Cyra berjalan riang menyusuri koridor kantor milik Alvon dengan sebuah jinjingan di tangan kanan nya.
"Bukankah itu istri pak Alvon?"
"Iya benar. Isu nya sih, pak Alvon menikahi nya karena bertanggung jawab."
"Maksud kamu, wanita itu hamil karena pak Alvon?"
"Ya seperti itu."
"Cantik sih, tapi kok pakaian nya seperti orang miskin ya?"
"Ya wajar lah. Dia kan pembantu dirumah pak Alvon."
Mendengar bisik-bisik dari beberapa wanita itu, Cyra pun refleks memberhentikan langkahnya. Matanya menyapu pakaian nya dari atas hingga bawah.
Memang benar. Terlihat sangat sederhana.
"Huh! Stop Cyra, jangan dengarkan apa kata mereka." Menghela nafas, Cyra pun akhirnya kembali melanjutkan langkahnya.
Hingga tidak lama kemudian, langkah Cyra berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna putih dengan nama 'ALVON WILLIAMS' yang tertera diatas pintu tersebut.
Dengan keberanian nya Cyra mulai meraih knop pintu kemudian mendorongkan secara perlahan.
"Al-"
Ucapan dan langkah Cyra mendadak terhenti. Tatapan nya berubah sendu, ketika matanya menangkap sosok Alvon dan seorang wanita tengah.....berpelukan?
Cyra membekap mulutnya tak percaya. Sesak. Sakit. Melihat tingkah Alvon yang ternyata seperti ini ketika sedang berada di kantor.
Cyra menatap jinjingan itu dengan nanar. Padahal, ia sudah memasak kan makanan siang untuk Alvon. Namun ini yang Alvon balas? Dengan menyakitinya?
Mengusap air matanya, Cyra pun memilih pergi dari ruangan Alvon dengan jejak luka yang tertinggal dihatinya.
***
Cyra berjalan di sepanjang trotoar sambil melamun memikirkan kejadian ketika diruangan Alvon tadi. Airmata nya tidak henti keluar sejak itu.
"Aku berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk mu Al. Aku menerima apapun yang kamu katakan pada ku, aku tidak masalah ketika kamu menghina atau bahkan membentak ku. Namun, apa aku juga harus menerima semua ini?"
"Seandainya kejadian itu tidak pernah terjadi, pasti kita tidak akan seperti ini."
"Aku harus apa sekarang Al?" Gumam Cyra lirih.
***
Malam harinya Cyra tampak begitu sibuk mempersiapkan makan malam. Di sebelah nya, Revani juga membantu dengan meletakkan beberapa lauk.
"Kamu sudah menghubungi Alvon?" Tanya Revani.
"Sudah mah, tapi tidak di angkat oleh Alvon."
"Hubungi saja lagi. Mama permisi dulu, ingin memanggil papa."
"Iya mah."
Cyra mengambil ponselnya yang ia simpan di saku celana hitam nya, hendak menghubungi Alvon kembali. Namun, belum sempat ia menekan tombol panggilan, suara derap langkah seseorang membuatnya mengurungkan niat itu.
Dia Alvon. Sesegera mungkin Cyra langsung menghampiri Alvon. Kedua sudut bibir nya terangkat sedikit, seolah ia tidak memperdulikan dengan apa yang terjadi siang tadi. Ketika ia hendak meraih tas yang berada di tangan Alvon, namun Alvon segera menepis tangan nya kasar.
"Apaan sih!"
"Biar aku saja yang bawa."
Tanpa menjawab, Alvon segera bergegas menaiki tangga dengan Cyra yang mengekor di belakangnya.
Sesampai di kamar, Alvon melepas jas dan melemparnya asal diatas sofa. Ia memutar tubuh, menatap datar pada Cyra yang kini berdiri di hadapan nya.
"Sedang apa kamu disini?"
"Me-menunggu mu."
"Aku bukan bayi! Keluar!"
"Tapi Al-"
"Aku bilang keluar!"
Cyra mengangguk pelan, "Baiklah. Nanti setelah kamu mandi, langsung ke bawah ya? Makan malam."
"Ti-"
"Tenang saja, aku tidak akan ikut makan malam bersama mu. Aku akan makan di dapur. Aku permisi dulu."
Setelah mengucapkan itu, Cyra pun berbalik kemudian mengambil jas Alvon yang tergeletak asal diatas sofa.
"Letakkan jas nya!" Ujar Alvon.
"Kenapa? Aku akan membawa nya ke bawah."
"Aku bilang letakkan!"
Cyra menghela nafas, "Iya."
"Cepat lah turun, kamu pasti sangat lapar." Tambah Cyra, kemudian melenggang pergi.
***
Seusai makan malam, Tian mengajak Alvon ke ruangan nya. Dan kini, ayah dan anak itu tampak tengah mengobrol serius di sofa hitam yang berada di ruangan tersebut.
"Kenapa semalam kamu tidak mengizinkan Cyra untuk tidur bersama mu?"
"Kenapa memang? Aku tidak suka dengan Cyra pah." Ujar Alvon jujur.
"Suka tidak suka, Cyra itu tetap istri mu Al. Bersikaplah layak nya seorang suami pada Cyra. Ingat, saat ini Cyra tengah mengandung anak mu. Darah daging mu."
"Aku tidak perduli."
"Semudah itu kamu mengatakan nya?" Tian tersenyum sinis, "Pokoknya, papa tidak mau tau! Jika malam ini kalian tidak tidur satu kamar lagi, maka papa tidak akan segan-segan menghukum mu."
"Kenapa sih pah? Papa selalu berbuat semau papa. Aku tidak menyukai Cyra, jadi tolong jangan memaksa ku! Sampai kapan pun, hanya Alice yang tetap ada di hati ku.”
“Alice?"
"Iya. Dan karena Cyra, hubungan ku dengan Alice berakhir berantakan.”
"loh seharusnya kamu sadar diri. Bukankah kamu sendiri yang memulai masalah itu? Kamu kan yang mabuk, terus menghamili Cyra?"
Skakmat. Alvon diam seribu bahasa. Benar. Papa nya memang benar.
"Kenapa diam?"
"Tidak." Alvon tersadar.
"Jika malam ini papa lihat kamu tidak tidur satu kamar dengan Cyra, maka kamu akan menanggung resiko nya besok.”
"Terserah papa." Ujar Alvon kemudian pergi meninggalkan sang papa.
***
"Ayo, mama antar kamu ke kamar Alvon."
Entah sudah yang ke berapa kali Revani mengatakan itu pada Cyra. Saat ini ia tengah berada di kamar Cyra, membujuk nya supaya mau ia antar ke kamar Alvon.
"Tidak mah, aku akan tidur di sini saja."
Bukan apa-apa. Cyra menolak nya hanya karena takut jika nanti Alvon akan marah, dan mengatakan jika Cyra lah yang mengadu pada mama dan papa nya.
Revani menghela nafasnya sambil mengusap lembut puncak kepala Cyra, "Cyra, kamu itu sekarang istri Alvon. Jadi kamu berhak untuk tidur satu kamar dengan nya. Jangan seperti ini, kalian terlihat seperti bukan sepasang suami istri."
"Tapi mah-"
"Ayo, mama akan antar kamu ke kamar Alvon."
Cyra membuka mulutnya, namun Revani segera kembali berujar.
"Jangan membantah mama."
Revani menggenggam tangan Cyra, membawa nya keluar dari kamar dan mulai menaiki tangga.
Ketika Revani dan Cyra telah berada didepan kamar Alvon, Cyra segera menahan tangan Revani. Dan hal itu tentu saja membuat Revani mengangkat satu alisnya bingung.
"Ada apa?"
"Ak-"
"Jangan khawatir, tidak akan apa-apa. Sana masuk."
Cyra hanya mampu menghela nafasnya ketika Revani telah membuka pintu kamar, kemudian mendorong punggung nya pelan hingga ia masuk ke dalam.
"Ya Tuhan, aku sangat takut.." Cyra menggigit bibir bawahnya. Demi apapun, ia sangat takut saat ini. Ketika tubuhnya di dorong oleh Revani tadi, tiba-tiba saja jantung nya berdetak tak karuan.
Pandangan Cyra menyapu seluruh penjuru ruangan kamar, namun tidak menemukan keberadaan Alvon. Hingga tidak lama kemudian, tatapan nya jatuh pada sebuah pintu balkon yang terbuka.
Apakah mungkin Alvon berada disana?
Dengan sedikit keberanian nya, Cyra pun memutuskan untuk berjalan menuju balkon dengan perlahan.
Dan benar. Lelaki itu tengah berada disana, dengan tubuh yang memunggunginya.
