Perempuan berambut panjang gelombang terurai memakai mini dress putih bermotif floral tampak indah di antara jajaran rak buku menjulang tinggi di perpustakaan nasional Heldenplatz. Kaki mungilnya terus menyusuri setiap barisan rak dengan jemari dan mata yang tak berhenti mengamati.
“Jalan-jalan ke sini aku jadi kangen sama perpustakaan Lareta. Apa kabar ya perpustakaan milik Opung sekarang?” tanya Gerta.
Rumi tersenyum mengikuti langkah kekasihnya. “Perpustakaan Opung sekarang udah resmi jadi museum di ibu kota. Jadi kamu nggak perlu khawatir lagi, karena tempat itu sudah mempunyai dokumen resmi dan dilindungi.”
Di sebuah gereja Karlskirche yang berjarak tujuh ratus meter dari gedung oprera, Gerta dan Rumi melakukan upacara pernikahan. Gereja bergaya arsitktur Baroque yang indah itu tampak hikmat oleh suasana pengucapan janji suci.Perempuan bergaya rambut up do sederhana tampak cantik dan anggun oleh two pieces dress putih bahu terbuka dengan veil putih yang membungkus wajah ayunya di hadapan laki-laki berjas rapi yang tampak tampan.“Rumi, maukah saudara menikah dengan Gerta yang hadir di
Untuk menikmati indahnya lampu warna-warni yang menghiasi kota Wina, acara pesta dansa pun digelar di depan gereja Karlskirche dengan menghadirkan warga sekitar untuk ikut merayakan. Lagi-lagi penampilan anggun Gerta membuat kagum pasang mata—gaun off shoulder model V putih yang membuat jenjang bagian leher membuatnya seperti putri di dalam dongeng. Sementara Rumi begitu tampan dengan setelan tuxedo putih tampak seperti seorang pangeran tatkala menuntun Gerta menuju halaman pesta.“Ini nih pangeran dan putri kita malam ini!” seru Kris.“Gimana? Kalian menikmati di sini?” tanya Rumi.&ldqu
Pemandangan malam kota Wina di balik jendela besar sebuah kamar menjadi akhir rangkaian acara pernikahan. Sebuah kasur king size seprai putih bertabur kelopak mawar berbentuk hati di atasnya menjadi suguhan indah sepasang pengantin. Ditambah lilin-lilin aromaterapi dan lampu temaram yang menambah kehangatan suasana.Rumi melepas jas putihnya dan mulai melepas kancing di pergelangan tangannya. Sebelum kemudian melepas 2 kancing kemeja atasnya. Samar-samar suara Gerta di balik ruang ganti terdengar. Membuat langkahnya menghampiri.“Kamu kenapa, Gerta?” tanya Rumi usai mengetuk pintu ruang ganti.“Nggak papa … ini cuma susah aja buka bajunya.”
Gerta mengangguk pelan.“Aku akan melakukannya pelan-palan, karena aku tahu ini adalah pertama kalinya buat kita berdua,” lirih Rumi.Gerta kembali mengangguk.“Kalau sakit, kamu bilang.”Gerta menelan ludah. “Kamu bisa lakukan semau kamu.”Rumi tersenyum. “I love you.”“I love you too.”Rumi kemudian memosisikan kepemilikannya pada lembah kenikmatan itu. Kedua tangannya memenjara kedua tangan Gerta di atas kepala. Setelahnya bergerak pelan menerobos masuk.“Ehm.” Gerta mengerang terpejam.
Esok paginya kegiatan-kegiatan romantis menjadi pemanis kegiatan pengantin baru mereka. Gerta tampak manis mengenakan mini dress putih berpadu slippers. Sementara Rumi tampak kece dengan kaus hitam berpadu cargo pants cokelat dan sneakers. Mereka tampak satu meja menikmati hidangan Viennese breakfast yang berisi roti gulung, croissant, mentega, selai homemade
Semburat cahaya orange yang menyeruak masuk di balik gorden putih yang tersibak separuh membuat Rumi membuka mata. Kedua tangannya masih merengkuh tubuh polos di balik selimut putih yang masih terjaga begitu nyaman. Wangi rambut panjang tergerai dan tubuh polos beraroma mawar itu begitu memabukkannya. Membuatnya tak pernah berhenti mencumbu.Rumi bergerak mengecupi pundak polos itu seraya menyibak rambut panjang tergerai itu. Setelahnya mengecupi sepanjang leher dan daun telinga mungil itu hingga membuat pemilik tubuh polos itu menggeliat.Gerta membalikkan tubuh dan mendapati Rumi mengecupi wajahnya menggoda. “Kamu udah bangun?”“Udah dari tadi. Mangkannya aku bangunin kamu.” Rumi menenggelamkan kepalanya di ceruk leher untuk mencumbu.
Satu bulan kemudian Rumi menepati janjinya untuk berkunjung ke Kanada mengunjungi keponakannya. Kedatangannya bersama Gerta disambut begitu hangat oleh Vania, terlebih Kian yang sudah lama menantikan kedatangan omnya.“Om Rumi!” seru Kian yang langsung berlari memeluk Rumi.“Halo, Kian. Apa kabar kamu?” Rumi balas memeluk keponakannya itu.“Baik, dong. Om Rumi janji akan nginap di sini ‘kan?” tanya Kian yang langsung menagih lagi janjinya.Rumi mengangguk. “Iya.”“Berapa lama?” Kedua mata Kian berbinar senang.Rumi tampak berpikir. “Mmm … seminggu?”
Sebuah kedai kopi tampak indah oleh bunga-bunga rustic di sepanjang pintu masuk yang membantang karpet merah. Di dalam ruangan dipenuhi orang-orang berpakaian formal yang sudah siap menyambut acara. Tampak beberapa barista di balik meja panjang menunjukkan kemampuannya berseni di dalam cangkir kopi. Membuat banyak pasang mata menatap penuh kagum.Ya, pembukaan kedai kopi milik Dego digelar bersamaan dengan pesta pernikahannya. Beberapa rekan seprofesi yang datang ada yang sekalian menjaring kerja sama. Tidak ketinggalan juga Boni dan Kris yang lagi-lagi tampak gagah dengan setelan jas mahal.“Ini adalah kali kedua gue bisa memakai jas mahal ini di acara pernikahan.” Kris membenarkan letak dasinya.