannya segera menjauh dari Rafa yang memiliki sejuta rahasia itu, ia malah memutuskan untuk menghampiri Rafa di rumah Szi untuk menanyakan perihal surat adopsi yang sudah jelas dan sah dengan bubuhan materai dan tanda tangan Bardji itu. Sementara Adhisti dalam perjalanan, Rafa yang beberapa saat lalu telah memasuki ruangan dalam

  • Mayat di Balik Plafon   138. Setelah Semalam

    Hari berganti pagi sementara Adhisti masih membuka matanya sambil melamun di atas ranjang. Usai kejadian semalam saat ia mendengar dan merasakan sendiri semua perkataan dan perbuatan Rafa, ia sama sekali tak bisa tertidur tenang. “Apa setiap malam Bang Rafa selalu kaya gini? Apa malam itu, Bang Rafa juga lakuin ini? Kenapa dia lakuin ini ke gue? Dia tahu gue adiknya ‘kan?!” sergah Adhisti dalam hstinya. Tok! Tok! Tok! Suara pintu diketuk membuat Adhisti terperanjat dari lamunannya. Gadis itu memandang ke arah pintu dengan kelu. Bayangan Rafa yang menciumnya kembali terulang. “Chaay, bangun! Sarapannya udah siap, nih!” pekik Rafa dari luar. Adhisti tak membalas. Gadis itu masih tak bisa jika harus bertemu dengan sang kakak yang ternyata memiliki hasrat tersembunyi padanya itu. “Chaay?!” ulang Rafa kini mengetuk pintu lebih kencang. Adhsiti tak menyahut. Dan entah apa yang Rafa pikirkan, pria itu kini langsung membuka pintu kamar Adhisti dan seketika membuat Adhisti bangun dari posi

  • Mayat di Balik Plafon   137. Bukan Malam Biasa

    “Hah?! Tidur di sini?!” Adhisti dengan cepat menahan lengan Rafa sebelum pria itu bisa masuk ke dalam unit tersebut. “Ini hari pertama pernikahan lo sama Kak Szi, Bang! Mana bisa lo tidur di sini?! Ya lo sama istri lo sana lah! Tega lo tinggalin dia sendirian padahal kalian baru nikah?!” sergah Adhisti. Rafa menghela napasnya kasar lalu tangannya dengan kuat mencengkeram tangan Adhisti yang menahan lengannya. “Lo pikir gue suka nikah sama dia, Chaay? Lo pikir ini pernikahan yang gue mau? Nggak! Gue terpaksa! Masih mending gue kasih dia status sebagai istri gue biar dia nggak malu! Lagian ini rumah gue juga ‘kan? Gimana ada ceritanya gue nggak bisa tidur di rumah gue sendiri?” omel Rafa. “Ya tapi kondisinya nggak bisa, Bang! Lo baru nikah! Atau minimal lo bawa Kak Szi ke sini, deh!” sergah Adhisti. “Lo pilih gue tidur di dalam atau di depan sini? Yang jelas keputusan gue udah jelas malam ini gue bakalan di sini!” sergah Rafa seolah tak ingin di bantah. “Batu banget sih lo jadi or

  • Mayat di Balik Plafon   136. Kecurigaan Baru

    “Abbiyya, gue udah pernah bilang sama lo untuk lepasin Chaaya. Dia aman sama gue. Dia nggak perlu perlindungan lo lagi! Jadibm udahlah, lo juga nggak perlu cari tahu soal gue atau pun pernikahan gue. Gue nggak suka!” sergah Rafa lalu langsung meninggalkan Abbiyya begitu saja. “Sikap dia yang kaya gini yang makin bikin gue curiga. Gue perlu bukti valid tentang hubungan Adhisti sama Rafa. Mungkin cuma dengan bukti itu Adhisti bakal percaya sama gue kalau ada yang nggak beres sama Rafandra!” bisik Abbiyya sambil memandang lurus ke arah Rafandra yang berjalan pergi. Tiba-tiba sebuah ide muncul di pikiran Abbiyya. Ia menemukan satu cara yang sebenarnya sedikit ilegal untuk dilakukan. Namun sekarang tak ada cara lain yang bisa ia pikirkan. Ia pun sedikit ragu apakah ia bisa menemui Rafa maupun Adhisti lagi setelah ini. Abbiyya membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah injeksi kecil yang bahkan tak tampak dalam genggamannya. Ia berjalan mengikuti Rafa yang saat itu tengah mengantre di halte

  • Mayat di Balik Plafon   135. Kasus Menggantung

    “Abbiyya!” pekik Ganendra tampak berlari cepat ke arah Abbiyya yang saat itu hendak berjalan keluar kantor polisi. Abbiyya berbalik dan melihat Ganendra sedikit tergopoh mengejarnya. Pria itu mengerutkan dahi tanda sedikit kebingungan atas apa yang terjadi di hadapannya itu. “Ada apa, Gan? Kenapa lari buru-buru gitu? Ada yang urgent?” ujar Abbiyya. “Lo udah denger keputusan baru soal kasus Mayat di Balik Plafon unit 706 itu?” tutur Ganendra sambil masih sedikit ngos-ngosan. “Ya, sidangnya tadi pagi ‘kan? Gue denger Rio dapat hukuman setimpal kok. Emang kenapa?” Abbiyya lagi-lagi mengerutkan dahinya. “Gue denger rumornya kasus si Rio itu masih ngegantung! Dia diadili untuk perbuatan dia soal pelecehan itu. Tapi untuk penemuan mayat di balik plafon itu dia minta banding karena alasan pemalsuan data sama kaya yang terjadi sama Adhisti. Dan karena itu kasusnya masih gantung sekarang sampai pusat nemuin benang merah lainnya!” papar Ganendra. “Seriusan? Bukannya bukti kemarin sudah je

  • Mayat di Balik Plafon   134. Pernikahan Impianmu

    Hari ini adalah hari di mana Rafa akan menikahi Szi atas dasar ancaman Szi mengenai status Rada dan Adhisti yang sebenarnya bukan saudara kandung itu.Beberapa jam lalu janji suci yang ternodai kebohongan telah diucap oleh Rafa untuk Szi dan membuat keduanya telah resmi menjadi sepasang suami istri.“Thank you, ya Chaaya! Kalau bukan karena lo, mungkin hidup gue dan calon bayi kami ini bakalan hancur. Gue janji bakal jadi kakak ipar yang baik buat lo! Gue bakal masakan makanan enak tiap hari buat lo!” pekik Szi sambil sebentar mencubit pipi Adhisti sementara tangannya yang lain tampak melingkari tangan Rafa.“Kita tinggal terpisah dari Chaaya! Kita tinggal di kost an lo. Gue bakal bagi waktu buat kalian berdua. Gue tetep mesti jaga dan pantau Chaaya juga,” sela Rafa membuat Szi terkejut bukan main.“Maksudmu? Kalau kau ingin tetap menjaga Chaaya, kenapa kita tak tinggal di unitmu saja? Toh aku akan tinggal di kamarmu, unitmu cukup untuk menaungi keluarga kita ditambah Chaaya, Sayang!”

DMCA.com Protection Status