"Alvon?" Cicit Cyra pelan, namun mampu membuat sang empu nya memutar tubuh dan menatapnya datar.
"Aku tidak menyangka jika kamu sangat pandai berakting. Selamat, kamu ternyata berhasil membujuk mama dan papa ku." Alvon berdecih sinis.
"Al-"
"Kamu fikir aku mau tidur satu ranjang dengan mu hah? Menjijikan!"
Alvon menyenggol bahu Cyra kasar, sebelum akhirnya ia melenggang pergi.
Sementara Cyra? Wanita itu tak kuasa menahan air matanya mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Alvon.
Sehina itu kah dirinya di mata Alvon?
Serendah itu kah dirinya di mata Alvon?
Dan semenjijikan itu kah dirinya di mata Alvon?
Padahal, sudah jelas-jelas ia hamil pun karena ulah Alvon.
Alvon terbangun dari tidur nya setelah mendengar suara kicauan burung yang terdengar bersahutan dari luar.Ia refleks meringis. Punggungnya terasa sakit setelah ia berhasil merubah posisinya menjadi duduk. Semalaman, Alvon memang memutuskan untuk tidur di sofa. Dan mungkin ini penyebab mengapa punggung nya terasa sakit.Menyibak selimut, Alvon lantas segera bangkit. Matanya melihat pada tempat tidur, yang ia ketahui jika Cyra tidur disana, namun ternyata tidak.Hingga tatapan Alvon jatuh pada sosok wanita yang meringkuk tidur di lantai, tanpa menggunakan alas maupun bantal."Cyra?" Gumam Alvon seraya menatap perut rata wanita itu. Alvon berfikir sejenak, namun kemudian menggeleng keras."Tidak! Kenapa aku harus peduli padanya? Biarkan saja jika dia ingin tidur di lantai dingin itu!"Tanpa menatap Cyra kembali, Alvon langsung saja berjalan memasuki toilet.
Cyra tampak termenung menatap beberapa hamparan bintang yang bersinar terang malam ini."Ayah, ibu, kalian sedang apa disana? Aku sangat merindukan kalian. Maafkan aku yah, bu. Maafkan aku karena sudah mengecewakan kalian.""Aku lelah. Aku lelah hidup ku di perlakukan seperti ini oleh suami ku sendiri. Bisa kah kalian menjemput ku? Bisa kah kalian membawa ku pergi dari mimpi buruk ini?"Cyra menunduk ketika airmata itu keluar dengan sendirinya. Ia sudah seperti orang yang berputus asa. Seolah, mati adalah jalan satu-satunya untuk meninggalkan semua luka yang Alvon berikan."Kenapa kamu berbicara seperti itu nak?"Spontan, Cyra mendongak dan segera memutar tubuh nya."Mama?" cicit nya pelan.Revani menatap Cyra sendu. Segitu terluka nya kah Cyra, hingga berani mengatakan itu?"Jangan berbicara seperti itu." Revani menggenggam tangan Cyra,
Weekend adalah hari yang cukup di nantikan oleh beberapa orang, karena mereka bisa bersantai-santai di rumah, berkumpul dengan keluarga, atau pun hangout bersama teman dan kekasih.Sama hal nya dengan Alvon, lelaki itu pun kini tengah bersiap ingin menemui sang kekasih. Ah ralat, mungkin lebih tepat nya mantan kekasih karena waktu itu Alice berkata untuk mengakhiri hubungan dengan nya.Melipat lengan kemeja putih nya, Alvon lantas melirik arloji yang kini menunjukkan pukul delapan pagi. Ia segera mengambil kunci mobilnya kemudian bergegas turun ke lantai bawah.Ketika langkahnya telah sampai di akhir tangga, suara Cyra menggema memanggil nama nya."Al!" Cyra berjalan menghampiri Alvon. Matanya menatap Alvon dari atas hingga bawah."Kamu ingin kemana? Bukankah ini hari minggu, dan ituartinya kamu libur di kantor?"
