MASIH TENTANGMU- Masih Mencintaimu "Pa, kenapa tante tadi pegang-pegang tangan papa?" tanya Antika. Masih sempatnya bocah itu berhenti menghadap sang papa untuk bertanya saat mamanya sudah menunggu di dekat pintu. Bu Ariana yang meraih tas di sofa juga kaget.Spontan Gama dan Dea saling pandang. Namun perempuan itu segera mengalihkan perhatian pada putrinya. "Sayang, ayo kita pulang.""Sebentar, Ma. Papa harus jawab, kenapa tante tadi megang tangannya papa?" ulang Antika tidak terima. Memohon jawaban dari papanya.Perasaan Dea terhempas. Sakitnya kembali terasa. Walaupun itu hal yang wajar, karena mereka sudah tunangan, kan?"Tadi nggak sengaja, Sayang. Antik lihat kan kalau papa menolak di pegang." Gama sendiri kesulitan untuk menjelaskan. Yang ada justru keresahan karena Dea pasti menduga lebih dari itu. Padahal selama ini Gama menjaga diri. Kodratnya sebagai pria dewasa sudah pasti memiliki keinginan. Namun hatinya menolak. Dia tidak akan melakukan sesuatu yang ia jaga dengan ba
"Bulek ingin sekali melihat kamu dan Gama rujuk. Bukan hanya bulek saja yang mendukung, tapi papa dan mamanya Gama juga."Dea tersenyum, tanpa menanggapi dengan kata-kata. Mereka menginginkan dirinya dan Gama rujuk. Tapi kenyataannya Gama sudah bertunangan dengan Alita. Jika Gama ingin memutuskan hubungan dan bilang masih mencintainya, tapi bukti itu belum ada. Dea tidak akan segampang itu mempercayainya. Dia kenal bagaimana Alita, apa mungkin akan diam begitu saja saat diputuskan.Mobil memasuki halaman rumah Pak Dedy. Kebetulan ada Bu Wetty yang duduk berdua dengan sang suami. Wanita itu membuka pintu pagar depan dengan remote control di tangannya."Kakek," teriak Antika saat pintu mobil terbuka. Lelaki yang sebagian rambutnya berwarna keperakan itu lekas menghampiri dan menggendong sang cucu ke teras. Saat itu masih gerimis.Bu Ariana akhirnya turun sebentar untuk saling sapa. Berangkat tadi tak sempat bicara hanya saling melempar senyum dengan Bu Wetty.Hubungan mereka membaik be
MASIH TENTANGMU- Keputusan Kaget. Tentu saja. Luluh lantaknya hati begitu terasa di dalam sana. Dokter itu ternyata tidak main-main. Untuk bisa mendapatkan ibunya, dia lebih dulu mengambil hati anaknya."Kapan ngasihnya?" tanya Gama. Kesempatan untuk mengorek informasi."Kemarin sore," jawab polos Antika."Om dokter itu baik, Pa. Dia ramah pada Antik. Bawain cokelat juga." Mendengar kalimat itu serasa lukanya disiram air garam. Dokter Angkasa telah mencuri start darinya. Antika tidak tahu kalau hati papanya porak poranda oleh rasa cemburu. Dia tidak tahu kemelut apa yang dialami papanya.Gama mencium rambut putrinya yang masih sibuk dengan puzzle. Saat itu Mbak Sri datang membawakan minum dan kukis di toples untuknya. "Monggo, Mas Gama. Diminum tehnya.""Ya, Mbak Sri. Makasih banyak.""Njih." Mbak Sri kembali ke belakang.Di luar hujan turun dengan derasnya. Disertai angin dan petir. Antika sontak memeluk sang papa. Kaget dengan bunyi petir yang menggelegar. Gama mendekapnya erat.D
Gama berdiri. Dia belum lupa di mana tempat salat di lantai satu rumah Dea. Mantan mertuanya adalah umat yang taat. "Antik, salat bareng papa, ya. Mama ambilin mukena dulu." Dea menaiki tangga untuk mengambil mukena di kamar.Sedangkan Gama dan Antika mengambil air wudhu. Lelaki itu memperhatikan sang anak yang tengah berwudhu. Meski belum sempurna, tapi untuk ukuran anak usia tujuh tahun, sudah cukup bagus. Gama malu pada diri sendiri. Anaknya di didik dengan baik oleh Dea dan keluarganya. Benar kata Dea tadi. Jika ingin kembali bersama, tidak hanya cinta saja yang diperjuangkan. Tapi bagaimana kembali membangun kepercayaan dan meyakinkan keluarga. "Loh, mukena Mama mana?" tanya Antika ketika Dea hanya mengantarkan mukena untuknya di ruang salat."Mama nggak sholat, Sayang," jawab Dea sambil memakaikan mukena pada Antika."Cuti, ya?"Dea mengangguk sambil tersenyum.Gadis kecil itu tidak bertanya lagi. Sebab pada waktu tertentu, ia sudah tahu kalau perempuan dewasa seperti mamanya
