Rosella hanya diam sambil menatap Rex khawatir. Melihat itu, Rex lantas tersenyum—mencoba meyakinkan Rosella bahwa ia baik-baik saja. Meski pun dadanya sakit. "Jangan khawatir, Rosella. Sepertinya kalau bukan karena faktor kelelahan, mungkin ini adalah efek samping dari operasi jantung yang kulakukan," terangnya.
Penuturan Rex itu kontan membuat Rosella kian penasaran, curiga, dan merasakan sesuatu mengganjal di hatinya. Kendati begitu, ia tak ragu untuk menganggukkan kepala—pertanda bahwa ia mengerti akan kata-kata sang Presdir tampan."Rex, kupikir sebaiknya kau memeriksakan jantung barumu itu ke dokter untuk memastikan kenapa dia sering sakit sejak transplantasi jantung. Akan kutemani jika kau mau," ucap Rosella dengan tenang."Ya, kupikir juga begitu, Rosella," balas Rex sambil mengangguk setuju. Akhirnya, setelah dari studio foto, ia dan Rosella bergegas pergi ke rumah sakit.***Di rumah sakit, Rex ditemani oleh Rosella bertemu dengan seorang dokter ahlSuasana rumah tampak sepi saat Rex dan Rosella tiba di rumah. Sepertinya semua orang sedang di kamar tidur mereka masing-masing. Karena saat mereka sampai di rumah, hari sudah gelap dan sudah lewat jam makan malam. Suasana rumah yang begitu sepi lantas membuat gairah Rex bangkit perlahan. Ia menggoda Rosella dengan menyisirkan jemarinya ke belakang rambut Rosella. "Terima kasih untuk hari ini, Rosella," ungkap Rex, yang langsung dibalas Rosella dengan senyumnya yang menawan yang mampu mengikat hati sang Presdir. Lalu detik berikutnya, Rex mencium Rosella tepat di bibirnya, menuangkan banyak cinta dan pengampunan ke dalamnya hingga akhirnya ia menyambar Tutor cantik dan seksi tersebut dan membawanya ke kamar tidurnya. Namun sebelum Rex dapat membaringkan Rosella, wanita 40an yang sebentar lagi akan menjadi istri kontrak dan pura-puranya itu bertanya kepadanya, "Bolehkah aku mandi dulu? Aku merasa lengket sekali."
Rex yang tidak bisa menahan diri tatkala melihat Rosella yang seksi, mencengkeram kedua pantatnya dan membukanya lebar-lebar. Kemudian, ia mengeluarkan air liur di atas liang senggama Rosella yang lezat. "Agh!" Rosella tersentak saat Rex menyentuh liang senggamanya yang basah, ketat dan hangat dengan ujung batangnya, dan ia perlahan-lahan memasukkan batangnya ke dalamnya. "Terlalu ketat, tapi sangat pas dengan milikku," aku Rex sambil memperhatikan bagaimana liang senggama si Tutor dan Pengasuh cantik dan seksi itu menelan setiap inchi batangnya, seperti tubuhnya dibuat hanya untuknya. Ya, menyatu menjadi satu untuk menciptakan mahakarya yang sempurna. Berpegangan pada pinggul Rosella, Rex perlahan-lahan mulai bergerak. Sementara, Rosella menatapnya di cermin. Rambutnya yang basah menetes di satu bahunya, saat ia selesai menggosok giginya. Tidak dapat menahan tatapan, Rex tertarik ke titik di mana tubuhnya dan Rosella terhubung. "Fuck, Rex!" Rosella mengerang sambil meraih sisi w
Hidup benar-benar tak dapat diprediksi. Kiranya itulah yang Rosella rasakan saat Dokter mendiagnosanya mengidap tiga penyakit parah sekaligus, yang mana penyakit-penyakit itu tak pernah sekali pun ia bayangkan akan datang kepadanya meski saat haid ia selalu merasa sakit yang hebat. "Bagaimana kau bisa menahan itu semua? Tidak adakah gejala lain yang mungkin kau rasakan selain nyeri saat haid?" tanya dokter. Nadanya heran sekaligus penasaran. "Sebenarnya ada. Tapi aku tak yakin," jawab Rosella terbata-bata. "Akhir-akhir ini aku sering sakit kepala yang hebat juga. Tapi, tiap kali aku minum obat, sakit kepalaku berkurang dan hilang. Jadi, aku mengabaikannya begitu saja, dan mengira itu hanya sakit kepala biasa," jelasnya. "Apa yang harus aku lakukan sekarang, Dok?" tanyanya. Ia terlihat seperti seseorang yang sedang kehilangan arah, sehingga tidak tahu harus melakukan apa dan mulai dari mana. "Tenanglah, Nona Rosella. Kau akan baik-baik saja. Tumor dan Endometriosis bisa dihilangk
Ketika Rosella hendak keluar IGD seorang suster memanggil Rex Albq sebagai wali dari wanita yang kerap kali disapa Ro itu.Suster itu menjelaskan kepada Rex tentang tagihan biaya pengobatan Rosella yang harus ia bayar. Rex pun mengerti. Ia lantas pergi ke kasir. Selesai membayar, ia bergegas meninggalkan rumah sakit. Selang beberapa saat, Rosella menyusul keluar IGD lalu bersitatap dengan seorang rentenir dan anak buahnya yang sedang mencarinya.Rosella yang bingung bagaimana para rentenir itu bisa tahu dirinya di rumah sakit mencoba menghindar. Saat lari dari kejaran para rentenir, Rosella masuk ke mobil seorang pria dan bersembunyi di sana. Melihat seorang wanita masuk ke mobilnya tanpa permisi, si pria tampan yang duduk di balik setir itu jadi salah sangka dan mengira bahwa ia menginginkan uangnya. "Hey! Apa yang kau lakukan di mobilku, huh? Cepat keluar! Jika tidak, aku akan melaporkanmu ke polis," ujar Rex marah. Ya... Pemilik mobil mewah yang Rosella naiki adalah Rex Alba.
"Mari kita lihat...." tukas si rentenir pada Rosella. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Di dalam ponsel tersebut terdapat catatan utang yang diwariskan mendiang orang tua Rosella kepada putri tunggal mereka."Dengarkan aku baik-baik, Rosella. Kau punya bunga enam bulan dengan pokok utangnya jumlahnya 115 juta Won. Dan karena aku merasa kasihan kepadamu, jadi, aku kurangi 15 juta won menjadi hanya 100 juta Won saja." si rentenir menjelaskan dengan sangat runut. "Apakah kau mengerti?" tanyanya sinis. Dan kemudian, ia menyimpan ponselnya ke saku celananya. Rosella mendengus kasar dan membuang wajah ke arah lain sekilas usai mendengar penjelasan si rentenir padanya saat itu. "Apa katamu? 100 juta Won?" keluhnya sambil menatap si rentenir itu. "Aku tidak bisa bayar. Jadi, tolong minggir." Rosella meminta si rentenir memberinya jalan untuk masuk ke rumah. Tetapi, dengan tegas si rentenir menolak. "Apa?!" dengan mata melotot, si rentenir membentak Rosella. "Kau tak mau bayar
"Selamat siang, Tuan. Perkenalkan aku Rosella," ujar Rosella sesaat setelah Wendy meninggalkan ruangan. Ia memperkenalkan dirinya dengan sopan. Nada bicaranya ramah. Ia juga mengulas senyumnya meski saat itu sang Billionaire memunggunginya. Sayangnya, senyum manis yang mengembang di wajah Rosella tidak bertahan lama. Seketika saja wanita ini terkejut—matanya terbelalak dan jantungnya seakan ingin lepas.Tidak hanya itu, lutut Rosella juga terasa lemas sementara lidahnya keluh saat sang Billionaire berbalik, menoleh melihatnya. Ya, bagaimana mungkin Rosella bisa tidak terkejut dan mendadak lemas ketika ia tahu kepala rumah tangga di kediaman Keluarga Alba adalah pria yang sama yang membawanya ke Dream Medical Centre, dan menuduhnya penipu. Siapa lagi kalau bukan Rex. "Kau!" Setali tiga uang dengan Rosella, saat itu Rex juga terkejut. Matanya melotot dan dahinya berkerut saat ia melihat Rosella, wanita yang masuk ke mobilnya seperti seorang pencuri tetapi kini justru muncul di rumahn
Rosella yang bersikeras tidak ingin pergi, dan ingin Rex mempertimbangkan resume-nya lantas menjatuhkan tubuhnya ke lantai seperti orang pingsan. Sayangnya, Rex tetap tak terpengaruh dengan sikap Rosella. Pria tampan itu malah melipat kedua tangannya di depan dada, dan ia asik memperhatikan Rosella dari tempatnya berdiri. "Hey! Sedang apa kau?" Rex tersenyum smirk pada Rosella. "Percuma saja kau pura-pura pingsan begitu. Aku tetap dengan keputusanku. Jadi, cepat bangun dan pergi dari sini!" titah Alan, ketus. Namun Rosella tidak memberikan respon apapun kepada Rex. Bukan karena ia tidak berniat membalasnya, tapi karena kepalanya benar-benar sakit. Melihat Rosella bergeming, Rex lantas berjalan mendekatinya dan berkata, "Kalau kau terus diam seperti ini, maka jangan salahkan aku jika aku akan melakukan napas buatan kepadamu!" Akan tetapi, ancaman Rex itu tidak diindahkan oleh Rosella. Alhasil, Rex pun menempelkan bibirnya ke bibir Rosella dengan gentle dan tanpa ragu. Ane
"Hhhhh ...." Wendy menghela napas panjang. "Kak, sepertinya kau benar-benar tidak percaya padaku," ucap Wendy. Nadanya kecewa. "Baiklah kalau begitu, mari Rosella, kita pergi." Wendy menatap Rosella. Rosella pun mengangguk lemah. Ia dan Wendy kemudian bangkit dari duduknya. Melihat Wendy kecewa atas keputusannya, Rex lantas berubah pikiran. "Siapa bilang kalian boleh pergi, padahal aku belum selesai bicara?" tanyanya, dingin. Yang ditanya menatapnya bingung. "Duduk," titah pria ini tegas. Wendy dan Rosella pun mengikuti perintahnya tanpa ragu. Lalu detik berikutnya, Rex mengatur napasnya dan menatap Rosella. "Aku dengar dari Wendy kalau kau menyelamatkan bocah laki-laki yang hampir kecelakaan saat mengejar bola di depan rumah ini. Apa itu benar? tanya Rex lembut kepada Rosella. Yang diajak bicara hanya mengangguk tegas. "Bocah itu namanya Jiro. Dia adalah putra bungsuku," aku pria ini. Pernyataan Rex itu kontan membuat mata Rosella terbelalak. Ia ter