Cyra menatap wajah pucat Alvon dengan sendu. Sudah hampir delapan jam Alvon belum sadarkan diri setelah dirinya di pindahkan di ruang rawat VIP.Akibat kecelakaan itu, satu kaki Alvon terluka lumayan parah, begitupun dengan bagian kepalanya. Dan dokter mengatakan jika Alvon harus mendapatkan penanganan dan perawatan yang khusus."Nak, istirahat lah. Sejak tadi kamu duduk di situ terus."Revani berdiri di sebelah Cyra yang duduk di kursi samping brankar Alvon. Sejak tadi, sejak di pindah kan nya Alvon ke ruang rawat, Cyra dengan setia nya duduk di situ menunggu Alvon tersadar."Aku tidak apa mah."Revani dapat melihat kekhawatiran yang begitu mendalam dari tatapan Cyra. Bahkan, bercak air mata pun masih terlihat di sekitar mata dan pipinya."Nak, Alvon pasti akan baik-baik saja." Ujar Revani sambil mengelus bahu Cyra."Iya mah. Aku sangat m
Gadis itu tampak begitu sibuk memasukkan barang-barang nya kedalam sebuah koper yang ia letakkan di samping lemari.Mengalihkan pandangan, gadis itu spontan terdiam memandang figura foto yang menetap diatas meja panjang yang terletak di samping lemari tersebut.Ia berdiri. Tangan nya meraih figura itu dan memeluknya sambil memejamkan mata."Kenapa hubungan kita harus berakhir menyakitkan seperti ini Al? Seandainya kamu tidak melakukan kesalahan besar itu.."Airmata gadis itu jatuh hingga mengenai kaca figura yang tengah di peluknya. Mungkin, semalam adalah hari terakhir nya ia melihat sang mantan kekasih, karena pagi ini ia harus terbang ke Jerman bersama kedua orangtua nya untuk urusan pekerjaan.Tok!Tok!"Alice, cepatlah nak, papa sudah menunggu mu di bawah!"Alice berkesiap. Menghapus airmata, ia pun lantas memandang figura it
"Kenapa kamu seperti ini sih Al? Kamu sangat kasar pada Cyra." Rezka menggelengkan kepala nya menatap Alvon yang terdiam duduk diatas brankar."Apa kamu tau? Semalam om Tian melarang Cyra untuk menemani mu di sini. Namun apa? Cyra tetap kekeuh ingin menemani mu Al."Benar apa yang dikatakan oleh Roy. Sejak insiden semalam, Tian memang melarang Cyra untuk menemui Alvon. Ia tidak ingin menantu nya di sakiti lagi oleh putranya.Namun, Cyra tetaplah Cyra sang keras kepala. Wanita itu dengan niatnya yang tulus selalu menemani Alvon tidur walaupun dengan posisinya yang duduk.Dan sejak pagi tadi, Cyra di paksa pulang oleh Revani dan Tian setelah pagi-pagi sekali ia muntah-muntah."Cyra itu lelah mengurus mu Al. Kata tante Revani, sejak kamu sakit Cyra selalu tidur dengan posisinya yang duduk. Apa kamu sama sekali tidak memikirkan nya Al? Kamu sama sekali tidak memikirkan anak mu yang di kandung
Terhitung satu minggu sudah Alvon di rawat di rumah sakit. Dan kini, waktunya ia untuk pulang.Di dalam ruangan tersebut hanya ada Cyra dan Alvon, karena Revani sedang keluar membayar administrasi.Cyra tampak sibuk memasukkan beberapa barang-barang milik nya dan milik Alvon ke dalam sebuah tas besar, sementara Alvon hanya duduk termenung diatas brankar dengan tatapan mengarah pada ponselnya.Cyra menghela nafas berat melihat itu. Merasa tak tega sekaligus merasa bersalah kepada Alvon."Cyra?"Cyra berkesiap ketika seseorang menepuk bahu nya. Ia menoleh, dan mendapati sang mama mertua dengan dua orang pria berbadan besar di sisi kanan dan kirinya."Mama." Ujarnya tersenyum."Sudah di masukkan semua?""Sudah mah."Revani mengangguk, lantas ia pun menatap kedua asisten pribadi nya bergantian."Tol
Sup iga yang dibelikan oleh Robby beberapa menit yang lalu kini tandas di lahap oleh Alvon. Kedua sahabatnya dan Cyra hanya melempar senyum melihat itu. Entah memang Alvon lapar, atau memang ia sangat menyukai dan menginginkan nya."Biar aku simpan dulu di dapur." Cyra meraih mangkuk tersebut, kemudian bergegas untuk menyimpannya di dapur."Kau lapar hah?" Kekeh Rezka."Berisik!" Balas Alvon, seraya menyimpan gelas nya diatas nakas."Melihat kamu di layani oleh Cyra, aku merasa iri Al. Rasanya aku ingin cepat-cepat menyusul mu untuk menikah." Ujar Roy."Menikah saja, memang siapa yang melarang?" Tanya Alvon santai."Justru itu, aku belum ada calon. Jika kamu berbaik hati boleh lah kau mencarikan ku calon. Secara, para wanita kan selalu mengantri pada mu.""Itu sih tergantung pada mereka, mau tidak dulu dengan mu?" Ejek Rezka, membuat Roy menatapnya tajam.
Alvon baru saja terbangun dari tidur nya. Mata nya langsung di suguhkan dengan pemandangan yang benar-benar indah. Lelaki itu lantas mengangkat tangan nya guna mengelus pipi istri nya yang masih terlelap. Wajah cantik Cyra terlihat damai saat tertidur.Alvon tiba-tiba saja terkekeh. Ia teringat dengan hal konyol yang ia lakukan semalam dengan Cyra.-flashback on-Alvon membuka mata nya dan langsung melihat jam dinding yang kini menunjukkan pukul dua dini hari. Pandangan nya kemudian beralih kepada Edward dan Cyra yang tidur di samping nya. Mereka terlihat pulas sekali. Apalagi, Edward.Alvon terkekeh sejenak. Terbesit sebuah ide di benak nya. Ia segera bangun dari po
Cyra tersenyum memperhatikan Edward yang sedang bermain di temani dengan beberapa mainan nya. Anak itu benar-benar terlihat lincah dan menggemaskan. Kaki mungil nya bergerak lincah mengelilingi taman belakang dengan sebuah pesawat mainan yang ada di tangan nya. Mulut nya bergerak menirukan suara pesawat yang akan terbang.“ayo kita terbang ke mommy..” Edward berlari menghampiri Cyra yang sedang duduk di gazebo. Cyra tersenyum kemudian merentangkan tangan nya, menyambut Edward ke dalam pelukan nya.“sudah sore, kita mandi ya?” Cyra mengelus rambut tebal Edward. Anak itu sekarang duduk di pangkuan nya.“ayo!” ujar Edward penuh semangat. Cyra lantas mengecup puncak kepala Edward.“mau mommy gendong?” tanya nya.“mau!”“ayo kita terbang.&rd
Tiga tahun kemudian..“daddy ayo bangun!”“daddy!!”Lelaki beralis tebal itu mengerjapkan matanya ketika mendengar teriakan anak kecil. Masih dengan nyawa yang belum sepenuh nya terkumpul, mata nya samar-samar melihat sosok anak kecil tengah duduk di atas perut nya. Dia, putra nya. Kebiasaan nya adalah setiap pagi selalu membangunkan nya tidur.“hei.” Suara serak Alvon terdengar. Tangan besar lelaki itumengusap kepala putra nya dengan sayang.“mommy mana?” tanya Alvon.“mommy di bawah sedang menyiapkan sarapan, ayo daddy bangun.”“berikan kiss
“mah, mama ahh..”Wanita itu bergerak gelisah diatas tempat tidur sambil memegangi perut buncit nya. Peluh sudah mengalir banyak, dari dahi sampai turun ke leher. Mata nya bahkan sesekali terpejam seolah sedang menahan sakit.“mama..”Suara nya tidak kuat untuk teriak. Ia tampak menahan kesakitan sambil mengatur nafas nya.“huh, huh..”“Cyra, ayo makan—CYRA!” Revani spontan berteriak saat membuka pintu kamar menantu nya. Ia segera berlari menuju tempat tidur dan memegang tangan Cyra yang sudah berkeringat.“mah..” panggil Cyra melemah.“astaga, kamu ingin melahirkan nak!” Revani bergerak panik.“PAH! PAPA!”Tidak lama kemudian Tian-suami nya datang bersama pembantu nya di belakang. Sama hal nya seperti Reva
“ahh Roy..” wanita itu memejamkan mata nya ketika pria yang berada diatas tubuh nya menjilati leher nya dengan rakus dan bergairah. Kedua tangan nya melingkar di leher sang pria dengan manja. Sementara sang pria memeluk pinggang nya dengan mesra.“uhh su-sudah Roy..”Roy seakan menulikan telinga nya dan terus melanjutkan aktivitas nya. Kini ciuman nya naik ke rahang, pipi, lalu berhenti di bibir ranum Luna. Roy mengecap dan memainkan bibir itu dengan penuh gairah. Erangan Luna semakin terdengar, dan tentu membuat Roy semakin bersemangat melakukan aktivitas nya.Roy mengangkat tubuh Luna ala bridal, lalu di jatuhkan nya tubuh itu diatas tempat tidur besar nya. Roy melepas kaus nya dengan terburu-buru sebelum ia kembali menindih tubuh sang istri. Kedua tangan Roy menggenggam kedua tangan Luna sehingga ia leluasa melakukan nya nanti.&ldqu
“Al, aku tidak bisa tidur.” Rengek Cyra seraya menatap Alvon yang ada di layar ponsel nya. Saat ini mereka sedang melakukan panggilan video call.“kamu harus tidur, ini sudah malam sayang.” Ujar Alvon dari seberang sana.“aku ingin di peluk.” Cyra memanyunkan bibir nya sebal. Ah, jika saja Alvon ada disana pasti ia akan mencium bibir menggoda wanita itu.“hei, aku belum tiga hari disini. Ini, aku saja masih lembur mengerjakan kerjaan untuk besok.” Alvon menunjukkan kepada Cyra, beberapa berkas yang berceceran diatas meja nya.“kasihan kamu. Coba saja kamu mengizinkan aku ikut, pasti sudah aku temani.”“sudah, tidur sana.”“jaga kesehatan ya. Jika sudah selesai langsung istirahat.” Ujar Cyra.
Hari semakin berlalu, bulan pun berganti. Usia kandungan Cyra sudah memasuki usia-usia melahirkan. Dari hasil USG memperlihatkan bahwa anak Alvon dan Cyra adalah laki-laki. Perut Cyra semakin bertambah besar kian hari. Bahkan, untuk berjalan pun Cyra tampak sedikit kesusahan dan sering sekali merasa kelelahan.Alvon tentu sedikit khawatir dengan kondisi Cyra sekarang, sampai-sampai pria itu memutuskan untuk menempati kamar tamu yang berada dilantai satu bersama sang istri. Karena supaya tidak keseringan bolak-balik naik tangga, Alvon takut terjadi apa-apa pada Cyra.“huh.” Lihat saja, padahal hanya berjalan dari kamar tamu ke dapur, Cyra sudah terlihat ngos-ngosan.“non, ingin mengambil apa? Kenapa tidak panggil bibi saja.” Ujar salah satu asisten rumah tangga Cyra seraya memegangi tangan nya.“aku tidak papa bi, hanya ingin mengambil air minum saja. Di kamar air
Cyra dan Alvon sekarang berada di salah satu supermarket besar pusat ibu kota. Cyra mengajak suami nya itu untuk belanja bulanan, ya hitung-hitung sekalian jalan-jalan juga kan Alvon sedang tidak bekerja.“sekarang kita ke tempat buah-buahan saja Al, bumbu masakan seperti nya sudah cukup.” Ujar Cyra seraya melirik Alvon yang sedang mendorong troli di samping nya. Alvon hanya menurut mengikuti langkah Cyra menuju tempat buah-buahan.Cyra tampak mengambil beberapa macam buah itu lalu dimaksukkan kedalam troli. Sementara Alvon tak lepas memperhatikan Cyra. Wanita itu jauh terlihat seperti keibuan jika begini.“kenapa?” tanya Cyra yang seperti nya merasakan bahwa dirinya sedang diperhatikan.Alvon hanya menggeleng sambil mengulas senyum nya, “kalau capek bilang.”“Al, kamu mau anggur ini?” tanya Cyra seraya
Teman-teman Alvon sudah pulang sejak lima belas menit yang lalu. Dan sekarang, Alvon dan Cyra sedang berada di kamar sambil menonton acara televisi. Cyra terlihat berbaring diatas karpet berbulu itu dengan menjadikan paha Alvon untuk bantalan kepala nya, sementara Alvon sejak tadi mengelus kepala Cyra.“Al?”“ya?”“aku ngantuk.”“tidur sekarang?”“he’em.”“tapi gendong aku.” Ujar Cyra sambil mengangkat kedua tangan nya ke udara.Alvon tersenyum, tentu saja ia akan menuruti kemauan istri nya itu. Alvon memindahkan kepala Cyra diatas karpet berbulu sementara dirinya berjongkok dan mulai mengangkat tubuh Cyra ala bridal. Walaupun awalnya Alvon kesusahan karena berat badan Cyra yang bertambah, tapi akhirnya Alvon bisa juga. Alvon membaringkan tubuh Cyra diatas tempat tidur de