MASIH TENTANGMU- Amarah Alita menghampiri Gama. "Aku nggak bisa memilikimu, perempuan lain pun juga nggak bisa. Lihat saja nanti."Perempuan itu menatap tajam pada sang mantan tunangan. Melihat Gama hanya diam, Alita makin kalap terbakar amarah. Dengan matanya yang menyala merah, dia tidak mengalihkan perhatian dari sosok tegap dihadapannya. Air mata pun terus menganak sungai. "Aku nggak akan membiarkanmu bahagia. Ingat itu, Mas!""Apa kalian tidak berpikir, nama baik kalian akan jadi sorotan jika muncul dalam berita. Mempermainkan anak gadis orang dengan seenaknya memutuskan pertunangan. Kalian orang terpandang di sini." Pak Handoyo emosi. Itu juga merupakan sebuah ancaman. "Jika kami sampai membuat keputusan seperti ini, tentu kami punya alasannya, Pak Handoyo. Silakan buat pemberitaan apapun, kami tahu caranya mengklarifikasi. Jangan sampai kalian malu sendiri nanti. Tanyakan pada putri Anda. Kenapa sampai Saga memutuskan untuk tidak jadi tunangan dengan Alita. Dan kenapa kami p
Baru kali ini Gama mendengarkan sepupunya bicara. Meskipun dalam hati menyangkal. Jelas dia tidak sama dengan Akbar. Akbar mendua dan diam-diam menikah. Sedangkan Gama tidak pernah mengkhianati Deandra.Ketiga pria itu berbincang hingga tengah hari. Ada masalah pekerjaan juga yang harus dibahas.Gama mengabaikan pesan masuk dari Alita. Gadis itu memberondongnya dengan kemarahan. Namun ia masih tenang, karena sejauh ini Alita tidak tahu tentang perasaannya pada Dea. Yang Alita tahu, Gama sudah tidak peduli pada sang mantan. Cerita akan berbeda saat gadis itu tahu kalau dia kembali pada Dea. Alita tidak mungkin diam saja. Lebih baik untuk sementara ini, dia tidak menemui Dea dulu. Tapi bagaimana jika dokter itu terus melakukan pendekatan?***L***Siang itu mentari tidak begitu memancarkan sinarnya. Awan kelabu menutupi cahayanya. Mungkin menjelang sore, hujan kembali mengguyur kota. Dea dan Hani tengah menikmati makan siang di kantin. Duduk di dekat jendela kaca. "Dea, Gama nggak nga
MASIH TENTANGMU- Kejutan Pagi Itu Semalaman Gama tidak bisa tidur. Bukan hanya ancaman Alita saja yang dipikirkan. Tapi bagaimana jika Dea memang tidak ingin kembali bersamanya. Bagaimana jika penantian panjang Dea sudah pada batas limitnya?Gama turun ke lantai bawah. Mengambil air minum di ruang makan dan duduk di sana, di bawah temaramnya lampu malam. Sebenarnya kedua orang tua menyuruh Gama tinggal di rumah mereka. Mengingat ancaman Alita yang tidak bisa dianggap main-main. Mereka tidak tega kalau Gama tinggal di rumahnya sendiri. Namun Gama menolak.Alita memang berbahaya, tapi untuk bertindak sekarang rasanya tidak mungkin. Dia pasti masih belum bisa melakukan sesuatu dalam pikiran kacau. Mungkin baru esok atau lusa, lihat apa yang akan dilakukan gadis itu.Ponsel yang ditaruh meja kembali berdenting. Alita tidak henti mengirimkan pesan. Gama tidak membalas satu pun, memblokir, atau berencana ganti nomer. Tidak susah baginya untuk mengabaikan gadis itu. Dia sudah terbiasa mel
Bu Wetty menghampiri dan menerima uluran tangan mantan menantu. Berbasa-basi sejenak kemudian pergi ke belakang. Ganti Pak Dedy yang keluar dari kamar, menyalami Gama. Duduk dan berbincang-bincang sejenak.Sambutan mantan mertua membuat Gama lega dan berharap banyak. Semoga mereka kembali merestui jika ia menginginkan putrinya lagi.Setelah Dea muncul, Pak Dedy pamit ke belakang. Lelaki yang memakai pakaian olahraga itu kalau pagi senam di halaman belakang atau joging di sekitar komplek perumahan. Meski rambutnya separuh telah berubah, nyatanya masih tampak sisa postur tubuhnya yang gagah di waktu muda."Mas, nggak bawa mobil?" tanya Dea saat melihat tidak ada kendaraan di halaman rumah atau di depan pagar."Aku naik taksi." Gama tidak ingin Alita tahu kalau ia menemui Dea. Wanita itu bisa saja menyuruh orang untuk mengikutinya. Naik taksi pun tadi sempat khawatir. Namun ia harus bertemu Dea pagi ini."Antik, ke belakang dulu dan minta Mbak Sri makein seragam ya."Antika langsung turu
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing