MASIH TENTANGMU- Rahasia yang Terungkap Gama berdiri di dekat jendela kaca. Menatap hiruk pikuknya kota Jakarta dari ketinggian. Kota yang tidak mengenal jam istirahat. Penuh kesibukan 24 jam. Kemacetan terjadi di segala penjuru karena tingginya mobilitas masyarakat urban di ibu kota. Ini menjadi pemicu timbulnya stres. Bekerja tak kenal waktu.Saat merasakan tubuhnya makin menggigil, Gama menutup gorden lantas berbaring dan menarik selimut tebal warna putih. Giginya sampe gemertak menahan dingin yang serasa tembus ke tulang.Andai mamanya tahu dia sakit tapi tetap berangkat ke Jakarta, pasti ngomel tiada hentinya. Tadi pagi Gama cuman pamitan lewat telepon. Dipikir pasti dirinya baik-baik saja. Bahkan permasalahan yang sekarang ia hadapi, baik papa dan mamanya juga belum tahu. Justru buleknya yang tahu.Bayangan Dea yang menangis tadi pagi sangat mengusiknya. Membuat terluka dan terasa sangat perih hingga tembus ulu hati. Ingin rasa hati memeluknya tadi. Semoga belum terlambat untu
Gama menyeringai tipis mendengar ucapan sepupunya. Bagi Aryo sikap Gama tidak mengejutkan. Dia sudah tahu, sepupunya yang satu ini memang tidak tahu bagaimana caranya bercanda. Tidak seperti kakaknya Gama yang humoris."Mas Gama, nggak mampir ke Bekasi, ke rumah Mas Damar?" "Nanti kalau sempat aku mampir. Mas Damar nggak tahu kalau aku ada di Jakarta sekarang." Gama menyandarkan kepala di jok mobil. Kepalanya masih nyut-nyutan dan dia tadi lupa membawa obat yang dibelikan Aryo tadi malam.Aryo menepikan mobilnya di warung bubur ayam yang berseberangan dengan kantor. Meski aroma bubur itu sangat harum, tapi menggangu di penciumannya karena perutnya masih tidak enak, tapi Gama tetap memaksa menghabiskannya. Dia tidak boleh tumbang. Banyak hal yang harus ia lakukan setelah kembali ke Jogja. Selesai makan dan sebelum ke kantor, Gama mengambil ponsel dari saku celananya. Hendak menelpon Dea, tapi Antik yang bisa dijadikan alasan, pasti sudah berangkat ke sekolah. Yakin Dea tidak akan men
MASIH TENTANGMU- Menunggu KabarGama diam memandang sudut ruangan. Suhu tubuhnya kembali menghangat, bahkan kian terasa panas. Sampai wajahnya memerah.Namun ia masih bisa memikirkan apa yang diucapkan Saga tadi. Ia tahu betul bagaimana karakter sepupunya itu. Jika sampai membatalkan pertunangan dengan Alita, pasti ada sesuatu yang fatal. Saga termasuk pria perfeksionis. Hanya saja dia merahasiakannya. Dipikir Saga, hubungannya dengan Alita baik-baik saja. Padahal Gama sudah tahu bagaimana tingkah laku tunangannya."Gimana, Mas? Pasti ada sesuatu yang tidak pantas diceritakan sampe Mas Saga nggak mau ngasih tahu. Apa Alita sudah banyak cerita pada, Mas Gama?""Nanti aku urusi itu, Yo. Bentar lagi antar aku ke hotel. Kepalaku sakit.""Check out saja dari hotel. Nginap di rumah kami. Ayo!"Gama tidak punya pilihan. Kali ini ia menyerah. Tubuhnya terasa panas dan menggigil. Dibawa berdiri pun rasanya hendak tumbang. Pak Beny yang dipamiti pun menyuruh Aryo untuk mengajak Gama pulang k
Dea yang baru selesai salat maghrib melihat ponselnya. Ada riwayat panggilan masuk dari Gama. Dia memandang ke samping, Antika yang tadi ikut salat tengah berusaha melepaskan mukena. "Sini mama lepasin." Dea melipat mukena kecil milik putrinya. "Tadi papa nelepon, ya?""Iya. Hari Minggu papa sudah di rumah katanya.""Nggak apa-apa. Papa kan lagi kerja."Antika duduk bersandar di pinggir ranjang. Memperhatikan sang mama yang tengah melepas dan melipat mukena."Ma, kenapa kita nggak tinggal bareng papa. Rumah papa kan besar. Papa juga tinggal sendirian?"Pertanyaan ini yang menakutkan bagi Dea. Sebab dia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan. "Teman-teman Antik tinggal serumah dengan papa dan mamanya."Dea meraih tubuh Antika, lantas menaruh di pangkuan. Memeluk gadis kecilnya dengan erat. Dulu sebelum Antika paham dengan semua ini, anak itu diam tidak pernah banyak bertanya. Sekarang dia sudah tambah umur, sudah sekolah dasar, temannya semakin banyak. Tentu makin peka dan heran, kare
