Ada hal yang menarik dari preman-preman penghuni gedung tua. Rupanya mereka tidak hanya bekerja sebagai penjagal daging, penghuni bar, ataupun penghuni tempat billiard, melainkan juga bekerja untuk menjaga lantai sembilan yang memiliki ruangan rahasia. Sebab tidak sembarangan orang bisa naik ke lantai tersebut, kecuali Rumi dan Dego. Karena mereka berdua yang memegang kendali preman-preman di sana.
Ya, tentu saja mereka tahu, jika pengantar koran hanyalah kedok untuk menyembunyikan identintas asli Rumi.
Lihat, Rumi sangat berkuasa di sana bukan? Tentu saja Dego juga ikut ambil bagian berkuasa di sana.
Terlihat menyeramkan memang gedung tua berlantai sembilan tersebut, karena penghuninya adalah para preman. Namun, jangan meremehkan. Sebab preman-preman di sana adalah informan penting terka
Setiap Sabtu malam, kegiatan runtin Rumi adalah bermain tinju dengan Boni—petarung yang tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan kecil. Meskipun dia pandai dalam hal menghindar dan memukul, tetapi tidak dengan Boni yang mempunyai trik sendiri untuk mengambil umpan di setiap kesempatan sempit.Ada hal yang menguntungkan dari bertinju, yaitu melatih ketahanan. Sebab setiap orang mempunyai daya ketahanan untuk menerima pukulan. Maka bertinju merupakan salah satu olahraga yang mengajarkan tentang bagaimana untuk terus menyerang demi bisa melindungi pertahanan.Menjadi penjahat sangat penting memiliki kemampuan berkelahi. Mau diserang ataupun menyerang, penjahat pada akhirnya dituntut untuk bertarung.“Dunia ini tambah kejam ‘kan? Penjahat ada di mana-mana. Ngebuat kita mau ngg
Mendapati laki-laki tampan itu menoleh ke belakang dan menatapnya, Gerta langsung gugup dan berusaha untuk membuang pandangan. Dia ingin bersembunyi di tengah-tengah kerumunan karena merasa malu telah ketahuan, tetapi urung dia lakukan tatkala melihat laki-laki tampan itu berjalan ke arahnya.Ya, Rumi berjalan membelah lalu-lalang orang menuju sosok Putri Tidur itu berdiri. Membuat Gerta semakin terpaku.Tepat berdiri di hadapan Gerta, Rumi tersenyum. “Hai, kita bertemu lagi.”Gerta kembali menangkap tatapan menawan itu dari dekat. Tampak ramah laki-laki tampan itu. Membuat jantungnya berdegup kencang seperti gendang yang ditabuh. “Iya … hai juga,” balasnya malu-malu. Tangannya terlihat mencengkeram erat bunga lavender karena gugup.
Seragam polisi berpangkat perwira tinggi tampak tertunduk tak berani menatap anak bawahannya di sebuah ruangan yang pintunya sengaja dikunci rapat-rapat dan sengaja pula dibuat kedap suara untuk melakukan pembicaraan rahasia. Jenderal tersebut hanya mampu memangku kedua tangannya yang gemetar. Tergambar jelas rasa bersalah dan penyesalan di balik wajah keriputnya yang tertunduk. Jantungnya sudah dipastikan berdegup penuh keterkejutan bercampur dengan kecemasan sejak membuka map biru di atas mejanya.“Tanpa persetujuan dari atasan saya diam-diam menyelidiki kasus ini. Kabar ini sebelumnya memang hanya selentingan, tapi saya ingin menyelidikinya sendiri sebelum orang lain mengetahui. Dan memang baru saya saja yang mengetahui bukti-bukti tersebut.” Zuldan menatap nanar jenderal berseragam polisi tersebut.Jenderal Qomar hany
Zuldan berusaha mengatur napasnya yang tersengal. “Kenapa Om memintaku untuk berhenti menangani kasus tersebut? Dan kenapa kasus serupa itu justru masuk dalam daftar bukti-bukti milik Om?”“Seberapa banyak kamu mendengar tentang perjudian itu?” tanya Jenderal Qomar memastikan.“Jadi benar … itu perjudian? Om terlibat di dalamnya?” Zuldan menatap nanar laki-laki paruh baya di hadapannya.Jenderal Qomar semakin tidak bisa menjawab.“Perjudian macam apa ini, Om?! Kenapa banyak orang yang bungkam?!” tanya Zuldan kecewa.“Om minta kamu jangan terlibat dalam kasus itu,” pinta Jenderal Qomar beranjak dan menatap penuh harap Zuldan. “
Sebuah flasdisk hitam ditunjukkan Dego kepada Rumi. “Ini senjata buat jaga-jaga kalau sesuatu yang buruk terjadi sama kita.”“Maksud lo? Gue jauh-jauh putar balik cuma buat flasdisk hitam itu doang?” Rumi mengernyit tak mengerti.“Keadaan situs kita genting sekarang.” Dego menatap sungguh-sungguh Rumi.Rumi yang sejak tadi kesal karena terpaksa memutar balik mobil dalam perjalanannya menemui Soebahir, kini bisa menebak, jika sesuatu yang buruk tengah terjadi lewat wajah sungguh-sungguh Dego.“Ini akan menjadi satu-satunya senjata kita, terutama senjata buat mewujudkan keinginan balas dendam lo itu.” Dego melempar flasdisk hitam itu ke arah Rumi.Rumi
Rumi dan Dego kemudian beradu pemikiran di meja kerja. Rencana yang sudah mereka susun tidak boleh berakhir berantakkan. Meksi kemungkinan-kemungkinan buruk akan selalu datang yang perlu mereka lakukan adalah membuat planning sebanyak mungkin untuk kemungkinan-kemungkinan buruk itu.Ya, Rumi dan Dego harus mengotak-atik isi kepalanya untuk mengeluarkan segala macam bentuk ide. Rencana yang dicetuskan Rumi memang memungkinan untuk menciptakan senjata baru. Namun, tentu saja sangat membahayakan Rumi yang memberanikan diri untuk bertemu Soebahir seorang diri. Sementara sosok di balik Mas Ganteng tidak boleh sampai terungkap.“Apa lo yakin bisa melakukan balas dendam ini sampai akhir?” tanya Dego mencoba memastikan keputusan Rumi sebelum te
Soebahir melewati lorong menuju ruangan kerjanya—tempat yang selalu dia habiskan jika sedang di rumah. Dia masih tidak menyadari, jika di balik pintu ruangan yang dia dorong ada seorang penyusup yang tengah menunggu.Mendengar suara pintu terbuka Rumi memutar kursi dan langsung menunjukkan diri dengan gaya tengil—kaki bersila di atas meja tepat di atas tumpukkan map dan tatapan tertuju pada kadatangan Soebahir. Kemudian melambaikan tangan manyapa guna membuat Soebahir terkejut.Sadar sosok Mas Ganteng muncul di ruangan kerjanya, Soebahir langsung terbelalak terkejut. Dia menganga cukup lama. Sebab entah bagaimana caranya laki-laki yang kini menjadi musuhnya bisa masuk ke dalam ruangan kerjanya.“Mengejutkan sekali Anda bisa datang ke sini sendirian.” Soebahir menye
Soebahir merogoh saku selana dan mengambil ponsel melakukan panggilan. “Hentikan serangan.”Mendengar itu Rumi akhirnya dapat bernapas lega.“Sepertinya kita memang harus mendiskusikan kesepakatan kita ulang,” ucap Soebahir. kembali menunjukan sikap berkuasanya, seolah-olah telah memenangkan pertarungan.Namun, sebetulnya tidak.“Tentu,” timpal Rumi dengan senang hati, yang sesungguhnya sedang menyimpan rencana berikutnya.“Oke, mereka udah berhenti menyerang. Sekarang giliran gue menyerang balik mereka karena sebagian data kita udah di tangan mereka. Gue akan melakukan selective program insertion dan mengakhirinya dengan mengirim vandal.”