Vanya membuat janji dengan Anthony, dia merasa kebebasannya perlu dirayakan, meskipun dia hanya mendapat kebebasan itu selama 3 minggu.
“Kamu dimana, Ton?” tanya Vanya melalui panggilan telepon.
“Aku sudah di jalan depan area luar restoran,” jawab Anthony.
“Baiklah, tunggu saja disitu!!” pinta Vanya.
Panggilan telepon itu berakhir, Anthony mengantongi ponsel itu kembali. Dia sengaja menunggu diluar agar tidak menarik perhatian karyawan yang lain.
Mobil Mercy putih berhenti di depannya, kaca jendela itu turun menampakkan wajah ceria Vanya.
“Ton, masuklah!!” pinta Vanya.
Anthony pun masuk, dia duduk di sebelah Vanya yang sedang mengemudikan mobil Anita. Anthony mengagumi dalam diam mobil keren yang dikendarai Vanya.
Bagus juga mobil tipe ini, Mercy meman
Selamat malam kakak, maaf sedikit terlambat. Monggo dilanjut baca ya
“Assalamualaikum, Nek,” sapa Anthony. “Walaikumsalam, telat sekali kamu pulangnya, Ton?” tanya Yasmini, dia menunggu Anthony di ruang tamu sampai tertidur di kursi pajang yang terbuat dari rotan. “Iya, Nek. Tadi diajak keluar sama teman Anthony. Apa nenek menungguku dari tadi??” Anthony bertanya sambil duduk di sebelah neneknya, lalu dia merangkul tubuh renta Yasmini. “Maafkan Anthony ya, Nek. Jika sudah membuat nenek kuatir,” imbuh Anthony. “Kamu ini memang anak nakal!!” ucap Yasmini sambil mencubit pipi Anthony “Ya sudah, nenek mengantuk sekali, nenek ke kamar dulu!! Oia, ada makanan di meja sengaja nenek siapkan untukmu,” kata Yasmini sambil bangkit dari duduknya untuk berjalan menuju kamar. Anthony masih duduk di tempatnya, dia tersenyum dan menjawab ucapan nene
“Kartu absensiku kemana? Apakah Junet lagi pelakunya,” gumam Anthony. Anthony masih berdiri di depan absen analog itu, dia juga sudah memeriksa area sekitar, siapa tahu kartunya jatuh. Namun, tetap saja dia tidak menemukannya. Ponsel Anthony berdering, sesaat dia melihat nama yang sedang menghubunginya. Ketika orang itu adalah Vanya, dia tersenyum lalu segera menjawab panggilan telepon masuk tersebut. “Hallo, Vanya.” “Hallo, Ton. Tidak tahu kenapa hari ini badanku lemas dan kepalaku berat sekali, kemungkinan hari ini aku tidak masuk kerja,” ungkap Vanya. “Kamu sakit ya? Segera cek suhu tubuhmu, jika tidak bisa mengetahui sakit apa? Periksa saja ke klinik,” saran Anthony cemas. “Iya, akan aku lakukan nanti. Tolong absensi yang berada di meja kerjaku, untuk hari i
Acara interview karyawan akan berlangsung di ruangan manager, Anthony baru saja memulai untuk menyeleksi mereka, dia sudah dihadapkan dengan karakter orang seperti Saiful. “Pak, apa anda baru menjadi manager? Saya lihat anda tidak kompeten dalam bidang ini,” ucap Saiful. “Saya bukan manager, hanya saja hari ini saya diberi pekerjaan untuk menyeleksi kalian,” ucap Anthony tersenyum, dia tidak tersinggung dibilang kompeten, karena dia memang belum berpengalaman dalam bidang ini. “Pantas saja, pertanyaan dari anda standar,” sahut Saiful. “Apa iya? Coba beri saya contoh pertanyaan yang bermutu?”
Kedatangan Narwan tidak disangka Anthony sampai membuatnya membisu untuk sesaat. Ketika Dodit dan Junet sampai di belakang Narwan, barulah masuk akal kalau semua ini perbuatan mereka. Junet yang memakai baju bebas itu menyeringai, dia berkata tanpa suara, “Mampus!!” “Tony!! Lancang sekali kamu? Kamu sudah kelewatan batas!!” bentak Narwan, dia melotot sambil menunggu penjelasan Anthony. Anthony mengalihkan pandangannya ke Narwan, lalu dia menjawab dengan suara tenang. “Saya tadi diberi tugas oleh Bu Vanya untuk menggantikannya menyeleksi karyawan yang ditempatkan di Cleaning Service, Pak,” jelas Anthony. “Hah!! Itu tidak mungkin Pak, mungkin hanya alasan Anthony saja,” sanggah Junet. “Iya, dia itu kacung Pak. Apa mampu melakukan tugas sebesar itu!!” imbuh Dodit. Mereka berdua sangat senang meliha
Rumah Yasmini memiliki pekarangan yang cukup luas, bagian belakangnya dia tanami pohon pisang dan berbagai sayuran untuk dimakan setiap harinya. Di samping rumah, dia buat kandang untuk memelihara ayam dan telurnya dia pakai untuk konsumsi sendiri. Di usia rentanya, Yasmini sempat takut jika tidak ada keluarga yang tinggal bersama dan merawatnya, tapi rasa itu sirna saat Anthony memutuskan untuk tinggal bersamanya. “Ton, nenek sangat senang dengan kedatanganmu. Kalau seperti ini nenek kan bisa pergi dengan tenang,” ungkap Yasmini. Anthony masih belum mengerti perkataan neneknya, karena pikiran dia terfokus oleh ponsel yang ada di tangannya. Anthony hanya menimpali perkataan Yasmini dengan jawaban pada umumnya. “Anthony juga senang, Nek. Makasih Nek, sudah mau menampungku,” kata Anthony tersenyum, dia makan dengan terburu-buru karena
Vanya berada di ruang manager, dia sangat senang melihat kerja Anthony yang rapi. Catatan peserta seleksi karyawan ditulis secara mendetail, sehingga memudahkan Vanya untuk memilih karyawan baru. “Busyeeett!!! Tulisan tangan Tony rapi sekali, aku saja kalah bagus dengannya,” puji Vanya. “Dia berbakat sekali!! Apa ijazah terakhirnya ya?? Apa dia lulusan mahasiswa?” gumam Vanya penasaran. Vanya tersenyum sendiri membayangkan wajah Anthony, debaran hati Vanya pun kembali muncul. “Astaga Vanya!!! Sudah berhenti memikirkan Anthony!!! Ingat posisimu sebagai suami orang!!” umpat Vanya kepada dirinya sendiri. “Hufstt!!! Suami orang ya!! Kenapa aku jadi kesal mendengarkannya??” gumam Vanya sambil menghela napas. Dia tidak tahu bahwa Anthony tidak keberatan sama sekali dengan statusnya, Vanya pun mengalihkan pikirannya dengan m
Suasana hati Vanya sangat bagus, dia pulang ke rumah sambil mendendangkan sebuah lagu favoritnya. Dia senang hari ini bisa tertawa dengan Anthony. Ketika dia masuk rumah, kebahagiaan Vanya raib begitu saja. Karena dia melihat Purnomo duduk di ruang tamu sedang membaca buku. Hah!!! Kapan Purnomo sampai? Batin Vanya, rasa takut sudah mulai merayapi kakinya. “A...ku pulang!!” sapa Vanya tergagap. Purnomo menurunkan buku yang dia baca, lalu memandang Vanya sekilas dan kemudian dia kembali melakukan aktivitasnya. Vanya memiringkan kepala, setelah itu dia berjalan melewati Purnomo. Sedangkan Anita sedang sibuk menyiapkan makan malam, sehingga tidak mendengar kehadiran Vanya. Vanya masuk kamar, dia masih terpaku dengan sikap Purnomo yang tidak menganggapnya ada. “Kenapa Purnomo?” Vanya men
Vanya memikirkan rasa takutnya semakin dalam, tubuhnya belum kembali fit 100% saat dia jatuh sakit 2 hari yang lalu. Tapi sekarang Vanya mengalami tekanan batin yang membuat daya tahan tubuhnya pun melemah. “Mbak, Mas aku ke kamar dulu!!” pamit Vanya, kepalanya semakin berat. Dia mencoba menggerakkan kakinya yang berat, tapi apa daya penglihatan Vanya kabur dan tiba-tiba saja menjadi gelap. Vanya pingsan tidak sadarkan diri. “Astaga Vanya, kamu kenapa?? Mas cepat pindahkan dia ke kamar!!” seru Anita panik, sambil menahan tubuh Vanya agar tidak jatuh ke lantai. Untungnya Anita duduk di sebelah Vanya, jadi dia bisa menangkap tubuh Vanya waktu pingsan tadi. Purnomo segera mendorong kursinya ke belakang, kemudian dia menghampiri Vanya. Tubuh Purnomo yang tambun dan lebih pendek dari Vanya itu membuat dia kesulitan untuk menge