MASIH TENTANGMU- Janji Hari Minggu Gerimis belum berhenti saat mobil milik Bu Ariana melaju di jalan menuju klinik di mana Gama di rawat. Pagi yang kelabu.Tiga orang duduk di jok tengah dengan posisi Antika duduk di antara mama dan Mbah Putri Ana, panggilan untuk Bu Ariana."Kalian sudah sarapan?" tanya Bu Ariana."Sudah, Bulek. Habis sarapan Antik duduk di teras nungguin papanya. Terus Bulek menelepon tadi," jawab Dea. Sedangkan Antika memandang lurus ke depan. Dia yang biasanya banyak bertanya, kini diam karena tidak sabar untuk segera sampai ke tempat tujuan.Gadis kecil itu tampak khawatir setelah diberitahu kalau papanya sedang sakit. "Gama ikut penerbangan kemarin jam dua siang. Sebenarnya dilarang pulang dulu sama omnya. Tapi Gama ngeyel. Akhirnya dia jatuh nggak sadarkan diri waktu berjalan ke parkiran. Untung pas nggak lagi nyetir. Kan dia berangkat sendiri ke bandara. Mobilnya di tinggal di sana."Mendengar cerita Bu Ariana, tiba-tiba Dea merinding. Bayangan buruk sontak
Hal yang membuat kedua orang tua Gama makin yakin dengan apa yang Gama bicarakan dengan mereka tadi malam. Laki-laki yang berbaring itu sudah memberitahu siapa Alita. Pak Benowo terkejut juga karena selama ini Saga tidak bilang apapun padanya. Makin kecewa karena Alita ternyata tidak respek dengan cucunya. "Perempuan seperti ini mau kau nikahi. Cepat sembuh dan selesaikan segera urusanmu," ucap Bu Hawa yang sejak awal memang tidak menyukai Alita. Apalagi sekarang mendengar cerita tentang masa lalu gadis itu. Padahal soal Alita pernah dipergoki Saga saat bersama laki-laki lain belum mereka ketahui."Nduk, duduk sini, sama Mbah Putri." Bu Ariana bangkit dari duduknya, menghampiri dan menggendong Antika yang tadi ceria sekarang bungkam. Kemudian memangkunya di sofa.Bu Hawa bangkit untuk mengupaskan apel buat sang cucu.Sambil menjawab pertanyaan Alita, Gama dilanda cemas. Jika Dea kembali nanti, pasti dia melihat Alita sudah ada bersamanya. Padahal sekarang dia sedang berusaha untuk mey
MASIH TENTANGMU- Masih Mencintaimu "Pa, kenapa tante tadi pegang-pegang tangan papa?" tanya Antika. Masih sempatnya bocah itu berhenti menghadap sang papa untuk bertanya saat mamanya sudah menunggu di dekat pintu. Bu Ariana yang meraih tas di sofa juga kaget.Spontan Gama dan Dea saling pandang. Namun perempuan itu segera mengalihkan perhatian pada putrinya. "Sayang, ayo kita pulang.""Sebentar, Ma. Papa harus jawab, kenapa tante tadi megang tangannya papa?" ulang Antika tidak terima. Memohon jawaban dari papanya.Perasaan Dea terhempas. Sakitnya kembali terasa. Walaupun itu hal yang wajar, karena mereka sudah tunangan, kan?"Tadi nggak sengaja, Sayang. Antik lihat kan kalau papa menolak di pegang." Gama sendiri kesulitan untuk menjelaskan. Yang ada justru keresahan karena Dea pasti menduga lebih dari itu. Padahal selama ini Gama menjaga diri. Kodratnya sebagai pria dewasa sudah pasti memiliki keinginan. Namun hatinya menolak. Dia tidak akan melakukan sesuatu yang ia jaga dengan ba
"Bulek ingin sekali melihat kamu dan Gama rujuk. Bukan hanya bulek saja yang mendukung, tapi papa dan mamanya Gama juga."Dea tersenyum, tanpa menanggapi dengan kata-kata. Mereka menginginkan dirinya dan Gama rujuk. Tapi kenyataannya Gama sudah bertunangan dengan Alita. Jika Gama ingin memutuskan hubungan dan bilang masih mencintainya, tapi bukti itu belum ada. Dea tidak akan segampang itu mempercayainya. Dia kenal bagaimana Alita, apa mungkin akan diam begitu saja saat diputuskan.Mobil memasuki halaman rumah Pak Dedy. Kebetulan ada Bu Wetty yang duduk berdua dengan sang suami. Wanita itu membuka pintu pagar depan dengan remote control di tangannya."Kakek," teriak Antika saat pintu mobil terbuka. Lelaki yang sebagian rambutnya berwarna keperakan itu lekas menghampiri dan menggendong sang cucu ke teras. Saat itu masih gerimis.Bu Ariana akhirnya turun sebentar untuk saling sapa. Berangkat tadi tak sempat bicara hanya saling melempar senyum dengan Bu Wetty.Hubungan mereka membaik be
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing